Fly with your imajination

Tuesday, June 24, 2025

THE MERMAID - LIMA

 Sangat dianjurkan memberi saran dan kritik.

Terima kasih 😊.

SEBELUMNYA CH LENGKAP



THE MERMAID
WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
@mickey139

Mohon maaf jika ada kesamaan ide cerita

DLDR

enjoy :)


🧜🏻‍♀️🧜🏻‍♀️🧜🏻‍♀️

Adrea terus berenang sembari membawa Mac bersamanya. Arus laut yang kuat beberapa kali menghempas mereka, beberapa kali juga mereka terbawa arus hingga jarak mereka dengan jalur ke Zerzura semakin jauh. Dan akhirnya, perjuangan mereka tidak menjadi sia-sia ketika mereka tiba di jalur Zerzura yang pernah Adrea tutup.

Sayangnya, pintu masuk menuju jalur Zerzura telah hancur. Adrea tidak tahu kenapa terumbu karang di sekitarnya hancur berkeping-keping bahkan sulur-sulur rumput laut telah lenyap dan menyisakan bebatuan tanpa kehidupan.

Adrea mencoba menghubungi Dolphin melalui telepati namun ia tidak menerima respon. Bahkan ketika ia berkonsentrasi penuh untuk mendengarkan hewan-hewan di sekitarnya, ia juga tidak mendengar apapun.

"Apa yang terjadi?" Adrea bergumam pelan sambil tetap berkonsentrasi.

Mac yang melihat tidak ada respon melihat Adrea panasaran. Bibirnya terbuka, namun tak ada suara apapun yang keluar. Ia menahan rasa penasaran itu untuk tidak mengganggu konsentrasi Adrea.

Dan ketika Adrea membuka mata, Mac tak lagi bisa menahan suaranya.

"Ada apa?"

"Pintu menuju Zersura lenyap. Koneksiku dengan temanku juga terputus. Bahkan aku tidak mendengar satu pun suara hewan laut di sekitar sini."

Jantung Mac berdegub lebih cepat. Tubuhnya terasa gemetar oleh perasaan putus asa. Ia benar-benar sangat berharap bisa kembali ke lautan, ke rumahnya, ke istananya. Ia sudah tidak memiliki waktu. Masa hidupnya sebagai manusia sebentar lagi selesai dan kemudian ia akan berubah menjadi buih lalu menghilang.

Mac menatap Adrea penuh harap. Berharap Adrea memiliki solusi sebab ia tak bisa kembali lagi ke permukaan.

"Masih ada jalur lain, tapi jalur ini tidak cocok untuk manusia dan mermaid."
Mac hanya fokus pada kesempatan lain yang diucapkan oleh Adrea. Untuk saat ini satu-satunya keinginan Mac adalah kembali. Hanya itu. Lagipula, ia yakin mereka pasti bisa melewati bahaya yang akan mereka hadapi nanti. Adrea kuat begitu pula dirinya. Meski saat ini Mac masih dalam wujud manusia.

"Kita tidak punya pilihan lain, bukan? Hanya itu kesempatan kita." Mac menatap Adrea dengan tatapan penuh keyakinan. Ia tahu kalau duyung itu tak yakin dengan kemampuannya. Terlebih ketika mereka melewati penghalang pusaran air tadi dan hampir membuatnya terhempas.

"Aku bisa menjaga diri, kalau itu yang membuatmu ragu." Sekali lagi Mac berusaha meyakinkan Adrea. "Dan aku tidak akan menjadi beban." tandasnya.

Adrea tidak bisa menutupi keraguan di matanya. Selain karena ia masih meragukan identitas Mac, ia juga tak mau laki-laki itu menjadi beban untuk dirinya atau bahkan mungkin menjebaknya. Tetapi, Adrea juga tak bisa mengabaikan tatapan penuh keyakinan dari laki-laki itu. Entah kenapa ada secuil perasaan yang mengatakan kalau ia bisa sedikit mempercayai laki-laki itu.

"Baiklah."

Pada akhirnya ia pun setuju untuk membawa Mac bersamanya.

🧜🏻‍♀️🧜🏻‍♀️🧜🏻‍♀️

Mac tidak tahu sudah berapa lama mereka berenang sampai kelelahan sudah mulai dirasakan tubuhnya. Gerakan tubuhnya mulai melambat akibat dari mana-nya yang sudah hampir habis karena terus menggunakan sihir untuk melindungi tubuhnya. Tetapi, ia tak bisa mengatakannya pada Adrea. Kata-kata yang sudah ia ucapkan sebelumnya tidak bisa ia tarik kembali.

"Aku masih belum bisa mendeteksi ikan di sekitar sini. Kita belum boleh beristirahat. Terlalu beresiko."

Mac tidak menjawab, ia hanya fokus mengikuti Adrea. Energinya sudah hampir mencapai batas dan ia tak mau Adrea menganggapnya sebagai beban.

Tiba-tiba Adrea berhenti. Ia tampak fokus ketika melihat di sekeliling mereka.

"Aku merasakan kehadiran ikan di sekitar sini. Agak samar." Ia melihat Mac yang sudah terlihat sangat kelelahan. Tetapi, Adrea tidak memedulikannya. Lagipula ia yakin Mac tidak suka dikasihani dan di tempat itu pun masih sangat rawan. Tidak ada waktu untuk mengkhawatirkan hal lain selain bertahan hidup. Lalu ia bergerak mengikuti kehadiran samar yang ia rasakan.

Mac memaksakan dirinya menyelam lebih dalam, mengikuti bayangan Adrea yang melesat ke depan. Pandangannya mulai buram karena tekanan air dan kelelahan, tapi ia tetap harus bertahan. Mac semakin fokus, meski sulit, ia berusaha merasakan mana di air dan menyerapnya perlahan.

Beberapa menit kemudian, Adrea memperlambat laju renangnya dan memberi isyarat dengan tangan untuk berhenti. Ia menunjuk ke arah bebatuan karang besar yang menghalangi sebagian pandangan mereka. Dari celahnya, tampak siluet makhluk bersisik yang besar, perlahan-lahan bergerak. Sisiknya berkilau keperakan seperti cermin retak di bawah cahaya laut.

"Sial! Itu Leviathan!" bisik Adrea lewat sihir komunikasi air. Suaranya terdengar langsung di kepala Mac.

Mac mengerjap, mencoba fokus. "Itu bukan cuma satu..." katanya pelan. "Ada dua...."

Adrea mengangguk, matanya tajam. "Iya. Untungnya mereka hanyalah anakan Leviathan yang tercipta dari mana Leviathan."

Meski anakan, Leviathan itu tak bisa dianggap lemah. Sisiknya sekeras baja, sangat sulit ditembus kecuali menggunakan senjata yang dirancang khusus atau senjata sihir. Aumannya bisa menggetarkan air dan memberi tekanan kuat hingga menghasilkan gelombang kejut yang bisa menghancurkan kumpulan karang. Dan yang lebih mengerikan, beberapa anakan Leviatan bisa menghasilkan racun mematikan yang bisa melelehkan apa saja.

"Lalu apakah mereka yang kau maksud?"

Adrea menggeleng, matanya masih fokus memperhatikan para Leviathan itu. "Bukan mereka. Tetapi kehadiaran mereka sudah sangat jelas. Aku yakin, mereka ada di sekitar sini."

Adrea meraih pisau sihir di pinggangnya, ujungnya berpendar hijau. Indah, namun mematikan karena terdapat racun di bilah pisaunya yang terbuat dari darah Silabus yang beracun. Ia menoleh pada Mac.

“Aku mungkin bisa mengalahkan mereka seandainya tombakku masih bersamaku, namun sekarang hanya senjata ini yang kupunya. Kau bisa bantu dengan mengalihkan perhatian mereka?”

Mac menelan ludah. Sisa mana-nya hampir tidak cukup, tapi ia tahu ini kesempatan satu-satunya. Ia mengangguk.

“Aku bisa. Tapi kau harus cepat.”

Adrea mengangguk, lalu menyelam ke samping, mencari sudut serang yang lebih tersembunyi. Sementara Mac memejamkan mata, menggumamkan mantra hingga sebuah cahaya kecil muncul dari telapak tangannya kemudian ia lemparkan di sisi lain dari tempat Adrea bergerak. Cahaya itu bergerak perlahan dan membentuk gerakan seperti makhluk lain.

Makhluk-makhluk bersisik itu bereaksi. Namun, tidak bergerak menuju cahaya itu. Salah satu Leviathan menyemburkan gelombang air menuju cahaya yang dibuat Mac dan langsung melenyapkan cahaya itu.

Mac tidak berhenti, ia membuat cahaya lain. Meski dadanya semakin sakit, ia berhasil membuat tiga cahaya yang bergerak dan membuat salah satu Leviathan sibuk mengejar cahaya itu.

Adrea mengambil kesempatan, ia meluncur secepat panah, pisau di tangan siap menusuk ke titik lemah di bawah kepala sang monster. Tapi saat ia mendekat— tiba-tiba, laut di sekitar mereka bergetar.

Salah satu Leviathan yang tadi hanya diam kini membuka mulutnya, mengeluarkan gelombang yang mengguncang tulang. Tekanan luar biasa yang membuat tubuh membeku tak bisa bergerak.

Mac terlempar ke belakang, kehilangan kendali. Gelembung pelindungnya hampir pecah, namun untungnya ia bisa kembali mengontrol sihirnya lalu bersembunyi di balik karang. Tubuhnya terasa seperti dicabik-cabik.

Adrea, yang berada paling dekat, terpaku sesaat. Ia menggertakkan gigi dan melesat maju menembus gelombang mana yang membuat air di sekelilingnya terasa seperti lendir kental yang menggenggam setiap gerakan. Pisau sihirnya berpendar makin terang, dan dalam satu gerakan tajam, ia mengarahkannya ke bagian bawah kepala Leviathan.

Tapi sebelum bilah itu menyentuh kulit makhluk itu, sesuatu menghantamnya dari samping.

Leviathan yang tadi sibuk dengan cahaya Mac kembali dan menyambar Adrea hingga menabraknya ke dinding karang. Karang itu retak dan mengeluarkan gemuruh bawah laut yang membuat pecahan karang nyarismenghantam Mac.

Darah mengambang perlahan di air.

Mac melihatnya. Meski pandangannya sudah berbayang hitam dan sekujur tubuhnya nyaris lumpuh karena kehabisan mana, naluri untuk bertindak menendang dirinya dari dalam. Ia tak bisa membiarkan Adrea mati. Tidak sekarang. Tidak setelah sejauh ini.

Dia memaksakan dirinya, mencoba kembali fokus dan merapalkan satu mantra terakhir—mantra yang biasanya tak berani ia gunakan karena terlalu berat untuk tubuhnya: "Cebral", mantra pengikat jiwa-air, sihir kuno yang bisa mengubah tubuh pengguna menjadi saluran mana murni.

Tubuh Mac berpendar biru keperakan. Rambutnya melayang seperti asap di dalam air. Retakan cahaya menjalar dari tangannya ke seluruh permukaan kulitnya, dan seketika air di sekitarnya mulai bergerak mengikuti kehendaknya.

Dengan teriakan dalam hati, ia mengirimkan pusaran tajam ke arah Leviatha yang menyerang Adrea. Makhluk itu terlempar jauh, dan Adrea, yang tubuhnya sudah dipenuhi luka, mulai tenggelam perlahan, tak sadarkan diri.

Leviathan lain menggeram dan menoleh ke arah Mac, matanya yang seperti cermin mulai berkilat merah.

Mac tahu tubuhnya hanya akan bertahan beberapa detik lagi.

Ia mengepalkan tangan, lalu memusatkan semua energi ke telapak tangannya. Ia menembakkan satu tembakan murni mana, tepat ke tengah dahi makhluk itu—tempat di mana kelemahan Leviathan.

Kilatan cahaya meledak dalam senyap.

Makhluk itu menggeliat liar, lalu mulai melambat… dan akhirnya diam.

Mac tak tahu apakah tembakannya berhasil menembus, atau hanya membuat makhluk itu pingsan. Tapi ia tak sempat memastikan. Dunia mulai memudar di sekitarnya.

Sebelum kesadarannya benar-benar lepas, ia merasakan tangan hangat menyentuh pundaknya. Lalu bayangan wajah Adrea yang bergerak di atasnya.

"Mac… Bertahanlah."

Lalu semuanya gelap.

🧜🏻‍♀️🧜🏻‍♀️🧜🏻‍♀️
Mickey139

SEBELUMNYA CH LENGKAP

Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com