Pair: SasuSaku
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort & Roman
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita suka-suka mickey
Story by Mickey_miki
________________________________________
Ryuta adalah seorang anak yang tumbuh tanpa didampingi oleh sang ayah. Walaupun ia bahagia bersama dengan ibunya, namun ia masih merasa kurang. Kebahagiaan yang ia rasakan tidaklah cukup hanya bersama dengan sang ibu. Ryuta ingin merasakannya juga dengan ayahnya. Ryuta memiliki rencana untuk menyatukan kembali kedua orang tuanya dalam waktu seminggu. Ia berbohong kepada ibunya agar ia dapat menjalankan rencananya. Akankah semua rencananya berhasil?
.
.
.
.
.
.
.
HAPPY FOR ENDING
~Happy Reading~
.
.
.
.
::
::
::
::
::
::
sumber gambar : Google
“Ryuta-kun, temani oka-san yah ke mall?!” pinta sakura pada Ryuta yang tengah mencari sesuatu di gudang belakang rumahnya. Ryuta adalah anak tunggal dari Haruno Sakura sejak 15 tahun yang lalu. Dia memiliki rambut berwarna biru tua dengan mata onix kelam, hidung mancung, kulit putih, dan wajah yang rupawan. Ia adalah anak yang sangat dibanggakan Sakura, bagaimana tidak ia selalu mendapat prestasi di sekolahnya baik akademik maupun non-akademik. Ia juga merupakan idola di sekolahnya, dan walaupun umurnya baru menginjak 15 tahun, tapi saat ini ia sudah menduduki kelas XII di SMA Konoha Gakuen dan baru saja menyelesaikan UN. Ia memang mengikuti kelas axelerasi sejak SMP.
“hai oka-san.” Jawabnya malas. “memang oka-san mau beli apa sih?, bukannya kemarin sudah ke mall yah, untuk membeli keperluannya oka-san.”
“hehehe…” sakura nyengir, “oka-san lupa beli-.., ah… Ryuta antar oka-san saja!”
“baiklah. Tapi setelah aku menemukan tongkat baseballku…” Ryuta malas berdebat dengan ibunya, ia kemudian melanjutkan pencarian tongkat baseballnya. Butuh waktu setengah jam untuk ia menemukan tongkat baseballnya, karena barang-barang yang terdapat di gudang sangatlah banyak.
Ryuta kemudian segera beranjak dari tempatnya untuk menemui ibunya, agar ia tak perlu mendengar omelan ibunya karena sudah membuatnya terlalu lama menunggu. Belum beberapa langkah ia berjalan, ia berhenti karena menginjak sesuatu. Sebuah benda tepatnya adalah sebuah buku yang sudah tua dan usang. Dilandasi rasa penasaran ia kemudian mengambilnya dan membukanya.
BUKU HARIAN HARUNO SAKURA.
Senyum penuh arti terpancar di wajahnya, ‘ini buku harian oka-san. Aku mungkin bisa mengetahui siapa ayahku yang sebenarnya.’ Batinnya.
“Ryuta-kun!!!” panggil sakura. Ryuta cepat-cepat menutup bukunya dan menghampiri ibunya. “sudah kau dapatkan apa yang kau cari?” Ryuta mengangguk dan kemudian memperlihatkan tongkat baseballnya, tapi tidak dengan buku yang ia dapatkan. “kalau begitu mandilah, oka-san tunggu di depan.”
“haik.” Ryuta memasuki kamarnya, dan menyimpan buku diary itu di dalam laci meja belajarnya. Kemudian mengambil handuk dan memasuki kamar mandinya. Di dalam kamar mandi tak henti-hentinya dia tersenyum. Anak itu tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, belum pernah ia merasakan kebahagiaan seperti ini, walau itu hanya sebuah buku, walau ia belum mengetahui isinya buku itu, namun ia merasa sangat bahagia.
15 menit, waktu yang Ryuta butuhkan untuk mandi, tak banyak memang waktu yang dia butuhkan untuk membersihkan tubuhnya, toh pada dasarnya tubuhya tidak terlalu kotor dan juga ia adalah seorang anak laki-laki dan menurutnya laki-laki tidak butuh waktu lama untuk membersihkan tubuh tidak seperti perempuan yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam dalam kamar mandi hanya untuk membersihkan tubuh.
Ryuta memakai pakaian yang simple, hanya baju kaos dan celana jins biru tua panjang. Walaupun begitu ia masih terlihat keren. Ia pun menghampiri ibunya yang tengah menunggunya di ruang tamu.
“oka-san, aku sudah selesai. Kita bisa berangkat sekarang!” kata Ryuta menghampiri ibunya.
“baiklah.” Jawab ibunya sambil berdiri dari duduknya.
Mereka kemudian berangkat dengan menggunakan mobil sedan milik ibunya-sakura. Sakura adalah seorang dokter yang bekerja di Rumah Sakit Umum di Suna. Dia adalah salah seorang dokter yang memiliki reputasi yang cukup baik di bidangnya. Ia merupakan ahli kandungan dan juga sering membantu proses kelahiran ibu-ibu hamil.
:C:
:C:
:C:
:C:
:C:
:C:
“oka-san!”
“hn”
“boleh aku tanya sesuatu?” tanyanya ragu-ragu.
“apa itu Ryuta-kun?”
“sebetulnya siapa ayahku?” entah sadar atau tidak, kata-kata itu keluar dari mulutnya.
Sakura yang mendengar pertanyaan anaknya terkejut, pasalnya selama ini Ryuta tidak pernah bertanya tentang ayahnya. Dia bingung untuk menjawab anaknya, memilah-milah kata yang tepat untuk dia sampaikan, “hm… apa ibu belum pernah memberitahumu?”
Ryuta menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.
“sebetulnya, ayahmu sudah meninggal sejak kau masih dalam kandunganku.”
“…”
“Waktu itu aku hamil 5 bulan dan ayahmu pergi menjadi relawan untuk Negara Ame. Ayahmu sudah menolaknya, karena khawatir meninggalkan ibu dalam keadaan hamil muda. Pada masa-masa itu, ibu masih dalam keadaan ngidam. Akan tetapi, penolakannya tidak diterima. 2 bulan setelah ayahmu pergi, ibu mendapat kabar, bahwa para relawan sudah kembali. Ibu pun langsung menuju ke tempat mereka.” Sakura tampak sedih mengingat itu semua.
“…”
“ketika ibu sampai, ibu mencari-cari ayahmu, tapi…” Sakura menghentikan sejenak ucapannya. Matanya memanas. Ia menggigit bibir bawahnya untuk meredam kesedihannya. Setelah beberapa detik. Sakura tak kuasa lagi menahan kesedihannya. Dengan derai air mata yang membasahi kedua pipinya, ia melanjutkan ceritanya. “tapi yang ibu dapat adalah ayahmu yang sudah meninggal.”
Tak tahan melihat ibunya bersedih dan menangis, Ryuta meminggirkan mobilnya dan menghadap ibunya, mengelus-eluspunggungnya berharap ibunya tidak lagi bersedih. “aku minta maaf oka-san! Aku tidak bermaksud mengingatkan oka-san dengan hal itu. aku hanya ingin tahu siapa ayahku.” Ngkapnya dengan cemas.
Ia tidak pernah mau menanyakan tentang ayahnya pada ibunya itu, karena takut hal ini akan terjadi. Dulu, ia pernah tidak sengaja melihat ibunya menangis dalam kamarnya, ia tahu apa yang membuat ibunya bersedih, karena waktu itu setelah ibunya puas menangis, ibunya jatuh tertidur dan Ryuta yang memperbaiki posisi tidur ibunya. Dalam tidur, tak henti-hentinya ibunya menyebutkan satu nama yang terdengar samar di telinganya yang ia yakini adalah nama dari ayahnya. Maka dari itu, ia menghilangkan semua niatnya untuk menanyakan siapa ayahnya pada ibunya.
Niat awalnya yang ingin tahu tentang ayahnya, harus dia tahan lagi karena ibunya. Ia tak mau ibunya kembali bersedih dan mengeluarkan air mata. Terasa sakit di dadanya melihat itu. ia akan mencari tahunya sendiri, teringat buku harian yang didapatkannya tadi. ia tidak akan membuang-buang waktu dan akan segera membacanya setelah pulang mengantar ibunya.
“iya, gak apa-apa sayang.” Sakura menghapus air matanya dan tersenyum, senyum yang masih memeancarkan kesedihan.
Ryuta melihat senyum ibunya itu merasa sangat janggal. Senyum itu layaknya senyum kesedihan yang menyembunyikan sesuatu dan banyak penyesalan. Entahlah dari mana ia bisa mengasumsikan seperti itu, atau mungkin karena wanita itu adalah jadi dia bisa berpendapat seperti itu.
“apa perjalanannya kita lanjutkan atau kita pulang saja?” Tanya Ryuta dengan khawatir. Ia merasa mereka tak perlu melanjutkan perjalanan itu, karena menurutnya ibunya tak akan sanggup bila berjalan dengan pikiran yang masih sedih.
“yah kita lanjutkan lagi, ibu sudah tidak apa-apa. Kau jangan khawatir.” Jawab Sakura dengan senyum yang berbeda dengan yang tadi, namun masih terlihat menyembunyikan sesuatu.
“baiklah!” dengan tidak rela ia pun melanjutkan perjalanan itu.
...
...
...
“ibu sebetulnya mau beli apa, kenapa lama sekali?” gerutu Ryuta yang menunggu ibunya di parkiran mall. Ryuta tidak masuk ke dalam mall bersama ibunya, dia terlalu malas untuk berjalan, apalagi harus bertemu dengan orang-orang yang berisik di sana. Ia lebih memilih menunggu di dalam mobil yang menurutnya lebih nyaman, karena tak ada suara bising yang dapat mengganggunya. “hah” desah Ryuta yang sudah sangat bosan menunggu ibunya. “15 menit lagi, kalau tidak datang, aku akan menyusulnya” uacapnya pada dirinya sendiri dengan ekspresi yang tidak bisa terbaca.
15 menit kemudian
Ryuta membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam mall untuk mencari ibunya. Ia mengambil handphone dan menghubungi ibunya.
“moshi-moshi… oka-san dimana?”
“aku di toko Victory”
“baiklah aku akan ke sana.”
“sebaiknya tidak usah, tunggu oka-san saja di Japanese Foods”
“baikalah. Cepatlah oka-san! Aku bosan di perhatikan terus.”
“haik…haik…”
Setelah sambungan terputus Ryuta menuruti ibunya dan memasuki sebuah restoran yang menjual berbagai aneka makanan khas jepang. Anak itu kemudian duduk di salah satu bangku paling sudut, dekat dengan kaca transparan, akan tetapi tak terlihat dari luar. Ia menunggu ibunya sambil menopang dagu dan memandangi orang-orang di luar restoran dengan bosan. Minuman yang ia pesan sebelumnya hanya dibiarkan saja di atas meja.
Tiba-tiba matanya menemukan satu objek yang membuatnya tertarik. Dia memfokuskan pandangannya untuk dapat melihat jelas orang itu. walaupun orang itu dikerumuni banyak orang terutama perempuan namun Ryuta masih dapat melihat pria itu. Wajah yang tidak terlihat asing di matanya. Tentu saja, karena tiap hari ia melihatnya terus di cermin. Orang itu sangat mirip mirip dengannya. Mata onix, hidung mancung, putih, warna rambutnya yang berwarna biru tua, namun raut wajah terlihat lebih lembut. Kegiatan memandanginya terus ia lakukan, hingga tanpa sadar seseorang telah duduk di hadapannya.
“Ryuta-kun, kau sedang memperhatikan apa?” Tanya orang tersebut.
Ryuta mengalihkan pandangannya dan melihat orang itu.
“kelihatannya menarik sekali, sampai-sampai kau tak sadar ibu sudah disini.”
“ah… oka-san, aku tadi hanya memperhatikan orang itu.” Ryuta menunjukkan orang yang sejak tadi dia perhatikan.
“yang mana?” ibunya mengikuti arah pandang Ryuta.
“hah… dia sudah pergi.” jawabnya kecewa. Padahal ia ingin memperlihatkan orang itu pada ibunya karena kemiripannya dengan wajahnya.
“memangnya dia siapa?”
“aku tidak tau. Wajahnya mirip denganku.”
Sakura jadi penasaran dengan orang itu, “a…apanya yang mirip Ryuta-kun?” entah kenapa dia jadi gugup sendiri karena pertanyaannya. Ia penasaran dengan orang yang dimaksud dengan anaknya dan ingin melihatnya, namun di sisi lain, ia takut untuk melihatnya. Entah apa yang terjadi padanya.
“semuanya. Mata, hidung, juga warna rambut kami yang sama.” jelasnya. “dan anehnya aku merasa bahwa kami sudah saling mengenal” pandangan mata Ryuta masih focus untuk mencari orang itu, barangkali ia dapat menemukan dan memperlihatkannya pada ibunya.
‘aneh, kenapa aku jadi takut. Kami-sama mudah-mudahan orang yang dilihat anakku bukanlah dia! Aku tak mau lagi bertemu dengan mereka.’ Batin Sakura berdoa.
“ohya Ryuta-kun, kau sudah memesan makanan?” Sakura mencoba mengalihkan perhatian anaknya. Ia tak mau Ryuta mengingat orang yang menjadi objek perhatian anaknya itu. entahlah walaupun ia sendiri tidak melihat orang itu, namun ia merasa tidak suka. Bayangan-bayangan beberapa tahun lalu yang telah ia kubur entah kenapa menyeruak keluar. Perasaan takut mulai menghinggapi, hingga tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca. Untungnya Ryuta tak menyadari itu karena focus anaknya bukan pada dia tetapi di luar restoran. “belum. Aku menunggu oka-san tadi.”
“mmm…. Baiklah.” Tak ingin kesedihan dan rasa takutnya diketahui anaknya, Sakura mencoba mengalihkannya dengan memanggil pelayan restoran itu. “pelayan…!” panggil sakura dengan menaikkan tangan kanannya.
Pelayan yang dipanggil sakura datang menghampirinya, “maaf nyonya, ada yang biasa saya bantu? Nyonya mau pesan apa?” Tanya pelayan itu dengan sopan dan memberikan daftar menu yang tersedia.
“kau mau makan apa Ryuta-kun?” Tanya sakura pada anaknya.
“Ramen saja, minumannya gak usah.” Jawab Ryuta tanpa pikir. Ia masih memikirkan orang yang mirip dengannya itu.
“saya pesan sashimi dan ramen, minumannya jus jeruk saja satu.”
Pelayan itu menuliskan pesanan sakura, “baiklah, satu sashimi dan ramen dengan minumannya jus jeruk satu.” Sakura tak menjawab karena apa yang disebutkan pelayan itu sudah sesuai dengan apa yang ia pesan. “baiklah silahkan tunggu 20 menit, pesanan kalian akan segera diantar!?”
“baiklah, terima kasih.”
pelayan itu pergi meninggalkan mereka berdua untuk menyerahkan pesanan mereka ke koki.
Sakura melihat anaknya heran, dari tadi anaknya seperti mencari-cari sesuatu. “Ryuta-kun, ada apa?” ia memang mengetahui kenapa anaknya seperti itu dan ia tak suka.
“tidak ada apa-apa” jawabnya masih memandangi orang-orang di luar. Ia tahu ibunya khawatir padanya, namun ia juga masih mencari orang yang tadi ia lihat. Ia masih penasaran dengan orang itu.
“tidak bisaanya kau memikirkan sesuatu. Kalau ada masalah ceritalah pada ibu”
“tidak ada kok oka-san. Aku baik-baik saja.”
Desah Sakura. Ia pun membiarkan anaknya seperti itu hingga ia puas dan dalam hati ia berdoa agar anaknya itu tidak akan melihat orang itu. Hingga 20 menit kemudian pesanan mereka tiba, mereka masih tetap diam dan memakannya tanpa bersuara. Sakura makan sambil melihat anaknya yang makan seperti tidak berselera.
“Ryuta-kun!”
“hn”
“kau kenapa? Tidak bisaanya kau seperti ini.”
“aku baik-baik saja oka-san, jangan khawatir!”
“hm… baiklah.” Sakura melirik anaknya, “hah” desahnya. ‘bukannya tadi dia yang menenangkanku, kenapa sekarang dia terlihat risau.’ Batin Sakura.
Ryuta dan sakura kemudian beranjak dari mall itu untuk pulang ke rumah. Akan tetapi setelah tiba di parkiran sakura meninggalkan anaknya dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil duluan.
“Ryuta-kun, kau masuklah ke dalam mobil duluan, ibu mau ke toilet dulu.”
“hn”
Sakura pergi ke toilet wanita. Untuk menunaikan keinginannya.
“ah... enaknya.” Lega Sakura setelah keluar dari toilet.
...
...
...
“Sakura!”
Sakura berhenti, “hah” Sakura bingung dengan suara yang samar-samar didengarnya. ‘siapa? Apa tadi ada yang memanggil namaku?’ pikirnya. Ia pun berjalan lagi.
“Sakura!”
DEG
Sakura memegang dadanya. Entah kenapa perasaannya jadi tidak enak. Dadanya sesak, rasanya seperti perasaan yang dulu telah lama ia tinggalkan.
“Sakura!”
Sekali lagi suara itu terdengar di gendang telinganya dan kali ini terdengar lebih keras, ‘Suara itu, kenapa sangat mirip dengan suaranya. Suara dari laki-laki itu, tidak mungkin. Aku pasti salah dengar. Lagi pula tak hanya dia yang memiliki suara seperti itu.’ Batinnya.
“Sakura! Kau sakurakan!?” panggilnya lagi.
Perlahan Sakura berbalik untuk melihat orang yang telah memnggilnya. Kedua matanya membulat sempurna kala melihat orang yang telah memanggilnya.
“ternyata memang benar kau sakura, aku senang sekali bisa melihatmu disini.” Orang itu berjalan semakin dekat dengan sakura. Tampak di raut wajahnya, ekspresi bahagia, senang, dan penuh kelegaan. Seperti telah menemukan sesuatu yang telah lama ia cari.
“…” lagi-lagi Sakura tak menggubrisnya. Ia hanya diam dan melihat orang itu berjalan ke arahnya. Tapi itu tak lama, karena semakin mendekat orang itu, maka Sakura juga akan semakin menjauhinya dengan berjalan mundur ke belakang.
“Apa kau lupa padaku? Aku Sasuke, sahabatmu dulu.” Tanya Sasuke penuh harap. Sasuke semakin mendekati sakura.
“…” Tanpa menjawab, sakura kemudian berlari menghindari laki-laki itu. berlari sejauh mungkin dari laki-laki itu. ia tak peduli dengan orang-orang yang ia tabrak atau kaki yang ia injak. Ia hanya ingin pergi jauh dari sana dan tidak ingin melihat laki-laki itu lagi.
...
...
Ryuta melihat ibunya berlari kearah mobilnya dengan ekspresi campur aduk antara sedih dan ketakutan juga terdapat raut khawatir. Ia kemudian turun dan menghampiri ibunya. Memegang bahu ibunya yang bergetar. Kemudian memeluknya berharap dengan begitu wanita itu dapat tenang.
“oka-san kenapa? Kenapa oka-san berlari? Apa ada yang mengganggu oka-san?” Tanya Ryuta dengan nada cemas. Rasanya sakit sekali melihat ibunya seperti itu.
“a..a..aku ba..baik-baik saja.” Jawabnya gugup.
“apa maksud oka-san baik-baik saja dengan tubuh gemetar kayak gini?”
Sakura tidak memberi jawaban pada Ryuta ia hanya memegang kedua lengan anaknya, dan menarik anaknya masuk ke dalam mobil, “ki…kita pulang saja Ryuta-kun!”.
Tanpa membuang waktu, Ryuta langsung membawa ibunya masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang samping kursi supir sambil menyandarkannya. Sebelum menyetir ia memeriksa keadaan ibunya. Ibunya masih tampak kacau, tak ada lagi sinar kelembutan yang terpancar dari mata ibunya hanya ada sinar kesedihan dan ketakutan. Perasaannya tak enak, ia tak suka melihat ibunya dengan keadaan-ekspresi seperti ini. Dia lebih senang melihat ibunya memarahinya atau menghukumnya bila tak menghabiskan sayuran paprika dari pada melihat ekspresi ibunya seperti ini.
“hah…” helaan nafas terdengar dari mulut Ryuta, ‘ada apa dengan oka-san?’ batin Ryuta. Ia tak ingin bertanya langsung kepada ibunya. Ia tak ingin membuat ibunya mengingat masalahnya sewaktu berada di mall dan membuatnya semakin bersedih.
Perjalanan dari mall ke rumah mereka, terasa begitu lama. tak satupun dari mereka yang memulai percakapan. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Sakura terus saja melamun sambil melihat jalanan di sampingnya dan Ryuta focus dalam menyetir.
.
.
.
.
.
.
.
Setibanya mereka di rumah, Ryuta membawa ibunya langsung ke kamarnya dan menidurkannya, tetapi sebelum itu ia memberikan minuman kepada ibunya.
“oka-san, minum dulu airnya setelah itu beristirahat, dan masalah yang tadi tidak usah terlalu dipikirkan, walaupun aku sendiri tak tahu masalahnya apa!.”
Sakura tak menjawab apapun dan hanya mengambil air minum yang diberikan Ryuta padanya. Sakura kemudian membaringkan tubuhnya dan beristirahat. Ingatannya kembali ke kejadian yang tadi. Orang yang selama ini berusaha dia hindari entah kebetulan dari mana, mereka bertemu di mall. Untung saja dia bergegas lari dan tak menghiraukan panggilan pria itu dan untung juga ia tak melihatnya saat Ryuta menghampirinya. Entah apa yang akan ditanyakan kepadanya jika pria itu bertemu dengan Ryuta. Mereka sudah tak berkomunikasi selama lebih 15 tahun dan ketika bertemu tahu-tahu sakura telah memiliki seorang anak yang secara fisik memiliki bentuk wajah yang sama dengan pria itu. Dia tak mau itu terjadi. Sebisa mungkin dia akan menghindari pria itu. Semoga saja itu adalah pertemuan terakhir mereka.
Tanpa dia sadari hari inilah dimulai takdirnya dengan anaknya. Pertemuan yang ia anggap kebetulan telah ditakdirkan untuknya oleh Kami-sama. Pertemuan yang akan membawa perubahan pada mereka.
Setelah yakin bahwa ibunya sudah baik, ia turun dan mengambil barang-barang belanjaan ibunya dari bagasi mobil dan membawanya masuk ke dalam rumah. Ryuta kemudian mengambil cemilan dan minuman dingin sebelum memasuki kamarnya untuk melanjutkan membaca buku harian ibunya. Dia memasuki kamarnya dan mengambil posisi yang nyaman untuk membaca, duduk di atas ranjang sambil bersandar di sandaran ranjang dengan bantal sebagai lapisannya. Dibukanya buku harian itu dan mulai membacanya.
KONOHA 23 April
Dear diary
Dia adalah lelaki yang sering kulihat sendiri di bangkunya sambil membaca novel yang bisaa dia bawa. Dia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah yang pernah ku lihat. Memiliki wajah yang tampan dengan hidung mancung, mata onix kelamnya, rambut biru tuanya yang mencuat ke atas, kata orang sih ala emo style, tapi menurutku model itu lebih mirip dengan pantat ayam. Walaupun begitu dia tetap terlihat cool. Setiap ada gadis yang mendekatinya langsung diberikan tatapan dingin dan seolah mengatakan ‘pergi kau!’. Itulah sebabnya sampai sekarang aku tak pernah mau mendekatinya. Diary apa yang harus aku lakukan?
Ryuta terus membaca buku itu. Entah mengapa dia memiliki firasat bahwa dengan membaca buku itu, dia dapat mengetahui siapa ayahnya. Rasa penasaran semakin menjadi kala ia semakin besar. Jujur saja ketika melihat teman-temannya bersama keluarganya yang lengkap ia selalu merasa iri dan juga sedih. Ia ingin sekali ayahnya berada di rumahnya sekarang. mendengarkan semua keluh kesahnya. Walaupun ibunya juga sering mendengarkannya tapi rasanya sangat beda. Pemikiran laki-laki itu sangat berbeda dengan perempuan, dia ingin sekali mendengarkan solusi yang keluar dari mulut ayahnya.
Selama ini ia belum pernah melihat bagaimana bentuk wajah ayahnya, walaupun dalam bentuk fotonya. Ibunya tak pernah memperlihatkan foto ayahnya, karena semua yang berhubungan dengan ayahnya dibuang atau dibakar oleh ibunya, karena tidak ingin terus mengingat-ingat ayahnya, terlalu sedih untuk ibunya jika mengenang kenangannya bersama ayahnya.
Tadi dia memberanikan dirinya bertanya tentang sosok sang ayah pada ibunya, tapi bukan jawaban yang dia inginkan keluar dari bibir ibunya, melainkan kesedihan yang ia lihat. Sebetulnya dia tahu bahwa tadi ibunya sedang berbohong mengenai cerita tentang ayahnya, namun kesedihan yang tergambar di wajah ibunya adalah asli. Entahlah, kenapa ibunya tadi menunjukkan ekspresi seperti itu. mungkin ada sesatu yang tidak ingin aku ketahui tentang ayahnya.
Pernah ibunya memberitahunya tentang sifat-sifat ayahnya, juga tentang wajahnya. Akan tetapi, semua itu terjadi secara tidak sengaja (reflex). Ibunya berkata dengan lirih bahwa dia sangat mirip dengan ayahnya.
Ia mengambil beberapa keripik kemudian mengunyahnya sambil membuka lembaran pada buku itu.
KONOHA, 15 Mei
Diary, hari ini aku senang sekali… akhirnya aku bisa bicara dengan orang yang kusukai. Hahaha… terima kasih pada guru Orochiamru yang membuatku sekelompok dengannya. Dia juga tidak memberikanku tatapan dinginnya seperti gadis-gadis sebelumnya. Mungkin karena dia tahu aku bukan salah satu dari fans girlnya dan tidak pernah melihatku mendekatinya. Hahaha… apakah ini adalah tandanya. Kya… aku Pe De sekali.
Ryuta tersenyum membaca halaman itu, ternyata dulu ibunya sama seperti remaja-remaja ababil lainnya, jika sedang menyukai seseorang. Ryuta kemudian membuka halaman selanjutnya.
KONOHA, 1 Juni
Diary! Tahu tidak, aku diajak dia jalan-jalan loh. Padahal dia belum pernah mengajak seorang gadis jalan-jalan sebelumnya. Dia bilang aku yang pertama diajaknya jalan. Yah walaupun ini karena tugas, tapi aku tetap senang. Aduh… kok aku tambah Pe De yah… hehehe…. Jadi malu. Doakan aku yah diary semoga dia bisa jadi pacarku.
Senyum Ryuta semakin lebar ketika membaca diary ibunya. Ternyata sifat ibunya tidak berubah dari saat dia gadis sampai sekarang menjadi seorang ibu, dia masih penuh dengan semangat. Walaupn semangatnya yang dulu dengan sekarang beda. Dulu ibunya semangat dalam menggapai cintanya, sedang sekarang semangat dalam memarahinya dan memberinya hukuman.
“hah…” Ryuta menghela nafas, “siapa ayahku sih sebenarnya?” tanyanya pada dirinya sendiri.
KONOHA, 30 Juni
Diary gak terasa yah, aku dan dia sekarang sudah jadi sahabat. Kemarin dia memintaku untuk menjadi sahabatnya. Hm… aku pikir dia akan menembakku, pas dia ajak aku jalan-jalan, ternyata dia memintaku untuk jadi sahabatnya. Hehehe… gak apa-apalah, toh banyak orang yang sudah mengalaminya, sahabat jadi cinta.
KONOHA, 1 Maret
Diary maaf yah aku baru ngabarin lagi setelah tiga tahun yang lalu. Aku terlalu sibuk dengan kuliahku sampai-sampai aku melupakanmu. Maaf yah…!. Oh ya, Aku sekarang kuliah di Universitas Konoha, jurusan kedokteran. Dan kau tak usah khawatir, hubunganku dengan Sasuke baik-baik saja, walaupun kami beda fakultas, tapi kami sering kok sms-an dan juga ketemuan. Yah, tapi hubungan sahabat masih menjadi status kami, aku gak tahu kapan status kami akan berubah, aku masih mengharapkan perubahan itu. Sahabat jadi cinta. Doakan saja aku yah…!
“jadi ayahku bernama Sasuke, tapi marganya apa? Nama Sasuke-kan banyak.”
KONOHA, 15 April
Diary hari ini aku mengenalkan Sasuke pada sahabat kecilku. Entah kenapa aku merasa bahwa Sasuke sepertinya menyukai sahabatku, itu terbukti dari sorot matanya saat dia memandang sahaabatku itu. Aku belum pernah menerima bahkan melihat sorot mata seperti itu sebelumnya. Sorot mata itu penuh dengan kelembutan dan kekaguman. Diary perasaanku tidak enak, aku takut aku tidak bisa seperti dulu lagi dengannya.
Timbul perasaan aneh, yang entah kenapa membuatnya tak suka. Dia seakan tidak suka ketika orang yang disukai ibunya seakan-akan menyukai sahabatnya orang yang ibunya percayai. Ientah mengapa ia sepertinya merasakan bagaimana perasaan ibunya saat itu. Digenggamnya dengan erat buku harian itu, sambil terus membacanya. Ia terlalu focus membaca buku itu dan tak mendengar langkah yang menuju ke arahnya. Ketika ia akan membuka halaman berikutnya,...
Krieeeet…!
.
.
.
.
.
.
To Be Continue
Selanjutnya : Chapter 2
Selanjutnya : Chapter 2
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
0 komentar:
Post a Comment