Sangat dianjurkan memberi saran dan kritik.
Terima kasih 😊.
SEBELUMNYA | CH LENGKAP | SELANJUTNYA |
THE MERMAID
WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
@mickey139
Mohon maaf jika ada kesamaan ide cerita
DLDR
enjoy :)
"Casios, atau Ocean Tirtin, salah satu dewa air penguasa lautan selain Poseidon. Dalam mitologi, namanya tak pernah dimunculkan hingga tak ada yang tahu bahwa dewa Casios memiliki kekuatan besar. Kekuatan yang bahkan melebihi Sang Penguasa lautan, Poseidon.
"Dewa Casios memiliki kekuatan pembalik waktu yang mampu membuat dirinya bisa kembali dari kematian. Salah satu kelebihan juga penyebab ia ditakuti oleh dewa-dewa lain.
"Dewa Casios memiliki sifat kasih melebihi dewa lain pada manusia. Ia juga memiliki sumpah akan mengabulkan sebuah permintaan dari manusia apabila manusia itu berhasil menyelesaikan rintangan yang ia buat.
"Akan tetapi, sama halnya dewa-dewa lain, tak ada yang tahu keberadaan dewa Casios. Dalam buku terlarang dijelaskan, dewa tersebut tinggal di Amethrine. Kota bawah laut, tempat tinggal bagi beberapa manusia duyung. Sayang, sampai seribu tahun yang lalu semua jalur menuju Amethrine telah lenyap dikarenakan kemurkaan Dewa Casios atas manusia yang yang terlalu tamak. Dewa--"
"Kau masih belajar, Mac?"
Mac langsung menutup buku catatannya saat Aata, teman sekamarnya tiba-tiba sudah berdiri tepat di belakangnya. Menunduk hingga wajahnya berada tepat di samping Mac.
"Aish, apa yang kau lakukan?" Mac mengusap wajahnya dengan jengkel. Meski tak ada apa-apa yang menempel di pipinya karena kelakuan Aata barusan, pemuda berambut biru ikal itu tak suka. Pipinya terasa seperti digigit semut.
Dan bukannya merasa bersalah pada teman sekamarnya, atau tersinggung dengan ucapan temannya itu, Aata justru tertawa terbahak. Pemuda blonde dengan tubuh atletis itu tak berniat berhenti, apalagi saat melihat wajah Mac yang memerah karena jengkel. "Kau tahu, Mac ... aku paling suka melihat wajahmu yang seperti itu." katanya masih diselingi tawa. "Tidak heran, Mildred mengejarmu."
"Diam, kau!" Mac berdiri, kemudian berlalu setelah membuat temannya berhenti tertawa dengan sihir. Di bayangan Mac, terpampang gadis muda kelebihan berat dengan kawat gigi yang sedang tersenyum lebar padanya dan seketika membuat tubuhnya merinding. Mac bukan tak suka karena penampilan gadis itu, ia hanya tak suka karena gadis itu mengingatkan dirinya dengan masa lalu yang mengerikan.
"Mmmp ... muah ... astaga, kau ingin membunuhku?"
"Iya." kata Mac, sebelum hilang di balik dinding beranda.
"Wow, rupanya Mac bisa juga menjawab seperti itu." katanya lalu kembali ketawa.
...
Ketika Mac masuk kembali ke dalam kamar, ia sudah tak melihat Aata. Laki-laki blonde itu rupanya sudah terlelap di sarangnya. Berbeda dengan keseharian Aata yang tampak jenaka, ketika tidur pemuda itu tampak tenang. Dan Mac sangat menyukai ketika teman sekamarnya tertidur seperti itu. Kamar mereka jadi lebih tenang.
Mac kembali ke meja belajarnya dan membuka lembar-demi lembar buku catatan yang berisi informasi mengenai dewa casios dan Amethrine yang berhasil ia peroleh dari pencariannya selama beberapa tahun silam. Pencarian yang berhasil memberinya sedikit harapan. Bahwa ia bisa kembali ke tempat asalnya. Kembali pada keluarganya. Kembali pada lautan yang tenang.
Dulu, harapan itu hampir habis oleh waktu, karena seberapa keras usaha yang ia lakukan, Mac tetap tak menemukan petunjuk. Lalu satu keajaiban datang. Beberapa hari yang lalu harapannya kembali. Ketika nyawanya hampir terenggut dari dirinya, ia melihat satu harapan. Ia melihat seseorang atau mungkin seekor manusia duyung, menolongnya dari kuatnya gelombang air yang menghempas dan mengombang-ambingkan dirinya. Dan ia yakin, putri duyung itu tahu di mana jalan menuju Amethrine.
Mac kembali menghela nafas, lalu bagaimana dirinya akan kembali ke sana? Bagaimana caranya ia bisa bertemu dengan manusia duyung itu? Mereka bisa sampai di sana hanya karena kebetulan. Tugas reservasi oleh pengajar sekaligus untuk pengembangan pengetahuan sihir air mereka.
"Ck, dasar siswa teladan."
Mac berbalik dan menemukan wajah lusuh Aata, teman sekamarnya.
"Harusnya kau tahu, tanpa belajar pun kau pasti akan lolos besok. Jadi, biarkan temanmu ini istirahat." katanya lagi. Tangannya sibuk menggaruk kepalanya, "Besok kita harus bangun pagi. Ujian kenaikan itu sulit ..." Aata menguap lebar, "Jadi, malam ini aku harus istirahat supaya besok bisa menunjukkan kemampuan terbaikku."
Mac tidak menyahut, hanya mendengus melihat kelakuan temannya itu. Padahal, meski Mac membuat keributan, Aata pasti tak akan terganggu dari tidurnya. Temannya itu sudah seperti beruang yang sedang hibernasi kalau bertemu bantal. Dan Mac yakin, Aata bicara seperti itu hanya untuk membuat dirinya tidur dan beristirahat.
"Aish, lama."
Tanpa meminta persetujuan terlebih dahulu, Aata mematikan lampu dan menarik temannya menuju ranjang.
Sayang, meski Mac sudah berada di atas tempat tidur, lampu sudah mati, dan suara dengkur Aata terdengar, mata Mac tetap nyalang. Pikirannya terus berkelana pada pulau bawah laut, Ametrhine. Tempat tinggal dewa Casios, dewa yang bisa mengabulkan permohonan Mac.
Meski ia tak begitu yakin ada cara menuju ke sana, atau duyung yang beberapa waktu lalu sudah menolongnya berasal dari Amethrine, namun ada sisi lain Mac yang sangat percaya jika duyung itu atau Amethrine saling berhubungan.
Lalu, bagaimana Mac bisa menemukan putri duyung itu? Mac menghela, ternyata ada masalah lain yang harus dia selesaikan terlebih dahulu.
"Mac..."
Mac melirik tempat tidur Aata. Laki-laki itu sudah duduk di atas ranjang. Rambut coklat tuanya berantakan, mata yang masih sayu dan beberapa kali menguap. Mac menggulirkan pandangannya ke arah jendela. Langit masih gelap, artinya ini belum pagi, tapi temannya yang terkenal tidak bisa bangun pagi itu sudah bangun.
"Apa ada yang ingin kau lakukan Aata? Tidak biasanya kau bangun sepagi ini?"
Aata melirik Mac. Laki-laki itu belum menjawab dan memilih menutup mulutnya dengan tangan ketika menguap.
"Kau tahukan pagi ini kita akan ujian ..." Sekali lagi Aata menguap. "Jadi, mana mungkin aku membiarkan diriku terlambat. Apalagi pengujinya adalah Miss Janneta."
Mac tidak menjawab dan hanya memperhatikan kegiatan Aata. Turun dari ranjang, sekali lagi menguap, lalu jalan menuju kamar mandi setelah mengambil handuk yang tergantung di samping lemari.
"Aku harus mempersiapkan diriku semaksimal mungkin." Aata melanjutkan ucapannya di dalam kamar mandi.
Mac menggeleng dan baru sadar kalau ia tidak tidur semalaman karena memikirkan Amethrine. Dan masalah lain yang mungkin akan muncul sebentar lagi. Benar kata Aata, harusnya saat ini ia memikirkan masalah ujiannya karena pengujinya adalah Miss Janneta, guru yang terkenal tak kenal ampun. Jika ia gagal dalam ujian, ia tak akan mendapat libur. Dan jika ia tidak libur, maka kesempatannya mencari tidak akan ada.
"Apa kau tidak bersiap?"
Mac berpaling pada Aata yang baru saja keluar dari kamar mandi. Lalu melihat jam analog yang ada di atas meja samping tempat tidurnya. Aata mandi hanya lima belas menit. Waktu yang terlalu sedikit untuk membersihkan sebuah tubuh kekar.
"Kau yakin sudah mandi dengan bersih?"
"Memang aku punya waktu memikirkan kebersihan tubuhku sekarang?" Aata tak menjawab dan memberikan pertanyaan lain pada Mac. Ia mengambil baju dari lemari lalu memakainya dengan kecepatan luar biasa. Tak cukup dua menit Aata sudah selesai sampai membuat Mac terpana.
"Aku benar-benar kagum padamu Aata." Mac masih memperhatikan kegiatan Aata. "Tapi, aku lebih kagum pada Miss Janneta yang sudah membuatmu seperti ini."
"Seperti kau tidak tau saja bagaimana Miss Janetta itu." Aata mengambil buku, membukanya lalu membawa di meja belajar. "Kau tidak bersiap?" tanyanya sebelum ia membaca buku miliknya.
"Aku sedang bersiap."
Aata menarik sebelah alisnya ke atas, "Sedang?" Lalu mendengus. "Harusnya aku tidak mengkhawatirkan seorang siswa teladan yang selalu mendapat peringkat top di angkatan." Dan kembali pada buku yang ia baca.
Mac segera berlalu ke kamar mandi setelah Aata tak mengajaknya lagi berbicara.
Di dalam kamar mandi, Mac kembali memikirkan Ametrhine dan putri duyung. Namun, itu hanya dua detik sebelum air mengenai sebagian tubuhnya dan membuat tubuhnya berubah mengkilat seperti dilapisi oleh berlian. Tidak hanya itu, ia juga merasakan panas seperti terbakar pada pergelangan tangannya yang terkena air.
Mac menggeram karena sakit, tetapi ia tak bisa berteriak dan meminta pertolongan. Aata tak boleh melihat keadaan Mac seperti itu. Ia tak ingin ditempatkan pada keadaan yang tak ia inginkan dan yang bisa Mac lakukan hanya menahan rasa sakitnya, lalu segera melap bekas air ditangannya.
Mac tahu, waktunya sudah tidak banyak. Ia benar-benar harus mendapatkan petunjuk tentang keberadaan putri duyung itu.
Harus.
Hanya itu satu-satunya cara untuk menyelamatkan dirinya.
***
SEBELUMNYA | CH LENGKAP | SELANJUTNYA |
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
0 komentar:
Post a Comment