Sangat disarankan memberi kritik dan saran.
Main : Tini, Mila, Mulyadi, Agus, Ridho
Rate: T
Genre: Slice of Life
WARNING: AU, OOC, OC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
MICKEY139
Rate: T
Genre: Slice of Life
WARNING: AU, OOC, OC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
MICKEY139

SUMMARY :
Kisah para kacung alias anak toko yang ditempatkan di minimarket desa. Desa itu agak sepi, apalagi saat malam. Rata-rata aktivitas di lakukan saat pagi hingga jam delapan malam. Di sana tidak ada hiburan. Jadi, hiburan satu-satu nya anak toko adalah ketika pembeli datang ke toko.
~happy reading~
Siang itu suasana Minimarket agak ramai. Ada sekitar 4 orang pelanggan yang sedang mencari barang dan satu pelanggan sedang dilayani Mila.
Pelanggan itu berbeda dari pelanggan biasa yang dilayani Mila. Tetapi, bukan karena cara pakaiannya yang mirip om-om seperti sinetron tahun 90-an, atau keranjang penuh snack yang tidak sesuai dengan umurnya- yang kalau dilihat sudah hampir mencapai setengah abad. Hanya saja, pelanggan itu betul-betul membuat Mila risih.
Pelanggan itu seolah tak sadar umur atau memang tak peduli. Kalimat-kalimat godaan yang keluar dari mulut pelanggan itu membuat Mila ingin sekali menampol mulutnya dengan botol kecap yang sedang promosi di sampingnya. Untungnya, Mila masih ingat gajinya. Jadi, dia masih bisa bersikap profesional dan meladeni secukupnya pelanggan itu.
"Dek, jangan pasang muka cemberut. Sayang sekali muka cantiknya. Senyum dong." kata pelanggan itu dengan nada menggoda.
Mila mendengus dalam hati Berusaha tetap fokus dan membalasnya dengan profesional. "Terima kasih, Pak. Muka saya memang sudah begini."
"Gak apa-apa. Mukamu tetap cantik, kok."
Tanpa menghiraukan kata-kata pelanggan itu, Mila kemudian bertanya. "Ada lagi, Pak yang bisa saya bantu?"
"Bantu hangatkan ranjangku, boleh dek? Eh, maksudku hangatkan hatiku. Aduh, kadang-kadang mulutku asal bicara. Hehehe... Tapi, kalau adeknya mau, aku sih yes aja ya."
Oh, astaga. Seumur-umur Mila kerja di toko barusan dia dapat pelanggan yang kurang ajar seperti ini. Mila betul-betul ingin menjajali mulut pelanggan itu dengan cabe carolina reaper sekilo, biar lambungnya hancur sekalian.
Mila menarik napas samar, menenangkan dirinya dari rasa marah, kemudian tersenyum ke pelanggan itu dan menjalankan SOP lainnya. "Pulsa sekalian, Pak?" tanyanya.
Tanpa menjawab pertanyaan Mila, pelanggan itu kembali berbicara. "Punya pacar gak dek? Kalau nggak, bisa dong kita jalan. Hehehe...."
Wajah Mila sudah mulai meredup, tetapi dia tetap berusaha sabar. "Makasih, Pak. Tapi, saya lebih suka jalan dengan laki-laki yang kalem dan gak banyak bicara, Pak. Apalagi sampai menggoda kasir."
Pelanggan itu tertawa kecil tak peduli dengan sindiran Mila.
"Aduh, jangan gitu dong, nanti aku jadi malu. Kalau kamu lagi nggak sibuk, kita nongkrong yuk. Aku jamin, bisa bikin hari kamu lebih seru!"
Mila yang sudah mulai merasa agak terganggu tapi tetap menjaga profesionalisme menjawab dengan santai, "Maaf ya, Pak. Mending nongkrong sama teman-teman bapak aja. Kalau sama saya, bisa-bisa nanti ngobrolnya cuma soal stok barang dan diskon aja."
"Ah, nggak apa-apa kok. Saya bisa menyesuaikan."
Mila tertawa tetapi matanya sudah menunjukkan aura ingin membunuh pelanggan di depannya itu. "Sayanya, Pak yang tidak bisa menyesuaikan. Tahu kan pak, biasanya anak muda dan bapak-bapak punya topik beda." katanya sembari lanjut men-scan barang tanpa melihat wajah pelanggan di depannya itu.
Pelanggan itu tersenyum, tapi seolah tak mau tahu maksud Mila dia melanjutkan godaannya. "Nah, saya suka nih yang pintar-pintar kayak kamu."
Mila betul-betul sudah muak. Dia angkat kepalanya dan menatap pelanggan itu. Tapi, bukan ekspresi ingin membunuh yang dia kasi melainkan senyum sopan yang ramah. "Terima kasih, Pak. Total belanjanya Rp 575.700,- Pak."
"Oh, i... iya. Terima kasih ya cantik. Lain kali aku datang lagi yah."
Mila tidak menyahut dan hanya memberikan senyum sopan. Tetapi dalam hati menyahut, 'jangan kembali lagi, Pak. Takutnya saya nggak kuat dan langsung melempari bapak dengan rak pajangan'.
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
0 komentar:
Post a Comment