Fly with your imajination

Showing posts with label SLEEPING BEAUTY. Show all posts
Showing posts with label SLEEPING BEAUTY. Show all posts

Friday, August 21, 2015

Sleeping Beauty

Sebelumnya : Bagian 4

Pintu berderit menandakan seseorang masuk. Ku lihat seorang pria paruh baya dengan kemeja putih juga celana hitam panjang yang tengah memegang jas hitamnya masuk ke dalam ruanganku. Umurnya ku perkirakan hanya satu dua tahun di bawah ayah. Tak memiliki kumis, namun terdapat brewok juga janggut halus yang terlihat baru dia cukur. Rapi namun mengerikan.

Tubuhku semakin merinding melihat laki-laki itu semakin mendekati tubuhku. Tangannya yang besar mulai membelai rambutku hingga menyentuh seluruh wajahku. Mentari yang menelusup menyiari wajahnya dan itu memperjelas wajahnya. Aku mengingat laki-laki itu. Dia adalah teman ayah dan sangat baik padaku.

Tapi kenapa, saat ini aku merasa dia adalah orang yang jahat dan akan melakukan sesuatu yang buruk pada tubuhku?

“Kau tahu sudah lama aku menyukaimu, tetapi ayahmu tidak pernah mengijinkanku untuk mendekatimu.” Katanya sambil membelai wajahku.

Apa? jadi, selama ini dia hanya berpura-pura baik? Dan dia menyukaiku? Ah... aku ingat, dia adalah orang yang sudah memberiku minuman itu sebelum aku tertidur. “Dasar pedhofil. Hentkan! Apa yang kau lakukan?” Kataku berteriak namun dia tak sedikitpun mengindahkan perkataanku. Dia malah makin gencar menyentuhku.

“Aku sudah lama menanti ini, saat dimana kita akan bersama. Walau ayahmu menentangnya namun kau akan selalu mencariku. Kau akan segera menjadi milikku sayang.” Ucapnya, menyeringai menatapku. Tangannya perlahan menyentuh bibirku dengan wajahnya yang makin condong ke arah wajahku.

“A.. Apa maksudmu?” Perasaanku makin tidak mengenakkan. Seolah ada sesuatu yang menarikku menuju suatu tempat yang tak memiliki cahaya. Tempat hampa yang tak satu pun ada penghuninya. Gelap dan mengerikan. “Tolong berhenti melakukan itu!” Rohku perlahan makin transparan akibat ulahnya. “Seseorang... Tolong... Tolong aku. Ayah, ibu tolong aku. Ku mohon tolong aku...” Aku jatuh terduduk, rohku makin merasakan sesak tak mengenakkan itu. ‘Sasuke ku mohon datanglah. Tolong aku.

BRAK

Tidak lama berselang seseorang datang dan dengan kasarnya membuka pintu. Dia tampak berantakan berbeda dengan pagi tadi. keringatnya makin banyak menetes, bahkan rambutnya sampai basah karena keringat.

“Sasuke...!” Ucapku penuh syukur atas kedatangannya

Dan lelaki yang masih sementara membelai tubuhku itu tersentak lantas menarik cepat tangannya. “Siapa kau?” Tanyanya penuh emosi. Marah karena kegiatannya berhasil dihentikan oleh kedatangan Sasuke.

Sasuke menoleh padaku, dengan tatapan iba dia beranjak dan menghampiriku. Diliriknya tubuhku yang masih terbaring di ranjang. “Apa yang kau lakukan padanya?” Sasuke maju menghampiri lelaki itu lantas menarik kerah kemeja yang di pakai oleh laki-laki itu. “Apa kau yang sudah melakukan itu? Membuatnya terbaring di sana, hah?” Sasuke tak kalah emosi.


Dengan kuat tangan Sasuke dihentakkan oleh laki-laki itu lantas memukul wajah Sasuke. “Brengsek... Kau pikir siapa dirimu, hah? Aku sudah lama menunggunya dan kau─” Tunjuknya pada Sasuke, “Ingin menghentikanku? Aku tidak akan membiarkanmu.” Setelah mengucapkan itu, laki-laki itu lantas mengeluarkan sesuatu pada saku jasnya.

Mata Sasuke terbelalak saat melihat pisau lipat itu diarahkan padanya. Aku pun juga tak kalah kaget dengan apa yang dilakukan oleh laki-laki itu pada Sasuke. aku ingin malakukan sesuatu, sama seperti ketika di gang malam itu, tapi tubuhku makin transparan bahkan suaraku pun tak bisa lagi ku dengar.

“Apa yang akan kau lakukan dengan benda itu?” Tanya Sasuke namun tak ada rasa takut yang dia tunjukkan dan membuat laki-laki itu semakin emosi.

“Kau─” Ucap laki-laki itu dengan seringai. “Akan mati.” Setelahnya dia arahkan pisau itu untuk dia tancapkan pada Sasuke, namun Sasuke berhasil menangkis dan membuat pisau itu jatuh dari tangan laki-laki itu. Sasuke bangun dan membalikkan keadaan, dia pukul wajah dan memlintir ke dua tangan laki-laki itu hingga membuatnya mengerak kesakitan.
“Akh... Lepaskan aku brengsek...” Ucap laki-laki itu lirih. Kesakitan karena pelintiran Sasuke yang sangat keras hingga suara lelaki itu pun tak bisa keluar.

Dan itulah kali terakhir aku melihatnya. Laki-laki tampan dengan banyak kelebihan. Walau dingin namun sangat baik. Penuh dengan permasalahan namun bisa dia atasi hingga membuatnya disegani banyak orang.

.
.
.
.

Keesokan harinya Sakura terbangun. Banyak orang-orang yang sudah menantikan kesembuhannya. Orang tua, keluarga bahkan teman-temannya pun ikut berdatangan ingin menyaksikan Sakura yang sudah sadar dari tidur panjangnya.

“Bagaimana perasaanmu, Sakura?” Tanya seorang dokter setelah menyuruh mereka semua keluar. Tangan terampilnya membuka kancing baju pasien Sakura dan menempelkan stateskop di bagian dada Sakura.

“Baik. Hanya saja masih pusing.” Jawab Sakura sambil memegang kepalanya. “Oh ya, dokter. Apa selama aku tertidur ada kejadian di sini? Rasanya ada sesuatu yang hilang dan entah kenapa aku merasa sudah terjadi sesuatu padaku.” Sakura memandang dokter itu dengan penasaran. Keningnya mengkerut memikirkan apa yang selama ini sudah mengganggunya.

“Kau benar. Beberapa hari yang lalu, seseorang memasuki kamar inapmu dan hampir saja berbuat jahat pada tubuhmu tetapi untung ada lelaki tampan yang datang menyelamatkanmu. Ku pikir dia adalah kekasihmu nemun dia berkata bukan. Dia hanya kebetulan melihatmu sedang dalam bahaya. Padahal siapapun yang melihatnya akan tahu kalau dia tengah berbohong. Mana ada orang yang kebetulan lewat dengan hanya memakai pakaian jogging datang kemari. Ku pikir dia ada kontak batin denganmu Sakura.” Jelasnya dan membuat kepala Sakura makin dipenuhi dengan pikiran-pikiran tentang kejadian itu.
siapa laki-laki itu?

.
.
.
~> Tiga bulan kemudian <~
.
.
.

“Bagaimana? Apa kau lolos?” Tanya ibu Sakura setelah Sakura pulang dari interview. Ibunya tengah menyiapkan makan malam. Mencoba sup yang baru saja jadi dan menghidangkannya dengan mangkuk.

Sakura diam sejenak tampak jelas sinar kebahagiaan di wajahnya. “Yey... Aku berhasil, Bu.” Sakura melompat-lompat kegirangan saat memberi tahu ibunya. “Lusa aku akan mulai bekerja, Bu. Ah... Aku sudah tak sabar.” Setelah dia memeluk tubuh ibunya.

“Jangan terlalu bersemangat, Sakura. Nanti kau akan kecewa.” Ucap ibu Sakura mengingatkan

“Iya ibu.

.
.
.

“Silahkan langsung menuju lantai 105, beliau sudah menunggu Anda di sana.” Kata resepsionis pada Sakura.

“Baik. Terima kasih, nona Shion.” Sahut Sakura sambil tersenyum dan membungkuk pamit sebelum naik menuju lantai di mana sang GM sudah menunggunya.

Aneh.. rasanya aku pernah ke sini tapi kapan? Bukankah ini adalah pertama kalinya aku memasuki perusahaan ini?’ batin Sakura heran. Ini adalah de javu yang dia rasakan. Saat dimana seolah dia pernah merasakan namun sebenarnya tidak pernah.

Tetapi benarkah itu Sakura? kau pernah merasakannya namun tak mengingatnya.

Tok.. tok.. tok...

Sakura menunggu di depan ruangan GM dengan perasaan was-was juga gugup. Ini adalah kali pertama Sakura bertemu dengan orang yang berkedudukan tinggi suatu perusahaan. Rasanya bahkan melebihi saat melakukan sidang skripsi saat kuliah dulu bahkan setara dengan menunggu waktu eksekusinya.

Sakura menarik nafas sebelum pintu ruangan itu terbuka dan menampakkan seorang wanita cantik dengan pakaian kurang bahan serta make up yang terlampau tebal. Lagi-lagi Sakura seolah pernah melihat wanita itu. “Ah...” Sakura membungkuk lantas menyapa wanita itu sebelum menyingkir dan membiarkan wanita itu keluar. Sakura kemudian memasuki ruangan GM.

Hal pertama yang dia rasakan adalah kenyamanan dengan perpaduan interior yang sangat pas khas seorang lelaki dengan aroma kayu yang langsung tercium di indra pembaunya. Pandangannya menyusuri ruangan itu, dan lagi dia seolah pernah memasuki ruangan itu sebelumnya.

Sedang di sisi lain, sepasang mata kelam terus memperhatikannya dari jauh. Bila diperhatikan lebih dekat mata itu menyiratkan begitu banyak perasaan namun yang lebih jelas adalah perasaan rindunya. Rindu dengan gadis yang sedang berada di depannya kini. Sebuah senyum lantas terukir di wajah tampannya.

“Ehm...”

Sakura tersadar dari rasa kekagumannya saat deheman itu terdengar. Ia pun lantas berjalan mendekati tempat duduk sang GM yang di atas mejanya terdapat papan nama dengan tulisan Sasuke Uchiha dengan perasaan dan tak enak hati.

“Se... Selamat siang, Sir. Saya karyawan baru di perusahaan ini. Nama saya Haruno Sakura” ucap Sakura berbasa basi. Wajahnya memerah saat dipandangi oleh lelaki itu.

Sakura menunduk lantas memegang dadanya yang entah kenapa tiba-tiba berdenyut lebih cepat dari biasanya. ‘Kenapa dia memandangiku seintens itu? apa pakaianku yang tidak seksi seperti bawahannya yang lain?’ pikir Sakura.

Lelaki itu bangkit berdiri lantas berjalan menghampiri Sakura, senyum tersungging di kedua bibirnya. Itu adalah senyum yang sangat lembut yang tak pernah dia perlihatkan pada orang lain selain keluarganya. “Apa kau melupakanku, Sakura?” tanyanya dan itu membuat Sakura lantas mendongak menatap laki-laki itu dengan kebingungan yang semakin bertambah.

“Mak─” Sebelum Sakura menyelesaikan perkataannya, tubuhnya tiba-tiba terasa melayang. Dia merasakan sesuatu yang hangat melingkupi tubuhnya. “Aku merindukanmu Sakura.”

Sedang Sakura yang menerima perlakuan itu hanya diam dengan kebingungan namun sebagian hatinya juga merasakan suatu perasaan yang nyaman.

Dia.. Juga merasakan hal yang sama dengan laki-laki itu.

.
.
Rindu.
.
.


END

a/n : gaje yah...? *,* menggantung jugakan? *,*

Hehehe... Namanya juga ide dadakan. Seperti jelangkung, datang tak diundang dan hilang tanpa di usir. Saya juga bingung, padahal tadi malam hanya bermimpi dan anehnya malah terealisasikan lewat sebuah fict dan benar-benar banyak bedanya, alias dirombak dan memberikan bumbu-bumbu lebay dan berakhir dengan gajenya.
Yah,, yang jelas sudah terpublish. Satu keinginanku sudah terwujud, dari pada jadi beban pikiran mending dituangkan saja dan nanti dikenanglah. Hahaha :-d *mimpi kok dikenang.*

And than, jika reader merasa ada yang aneh atau ingin disampaikan jangan sungkan tuk tuangin ke dalam kolom review. Terbuka lebar kok buat siapa saja. Saran, kritik, atau apapun yang membangun buat author silahkan. Author bakalan senang dapat itu semua.

Finally *sok inggris* author ucapkan terima kasih, buat yang sudah meluangkan untuk membaca fict ini.

See U again the other my fict ^.^

Share:

Thursday, August 20, 2015

Sleeping Beauty

Selanjutnya : Bagian 3

“TOLONG...”

Teriakan samar dari ujung gang membuat kami cepat kilat melesat ke sana. Di ujung gang tampak beberapa pria sedang menggerubuni seorang gadis. Salah satunya nampak jelas mencoba membuka pakaian gadis itu paksa, sedang dua orang lainnya menahan tubuh gadis mungil itu.


“TOLONG... hiks... ku mohon tolong aku.”

“Tidak akan─”

BUGH.

“Brengsek... Akan ku bunuh kalian.” Teriak Sasuke setelah memukul salah seorang yang mencoba melecehkan Hinata. Dua orang yang lain maju dan menyerang sasuke. Mereka menendang punggung sasuke hingga sasuke tersentak ke depan dan jatuh. Tak terima Sasuke melayangkan lantas pukulan pada salah satu dari mereka namun berhasil ditangkis dan malah membalas pukulan sasuke.

Aku panic ketika melihat banyak darah yang mengucur di dahi Sasuke akibat pukulan dari mereka. Sasuke kian terpojok di dinding gang, mereka mengepungnya dengan senjata di masing-masing tangan mereka. Aku ingin meminta pertolongan, tapi tak ada satu pun yang bisa melihatku apa lagi mendengar suaraku.

Hinata makin terisak melihat kakaknya, tak tahu apa yang harus dia lakukan. Aku berfikir mencoba memfokuskan sesuatu, namun Sasuke terlihat makin babak belur dan itu malah membuatku makin hilang konsentrasi. Aku semakin takut jika situasinya semakin buruk dan membuat tubuh Sasuke semakin parah dan Hinata yang nantinya akan makin di lecehkan.

Aku merasakan kemarahan yang meletup-letup dari dalam diri. Tiba-tiba benda-benda di sana melayang, batu, balok kayu tua, tong sampah, dan sampah-sampah beterbangan ke arah mereka. Menyerang para penjahat itu dan melewati Hinata juga Sasuke, “PERGILAH...!” Ucapku berteriak dan entah bagaimana bisa mereka bisa mendengarnya dan lari terbirit-birit meninggalkan Sasuke dan Hinata. Sungguh, aku tidak tahu bagaimana aku melakukan itu semua.


Aku melayang menghampiri Sasuke, “Kau baik-baik saja?” tanyaku namun tak bisa menyentuh tubuhnya.

“Kau bisa melihatnya dan juga terima kasih.” Sahutnya lantas menghampiri Hinata yang masih menangis shock.

“Jangan khawatir, semuanya sudah selesai.” Ucapnya lantas merengkuh tubuh Hinata dengan kasih. Andai kami tidak datang tepat waktu, mungkin semua ini akan berakhir buruk bagi mereka berdua.

Aku jadi bertanya-tanya, sebenarnya apa yang dilakukan Hinata di sini? Ini bukanlah jalan menuju rumah apalagi sekolahnya. Atau mungkin salah seorang temannya ada yang tinggal di daerah ini?

...

Malam harinya, saat semua orang sudah bergelut dengan mimpi indah mereka, aku hanya bisa menatap angkasa. Bintang-bintang yang bertabur indah juga dengan kerlap-kerlip yang menghias angkasa. Layaknya hiasan stand-glass, sangat indah. Satu lagi kelebihan menjadi roh. Bahkan walau tak bisa tidur pun aku masih bisa menikmati indahnya angkasa saat malam hari.

Setelah menenangkan Hinata, Sasuke kembali ke ruangannya dan mengatakan jika aku tidak boleh mengganggunya. Menyebalkan, tetapi juga menyenangkan. Setidaknya aku bisa memandangi langit malam sesukaku dan selama apapun yang ku mau.

Tetapi aku penasaran apa yang dia lakukan saat ini sampai dia melarangku mengganggunya? Biasanya dia tak pernah melarangku, sesibuk apapun pekerjaannya. Apa dia senang menonton film BF? Ah... rasanya itu tidak mungkin, melihat bagaimana kesehariannya. Lantas apa?

Tak ingin semakin penasaran, aku pun bergegas memasuki ruang kerjanya. Tanpa mengetuk ataupun membuka aku bisa memasukinya dengan mudah namun apa yang kulihat membuatku tidak bersemangat lagi. Dia sudah selesai mengerjakan pekerjaan yang dia maksud itu.

“Apa yang kau lakukan di sana? Bukankah sudah ku beritahu untuk tidak masuk ke dalam sini dan mengganggu pekerjaanku?” Ucapnya sinis dan membuatku menggerutu dalam hati.

“Baiklah. Aku keluar.” Sungutku lantas keluar meninggalkan dia sendiri. “Dasar pantat ayam.”

“Apa yang kau katakan barusan?” Dia menatapku tak suka lantas maju menghampiriku dan memberiku tatapan intimidasi menyebalkannya.

“Apa?” Tanyaku pura-pura tak tahu maksudnya lantas benar-benar keluar dari ruangannya.
.
oOo
.

Esok hari, saat matahari baru terbit seseorang berjalan menghampiriku. “Kita ke taman hari ini. rasanya ada yang aneh saat ibumu menceritakan kronologi saat kau tak sadar diri.” Katanya sangat tiba-tiba. Bahkan matahari pun baru saja muncul.

“Apa sekarang?” Tanyaku memastikan.

“Ayo.” Tanpa menjawab dia pergi. Yang ku tahu jawabannya adalah iya, melihat pakaiannya yang sudah sangat rapi, bukan rapi untuk ke kantor, tetapi untuk jogging.

“Saat itu, aku duduk di bangku ini. Menunggu teman-temanku yang membelikan minuman untukku. Dan saat sadar aku melihat teman-temanku memanggilku dan orang-orang menggerubungi seseorang yang sedang pingsan.”

“Hanya itu saja yang kau ingat?” Tanyanya dengan dahi yang menyerngit. “Rasanya ada yang aneh dengan ceritamu itu. Kau tahu, tidak mungkin seseorang langsung jatuh dan mengalami kelumpuhan otak tanpa sebab apapun. Apalagi kau tak menderita penyakit apapun. Keluargamu pun tak memiliki riwayat penyakit seperti itu. Mungkin saja saat itu seseorang melakukan sesuatu padamu dan kau tidak sadar.”

“Entahlah. Aku juga tidak ingat. Mungkin kau benar, tapi siapa yang melakukan itu? dan lagi dari mana kau tahu tentang diriku sedetail itu?” mataku memicing padanya. Apa yang dia maksud kerjaan dan tidak bisa membantu adalah mencari tahu tentangku juga keluargaku?

“Apa ada orang yang membencimu?” Dia tak menjawab namun memberiku pertanyaan lain.

Aku memikirkan keras ucapannya. Tanganku ku sandarkan di belakan kepala sambil mengingat-ingat apa saja yang sudah ku lakukan hingga membuat seseorang jadi membenciku. “Tidak ada. Aku selalu baik pada orang dan tidak mungkin aku memiliki musuh. Ah... Tapi kalau orang yang mencintaiku, sih. Banyak. Hehehe...” Ucapku sambil menyengir dan itu membuat Sasuke mendengus jengah. Tapi apa yang ku katakana memang benar. Aku merasa tidak pernah melakukan satu kesalahan apapun pada orang lain. aku memang menyebalkan dan teman-temanku sering mengatakan hal itu, namun mereka tidak pernah mengatakan kalau mereka membenciku, malah merindukan sikap menyebalkanku jika tak ku nampakkan barang sehari.

Sasuke terdiam nampak tengah memikirkan sesuatu. Kerutan di keningnya memperjelas kegiatannya itu. Dia menatapku dalam lantas bertanya, “Apakah kau pernah berbuat salah pada seseorang?”

Aku menggeleng cepat. “Sudah kubilang, kan? Aku tidak pernah melakukan salah pada siapapun. Ta─ ah...” Aku memegang kepalaku. Rasanya sakit bahkan seluruh tubuhku pun sampai merasakannya. Bayangan-bayangan masa laluku kembali hadir. Aku menatap bangku taman itu. Yah.. Aku ingat sekarang. Di sana, saat menunggu teman-temanku seorang penjual minuman datang dan menawariku minumannya dan sesaat sebelum aku tertidur aku melihat seringainya dan wajahnya sangat tidak asing bahkan beberapa kali ku lihat dia berkunjung ke rumahku.

“Orang itu... Ru.. Rumah sakit─” Ucapaku sebelum meninggalkan Sasuke di taman itu. Tubuhku melayang secepat suara hingga tiba di rumah sakit. Ruang di mana aku tengah di rawat. Orang tuaku tidak ada bahkan suster pun juga belum menampakkan diri untuk melihat kondisiku.

Angin berhembus hingga masuk ke dalam ruang rawatku. Jendela tak di tutup, sengaja agar matahari pagi bisa menerpa tubuh ringkihku di atas tempat tidur itu. Aku melihat diriku sendiri seperti seorang putri yang tengah menantikan kedatangan seorang pangeran. Teringat akan kisah sleeping beauty, dimana Belle yang tengah tertidur akibat kutukan dari seorag penyihir berhasil dipatahkan oleh sebuah ciuman dari seorang pangeran. Apakah tubuhku juga sedang menantikan ciuman dari seorang pangeran.

KRIET

Selanjut Bagian 5
Share:

Wednesday, August 19, 2015

Sleeping Beauty

Sebelumnya : Bagian 2

─Hei, aku bahkan beberapa kali mendapati dia berbicara sendirian.”

“Benarkah? Aku masih tidak percaya. mana mungkin bos kita seperti itu.

Ku dengar suara samar-samar beberapa karyawan perempuan tengah bercengkrama di dalam toilet. Aku pun menghampiri mereka. Well, lumayan untuk menghibur diri. Barangkali bisa ku jadikan sebagai senjata untuk melawan Sasuke.

“─bahkan tadi sebelum memasuki lift dia sempat berucap ‘tidak usah pedulikan’. Awalnya ku kira dia memakai headshet untuk berkomunikasi, tetapi nyatanya tidak. Aku tidak melihat apapun terpasang di telinganya. Aku benar-benar tidak habis pikir bos kita yang tampan itu mengidap penyakit aneh.” Kata seseorang wanita. Wanita yang sama pagi ini kutemui tapi kemana suara aneh yang dia pakai tadi tadi?

“Jangan bercanda Yuki. Kau bisa kena masalah jika berita ini sampai terdengar di telinganya.” Seseorang menyahuti perkataan wanita tadi. wanita dengan pakaian tak kalah dari temannya itu. kenapa Sasuke tak menegus mereka? Atau Sasuke sendiri yang menyuruh mereka berpakaian seperti itua?

“Aku tidak mungkin bercanda.” Bantah wanita yang bernama Yuki, melirik tak suka temannya melalui cermin. Memakai riasan yang berlebih. Padahal jika dia tampil alami, dia terlihat manis.

“Kau mungkin salah mendengar. Kau tahukan bos kita seperti apa. bahkan dengan manager saja tak pernah ku lihat dia berbicara banyak.”

“Ta─”

“Sudahlah. Kau ingin kita kena masalah karena hal ini?”

Well, itu benar gadis-gadis. Jika ucapan kalian sampai terdengar di telinganya, kalian akan kena masalah. Kalian pasti sudah pernah melihat bagaimana singa jika marah? Sasuke bahkan melebihi itu. Tapi kalau dipikir-pikir, bukankah yang salah adalah aku. Aku selalu mengajak dia bicara, bahkan tak peduli jika tempat itu sangat ramai. Astaga, jadi semua itu karena aku? Aku benar-benar harus meminta maaf pada Sasuke.

Tubuhku kembali melayang, kali ini tujuanku jelas, yaitu kembali di ruangan Sasuke dan meminta maaf padanya. Walau banyak benda menghalangi jalanku tetap saja tubuhku dengan mudah menembusnya. Inilah salah satu kelebihan dari roh.

Aku melihatnya masih memainkan jari-jarinya di atas keyboard, “Sasuke, apa kau masih sibuk?”

“Hn”

Entah itu artinya apa, tetapi melihat kegiatannya ku pikir dia sedang sangat sibuk. “Aku minta maaf karena aku kau jadi bahan gossip para bawahanmu.” Kataku sambil menunduk di sampingnya. Cahaya mentari pagi hangat menerpa tubuh kami.

Dia menghentikan aktivitasnya lantas mendongak menatapku heran, “Maksudmu?”

“Gara-gara aku, kau dikira orang gila karena menyahutiku.” Aku menunduk benar-benar menyesal telah membuatnya menjadi bahan gossip.

Aku mendengar helaan nafas pelan yang keluar dari hidungnya. “Kau baru sadar?” Aku mendongak menatap wajahnya. “Itulah kenapa aku jarang menyahutimu jika banyak orang dan kau malah menambah rasa kesalku dengan semakin banyak bicara.” Lanjutnya semakin membuatku merasa menyesal.

“Aku tidak akan melakukannya lagi.” Kataku menatapnya bersungguh-sungguh.

“Tidak usah dipaksakan. Aku tahu walau kau berkata seperti itu, nantinya akan lain yang kau buktikan.” Dia menyahuti perkataanku sambil menatap kembali komputernya. Aku beralih menuju depan mejanya, menatapnya jengah. Yah, ku akui aku tepat seperti apa yang dia katakan. Spontan. Aku akan berucap jika melihat hal aneh atau memikirkan sesuatu. Sadar atau tidak.

Aku pernah mencoba menghentikan kelakuanku itu, namun sayang tidak pernah berhasil. Teman-temanku malah mengkhawatirkanku ada juga yang menganggapku aneh.

“Ah, Sasuke. Kapan kita mulai mencari tahu cara megembalikan tubuhku?” Tanyaku penuh harap. Sangat berharap jika kami melakukannya dalam waktu yang cepat. Aku sudah tidak sabar untuk kembali ke dalam tubuhku dan melakukan aktivitas seperti biasa. Makan, tidur, olahraga, cari kerja, mendengar kembali ocehan orang tua dan teman-teman, dan banyak hal yang kurindukan. Membayangkannya saja sudah membuat tubuhku tak bisa berhenti bersorak. Rasanya ada sesuatu yang ingin keluar dari dalam tubuhku dan itu sangat menyenangkan.

“Tunggulah, hingga proyek ini selesai. Mungkin lusa kita sudah bisa melakukannya.” Jawabnya tak mengindahkan perhatiannya pada komputer di depannya. Dan itu membuatku semakin berjingkrat kesenangan.

“Thank you Sasuke, you are the best. Hehehe...”

“Hn”

Tapi, kenapa aku malah merasa dia seperti menahan sesuatu, seolah berat membantuku. Tatapannya... Tidak nampak seperti biasa, dia... Terlihat sendu. Apa yang membuatnya seperti itu? Apakah karena permintaanku? Ataukah hal itu yang akan membuat kami akan berpisah? Ah.. Kurasa yang terakhir tidak mungkin, karena semalam dia─

Tidak mungkin.

Apa yang ku pikirkan. Tidak mungkin dia bersedih berpisah denganku. Tapi tatapannya itu─

Aku menggelengkan kepala kuat-kuat. mengenyahkan segala pemikiran yang merasuk dalam benak. Walau kembali ke dalam tubuhku, aku tidak mungkin melupakannya.

Tunggu, apa dia mengingat kenangan buruknya?

Aku tidak mungkin meninggalkan dia apalagi melupakan dia. Dia terlalu baik untuk dilupakan─walau arogan dan memiliki pride yang terlampau tinggi, bahkan terlihat tidak acuh pada keadaan sekitar.

Apa dia mengira, aku akan melakukan hal yang sama seperti sahabatnya? Menghianatinya dengan kebaikan palsu yang mereka perlihatkan. Berperan sebagai orang terbaik namun pada akhirnya membuangnya seperti sampah yang tak ada gunanya lagi?

Tidak, aku bukanlah orang yang akan melakukan hal itu. Walau aku hanyalah sebuah roh, namun hatiku masih ada.

Aku mengerti bagaimana perasaannya saat itu, melihat sahabat dan orang yang dicintainya menjalin kasih tepat di depan matanya membuat dia merasa kecewa, sedih, bahkan marah yang tak lagi bisa dia sembunyikan dan berkat itu dia hampir bunuh diri─ walau aku tahu bukan hanya itu yang membuatnya hampir memilih jalan pintas untuk menghilangkan emosi itu. Masalah kantor yang semakin buruk juga orang tuanya yang tak pernah akur, belum lagi kakaknya yang menghilang, dan adiknya yang hampir depresi karena ulah orang tuanya. Sungguh siapapun akan terlihat gila karenanya.

Dan untunglah masalah itu sudah berangsur membaik. Adiknya sudah membaik dan bisa menjalankan kegiatannya juga masalah kantor yang perlahan mulai stabil akibat kerja keras yang dia dan bawahannya lakukan─walau masalah orang tuanya hingga saat ini masih belum terpecahkan dan kakaknya yang depresi entah karena apa.

“Oh ya Sasuke. Apa nanti kita masih akan seperti ini jika aku sudah kembali pada tubuhku? Apa aku masih mengenalmu?” Tanyaku tiba-tiba hingga membuat dia menghentikan kegiatan mengetiknya. Aku sendiri pun bingung dengan kata-kata yang kuucapkan. Bukan itu yang ingin ku tanyakan.

Dia manatapku dengan pandangan yang lagi-lagi tak bisa ku artikan. Sejenak dia memejamkan mata sembari menghela nafas dan kembali menatapku. “Entahlah. Dan kau tidak perlu memikirkan masalah itu. Kau akan mengenalku atau tidak, itu bukanlah masalah penting untuk saat ini. Lebih baik kau cari tahu dulu mengapa tubuh dan rohmu tiba-tiba terpisah. Itu akan lebih membantu.” Sahutnya.

Aku diam. Kata-katanya terus terngiang di kepalaku. Apakah aku adalah makhluk yang tak diinginkannya hingga dia mengatakan itu? Tidakkah dia tahu bahwa kata-katanya itu begitu menusuk hingga rohku merasa sesak dan sulit untuk bergerak?

“Baiklah.” Jawabku sulit. Rasanya begitu menyakitkan saat tahu jika orang yang selalu bersamamu ternyata tak menginginkan dirimu.


.
oOo
.

Dua hari berselang pergi, saatnya dimulai pencarian untuk mengembalikan rohku ke tubuhku. Aku benar-benar tak bisa berhenti bergerak-gerak melayang memutari tubuh Sasuke, hingga membuatnya jenuh. “Berhenti melakukan hal itu!”

Gerakanku terhenti saat mendengar geraman tertahannya itu. Dia seperti menahan untuk membuang ha**tnya. Aku tertawa memikirkan itu, sungguh lucu membayangkan Sasuke, laki-laki tampan nan dingin yang digilai banyak kaum hawa melakukan hal konyol seperti dalam bayanganku.

“Berhenti membayangkan diriku seperti itu!” Ucapnya menatapku tak suka dan kembali meneruskan langkah kakinya.
Aku menyengir menampakkan deretan gigi-gigiku, “Apa kau juga membayangkannya?” Partanyaanku semakin membuatnya mendelik tak suka. Aku menyingkir tanda aku mengalah dari pada dia membatalkan niatnya karena terus ku goda.

“Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang?”

“Ke rumah sakit.”


.
oOo
.

Saat ini kami sudah berada di koridor rumah sakit menuju ruang rawatku. Aku kembali teringat dengan roh-roh penasaran yang biasa menemaniku. Pak Dan, Pak Asma, dan nenek Chiyo. Kira-kira mereka sudah kembali ke nirwana tidak, yah?

Beberapa meter lagi hingga kami tiba di ruang rawatku. Sasuke benar-benar memiliki kaki yang panjang dan untungnya aku melayang jadi lebih mudah menyesuaikan gerakannya.

“Eh, Sasuke tunggu.” Aku menghentikan langkah Sasuke dengan berada di depannya tiba-tiba. “Kau akan langsung masuk ke sana?” Tanyaku berharap dia mengatakan tidak. Bukan karena aku tidak ingin dia melihatku sedang tertidur tetapi aku takut orang tuaku melihatnya dan memikirkan hal yang tidak-tidak.

“Ada apa? Aku tidak akan mengejek wajahmu.” Sahutnya pelan tak ingin orang lain mendengar kata-katanya.
“Bu... Bukan itu.” Aku diam memikirkan kata-kata yang cocok untuk menjelaskan. “Se... Sebenarnya, orang tuaku tidak pernah melihatku bersama dengan laki-laki. Kau tahukan maksudku? Nanti orang tuaku berpikir macam-macam.” Jelasku menunduk malu.

“Tenanglah. Kau tidak usah khawatir.” Katanya lantas masuk ke dalam ruang rawatku.

Aku melihat hanya ada ibu di sana menungguku. Ayah dan adik-adikku tak ada, kemungkinan mereka berada di rumah. Ibu tampak kurusan terakhir kali ku lihat. Pipinya yang gembul agak tirus dengan raut kelelahan yang menghiasi wajahnya. matanya sayu sambil menatap tubuhku yang makin terlihat kurus. Aku jadi semakin merasa bersalah padanya. Ketika masih sehat, aku selalu membuatnya marah dan kesusahan, sekarang malah semakin parah. Aku benar-benar anak yang merepotkan.

“Maaf, saya mengganggu.” Kata Sasuke dan membuat ibuku menoleh padanya.

Ibu mengalihkan tatapannya pada Sasuke. “Ada apa? Apa kau teman anakku?” Tanya ibuku. Matanya sayu syarat akan kelelahan dan itu sukses membuat mataku berair. Aku sedih melihat ibuku seperti itu, kelelahan demi menjagaku. Ku pikir cara makannya pun tak teratur gara-gara memikirkan aku.

“Bukan. Saya hanya kebetulan mendengar penyakit anak ibu dan itu persis dengan apa yang dialami oleh adikku. Kalau boleh tahu apa yang menyebabkan anak ibu seperti itu?”

“Tak ada yang tahu, Nak. Bahkan para dokter yang mengangani putriku juga sulit mendeteksi penyakitnya. Mereka hanya memberitahu bahwa otak anakku mengalami kelumpuhan dan itu hanya sementara. Namun sampai sekarang anakku belum bangun-bangun. Terakhir kali aku mendengar dari teman-temannya, jika anakku seperti ini saat sedang beristirahat dan tak ada yang tahu apa yang terjadi saat itu, karena mereka meninggalkan Sakura sendirian saat mereka membeli minuman.” Jelas ibuku dan itu membuatku membayangkan sesuatu yang samar-samar tampak abstrak dan belum jelas.

Sasuke tampak diam sejenak memikirkan yang dikatakan oleh ibuku. “Baiklah. Kalau begitu saya permisi. Semoga anak ibu lekas sembuh.” Ucapnya sebelum pergi meninggalkan ibuku yang mulai mengeluarkan air mata.

“Apa yang terjadi saat itu?” Tanya Sasuke kepadaku. Dia menggunakan headset agar tak ketahuan sedang berbicara padaku.

“Aku tidak tahu.” Jawabku. Tiba-tiba tubuhku merasa merinding. Rasa tidak enak mulai menggerogoti tubuhku. Seolah ada sesuatu yang mencoba menarikku ke dalam gelap. “Sa... Sasuke...!” Panggilku dan membuat langkahnya terhenti. Padangannya mulai meneliti tubuhku. “Kau... Ada apa? Tubuhmu terlihat makin transparan.” Dia terlihat panik melihatku dan itu membuatku juga ikut-ikutan panik.

Tiba-tiba sebuah bayangan melintas dalam benakku. Hinata, adik Sasuke tampak sedang di hadang oleh tiga pria dewasa dan dia tampak ketakutan.

“Sasuke, adikmu dalam bahaya.” Kataku dan itu membuatnya semakin terlihat panik. Topeng stoiknya hilang entah kemana. Tanpa memikirkan apa-apa lagi dia lari, menerobos orang-orang dalam koridor rumah sakit itu. Tak peduli dengan orang-orang yang dia tabrak bahkan perawat yang jatuh tak sekalipun dia pandangi ataupun berucap maaf.

“Dimana?”

“Sekitar gang menuju bar Cidori.”

Selanjutnya : Bagian 4
Share:

Tuesday, August 18, 2015

Sleeping Beauty

Sebelumnya : Bagian 1

“Kenapa kau terus mengikutiku?” Tanyanya tanpa mengalihkan tatapannya dari komputer di depan. Kedua tangannya terus menari di atas keybord.

“Aku tidak tahu, tubuhku hanya ingin terus berada di dekatmu. Sepertinya tubuhmu memiliki magnet untuk membuat rohku tetap melekat pada dirimu.” Sahutku tanpa menatapnya. Tubuhku melayang mengelilingi ruangannya sambil melihat-lihat interior yang tertata dalam ruangannya itu.

Ruangan dengan nuansa khas seorang lelaki namun lembut. Di belakang tempat duduk kebesaranya ada sebuah jendela yang menampakkan pemandangan kota Tokyo. Aku yakin cahaya langit senja akan langsung memasuki ruangan ini dari jendela itu. Dan pada malam hari akan menampakkan pemandangan kerlap-kerlip cahaya dari gedung, rumah-rumah, pertokoan, juga mobil-mobil yang berlalu lalang.

By the way, kenapa kau masih bekerja walau sudah malam? Ku pikir jam kantor itu sampai jam empat sore.” Tanyaku menghampiri dirinya yang masih terpaku pada layar computer di depannya. Kenapa aku jadi merasa seolah computer itu adalah kekasih yang harus terus dia perhatikan?

Dia sedikit melirikku kemudian kembali lagi pada komputernya. Apa dia tidak bisa lebih lama berpaling dari komputernya? “Bukan urusanmu.” Jawabnya ketus. Dasar menyebalkan jika bukan karena dia bisa melihatku, bisa mengajaknya berbicara dan juga perasaan yang selalu ingin bersamanya, aku juga tidak akan datang menemuinya.

Aku menghela nafas sedikit meredakan gejolak dalam dada untuk menyemburnya. “Kau bicara terlalu ketus. Kenapa kau selalu bicara pada orang dengan nada seperti itu? Kau akan cepat tua jika melakukannya terus menerus. Lagi pula tidak ada wanita yang menyukai laki-laki yang bermuka tua.”

“Dan kenapa kau itu cerewet sekali. Kau pikir lelaki menyukai gadis cerewet sepertimu?” sahutnya lantas menatapku pongah.

“Aku tidak peduli. Lagipula tubuhku masih seperti ini. Tidak ada yang bisa melihatku selain dirimu.” Aku ke belakangnya dan melihat apa yag sedang dia lakukan. Ku lihat grafik-grafik dengan angka-angka yang membuat mataku sedikit berputar. Walau saat kuliah penelitianku adalah mengolah data, namun data-data yang dia kerjakan saat ini benar-benar sukses membuat mataku berputar.

“Mengerikan.” Dia tiba-tiba berbalik menatapku hingga jarak wajah kami sangat dekat. Aku menatapnya dengan heran saat dengan tiba-tiba dia memalingkan wajahnya dengan sedikit guratan merah di pipinya. Apa dia malu dengan aku? Tapi rasanya itu tidak mungkin. Laki-laki seperti dia, tidak mungkin seperti itu.

“Aku heran dengan orang kaya, mungkin juga kagum dengan mereka. Mengerjakan pekerjaan yang sulit bahkan yang tak masuk akal sekali pun demi keuntungan.” Kataku lantas menatap lalu lalang kendaraan dari balik jendelanya.

Tidak ada sahutan darinya, pandangannya masih fokus pada layar komputer. “Apa kau tidak sakit kepala menatap komputer selama itu bahkan mengerjakan data-data mengerikan itu? matamu bisa kena rabun, loh?”

Lagi, dia tidak menjawab namun menutup komputernya dengan tiba-tiba. “Kau mau pulang sekarang? Ku pikir kau akan lama betah di sini dengan kekasihmu itu.”

Dia menghentikan gerakannya sejenak, kemudian melongos pergi tanpa memedulikan aku. “Hei, kau tidak sopan sekali. Kau pikir wanita menyukai pria yang mengabaikan mereka?” Ucapku kesal. Tidak bisakah dia menyahuti perkataanku. Aku tahu ini memang menyebalkan, tapi setidaknya dia bisa mengerti perasaanku. Baru kali ini aku menemukan seorang manusia yang bisa melihatku, setidaknya dia bisa menjadi baik.

...

Kami beriringan memasuki sebuah pekarangan rumah mewah─walau sebenarnya akulah yang lagi-lagi mengikutinya. Rumah mewah bergaya mediterania dengan pilar yang berukir naga di pintu masuknya. Halaman luas dengan tanaman bonsai yang diukir berbagai jenis hewan juga bunga yang mengelilingi bonsai itu. di tengah-tengahnya ada air mancur dengan patung putrid duyung yang sedang menuangkan air dari guci.

Lain di luar, lain pula di dalam. Interior yang sangat menakjubkan, lukisan dinding karya pelukis terkenal, perabotan dengan harga yang mahal, tertata rapi dalam rumah ini. jadi beginikah istana yang biasa ku baca dalam dongeng. Sangat menakjubkan. Laki-laki ini benar-benar orang yang kaya.

“Kau gila. Kau tidak punya otak, hah? Teganya kau lakukan itu pada kami.”

“Aku tidak melakukan apapun. Kenapa kau selalu menuduhku yang tidak benar?”

Sasuke─lelaki itu berjalan menghampiri orang-orang yang tengah bertengkar itu. Pandangannya tajam dan semakin dingin bahkan auranya sampai ku rasakan. Benar-benar menusuk. Ku pikir dia akan menegur mereka namun tidak. Dia malah melewati mereka , seolah mereka hanyalah bayangan malam yang tak berarti baginya.

“Hei... Kau tahu itu adalah perbuatan tidak baik, melewati mereka seolah mereka itu tak ada. Kenapa kau tak mengentikan mereka?”

“Diamlah! Aku tidak mau mendengar ocehanmu saat ini. Sudah cukup mereka yang membuatku pusing jangan kau menambahnya dengan ocehanmu itu.” dia tidak menghiraukanku dan terus saja bejalan. Sampai suara tadi tak terdengar lagi.
Dia berjalan menuju balkon. Raut wajahnya sendu, aku juga bisa merasakan apa yang dia rasakan saat ini. Melihat orang tua bertengkar di depan mata benar-benar membuat tak nyaman terlebih ada orang lain yang melihatnya.


Aku terus memperhatikannya yang tengah menatap angkasa dengan tatapan kosong. Apa yang tengah dia pikirkan? Batinku menggeliat ingin mengetahui isi pikirannya. Aku tidak ingin dia melakukan hal-hal konyol seperti di rumah sakit waktu itu.

PUK

“Apa yang kau lakukan?” Dia bertanya. Aku pun bingung apa yang ku lakukan. Bantal itu tiba-tiba saja bergerak dengan sendirinya dan menumpuk kepalanya.

“Aku juga ingin tahu apa yang sudah ku lakukan.” Sahutku menatapnya dengan bingung. “Kau kan tahu aku tidak bisa menyentuh sesuatu.”

“Kalau bukan kau yang menggerakkan bantal itu lalu siapa? Hantu lain selain dirimu?” Balasnya dan ku balas dengan anggukan bahu. “Entahlah. Mungkin kau benar. Ada hantu lain selain aku yang tinggal di sini.” Sahutku tak acuh.
“Aku pasti akan gila.” Sahutnya kesal dan berlalu menuju kamar mandi.

Aku termenung di atas kasur memikirkan apa yang sudah ku lakukan barusan. Bagaimana aku bisa menggerakkan bantal itu tanpa menyentuhnya? Apa aku memiliki kekuatan seperti itu? Ataukah itu adalah kekuatan yang berasal dari kemauan yang kuat?

Tiga puluh menit berselang Sasuke keluar dari kamar mandi. Andai aku masih berada di dalam tubuhku, hidungku pasti sudah mengeluarkan darah. Bagaimana tidak, Sasuke keluar hanya dengan menggunakan handuk pendek. Dengan tubuhnya yang atletis, dada bidang, perut yang membentuk kotak-kotak, siapapun gadis itu pasti akan meluruh bahkan nosebleed. Sial laki-laki ini pasti sengaja melakukannya.

“Ada apa dengan tatapanmu itu? Kau terpesona dengan tubuhku?” Aku membenci sikapnya ini. Dia bertanya dengan seringai menyebalkannya itu. Sial. Dan aku lebih membenci diriku sendiri karena sudah mengakui kalau aku memang benar-benar terpesona dengan tubuhnya. Hei, kemana dia yang dingin?

“Apa kau tidak memiliki sopan santun? Seharusnya kau keluar dengan menggunakan pakaian lengkap dan tidak setengah-setengah. Kau tidak lihat ada seorang gadis yang duduk di sini?” sahutku mengalihkan tatapanku dari tubuhnya. Andai aku bisa melakukan hal tadi, ku pastikan seluruh benda di sini akan melayang ke arahnya.

“Tidak usah mengalihkan topik, aku tahu kau terpesona.” Dia tersenyum setelah mengucapkan itu dan lagi-lagi membuat sesuatu dalam diriku menggigil namun anehnya aku menyukai itu.

“Kalau kau tahu, kenapa malah melakukannya? Kau sengaja ingin membuatku malu?” sahutku semakin dongkol. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan, licik seperti ular. Andai seluruh karyawan di kantornya tahu apa yang akan mereka pikirkan, terlebih untuk yang wanitanya?

“Hei... Kenapa kau marah? Seharusnya kau bersyukur, aku sudah memperlihatkan tubuhku yang indah ini.” Rasanya dia semakin bersemangat menggodaku. Laki-laki ini─


“Kau.... Menyebalkan.” Usai mengatakan itu, bantal-bantal bertebrangan dan menyerang Sasuke.

“Apa yang kau lakukan? Hentikan! Berhenti membuat bantal-bantal ini menimpukku.” Kata Sasuke seraya menangkis bantal-bantal yang berdatangan ke arahnya. Handuk yang dia gunakan semakin meluruh dan akhirnya terjatuh.

Mataku membulat, “Kyaaa....., apa yang kau lakukan? Cepat tutup.” Ucapku sambil menutup mataku sebelah tangan dan tangan yang lain menunjuk bagian pangkal pahanya. “Apa kau sudah menutupnya?” tanyaku.

“Kau bisa membuka matamu sekarang dan berhentilah menimpukku dengan bantal-bantal ini.”

Ragu-ragu aku membuka mata dan melihatnya. Aku menghela nafas, untunglah mataku tak sempat melihat seseuatu di balik handuknya itu.

BLUSH

Apa yang ku pikirkan? Kenapa malah jadi itu yag terbayang. Ah.... Sasuke bodoh, gara-gara dia pikiranku jadi mesum.
“Cepat hentikan!”

Kak... Kau sedang apa? Ini sudah malam, aku tidak bisa belajar.” Suara adik Sasuke terdengar dari balik pintu. Rupanya kekacauan ini sampai terdengar di kamarnya.

“Ah... Maaf Hinata. Aku akan menghentikannya.” Sahut Sasuke tanpa membuka pintu. Bantal-bantal masih melayang ke arahnya. Dia melihatku tajam, “Hentikan. Sekarang. Juga.”

Tidak berselang lama, bantal-bantal itu berhenti dan jatuh. Aku tidak yakin bahwa akulah yang sudah menghentikan benda-benda itu. Melakukannya saja aku tak tahu apalagi menghentikannya.

“Kau! Tidak bisakah kau mengontrol kekuatanmu itu. Menyebalkan.” Sasuke mendumel lantas segera memakai baju dan membereskan kekacauan yang sudah ku buat. Dia terlihat akan membuka handuknya.

“STOP”

Sasuke menghentikan gerakan tangannya dan menatapku aneh namun beberapa detik kemudian dia kembali menampakkan seringainya, “Apa yang kau pikirkan, hm?” tanyanya lantas berjalan ke arahku sambil memegang handuknya.

“A... Apa yang kau lakukan? Menjauh dariku.” Sadar atau tidak aku jadi gugup. Memikirkan jika dia melepaskan handuknya dan memperlihatkan padaku sesuatu di balik handuk itu. membuat kepalaku jadi panas. “A... Aku akan melakukan hal yang tadi padamu jika kau tidak berhenti.” Lanjutku melihat dia tak berhenti.

Sasuke menghembuskan nafas. “Kau serius sekali.” Katanya lantas menanggalkan handuk yang dia pakai.

“Ap─”

“Aku memakai boxer. Malam ini panas sekali jadi aku hanya memakai ini untuk tidur. sebenarnya apa yang tengah kau pikirkan? Kau kira aku akan memperlihatkanmu?” ucapnya sambil naik ke atas tempat tidur dan menyelimuti dirinya sebatas pinggang. “Kau... kau harus mengontrol kekuatanmu itu. sangat menyebalkan jika hal tadi terulang lagi.” Lanjutnya sebelum menutup mata.

“Akan ku coba.” Ucapku seraya keluar menuju balkon rumahnya. Menatap angkasa sampai mentari menggantikan tugas bulan. Hantu memang tak bisa tidur, memang apa lagi yang mau distirahatkan jika organ-organ dalam tubuh sudah tidak berfungsi lagi.

Keesokan harinya, masih tetap sama. Layaknya sekor anak ayam yang terus mengikuti induknya aku kembali mengikuti dia menuju kantornya. Aku juga heran mengapa tubuhku selalu mengikuti kemana dia pergi. Well, kecuali ke kamar mandi.
“Sasuke kau tahu mengapa aku tidak bisa kembali ke tubuhku? Aku bukanlah hantu gentayangan, tubuhku hanya tertidur dengan rohku yang keluyuran sambil mengikutimu. Ku rasa kau tahu bagaimana aku bisa kembali atau setidaknya kau bisa membantuku kembali pada tubuhku.”

Sasuke menatapku namun aku tidak mengerti dengan arti tatapannya itu. Tatapannya berbeda dengan tatapan biasanya. “Baiklah. Aku akan membantumu, lagipula aku sudah bosan mendengar ocehanmu. Tiap hari, mulai pagi hingga aku tertidur suaramu selalu menghiasi telingaku hingga membuat sebagian fungsinya berkurang.” Jawabnya. Entah kenapa aku malah merasa dia mengatakan hal yang sebaliknya dengan apa yang dia rasakan.

Thank you.” Sahutku sambil tersenyum.


.
oOo
.

Seperti biasa dia berjalan dengan arogansi luar biasa, tak menoleh pada bawahannya, senyum bahkan sapaan mereka hanya dibalas “hn” satu kata bernada ambigu yang benar-benar membuat orang naik darah namun tentu saja para bawahannya hanya tersenyum menanggapi, menyembunyikan kekesalan mereka pada tingkah sang atasan yang menyebalkan.

Tapi beda lagi dengan para karyawati yang melihatnya. Mereka bahkan tersenyum kelewat batas menyapa atasannya itu. Tak jarang juga ada yang sampai mengeluarkan suara aneh demi agar Sasuke dapat menatapnya. Mereka sungguh aneh.

“Apa mereka selalu seperti itu. Aku sampai merinding mendengar suara aneh mereka.” Ucapku sambil melayang di samping Sasuke.

“Tidak usah diperdulikan!” Ucapnya seraya memasuki lift eksklusif khusus para direksi dan yang memiliki kedudukan tinggi di perusahaan ini. Sasuke menekan tombol lantai di mana ruangannya berada. Lantai 105, lima lantai sebelum ruangan CEO.

“Kau tidak merasa aneh pada mereka? Mereka seperti terlilit ular. Ih... mengerikan.” Kataku sambil mendekap tubuh sendiri membayangkan seseorang menyapa orang lain ketika tubuhnya terlilit oleh ular.

Sasuke sedikit tersenyum mendengar penuturanku, barangkali dia juga sedang membayangkan apa yang sedang ku hayalkan. “Kau terlalu banyak berkhayal.” Sahutnya menatapku geli. Dia tersenyum. Hal yang tak pernah ku lihat sebelumnya. Andai dia selalu seperti itu, ku yakin wanita-wanita yang bekerja padanya akan semakin menyukainya bahkan para pria juga akan mengubah pandangan mereka terhadapnya.

TING...

Lift terbuka menampakkan beberapa ruangan dan sebuah lorong khusus menuju ruangan Sasuke seorang. Kami berjalan kearahnya, melintasi lorong itu hingga beberapa meter ke depan seseorang wanita dengan pakaian yang terbilang kekurangan bahan sudah menunggu Sasuke di depan pintu.

“Selamat pagi, Sir.” Ucapnya sambil membukakan pintu untuk Sasuke. lagi-lagi aku mendengar suara aneh itu. Apa suara aneh itu sedang tren di kantor ini?

Sasuke tak menjawab lantas masuk begitu saja di dalam ruangannya itu.

“Apa kau memerlukan sesuatu, Sir? Sarapan pagi misalnya atau kopi panas?” Tanyanya. Ku pikir wanita ini tidak akan puas jika tak mendengar sahutan dari Sasuke.

“Tidak. Kembalilah ke tempatmu, Karin.” Balas Sasuke tak acuh namun dingin. Meletakkan tasnya di atas meja dan langsung menduduki mejanya.

“Baik, Sir.” Sahutnya dan lambat-lambat menutup pintu sambil terus menatap Sasuke yang mulai menyibukkan diri pada laptop kesayangannya. Laki-laki ini benar-benar dingin atau dia itu mengidap penyimpangan seksual? Ah... apa yang semalam itu hanya imajinasiku saja.

“Jangan membayangkan aku seperti itu. Kau tahu aku bagaimana.” Kata Sasuke tiba-tiba memotong apa yang tengah ku pikirkan.

“Eh, kau bisa membaca pikiranku?” Tanyaku perpaduan antara terkejut juga kagum.

“Siapapun akan tahu dengan isi kepalamu itu jika saja mereka melihat ekspresimu. Bahkan dijidatmu pun sudah terpampang jelas apa apa yang kau pikirkan.” Aku merenggut mendengar perkataannya itu. andai aku bisa mengontrol kekuatanku, bantal sofa itu akan kulempar padanya. “Dan jangan membuat benda-benda di dalam ruanganku ini berterbangan dan membuat ruanganku jadi kacau.” Lanjutnya tak menatapku. Kurasa dia memang memiliki kemampuan untuk membaca pikiran. Buktinya dua kali dia bisa menebak pikiranku dan mungkin itu juga yang membuatnya bisa mendapatkan tender yang banyak.

“Kenapa kau menyebalkan sekali?” Ucapku tak ada lagi yang bisa ku ucapkan sebagai balasan. Aku pun pergi meninggalkan dia sendirian di dalam ruangannya itu.

Selanjut Bagian 3
Share:

Monday, August 17, 2015

Sleeping Beauty

Pair: SasuSaku
Rate: K+
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, typo, alur GaJe dan kecepatan. (suka suka mickey)
Sleeping beauty © Mickey_miki

....

SUMMARY

Sleeping beauty, kalian pernah dengar kisahnya, kan? Kisah dongeng, dimana seorang putri menunggu seoarang pangeran memberinya sebuah ciuman agar dia bisa terbebas dari kutukan seorang penyihir. Namun apa yang terjadi padaku. Bahkan tanpa seorang penyihir pun aku tertidur dan apa yang ku tunggu? Ciuman seorang pangeran-kah?

.
.
.

Bagian 1

Ada apa dengannya? Sedari tadi dia tidak bangun-bangun.

“Apa dia mati?”

“Panggil ambulance!”

“Sakura.. Bangun! Hei kau kenapa?”

“Bangunlah! Jangan bercanda!”

“Sakura..!!!”

“Ada apa? Kenapa kalian memanggilku seperti memanggil seseorang yang akan meninggalkan kalian? Aku disini. Di belakang kalian.” Ucap seorang gadis berdiri di belakang orang-orang yang sedang mengerubungi sesuatu.

“Bangun, jangan membuat kami khawatir... Sakura!!”

Sekali lagi gadis itu tampak bingung dengan teman-temannya. Memanggil namanya dengan nada khawatir yang nampak sangat jelas. “Aku...? Maksud kalian apa?”

“Seseorang... Tolong panggil ambulance!”

Sakura makin menyerngit bingung namun ada kekhawatiran dalam dirinya yang membuncah tatkala salah seorang temannya menyuruh seseorang memanggilkan ambulance. “Apa maksud ka─ apa ini?” Sakura tak mengerti sekaligus takut setelah melihat dirinya berwujud transparan. Tatapannya kembali dia alihkan pada teman-teman di depannya, “Teman-teman kenapa dengan tubuhku─” Ucapnya sendu sambil berjalan mendekat pada mereka. Sesampainya Sakura di dekat mereka, Sakura coba menyentuh salah seorang namun sayang tangannya tak bisa menyentuh. Seolah mereka adalah angin yang dengan mudah dia tembus namun tak berasa.

“Bertahanlah, kami mohon!”

Sakura kembali melihat tubuh transparannya. “Teman-teman hiks... Kenapa dengan tubuhku? Hiks... Aku─” matanya melebar saat melihat objek yang sedari tadi dikerumuni banyak orang. Tubuh seorang gadis yang terbaring. Helaian rambut merah mudanya berlambai saat teman-temannya mengangkat tubuh mungil itu. Dia tidak pingsan, tidak juga tidur. Dia tidak mati, hanya saja dia tidak bisa dibangunkan. Dan saat itu juga tubuh Sakura meluruh, jatuh dan terduduk di atas tanah. Air mata tak bisa lagi dia bendung, mengalir deras bak aliran sebuah sungai yang jatuh ke atas tanah namun tak membasahi.

.
oOo
.

Dan inilah aku yang sekarang. Menjadi salah satu makhluk gentayangan yang sering diteriaki manusia ketika bertemu namun anehnya tubuhku masih berada di dunia ini. Aku tidak mati, hanya saja tubuhku sedang tertidur. Layaknya seorang putri tidur dalam sebuah dongeng namun tak ada penyihir yang membuatku seperti ini. Entah apa sebabnya, dokter hanya berkata bahwa ini adalah sebuah penyakit langkah namun tidak mematikan. Otakku hanya berhenti bekerja sementara dan membuat tubuhku seperti sedang tertidur.

Lalu rohkulah yang kenna imbasnya. Tak bisa kembali ke dalam tubuhku dan berakhir menjadi roh gentayangan. Ini bukanlah sebuah drama yang biasa ku tonton, karena aku bukanlah seorang aktris. bukan pula sebuah mimpi aneh yang kebetulan ku alami. Ini benar-benar terjadi. Sebuah kisah aneh bin nyata yang entah kenapa akulah yang jadi pemeran utamanya.

Aku sedih, tentu saja. Marah, apalagi namun tak tahu harus marah pada siapa. dan pada akhirnya aku hanya bisa menjalaninya. Hidup namun tidak hidup. Hanya mengikuti arus. Sama seperti air yang mengalir menuju muara. Namun aku tak tahu sampai kapan air itu mengalir.

Selama seminggu aku hanya mengelilingi rumah sakit ini karena tak bisa kemana-mana pun dengan tujuannya. Awalnya memang terasa menyedihkan juga kesepian, namun itu tidak lama setelah mengenal makhluk yang sama sepertiku. Padahal jika mengingat kembali diriku yang dulu, aku pasti akan lari terbirit-birit atau bahkan akan pipis di celana jika melihat mereka. Dan sekarang malah sebagian menjadi kenalanku.

Berbagai macam karakter ku temui dan sebagian dari mereka sangat mengagumkan. Ada nenek chiyo yang sudah hampir tiga bulan mati namun rohnya tetap berada di dalam bilik kamar, katanya dia sedang menunggu cucunya. Dia adalah guru yang baik karena, pengalaman hidupnya yang sudah sangat lama. Ada juga pak Asuma, seorang polisi muda yang mati saat menjalankan tugasnya banyak kisahnya yang dia ceritakan padaku terutama pada misi-misi penyelamatannya yang sangat hebat. Lalu pak Dan. Dia adalah favoritku, tampan dengan semua nasihat bijaknya yang membuat aku tidak terpuruk dengan keadaanku saat ini. dan berkat mereka semua kesepian akan apa yang ku alami sukses berkurang.

Aku menggerakkan kembali tubuhku, melayang seperti selembar kapas yang berterbangan. Mengikuti kemana arah hati untuk pergi. Dan di sinilah aku, duduk di atas pagar pembatas di atap gedung rumah sakit. Tak ada rasa takut jatuh yang biasa ku rasakan saat berada pada ketinggian, tentu saja karena ini hanya rohku. Tak akan bisa jatuh ke atas tanah, karena tubuhku tak bisa menapaki tanah.

Walau tak bisa lagi merasakan udara yang berhembus, setidaknya aku bisa lebih tenang berada di sini. Langit yang berwarna biru cerah juga alunan suara burung kecil yang melantunkan bait-bait penuh damai seolah menghipnotis rohku agar tetap tenang dan menikmati tiap hari dalam kesedihanku.

Angin berhembus kencang seolah menembus sanubariku, membuat merasakan suatu perasaan tidak nyaman. Layaknya merasakan sebuah jantung, aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.

Ku tolehkan kepalaku ke samping. Seseorang tengah berdiri di atas pagar pembatas, seolah menunggu waktu yang tepat buat dia terjun ke bawah. Pandangannya kosong menatap ke depan seolah tengah membayangkan sesuatu. Iris kelamnya menampakkan raut kesedihan yang amat kentara.

Dia maju namun tidak cukup satu kaki. “Kenapa kalian melakukan ini padaku?” Ucapnya lirih sambil memegang dada. Rasanya aku bisa merasakan apa yang ia rasakan saat ini. Perih dengan kekecewaan yang bercampur.

“Aku mempercayai kalian, tetapi kenapa?” Sekali lagi dia berucap. Langkahnya semakin menepi. Aku sampai ngeri melihatnya. Membayangkan jika dia melompat dan tubuhnya hancur dengan kepala bocor yang mengeluarkan ceceran otak, kaki yang terpelintir 360° dengan tak beraturan, tangan patah, bahkan organ dalam perutnya juga ikut tercecer, membuatku sedikit mual.

Aku mendekatinya perlahan, walau ku tahu tak ada gunanya karena dia tak akan bisa melihatku. “Kenapa kau ingin bunuh diri?” Ucapku saat sudah sampai dan duduk tepat di sampingnya. Menatapi pemandangan kota.

Aku merasa dia berhenti bergerak, ku tengadahkan kepala melihatnya. Dan benar saja dia seolah sedang mencari suaraku. Aku kembali bersuara, mencari pembenaran dari dugaanku. “Kenapa kau memilih jalan ini?” Pandanganku terfokus pada pemandangan perkotaan. Siang ini walau cerah namun matahari tidak memancarkan sinar yang terik. “Padahal banyak orang yang masih ingin hidup─”

“Kau siapa?”

“Hm” Aku mungkin salah mendengar dia bertanya siapa aku. Sudah seminggu aku berada di sini ini dan rata-rata manusia dewasa tak ada yang bisa melihatku.

“Kau siapa dan bagaimana caramu kau berada di sampingku?”

Rasanya waktu telah berhenti saat ini ketika mendengar perkataannya itu. bukankah itu artinya dia bisa melihatku? Aku mendongak, menatapnya bingung. “Kau bisa melihatku?” Tanyaku sambil menunjuk diri sendiri.

“Apa aku terlihat buta hingga tak bisa melihatmu?” Dia bertanya dengan nada mencemooh sambil melipat dada, menatapku tak suka.

Aku menatapnya tak percaya lantas berdiri dengan tiba-tiba hingga membuatnya terlonjat kaget dan tersentak ke belakang dan akhirnya terjatuh dengan tidak elit. Kakinya berada di pagar sedang kepalnya berada di bawah. Dia mengaduh kesakitan sambil mengelus-elus kepalanya yang tadi terbentur.

“Pffft... Ha... Ha... Ha.... Kau lucu sekali. Maaf aku tidak sengaja.” Ucapku menyesal di sela-sela tawaku. Sungguh dia terlihat lucu, mengingat sikap dinginnya tadi. aku menghampirinya berniat menolong namun tubuhku tak bisa menyentuh.

“Apa begitu sikap orang yang menyesal, hah?” Katanya dengan emosi yang bercampur rasa malu. Dia berdiri lantas melayangkan tatapan tajam padaku.

“Maaf. Sungguh aku minta maaf. Aku terlalu senang bertemu dengan seseorang yang bisa melihatku.” Sahutku dengan tatapan permohonan sekaligus bahagia.

“Tidak ada orang yang meminta maaf dengan tatapan bahagia seperti itu. lagi pula apa maksud perkataanmu itu. Apa kau sudah mati?”

Aku menggeleng untuk pertanyaan terakhirnya, “Aku belum mati, namun rohku bergentayangan. Tubuhku hanya tertidur. Dan apa yang kau lakukan hingga membuatku bisa terlihat olehmu? Apakah kau memiliki six sense?” Tanyaku penasaran sekaligus kagum.

Dia merapikan pakaiannya, menepuk pakaiannya yang terkena debu akibat jatuh. “Aku tidak melakukan apa-apa dan aku tidak memiliki indra keenam.” Sahutnya ketus, rupanya dia masih belum memaafkan tentang sikapku tadi. dia kemudian berjalan ke arah pintu keluar atap gedung ini dan tanpa melihatku.

Aku mengikutinya, melayang mengikuti langkah kakinya yang panjang. “Omong-omong, kenapa kau mau bunuh diri?” Tanyaku penasaran.

Dia berhenti dan melirikku sinis, “Bukan urusanmu. Dan gara-gara kau aku jadi malas melakukan hal itu.” sahutnya lantas kembali melangkah pergi.

“Benarkah? Apa aku sudah jadi seorang penyelamat?”

Tak ada sahutan darinya. Dia tetap melangkah pergi seolah dia tak mendengar apapun yang keluar dari mulutku tapi aku tetap tersenyum malah merasa bahagia. Baru kali ini aku menemukan seseorang yang bisa melihatku dan mendengar kata-kataku. Dan aku juga merasa bangga karena sudah menghentikan percobaan bunuh dirinya. Walau tanpa kata-kata bijak hanya membuatnya terlihat konyol dan merasa malu dia lantas pergi seolah tak terjadi apa-apa. Atau karena dari awal memang dia tidak berniat bunuh diri dan hanya ingin menenangkan perasaan?

Lanjut Bagian 2
Share:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com