ORIGINAL FICTION
WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
SCHOOL OF MAGIC
@mickey139
Mohon maaf jika ada kesamaan ide cerita
Don't Like Don't Read

馃寱馃寱馃寱
Lorong goa itu begitu gelap membuat mata Aleia tak bisa melihat apapun. Meski dia sudah menggunakan sihir penerangan, sihir itu tidak begitu berguna. Beberapa kali dia tersandung karena lorong goa tidak memantulkan cahaya. Aleia tidak tahu kenapa tiba-tiba saja dia berada di dalam goa. Ingatan terakhirnya adalah ketika dia tidak sengaja menemukan beberapa orang bertudung sedang melakukan ritual, lalu ketika dia membuka mata, keadaan Aleia sudah seperti itu.
Aleia tidak tahu sudah berapa lama dia bergerak yang jelas tubuhnya sudah mulai kelelahan, kakinya juga sudah tidak sanggup bergerak. Hingga ketika tubuhnya hampir jatuh, sebuah cahaya tiba-tiba muncul dan memerangkap dirinya.
Saat Aleia membuka mata, Aleia sudah berada di sebuah bangunan yang sangat dia kenali. Tubuhnya kini menjadi anak kecil berumur tujuh tahun. Badannya berada di lantai dengan baju basah karena keringat. Tubuhnya terasa panas dengan tenggorokan yang kering. Meski Aleia tahu kalau apa yang dia alami saat ini adalah halusinasi, tetapi sensasi panas yang dirasakan tubuhnya terasa nyata. Rasa sakit pada sekujur tubuhnya bukan hanya halusinasi.
Aleia mencoba bergerak. Tubuh ringkihnya perlahan menggerakkan tangannya untuk mengambil air minum, tetapi dia terjatuh. Beberapa kali pun dia berusaha tubuh kecilnya kesulitan. Pada akhirnya Aleia pingsan karena kelelahan. Tubuhnya kembali berbaring di lantai keramik yang dingin.
Dulu, Aleia pikir hidupnya tidak akan lebih buruk ketika orang tuanya meninggal akibat kecelakaan mobil beberapa bulan sebelum dia masuk ke dalam panti asuhan itu. Tetapi, setelah sebulan berlalu, orang-orang yang dia pikir keluarga juga pergi meninggalkan dirinya bersama dengan warisan orang tuanya.
Aleia harus menjalani kerasnya kehidupan diusia belia. Tinggal di panti asuhan tidaklah menyenangkan. Dia dipaksa hidup mandiri, dikucilkan, bahkan tidak jarang dia pun dipukuli kalau tidak sengaja melakukan kesalahan.
Teman-teman panti tidak bisa membantu, karena sebagian dari mereka juga turut membully-nya. Dan, ketika di sekolah penderitaan Aleia tidak hilang.
Aleia sering menjadi samsak, bahkan tak jarang tubuhnya lebam-lebam ketika pulang ke panti. Di sekolah dia tidak punya teman, di panti pun dia dikucilkan. Hidupnya benar-benar menyedihkan.
Aleia tidak tahu berapa lama dia tertidur karena kepalanya masih berdenyut dan badannya masih terasa panas ketika seseorang menyiram tubuhnya dengan air dingin.
"Kau pikir ini sudah jam berapa, ha?"
Dia Maria, salah satu pengurus panti tempat Aleia tinggal setelah kedua orang tua dan saudaranya meninggal karena kecelakaan.
"Maaf, Bu. Tolong biarkan aku istirahat beberapa menit lagi. Badanku sakit sekali."
"Jangan banyak alasan. Cepat bangun!"
Aleia memaksa tubuh kecilnya bergerak. Meski beberapa kali tubuhnya terhuyung Aleia lebih memilih bekerja.
"Minggir!"
Dan sekali lagi tubuh Aleia terhuyung, namun dia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. Badannya Pada akhirnya, dia terjatuh, lalu semuanya menjadi gelap.
馃寱馃寱馃寱
Ketika Aleia membuka mata, beberapa wajah asing berdiri di depannya. Tampak seperti menyambut dirinya dengan raut bahagia.
Alea merasa mereka sangat familiar. Tetapi, ketika dia ingin bersuara, mulutnya tidak mampu mengeluarkan sepatah kata. Yang dia dengar malah suara bayi yang mengoceh tak jelas.
Aleia kembali berusaha bersuara, namun lagi-lagi tak ada yang jelas dari ucapannya.
Mata Aleia terpaku pada tangannya yang tidak sengaja dia lihat. Tangannya begitu mungil seperti bayi. Dan ketika seseorang menggendongnya barulah Aleia sadar kalau saat itu dirinya kembali menjadi bayi.
"S桅伪委谓蔚蟿伪喂 蠈蟿喂 畏 未蔚蟽蟺慰喂谓委蟼 蔚委谓伪喂 蟺蔚喂谓伪蟽渭苇谓畏, 谓伪喂?" kata seseorang yang berbaju hitam seperti pelayan.
Namun, Aleia tidak mengerti bahasa yang dia gunakan dan bahkan tidak pernah mendengar bahasa itu sebelumnya.
"螒谓谓, 蟿蔚位蔚委蠅蟽蔚 蟿慰 纬维位伪 蟿畏蟼 未蔚蟽蟺慰喂谓委未伪蟼 螒位蔚委伪蟼;"
"螡伪委."
Seorang pelayan menyodorkan susu ke mulut Aleia, tetapi Aleia berusaha menolaknya. Harga dirinya tidak mengijinkan dia meminum susu itu. Usianya sudah remaja dan tidak ada remaja yang meminum susu dengan dot. Sayangnya, perutnya tidak bisa berkompromi. Jadi, dengan terpaksa dia menerima dot itu.
Beberapa saat ketika Aleia sedang meminum susu, rasa kantuk yang luar biasa mendatanginya. Sekuat tenaga dia berusaha melawan. Tetapi, Aleia tidak sanggup menang. Pada akhirnya, Aleia jatuh dalam tidurnya.
馃寱馃寱馃寱
Alea merasa dia baru saja tertidur, namun ketika dia membuka mata tubunya tengah ditarik oleh seseorang. Mereka mencoba kabur dari sesuatu yang Alea tidak tahu, sampai akhirnya mereka berhenti karena kelelahan.
"Nona, bisakah nona tunggu di sini? Tapi, nona tidak boleh bersuara. Apapun yang nona lihat atau dengar, jangan pernah keluar atau bersuara."
Alea ingat kejadian ini. Meski sudah berlalu selama lebih satu dekade, Alea tak pernah lupa.
Suara-suara di luar begitu memekakkan telinga. Bau anyir darah dan barang terbakar bercampur di udara. Namun, Alea hanya bisa meringkuk sembari menuruti perkataan sosok yang baru saja meninggalkannya.
Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar mendekat. Alea menahan napas, berusaha tidak membuat suara. Sosok yang menarik tubuhnya muncul kembali, kali ini dengan ekspresi serius dan penuh tekad.
"Nona, kita harus pergi sekarang," bisik sosok itu dengan suara rendah namun tegas. Sosok itu perlahan mulai tampak jelas. Dia adalah Sarah, pelayan pribadinya yang sudah menjaganya sejak masih balita. Pelayan setia yang selalu melindunginya dan memberikan kasih melebihi orang tuanya. "Jangan membuat suara apapun, Nona."
Alea hanya bisa mengangguk, meskipun dia ingin memberontak, tubuhnya tak bisa dan hanya bergerak persis seperti yang dia ingat dulu. Sarah mulai menariknya dengan lembut namun cepat, membawa Alea keluar dari tempat yang entah di mana itu.
Mereka melewati lorong-lorong sempit yang gelap, hanya diterangi oleh cahaya redup dari lampu-lampu yang menempel di dinding-dinding. Bau lembab mengudara dan membuat pernapasan Alea tak nyaman. Setiap langkah terasa berat bagi Alea, namun begitu dia tetap berusaha mengikuti sosok itu dengan sekuat tenaga.
Akhirnya, mereka sampai di sebuah pintu besar yang tampak kokoh. Sarah berhenti sejenak, menoleh ke arah Alea, dan memberikan isyarat agar ia tetap diam. Dengan hati-hati, sosok itu membuka pintu tersebut, mengungkapkan cahaya terang yang menyilaukan.
"Kita hampir sampai," bisik sosok itu. "Aku akan menjaga Nona sampai ke tempat yang aman."
Alea hanya bisa mengangguk.
Namun, sesaat setelah pintu gerbang terbuka dan orang-orang berdatangan dan menggerubungi dirinya Sarah kemudian ambruk, meninggalkan Alea dengan tangis tanpa suara. Sarah tergeletak di hadapannya dengan darah mengalir dari punggungnya.
馃寱馃寱馃寱
Kendari, 6 Juni 2024
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
0 komentar:
Post a Comment