Fly with your imajination

Showing posts with label ONE SHOT. Show all posts
Showing posts with label ONE SHOT. Show all posts

Wednesday, May 14, 2025

Pacarku, Si Sultan Hemat


👝👝👝

Aku pernah punya pacar. Seorang pria istimewa—istimewa karena berhasil mengubah kata “hemat” jadi “gaya hidup ekstrem”. Namanya Perta. Tetapi kepanjangannya bukan Pertamina. Kalau iya, mungkin aku bisa dapat gratis isi bensin tiap nge-date.

Kami pertama kali dekat karena sama-sama suka baca buku. Aku pikir dia tipe cowok intelek yang perhatian. Ternyata, dia lebih intelek ngitung pecahan kembalian daripada ngasih perhatian manis.

Contohnya, nge-date pertama kami:

“Sayang, aku ajak kamu dinner mewah ya.”

Aku semangat. Kupakai baju paling cantik. Sampai di tempat... ternyata “mewah” versi Perta adalah warteg yang baru dicat ulang.

“Liat dong, sekarang meja makannya ada taplak, Bi.”

Bi? Dikira babi kali. Aku ingin sekali mengatakan itu. Sayangnya, mulut masih kutahan. Aku lalu mengangguk pelan sambil menatap tumis kangkung di atas meja tanpa minat.

Malam itu kami makan dengan ditemani lagu dangdut yang suara bas-nya bikin gelas di meja getar kayak adegan film Jurassic Park. Untungnya aku cinta, jadi masih bisa kumaklumi.

Meski begitu, bukan berarti Petra tak pernah traktir. Dia pernah ngajak makan sushi. Aku semangat, pikiranku sudah membayangkan salmon melt di lidah. Tapi begitu sampai restoran, Petra keluarkan kupon diskon buy 1 get 1.

“Pesan yang ini aja ya, yang masuk promo. Yang lain kan overprice.”

Dan kami pun makan sushi... satu piring berdua.

Semakin lama, hubunganku terasa seperti program hemat bulanan. Aku bahkan jadi merasa bersalah setiap minta traktir kopi. Petra akan menatapku seolah aku baru saja mengajukan pinjaman KPR.

Tapi puncaknya adalah saat ulang tahunku. Aku berharap ada sesuatu yang spesial. Bukannya berharap pesta kejutan, tapi setidaknya mungkin kue atau makan di tempat yang bukan dekat SPBU.

Tiba-tiba dia bilang, “Aku udah siapin sesuatu buat kamu. Lusa kita ke puncak, yah?”

Wah, aku mulai terharu. Mungkin dia mau ngajak aku ke puncak, lihat matahari terbit, terus ngasih kejutan atau sesuatu yang manis.

Kami muncak dari pagi, capek tapi aku bahagia. Aku benar-benar semangat menantikan hal romantis apa yang akan dia lakukan. Sampai di atas, dia melebar tikar, buka tas carrier-nya... dan mengeluarkan kompor portable.

Aku masih memperhatikan dia dengan jantung berdebar sambil sesekali menikmati pemandangan gunung dan bukit.

Matahari semakin tenggelam dan untungnya aku sudah memasang tenda dan dia juga sudah mengumpulkan kayu bakar. Sisanya hanya menunggu dia menyelesaikan apa yang dia lakukan.

“Tunggu bentar ya, Sayang. Ini spesial ulang tahun kamu.”

Aku mengangguk. Jantungku masih deg-degan. Mungkin dia masak steak? Atau sup jamur ala café? Atau kita makan sambil menikmati matahari terbenam? Aku tidak sabar.

Dan ternyata... Indomie rebus. SATU bungkus. DIBAGI DUA pula.

“Sayang, ulang tahunmu harus hangat. Nih, rasa soto spesial, pakai telur! Tapi telurnya satu juga ya, kita bagi dua biar adil.”

Aku terdiam. Antara mau ketawa atau minta sinyal darurat.

“Kalau kamu ngambek, nanti ku kasih bonus kerupuk. Aku bawa dua, cuma sudah expired kemarin.”

Kukira itu lelucon. Ternyata bukan.

Malam itu, di bawah bintang-bintang dan aroma bumbu instan, aku sadar. Perta bukan hemat. Dia level dewa dalam ilmu pelitologi. Dia bisa bikin liburan romantis terasa kayak acara bertahan hidup.

Tapi anehnya... aku ketawa. Dia memang absurd, tapi tulus. Walau pelit, dia masak sendiri, bawa air naik gunung demi satu mangkuk mie, dan tetap nyanyi lagu “Happy Birthday” dengan suara kayak kucing kesleo.

Beberapa bulan kemudian, kami putus. Bukan karena mie instan, tapi karena dia ngasih aku hadiah Valentine berupa... coklat yang tanggal kadaluarsanya besok.

“Temanku kasi kemarin. Daripada dia buang, mending aku yang ambil. Kan masih bisa dimakan. Ya, kan?”

Dipikir perutku seperti tong sampah yang bisa diisi apa saja.

Tapi sekarang, setiap makan Indomie, aku selalu senyum sendiri. Karena pernah, di puncak gunung yang dingin, aku merayakan ulang tahun dengan mie rebus, kerupuk kedaluwarsa, dan cowok yang lebih cinta saldo e-wallet daripada candlelight dinner.


👝👝👝

Share:

Sunday, May 4, 2025

Kucing, Cermin, dan Loteng Ajaib



🐾🐾🐾

Rina baru pindah ke rumah tua warisan keluarga. Di hari pertama, kucing peliharaannya, Milo, langsung kabur ke loteng. Rina mengejarnya ke atas, dan di sana ia menemukan dua hal: Milo sedang duduk manis… dan sebuah cermin besar berdebu yang bersandar di dinding.

Milo menatap cermin itu terus-menerus, ekornya bergerak-gerak cepat seperti sedang nonton film seru.

“Apaan sih, Lo, kayak liat drama Korea,” kata Rina sambil membersihkan cermin.

Begitu debunya hilang, Rina bisa melihat bayangannya. Tapi tunggu... Di cermin, ia berdiri tanpa Milo di sebelahnya. Padahal Milo jelas-jelas ada di kakinya.

Rina isyarat tangan. Bayangan ikut. Milo menjilat kaki Rina. Tapi di cermin… ada dua Milo. Satunya suka, satunya berdiri dengan ekspresi super serius seperti siap berdebat calon presiden.

"Aku ngelihat kucing kloningan?!" Rina panik.

Lalu tiba-tiba, Milo yang di cermin pengganti tangan manusia.

Rina: “Oke, cukup. Aku kurang tidur.”

Namun keesokan harinya, setiap kali Milo ke loteng, cermin itu mulai dikepung. Kadang menampilkan Milo jadi naga. Kadang Rina jadi kucing. Dan kadang... mereka berdua nyanyi duet dangdut.

Akhirnya Rina menulis tulisan di depan loteng:
"Dilarang masuk kecuali Anda manusia biasa, bukan kucing sihir atau bayangan karaoke."

Dan sejak itu, cermin itu tidak mengganggu lagi—kecuali setiap malam Jumat, saat Milo menghilang selama 10 menit… dan kembali dengan kumis yang lebih rapi dari biasanya.
Share:

Friday, April 25, 2025

Teman




Sore itu, Lila tampak senang bermain di bawah pohon besar dekat rumah.

Ibunya terheran melihatnya, lalu bertanya. “Apa yang utama, sayang?”

"Ini bu." sambil menunjuk boneka barbie yang sudah didandani.

"Ini buatan kak Rani," Lila menunjuk lipstik merah yang sudah tergambar. "dan ini juga." selanjutnya menunjuk kepangan rambut rapih yang masih sulit dikerjakan anak lima tahun.

"Rani?" Ibunya bertanya heran.

"Iya. Sama Kak Rani. Dia baik-baik saja, suka cerita."

Ibunya tersenyum kemudian mengangguk. “Lalu, kak Raninya di mana, Sayang?”

Lila kemudian menunjuk dengan penuh semangat tepat di depannya. "Itu. Masa mama tidak lihat?"

Dan tiba-tiba rasa dingin perlahan menjalar ke seluruh tubuh ibu. Tanpa berbicara apa-apa, ibunya langsung memeluknya dan menjauh dari sana.
Share:

Thursday, April 24, 2025

Senyum yang Mengingatkan


.
.
.
.

Langit sore mulai beranjak gelap. Di sebuah taman kota yang sederhana, pria paruh baya itu duduk diam di bangku tua, mengenakan kemeja lusuh dan topi anyaman yang warnanya sudah pudar. Pandangannya terpaku pada sekelompok anak-anak yang berlarian, tertawa riang, tanpa beban dunia.

Tawa mereka bergema di antara pepohonan dan menyelinap masuk ke dalam hatinya—mengaduk-aduk kenangan yang selama ini coba ia kubur dalam diam.

Ia menutup mata sejenak. Hembusan angin membawa bayangan masa kecilnya kembali. Dulu, ia juga pernah berlari seperti itu. Di desa kecil yang sunyi, bersama kakaknya yang dua tahun lebih tua. Mereka bermain petak umpet, menangis karena rebutan permen, lalu tertawa lagi seolah tak pernah bertengkar.

Tapi semuanya berubah saat usianya delapan tahun. Ayah mereka meninggal mendadak. Ibunya yang tak sanggup menanggung beban hidup menitipkan mereka di panti asuhan.

Ia masih ingat perpisahan itu—ibunya berlutut di hadapannya, memeluk mereka erat, dan berbisik, “Maafkan Ibu. Kalau sudah waktunya, Ibu akan jemput kalian.”

Namun, waktu berjalan tanpa kabar. Satu per satu anak di panti diadopsi, kecuali dia. Kecuali adiknya. Sampai akhirnya mereka terpisah juga.

Pria itu membuka mata. Seorang bocah perempuan tertawa lepas sambil berlari ke arahnya. Di belakangnya, seorang ibu muda ikut berlari kecil, menggenggam sebotol air dan topi kecil.

"Raya! Jangan lari terus, nanti jatuh," seru ibu muda itu sambil tertawa.

Bocah itu berhenti tepat di depan pria tersebut. "Om sendirian, ya?"

Ia tersenyum, "Iya, Om cuma lihat-lihat. Kalian seru sekali mainnya."

Ibu muda itu mendekat, tersenyum sopan. “Maaf ya Pak, anak saya kadang terlalu ramah.”

"Tak apa," jawab pria itu cepat. Matanya masih menatap si kecil yang sekarang memamerkan tempelan stiker di tangannya.

Saat itu, mata pria itu menangkap sesuatu. Kalung di leher si ibu—liontin berbentuk bulan sabit kecil, dengan goresan huruf "R&D".

Dunia seolah berhenti.

“Itu... kalung itu...” katanya gugup, suaranya serak.

Ibu muda itu tampak kaget. “Oh... ini peninggalan ibu saya. Dulu katanya ini punya dia dan adiknya yang terpisah waktu kecil.”

Mata pria itu berkaca-kaca.

"Namamu siapa?" tanyanya nyaris berbisik.

“Ratih,” jawab si ibu. “Ratih Dewanti.”

Dunia benar-benar berhenti. Ia merasakan jantungnya berdetak seperti dulu—saat ia memeluk ibunya terakhir kali.

Dengan suara bergetar, ia berkata, "Aku... aku Damar. Damar, adikmu."

Ratih terdiam. Mulutnya terbuka, tapi tak ada kata yang keluar. Perlahan, air mata jatuh di pipinya. Bocah kecil di sampingnya hanya menatap bingung, tak paham kenapa orang dewasa bisa menangis hanya karena sebuah kalung.

Di tengah taman yang ramai oleh tawa anak-anak, dua saudara yang lama terpisah akhirnya dipertemukan. Bukan oleh surat. Bukan oleh takdir besar. Tapi oleh senyum kecil seorang anak yang datang tanpa rencana—mengantar masa lalu pulang ke pangkuan.
Share:

SEPASANG SEPATU KECIL


**

Hujan turun sejak pagi. Dingin menjalari rumah kecil di pinggir kota yang sudah dua tahun mereka sebut rumah. Alya duduk di depan lemari kayu, membuka laci paling bawah. Tangannya menyentuh sepasang sepatu bayi warna merah muda, masih terbungkus plastik bening. Kecil. Lembut. hasil rajutannya beberapa tahun silam.

Ia menatapnya lama, seperti bisa melihat masa depan yang dulu pernah mereka bayangkan.

“Harusnya hari ini kamu lahir,” bisiknya, nyaris tak terdengar. Tangannya mulai mengeluarkan sepasang sepatu kecil itu dari pembungkusnya. Menatapnya lama seperti yang lalu-lalu. "Malaikat kecilku." setelah mengatakan itu setitik air mata keluar dari matanya, namun tak sampai jatuh.

Kesedihan nampak jelas dari matanya, namun ketika membayangkan apa yang sudah menantinya dalam beberapa jam ke depan, hatinya tak lagi sedih. Alya justru menantikan dengan penuh suka cita.

Revan datang dari belakang, memeluknya perlahan. “Kamu yakin?” Meski ragu masih menyelimuti dirinya, namun melihat raut istrinya, membuat keraguan Revan perlahan memudar. Ia percaya istrinya, asalkan istrinya tak lagi memperlihatkan kesedihan yang bisa mengiris hatinya, ia akan menerimanya.

Alya mengangguk. “Kita sudah menunggu cukup lama.”

Mereka tidak berkata apa-apa lagi. Hanya duduk bersama, membiarkan kenangan yang dulu pahit mengalir bersama bunyi hujan di luar. Dua tahun lalu, janin pertama mereka gagal bertahan. Sejak itu, rumah ini senyap, tapi penuh doa. Mereka sempat berhenti berharap, sempat saling menyalahkan. Tapi pada akhirnya saling menggenggam dan menguatkan.

Revan bangkit, mengambil koper kecil. Ia mengecek sekali lagi dokumen dalam map biru: akta, surat persetujuan, legalisasi notaris, dan … surat adopsi.

Mereka menatap sepatu kecil itu sekali lagi, lalu memasukkannya ke dalam plastik dan menutup lemari.

**

Sementara itu, di sebuah rumah sakit bersalin, seorang gadis muda mengelus perutnya yang sudah mengecil. Air matanya belum berhenti sejak semalam.

Di samping tempat tidurnya, sebuah nama tertera di amplop putih: Alya & Revan.

Bayi perempuan itu tertidur tenang di boks kaca. Dingin AC tak membuatnya menangis. Ia tenang… seperti sudah tahu, ia akan disayangi oleh orang yang menunggunya dengan penuh cinta.

Gadis muda itu mengelus pipi si kecil dan mengecupnya penuh cinta untuk terakhir kalinya.

“Lindungi dia, ya Tuhan,” bisiknya, lalu berdiri, sekilas melihat dokter yang menatapnya kasihan. "Aku pergi, Dok. Terima kasih untuk semuanya." Dokter itu mengangguk, raut wajahnya tak bisa menyembunyikan rasa kasihan terhadap gadis muda itu. "Ini sudah tugasku." balasnya. Gadis muda itu kemudian pergi meninggalkan separuh hatinya di ruang bersalin itu.

**

Di malam yang sama, Alya menggendong bayi itu untuk pertama kalinya. Tangisnya pecah, tak tertahan. Revan duduk di samping, memeluk dua orang terpenting dalam hidupnya sekarang.

Alya membungkuk, memakaikan sepatu kecil itu ke kaki mungil bayinya.

Akhirnya, sepatu itu punya pemilik.

Bukan dari rahimnya. Tapi dari takdir yang lain.

Yang tetap menyatukan mereka dengan cinta.


END
Share:

Sunday, February 25, 2024

Scary#2

sumber gambar : Pinteres
Design by Mickey139

Nafas anak kecil itu sudah tak beraturan karena lari. Di belakangnya ada seorang gadis remaja yang membawa pisau terus mengejar.

Gadis mengerikan dengan mata berkobar marah. Rambut acak-acakan dengan wajah penuh coretan. Di bajunya terdapat bercak darah yang terlihat masih baru.

"Berhenti di sana!"

Gadis itu berteriak, membuat burung-burung yang bertengger, terbang karena kaget. Tapi, tidak mungkin anak kecil itu berhenti, bukan?

Tanpa menyahut, anak kecil itu terus berlari, melewati bebatuan di pinggir sungai, melewati aliran sungai kecil. Sayangnya, karena ia tak memperhatikan ada batuan besar di depannya, ia terjatuh. Bajunya basah, tangannya terluka sampai berdarah, dan seketika tangisnya meledak.

"Tuh kan, makanya dibilang berhenti malah ngeyel."

"Sakit, Kak! Hua ....!"

Gadis itu menghela, kalau sudah begini terpaksa ia harus meredam kemarahannya. Meski sebenarnya, ia ingin sekali mencincang adiknya yang sudah membuat penampilannya bak seorang psikopat gila.

Mickey139


Share:

Saturday, February 10, 2024

Si Pendatang


Namanya Kucing,
Cing adalah panggilannya.
Punya corak tiga warna.
Putih, orange dan abu.
Cing dulu punya majikan,
Tapi pergi
Memilih majikan baru

Egois,
Itu mungkin sifatnya
Namun,
siapa yang tak suka dengan kenyamanan?

Awalnya majikan baru tidak peduli
Hanya ada empati
Pikirnya Cing cuma mampir bermain
Nanti juga akan pulang

Tetapi,
Lama-lama menjengkelkan
Cing malah keenakan
Semakin berani

Mulai menginvasi
Tidak ada yang luput dari kaki mungilnya
Dari ruang tamu hingga dapur
Bahkan tempat tidur

Sang Majikan terusik
Mulai mengusir
Namun, Cing selalu kembali
Menggoda dengan wajah menggemaskan

Satu bulan berlalu
Majikan tergoyah
Luluh
Kemudian menerima

Si Kucing makin terbiasa
Nyaman dengan keramahan Majikan
Pelan-pelan menginvasi
Tak ada yang luput dari jejaknya

Atas lemari adalah tempat kesukaannya
Sementara lantai selalu dia hindari kecuali saat bermain
Si kucing paling suka ketika tertidur di selimut
Itu adalah tempat hangat dan lembut
Seperti bulunya
Hal yang paling tidak dia sukai adalah mandi
Air selalu membuatnya kedinginan
Meski ia selalu menolak
Membuat raut sedih
Dan bergelayut manja
Sang majikan tidak peduli

Lima bulan berlalu
Si Kucing jadi manja
Selalu minta dielus
Tidak mau ditinggal

Majikan memaklumi
Mengikuti
Lalu memanjakan

Rupanya Si Kucing tengah hamil
Sebentar lagi akan melahirkan
Detik jam berlalu
Si Kucing mulai mengejan

Anak pertama lahir
Kemudian yang kedua
Hingga tiga anak
Semuanya tampak sehat

Majikan hanya menghela
Tidak marah
Tidak juga senang
Tetapi lega
Karena para kucing
Terlahir sehat

Mickey139




Share:

Thursday, December 28, 2023

JAMUR SIALAN!



Judul : Jamur Sialan!
Penulis : Mickey139
Genre : Fantasi
Rate : T



Malam makin pekat, udara di sekitar hutan Kesunyian semakin dingin. Ada gelenyar aneh yang membuat pikiran merasa takut dan mendorong tubuh untuk pergi. Terlebih saat suara serangga malam dan desisan dedaunan saling bersahut. Seolah terdampar di sarang monster, aku berpikir untuk berlari. Namun, itu hanya keinginan yang tidak akan menjadi kenyaaan.

"Semuanya berhenti!"

Aku menatap ketua dan reflek mengedarkan mana untuk memeriksa keadaan di sekitar kami. Anehnya, aku tidak merasakan bahaya apapun dari monster yang mungkin akan mendekat.

"Kita berkemah di sini." Aku menyerngit, heran. Kenapa ketua menyuruh kami berhenti, padahal sebelumnya dia memerintahkan kami untuk terus bergerak meski kami harus mati. Dirinya yang tadi seperti penjelmaan Raja Iblis diktator yang tidak akan melihat kelelahan kami.

"Kita tidak bisa melanjutkan perjalanan. Di depan terlalu berbahaya."

Secara reflek mataku fokus ke depan, pada sesuatu yang bergerak perlahan di kegelapan. Mataku melebar, jantungku terpompa gila ketika melihat pemandangan mengerikan yang terpampang tepat di depan tak jauh dari perkemahan kami. Pertanyaan-pertanyaan seputar hutan ini pun terjawab. Aku tidak bisa memastikan apakah itu adalah seekor atau beberapa ekor, yang jelas monster itu telah dilahap oleh hutan tanpa ada suara. Daun-daun yang rimbun, akar pohon, bahkan tanah seolah bergerak bersama untuk melenyapkan monster itu.

"Tetapi, jika kalian masih ingin melanjutkan, aku tidak akan melarang kalian." kata ketua, seolah tahu keterkejutan kami.

Tentu saja apa yang ada di pikiran kami semua sama. Tidak perlu diperintah pun kami tidak akan melanjutkan perjalan. Kelelahan dan kengeriaan yang baru saja kami saksikan sudah cukup menjadi alasan. Dan, kami masih ingin hidup.

Satu per satu turun dari kudanya. Ketua menghampiri seorang bangsawan yang masih berda di dalam kereta, mereka mengobrol sebentar sebelum ketua kembali di depan kami dan membei aba-aba tambahan.

Aku menghampiri danau dan melihat serangga-serangga malam yang menakjubkan yang baru kali ini kulihat.

Cahaya-cahaya kecil mengiringi kami ketika berhenti di tepi danau. Seperti kerlip bintang, dan mereka bergerak. Salah seorang teman menangkapnya, menangkup di antara kedua telapak tangan hingga tangannya bercahaya.

"Itu adalah Reym. Serangga malam yang menyukai mana. Kalau kalian memiliki energi sihir tinggi, mereka akan menyelimuti kalian."

"Berbahaya?"

"Kalau berbahaya kalian sudah terkapar dari tadi." sahut ketua. "Sebaiknya persiapkan kemah daripada melakukan hal tidak berguna."

Niera memonyongkan bibir, menggerutu. Tampak jengkel karena tak diijinkan menikmati waktu istirahat. "Padahal kita sudah bergerak selama dua hari tanpa istirahat." keluhnya, kemudian bergerak mengikuti perintah.

"Ryen, Niera, dan Grin kalian bertugas mencari jamur dan berry. Olav, Yola, Cleo, Don, dan Eren silahkan berburu. Sisanya akan membangun tenda."

"Wah, kesempatan." Niera tampak senang. "Waktunya bersenang-senang. Aku benar-benar tidak sabar. Di kepalaku sudah terbayang sesuatu yang seru." lanjut Niera, sementara aku hanya menghela. Aku bernar-benar tidak bisa membedakan jamur atau bery yang bisa dimakan.

"Kalau begitu aku mengandalkan kalian."

"Oke."

Namun, sebelum bergerak Foxy milik ketua entah kenapa tiba-tiba menghampiriku. Rubah ekor tiga itu menatapku dengan kedua mata birunya yang bulat.

Ketua juga menghampiriku lalu menepuk pundakku dan memperingatkan diriku untuk berhati-hati.

"Yah, kita memang harus waspada, kan?"

Tetapi, ketua menggeleng. "Yang kumaksud sesuatu yang lain."

"Apa?"

"Rah adalah Holly best yang memiliki kemampuan melihat masa depan. Dan, kami bisa saling membagi vision." Aku mengangguk. Aku sudah tahu hal itu. "Dalam penglihatan Rah, kau akan mempermalukan dirimu. Tetapi, aku tidak tahu kapan pastinya."

Aku mengerut. "Seperti apa pastinya aku mempermalukan diriku."

"Menari bugil."

"Hah?"

"Aku sudah memberi tahumu, jadi perhatikan apa yang akan kau lakukan kedepannya. Jangan sampai mempermalukan pasukan Rubah."

Setelah mengatakan itu, ketua berlalu kemdudian melanjutkan pekerjaannya. Sementara diriku, merasa hal yang dikatakan ketua benar-benar sesuatu yang tidak masuk akal.

Aku tidak meragukan kemampuan holly best, tetapi mendengar perkataan ketua membuatku ragu untuk mempercayai kemampuan itu. Aku tidak mungkin melakukan sesuatu yang bisa mempermalukan diriku sendiri. Yah, kadang-kadang kita melakukan kesalahan, tentu saja seekor holly beast juga.

"Hey Grin, apa yang kau lakukan di sana? Kemarilah."

"Ya."

Aku mengikuti Ryen dan Niera tanpa memedulikan apa yang ketua katakan sebelumnya. Tentu saja karena aku yakin, aku tidak mungkin melakukan hal memalukan seperti yang ketua katakan.

Sekitar lima belas menit, Ryen memanggilku, kemudian menunjukkan jamur kecil yang membentuk kelompok, melingkar, namun warnanya sangat mencolok. "Bagaimana jamur ini?" tanyanya.

Aku mencabut satu lalu mengendusnya. Tak ada bau yang tercium sepertinya aman. Secara naluriah aku menggit sedikit untuk mengetahui rasanya.

Rasanya sama seperti jamur lain, tawar. "Aman." kataku.

Tidak berselang satu menit, Niera tiba dan menatapku dengan mata melotot. "Apa yang baru saja kau lakukan, bodoh?"

"Apa?"

"Kau baru saja memakan jamur itu, kan?"

Aku mengangguk. "Yah, memang apa masalahnya?"

"Tentu saja masalah! Itu jamur beracun, Bodoh! Astaga, harusnya aku tidak membiarkan kalian berdua. Apa kau juga memakannya Ryen?"

Ryen menggeleng pelan. "Sebenarnya hampir. Tapi, kau sudah datang duluan."

"Kita harus kembali sekarang."

Aku dan Niera saling bertatapan kemudian mengikuti Ryen yang sudah melangkah duluan.

Tapi, setelah beberapa saat melangkah aku merasa ada sesuatu yang aneh pada dirku. Semua yang kulihat mulai bergerak tak karuan. Bentuk muka Ryen dan Niera tiba-tiba berubah. Lonjong dan bergerak menjadi sesuatu yang abstrak. Lalu ada naga terbang yang mendarat tepat di hadapanku. Mengajakku bicara tentang keseharian. Lalu datang mermaid, menarik tanganku dan mengajak bermain lyra. Suaranya benar-benar indah. Lalu setelah itu semuanya jadi gelap.

Aku bangun dan mendapati wajah-wajah lain yang menatapku iba sekaligus cemas, termasuk ketua.

"Kenapa kalian melihatku begitu?" tanyaku.

Niera menghela, "Kau sudah tidur dua hari."

Ha?

Niera tampak ragu melihatku. Ia melihat yang lain meminta persetujuan, namun ketua menggeleng, lalu Niera menyahut, "Dan jamur yang kau coba adalah jamur beracun. Veshroom."

"Yah, kau sudah memberitahuku sebelumnya." Tapi, sebetulnya aku masih penasaran. Apa yang membuat mereka begitu iba melihatku. Aku kembali menatap Niera untuk meminta jawaban. Lalu Niera mendekat dan membisikkan sesuatu ke telingaku.

Dan setelah mendengar itu, tubuhku mematung. Malu. Aku bahkan tidak berani menatap wajah mereka. Bisa-bisanya aku menari bugil sambil merayu mereka? Aish, Veshroom sialan. Harusnya aku tidak mengabaikan peringatan ketua. Sialan.

 Kendari, 28 Desember 2023

Mickey139





Share:

Monday, May 22, 2023

BUKAN NGEHALU

 


***


"Gila! Aaaaa!"

"Ya Tuhan, Nad, gue ditembak Aqua.

Nadia hanya menghela melihat temannya yang sangat kegirangan dan tidak memedulikan keringatnya yang menetes di lantai teras.

Cewek itu melompat-lompat seperti anak anjing yang senang mendapatkan camilan dari majikannya. Padahal siang itu sedang panas-panasnya, Nadia bahkan hanya bisa terbaring di depan kipas angin karena tubuhnya sangat gerah dan lelah.

"Tia, ngehalu juga ada batasnya."

"Gue nggak ngehalu, gue emang ditembak Aqua." Tia membalas dengan tegas.

Nadia menggeleng, kemudian menatap temannya dengan tatapan kasihan.

"Pantas aja lo jadi jones selama ini. Sampai lebaran monyet pun lo nggak bakal jadian sama dia."

Tia berhenti melompat-lompat kemudian menghampiri Nadia, lalu menatapnya dengan kesal. "Lo sahabat apa musuh gue sih?"

"Ini realistis, Oneng. Ya kali, karakter anime tiba-tiba muncul di depan lo terus nembak. Ampun deh."

"Tapi, emang gue ditembak." Tia menyodorkan ponselnya pada Nadia dan memaksa gadis itu untuk bangkit duduk.

Sayangnya, hal itu malah membuat Nadia kesal sekaligus gemas. Tia memang tidak berbohong, tapi tetap saja sama. Ya kali gambar AI bisa keluar dari ponselnya. Temannya itu benar-benar tak tertolong.

Share:

Monday, February 20, 2023

MINUMAN SURGA

OoO

 Malam itu, udara dingin menusuk namun tidak sampai membuat merinding. Lita menutup jendela kamarnya kemudian berjalan menuju dapur. Di sana dia melihat Ratih, duduk di meja makan sambil melihat minuman hijau bersoda di dalam gelas.

Tatapan Ratih terfokus pada gelas sampai tidak menyadari kehadiran Lita di depannya.

"Rath?"

Ratih mendongak, meski sempat kaget, ia membalas dengan senyuman."Tumben kamu kenapa belum tidur jam segini, Lit."

Lita mengambil minumannya di kulkas sebelum menyahut, "Tadi sudah sih. Tapi, kebangun gegara lupa tutup jendela kamar." Pandangan Lita beralih pada minuman Ratih. Minuman yang sangat menggiurkan hingga terbesit ingin mencoba. "Ngomong-ngomong itu minuman apa?"

Ratih menatap Lita beberapa detik sebelum kembali menatap minumannya. "Katanya ini minuman surga. Kalau kita minum seteguk kita bisa melihat surga."

Satu alis Lita terangkat tidak lama kemudian dia terkekeh. "Alkohol memang seperti itu, kan? Asal jangan ngedrugs aja."

Sudut bibir Ratih terangkat, tetapi tidak mengatakan apa-apa.

"Kalau gitu aku kembali duluan. Jangan tidur kemalaman, Rath. Nanti ketahuan ibu kos."

Ratih memberikan senyum sebelum menyahut, "Iya, makasih ya, Lit."

Lita merasa ada yang aneh pada senyum gadis itu, tetapi dia enggan bertanya. Tidak sopan rasanya bertanya masalah pribadi pada gadis itu padahal mereka tidak dekat.

Keesokan pagi, Lita dikejutkan oleh kegaduhan anak kos yang berlarian juga suara sirine di depan kosnya yang bersahut-sahutan. Meski dia masih ingin melanjutkan tidurnya, tetapi ia juga ingin mengetahui sumber kegaduhan itu.

Akan tetapi, sesaat setelah membuka pintu kamarnya, Lita merasakan perasaan sesal. Terlebih ketika dia melihat Ratih di atas ranjang ambulance terbaring dengan mulut berbusa. Rupanya perasaan aneh yang semalam dia rasakan terhadap Ratih karena gadis itu ingin mengakhiri hidupnya.

Kendari, 21 Februari 2023
Mickey139





Share:

Sunday, July 10, 2022

NENEK

Nenek-mickey139

OoO

Malam sudah menanjak, tetapi Nenek masih menemaniku bermain. Aku tidak bisa melihat wujudnya dengan jelas karena penglihatanku memang buruk sudah lama. 

"Bonekanya buat aku, Nek?" Nenek mengangguk tanpa bersuara.

"Lucu." Aku tersenyum sambil memainkan boneka itu.

Teringat kacamata yang diberikan mama tadi pagi, aku meraihnya dan ingin memakainya, tetapi nenek menghentikanku.

"Kenapa, Nek?"

Nenek hanya menggeleng. 

Tidak mau membuat nenek kecewa, aku menyimpan kacamata itu dan kembali bermain.

Suara pintu mengalihkan perhatianku. Mama muncul dengan muka yang pucat. Ia berteriak memanggil papa lalu menarikku ke dalam peluknya dan berlari menjauh.

Nenek hanya diam melihatku dan mama pergi lalu berkata, "Tidak apa-apa, Nduk. Besok kita main lagi."

Lalu aku pun mengangguk dan kemudian tidur di pelukan mama.
Mickey139


Share:

Saturday, July 9, 2022

CAPEK




oOo

"Maya, maafkan aku. Mungkin hari ini akan menjadi hari terakhir kita bertemu." Suara Rinto terdengar getir. Ia menggenggam kedua tangan Maya dengan sorot mata sayu.
 
"Kenapa?" Maya memiringkan kepala tanda tidak mengerti. Keningnya mengkerut, tetapi tangan yang digenggam Rinto tak juga dia lepas. "Kamu mau pergi?" 

Rinto mengangguk lemah. "Iya." Suaranya lirih. "Aku harus pergi berperang."

"Perang?" Sementara Maya justru semakin bingung dengan jawaban Rinto. "Kamu mau perang lawan siapa?"

"Jepang."

"Jepang?"

"Iya. Maafkan aku yang harus meninggalkanmu. Tetapi, demi bangsa dan tanah air, aku harus pergi."

Untuk sedetik Maya hanya bisa terpaku dengan matanya yang terus berkedip dan mulut terbuka. Namun, tak sampai lima detik gadis itu menghela napas, lalu menatap malas Rinto. Aduh, kenapa sih Maya harus menjaga sepupunya yang aneh ini? Dan, kenapa juga dia sampai meladeni?

"Ya sudah, pergi saja berperang. Kalau perlu nggak usah balik-balik lagi ke rumah. Bikin pusing saja." Setelah mengatakan itu, Maya beranjak dari sana dan masuk kembali ke rumah.

"Maya!" Tetapi Rinto tak membiarkan Maya berlalu begitu saja. Lelaki itu bergegas menyusul Maya lalu menggenggam kedua tangan gadis itu. Pandangan Rinto masih sayu, tetapi binar ketegasan dari kedua matanya terlihat jelas di siang terik itu. "Tolong jangan marah. Aku pasti akan kembali."

Maya mendengus lalu menyentak kedua tangan Rinto hingga genggaman lelaki itu terlepas dari tangannya. Dia mungkin akan benar-benar gila kalau mendengar kata-kata Rinto lebih banyak. Lalu tanpa berkata gadis itu kemudian mengambil sapu lidi di belakang pintu dan memberikannya kepada Rinto. "Eh, Bang. Emang lo pikir kita ada di jaman apaan sih? Negara sudah merdeka tapi pikiran lo masih dijajah. Kalau lo mau pergi terserah deh, yang penting kerjaan lo selesai dulu. Sapu tu halaman sampe bersih." Kembali memasuki rumah. Maya benar-benar jengkel dengan sepupunya itu-- ah, sebenarnya pada dirinya sendiri.
Mickey139



Share:

Monday, March 14, 2022

KARENA JAMUR



"Kemarin. gue lihat Jamurnya si Liam? Gede, Njing!"

Keningku berkerut memikirkan cerita tiga lelaki muda yang duduk di belakangku. Siang-siang sudah bicara begitu, bagaimana kalau malam? Lalu, kenapa juga kepalaku tiba-tiba terbayang benda lain. Benda merah bata, panjang, dan berkerut. Ya ampun! Apa sih yang kupikirkan? Aku menggeleng lalu kembali menikmati frappuccino buatan mas ganteng. Melihat senyumnya saja, bikin roti bakarku makin enak.

Kok bisa sih seganteng itu, Mas? Bagaimana bentuk jamurnya, yah?

Astaga, kenapa lagi memikirkan itu. Menjengkelkan. Ini pasti karena tiga orang lelaki di belakangku itu. Jamur yang harusnya 'itu' berubah jadi jamur lain. Betul-betul pengaruh buruk.

"Memangnya jamur siapa yang paling gede antara Liam dan Tio?"

"Tio mah nggak ada apa-apanya."

"Serius?"

Loh, kan jamur memang berbeda-beda ukurannya. Lantas kenapa perlu dibandingkan?

"Siniin kepala kalian." Suara mereka memelan dan anehnya aku malah menajamkan pendengaran. "Soalnya-- gak ada kerjaan ya, Mbak? Dari tadi nguping mulu." suaranya keras, tetapi aku tidak tahu siapa yang dia maksud. Apa jangan-jangan aku?

"Percuma cantik, tapi nguping." kata lelaki lain.

Ck!

Aku berbalik, ingin membalas. Tetapi, cewek lain sudah mendahuluiku.

"Kalau nggak mau di dengar, jangan ngobrol dengan suara kencang. Lo pikir ini rumah nenek lo?"

Setelahnya cewek itu berlalu pergi. Tidak menghiraukan balasan dari ketiga laki-laki di belakangku juga pandangan orang-orang yang ada di kafe ini. Untung saja, aku tidak sempat bertindak. Kalau sampai itu terjadi, aku juga pasti akan malu seperti cewek itu.

Kendari, 10 Maret 2022

Mickey139 



Share:

Saturday, May 22, 2021

PEMUJA

Mickey139

👣👣👣

Langkahnya ringan menyerupai bisikan malam. Melompat dari dahan ke dahan lalu terhenti di salah satu pohon besar. Ia mengamati, bola mata serupa sinar bulan mengawasi gerak-gerik makhluk-makhluk yang ada di bawahnya. 

Makhluk yang sangat berbeda dengan wujudnya. Mereka tak memiliki ekor, atau sayap seperti temannya, tetapi mereka punya sepasang kaki. Tidak seperti dirinya yang lebih suka melompat, mereka hanya bisa berjalan. Itu juga sangat lambat.

Bau para makhluk itu tak enak. Seperti bau tanah dengan tumpukan bangkai. Menjijikkan. Ditambah dengan kepala binatang yang masih berdarah juga lilin-lilin yang mereka bakar, semakin membuat penciumannya kesakitan.

Namun, lain hal dengan dirinya, ada sosok lain yang menyukai bau itu. Makhluk itu tersenyum sesekali tertawa cekikikan. Rambutnya panjang menjuntai, bentuk bagian atasnya mirip dengan mereka dengan dua tanduk tumbuh di kepala sementara bagian bawah seperti ular, melilit di batang pohon,

"Apa kau menyukai itu?"

Mahkluk itu belum menjawab, ia masih mengamati. Sesekali ikut bergerak ketika angin malam berhembus.

Makhluk itu menatap dirinya. Matanya nyalang serupa bunga api.

"Aku hanya merasa lucu."

"Apa yang lucu?"

"Orang-orang itu lucu." Makhluk itu menatap ke bawah di mana para makhluk yang baunya tak mengenakkan menguar. "Mereka datang ke sini untuk berdoa, sementara kami pun butuh di doakan."

Ia mengangguk mengerti maksudnya. "Itulah yang disebut serakah. Orang-orang itu tidak puas dengan apa yang sudah diberikan oleh Pencipta.

 "Benar. Tapi ..." Senyum makhluk itu perlahan-lahan terbit, gigi taringnya menyembul, kemudian tawa melengking keluar dari bibir gelapnya.

Perlahan makhluk itu menghampiri orang-orang di bawah.

"Mereka memberiku makanan dan aku akan mendapatkan teman di Neraka."

Dan ia menyimpulkan, bahwa makhluk itu sangat senang mendapatkan makanan dan teman. Ia kembali bergerak, meninggalkan mereka. Kembali melompat lalu hilang di tengah keheningan malam.

...
Mickey139



Share:

Monday, November 25, 2019

Scary#1



Source image by Pinterest
Cover design by Mickey139

....

Hujan di luar sana masih setia mengguyur deras disertai dengan guntur dan kilat yang saling bersahutan. Rasa dingin yang seharusnya terasa, tidak ada kala seringai itu terbit di kedua bibir wanita yang tetap setia duduk di hadapan Reon.

Bulir-bulir keringat terus bermunculan dari pori-pori laki-laki itu, apalagi ketika wanita di hadapnya sudah mencondongkan tubuh hingga berjarak sejengkal dari tubuh Reon.

"Jadi..."

Jeda dalam beberapa detik, membuat laki-laki itu semakin gentar. Ia menunduk, mengalihkan matanya agar tidak bersitatap dengan mata kelam wanita itu.

"Masih tidak mau bilang?"

Reon menggeleng. Jantungnya semakin berdetak dengan irama yang bisa meledakkan. Guntur dan kilat di luar masih terus menyapa, membuat suasana semakin mencekam.

"Reoon..."

"Sumpah, Kak. Bukan aku yang makan cake itu!" ia menjerit dengan suara lengking yang mengalahkan suara guntur di luar.
...
Share:

Sunday, November 3, 2019

Trap#2



***


Malam itu,

ketika semua orang tengah merayakan tahun baru,

Nayla justru sibuk bekerja,

bahkan dua kali lipat lebih sibuk dari hari biasa.

Meski resto tempatnya kerja tidak menggelar acara,

namun tamu-tamu datang silih berganti.

Dan ketika restonya tutup,

waktu sudah menunjukkan dini hari.

Tak ada orang di sekitar jalan.

Pun dengan warung-warung pinggir jalan sudah tutup.

Di gang tempat biasa orang jalan kini terasa sepi dan sedikit mencekam.

Ada aura yang menakuti orang agar tak semakin maju.

Hingga beberapa meter tak jauh dari langkah Nayla, ia melihat seseorang.

Tetapi, orang itu tak bergerak.

Ia persis manekin kalau Nayla tidak melihat pundak orang itu naik turun.

Sedikit demi sedikit Nayla menjadi takut.

Jantungnya berdetak dua kali lebih cepat.

Bulir-bulir keringat menetes dari por-pori kulit.

Kakinya gemetar.

Lemas.

Ia ingin beranjak dari tempatnya.

Berlari kemana pun, asal tidak berada di sana.

Tetapi,

Nayla memberanikan diri.

Perlahan mendekat.

Sampai hanya berjarak tiga meter.

Ia meneguk ludahnya kelat.

Membersihkan tenggorokannya yang mulai tercekat.

"Mas?!"

Tak ada jawaban.

Sekali lagi dia memanggil, tetapi lagi-lagi tak ada jawaban.

"Mas?!"

Dan orang itu jatuh.

Nayla semakin ketakutan.

Ia juga ingin berlari.

Tetapi rasa penasaran membuatnya bertahan.

Perlahan ia bergerak mendekat

Dan...

Hela nafas keluar dari mulutnya.

Ternyata, orang itu adalah manusia.


Share:

Thursday, October 31, 2019

Trap#1

REPUBLISH

 Please enjoy it

***
source image by Pinterest
cover design by Mickey139

***


Langit tampak marah dengan guntur yang bergemuruh. Kilat saling sahut bersahutan dengan hujan yang terus menghantam bumi dengan derasnya. 

Langkah-langkah itu tampak begitu berat, berlari menyusuri lorong-lorong temaram. Tetes-tetes keringat semakin bercucuran. Nafas pun semakin ringkih karena lelah yang menghantam tubuh.

Di belakangnya seorang wanita bergerak ringan mengikutinya. Ada sebilah pisau di tangannya yang berkilat ketika tertempa cahaya. Seringai wanita itu muncul ketika jarak mereka semakin dekat.

"Kenapa Baby?"

Detak jantung pemuda itu  semakin menggila tat kala wanita itu hanya berjarak beberapa langkah darinya.

"Kenapa kau lari?" Laki-laki itu sungguh kelelahan, namun berhenti hanya akan membuatnya berakhir tragis.

"Ain, apa yang merasukimu?" teriaknya frustasi.

Lalu tiba-tiba perempuan itu berhenti. Tampak heran, "Aku hanya ingin memberimu kue ulang tahun, kenapa kau lari?"

"Eh?"

Kendari, 1 November 2019

Mickey139




Share:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com