Fly with your imajination

Tuesday, April 11, 2023

SCHOOL OF MAGIC : BUKU ANEH


ORIGINAL FICTION
WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
SCHOOL OF MAGIC 
@mickey139
Mohon maaf jika ada kesamaan ide cerita

Don't Like Don't Read

Amber merasakan tubuhnya melayang-layang di udara. Tidak ada suara yang bisa ditangkap telinganya bahkan suara hembusan napasnya sendiri. Amber merasa, dia berada di ruangan hampa tanpa makhluk hidup. Perlahan Amber membuka mata, tetapi hal pertama yang dia temukan adalah kegelapan. Dirinya tidak tahu apakah dia sedang berada dalam pengaruh halusinasi atau kenyataan, karena Amber tahu rasa sakit di punggungnya nyata, namun dia tidak tahu di mana dia sekarang berada.

Ketika Amber membuka matanya, hanya ada kegelapan pekat yang menyambut. Indra yang sudah dia pertajam sejak kecil seolah tak berguna. Dia tidak merasakan ada hawa kehadiaran bahkan instingnya mengatakan di kegelapan itu tak ada bahaya sama sekali.

Amber mencoba bergerak. Kakinya perlahan melangkah. Seolah berada di atas air, pijakannyan lembut namun kokoh. Entah sudah berapa lama berlalu, Amber tidak tahu sudah sejauh mana ia berjalan tanpa arah, tahu-tahu saja di depannya sudah ada setitik cahaya. Amber berlari mengejar cahaya itu, tetapi jaraknya dengan cahaya itu tidak berubah. Dan ketika tenaga Amber sudah terkikis habis dan terjatuh, tiba-tiba saja cahaya itu sudah berada di depannya.

Itu bukanlah cahaya dari jalan keluar melainkan cahaya dari sebuah buku melayang di atas podium yang dikelilingi oleh sulur sulur memanjang ke atas, tetapi tidak sampai menyentuh buku itu.

Langkah Amber tertatih saat perlahan mendekati buku itu. Ada keraguan di dalam dirinya untuk menyentuh, tetapi rasa penasarannya tidak bisa dikontrol. Pada akhirnya, tangannya menjulur dengan perlahan untuk menyentuh. Namun, belum sempat Amber menyentuh, buku itu terbuka dan cahaya yang sangat menyilaukan kembali menyerangnya.

Ketika Amber membuka mata dia sudah berada di tengah keramaian. Ada banyak ras manusia binatang disekelilingnya yang bergerak, beraktifitas sama seperti ingatan terakhirnya. Siang yang terik, suara bersahut-sahutan, adu mulut antara pedagang dan pembeli, juga suara ibunya yang lembut.

"Kau tidak apa-apa, Amber?"

Amber tidak menjawab, tetapi ia tidak bisa menahan air matanya untuk mengalir.

"Amber?"

"Mae."

Itu ibunya.

"Mae."

Ibunya yang entah berada di mana sekarang. Dan, Amber juga tidak tahu bagaimana keadaannya sekarang. Sepuluh tahun yang lalu, terjadi perang perebutan wilayah antara anak-anak penguasa dan desanya merupakan salah satu dalam wilayah yang direbutkan. Meskipun ibunya bukanlah seorang kesatria, tetapi karena memiliki sihir penyembuh yang dibutuhkan ibunya dipaksa ikut dalam peperangan itu.

Amber dulu tidak mengerti kenapa orang orang itu berperang dan membuat dia dan ibunya harus terpisah, bahkan banyak juga penduduk yang kehilangan keluarga seperti dirinya. Tetapi, seiring Amber bertambah dewasa, dia mengerti. Perang itu hanya untuk memuaskan nafsu para penguasa. Mereka terlalu egois dan hanya memikirkan kesenangan mereka sendiri. Para rakyat hanya dijadikan pion yang bisa mereka gunakan semaunya.

Dan, ketika perang itu berakhir hanya penguasalah yang mendapatkan keuntungan, sementara rakyatnya menderita. Banyak di antara mereka yang kembali tidak utuh, ada pula yang kehilangan akal sehat, sampai kehilangan nyawa. Termasuk Amber yang tidak tahu dimana ibunya. Orang-orang yang berhasil kembali selamat tidak mengatakan apa-apa dan hanya tertunduk lesu, kemudian memuji apa yang sudah dilakukan oleh ibunya.

Ujian sialan! Amber mengutuk karena dia sadar betul kalau saat ini dirinya berada dalam pengaruh sihir. Tetapi, dia sendiri juga tidak tahu bagaimana caranya keluar dari pengaruh itu.

"Ada apa? Kenapa tiba-tiba menangis. Apa ada seseorang yang menabrakmu?"

Amber menggeleng. Meski dia berusaha tegar dan bertahan melawan rasa rindu di hatinya, dia tetap tidak mampu menghentikan matanya untuk tidak menangis. Amber yakin semua itu karena tubuh kecilnya sangat mempengaruhi isi kepala dan perilakunya. Alhasil, meski Amber ingin berlari, kakinya tidak mampu dan tanpa sadar tangan kecilnya merentang ke depan, meminta sang ibu untuk menggendongnya.

"Tumben sekali minta digendong. Bukankah kau bilang, sekarang kau sudah besar?"

Amber kembali menggeleng. Dia semakin mengeratkan pelukannya di leher sang ibu.

Amber mengerti. Itu bukanlah salahnya. Seberapa keras usaha yang dia lakukan, dirinya tidak akan mampu melawan tindakan tubuhnya karena sekarang dia tengah diperlihatkan ingatannya saat dia masih kecil. Bukan hanya itu saja, dia pun dipaksa merasakan kembali kenangan yang sudah terkubur jauh di lubuk hatinya. Salah satu kenangan yang membuat dirinya bahagia. "Aku memang sudah besar. Tapi, tidak ada gendongan yang nyaman selain gendongan Mae. Jadi, ini bukan karena aku sudah besar." sanggahnya dengan suara cempreng.

Rose terkekeh melihat tingkah anaknya yang tidak mau mengakui kalau dia masih kecil. Dia mengelus lembut rambut Amber, lalu bertanya, "Jadi mau ke tempat kakek Gerald ambil kue atau di gendongan Mae sampai di rumah?"

"Ke tempat kakek Gerald tetapi tetap digendong Mae."

"Tumben sekali kau jadi manja begini."

Amber bergumam pelan di leher ibunya. "Aku rindu Mae." Karena Amber tahu bahwa apa yang dia alami sekarang adalah halusinasi. Itu adalah keinginan terbesarnya. Namun begitu, dia tidak ingin semua itu berakhir. Amber ingin sedikit lebih lama merasakan pelukan ibunya.

Beberapa saat ketika Amber membuka matanya, dia tak lagi berada di dalam pelukan ibunya, tetapi di tengah-tengah peperangan antar manusia binatang dan undead. Perang yang begitu mengerikan. Darah menggenang dimana-mana, api yang membakar semua rumah, juga mayat yang bertebaran di mana-mana.

"Mae?"

Tubuh Amber bergetar melihat pemandangan itu, terlebih ketika bayangan ibunya memenuhi kepala Amber. Di saat kakinya ingin melangkah, di depannya sudah berdiri seekor naga undead. Sebagian tubuh naga itu hanya dibalut kulit selebihnya hanya tulang belulang yang bergerak. Mulut naga itu terbuka, mengeluarkan auman lalu bersiap menelan Amber, tetapi tubuh kecil Amber tak mampu bergerak hingga sebuah dorongan kuat menghempaskan tubuh Amber.

"Lari!"

Suara yang sangat familiar memaksa mata Amber terbuka. "Ma..." Akan tetapi, hanya sedetik setelah dia berhasil membuka mata, kenyataan pahit menamparnya. Di depannya berdiri sosok ibunya yang berhasil menghadang naga undead itu, namun bukan dalam posisi yang baik sebab ibunya sudah berada di dalam mulut naga undead itu.

"Mae!"

"Lari!"

Amber menggeleng, mengutuk kondisinya saat ini. Dia ingin sekali membantu ibunya, tetapi tubuhnya tidak mampu. Dan, satu-satunya yang bisa dia lakukan hanya menangis.

"Kau harus terus hidup."

"Mae."

"Tolong bawa anakku Gerald."

Amber kembali menggeleng saat sadar tubuhnya telah berada di gendongan Gerald yang Amber tidak tahu kapan tiba.

"Mae! Mae!" Amber memberontak, tetapi pelukan laki-laki kerdil dan tua itu begitu kuat. Sulit sekali melepaskan diri. Mereka semakin menjauh dan amber begitu frustasi ketika menyadari ketidakbergunaan dirinya saat itu.

"Kumohon kakek Gerald." Suara Amber semakin lirih.

Namun, Gerald hanya menggeleng. Dia pun sebenarnya berat meninggalkan mereka. Jika Rose tidak menitipkan Amber padanya, dia tidak akan lari sebab meski dirinya sudah tua, darah seorang pejuang masih mengalir di tubuhnya.

"Kau harus hidup, Nak!" kata Gerald sebelum membuat Amber jatuh dalam kegelapan.

.....

 Kendari, 11 April 2023

Mickey139

Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:
Comments
Comments

1 comment:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com