Sebelumnya : CHAPTER 3
Kembali ia bergelung. Memikirkan gadis yang sudah mencuri perhatiannya sejak dulu─ yang entah kenapa bisa melupakannya.
Jarum jam berdenting mengisi kesunyian di kamar itu. Batinnya menghitung tiap detik yang sudah berlalu hingga banyak menit sudah berlalu. Kini jam sudah menunjukkan lewat pada jam tidur malamnya namun tetap saja matanya tidak juga bisa menutup.
Naruto mengerang, mencoba mengalihkan bayang gadis itu benaknya dengan sesuatu yang bisa membuat perasaannya lebih nyaman dan bisa terlelap. Tapi seberapa keraspun dia mencoba, jantungnya tetap berdetak cepat dan rasa cemas semakin mencengkramnya. Ia tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya, bagaimana keadaan gadis kecil itu? Bagaimana jika ada orang jahat yang mencoba mencelakainya? Bagaimana jika ia pingsan karena hipotermia lantaran terlalu lama berada di pinggir pantai yang suhu udaranya sangat rendah?
Dan, astaga demi Tuhan... pemikiran itu benar-benar membuat jantungnya semakin berdetak tak karuan. Hatinya dilanda rasa cemas luar biasa.
Buru-buru dia bangkit dari tempat tidurnya. Dengan jantung yang berpacu cepat dia kembali menyelinap keluar─seperti malam-malam yang lalu. Pandangannya awas mengamati sekitar kediamannya yang dipenuhi oleh pelayan dan juga penjaga. Kaki-kakinya dengan lihai bergerak menjauhi kediamannya seperti seorang pencuri yang melarikan diri dari penjara. Well, salahkan pada orang tuanya yang sudah memberinya hukuman karena kesalahan yang tidak sengaja dia lakukan pada sekolahnya. Alih-alih bukannya liburan, berniat menemui gadis yang sudah mencuri hatinya, dia malah tak diperbolehkan keluar selama berada di kota itu.
Dan, oh Tuhan semoga saja dia tidak terlambat, semoga saja gadisnya masih dalam keadaan utuh, tak tergores ataupun dalam keadaan yang--- Naruto menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Mengenyahkan pemikiran yang semakin membuatnya resah dan gelisah.
Dia merutuki dirinya. Segala umpatan dia lontarkan. Bagaimana bisa dia malah mambandingkan konsekuensi yang akan dia dapatkan ketika ingin melihat gadisnya?
Naruto menapaki jarak beberapa ratus meter dari rumahnya, bergerak dengan cepat melintas di tepian pepohonan yang memagari daratan yang lebih tinggi sebelum melewati semak untuk menuruni lereng bukit hingga mencapai laut di bawahnya.
Dengan hati-hati, Naruto menuruni bebatuan tetapi, tetap mempertahankan kecepatan gerak. Hati laki-laki itu semakin cemas dengan apa yang akan menantinya di depan.
Telinganya kemudian menangkap bunyi desiran ombak yang membentur bebatuan. Langit tampak cerah dengan bulan yang bersinar indah, tak ada awan-awan kelabu yang mengganggu keindahan langit itu. Keindahan malam yang mampu membuatnya tersihir untuk berlama-lama menikmatinya. Tetapi, ia menahan diri, ia tak ada waktu untuk itu, saat ini batinnya sedang gelisah karena memikirkan gadisnya. Dirinya tak akan bisa tenang sebelum memastikan gadisnya baik-baik saja.
Rasa lega tergambar jelas di wajahnya, seperti sebuah ombak baru saja menghempaskan beban yang menekan dadanya kuat ketika melihat gadis yang sedari tadi dia cari-cari dalam keadaan baik. Naruto menarik napas penuh kelegaan saat gadis yang sedari tadi mengganggu pikirannya juga hatinya sedang menengadah menikmati sinar bulan sambil memejamkan matanya.
Angin malam berhembus menerpa gadis itu namun gadis itu tak menunjukkan tanda-tanda akan beranjak dari sana. Bulan seperti tengah bercakap dengan gadis itu, menjadikannya seperti seorang dewi yang tengah diguyur sinar bulan. Naruto terpana melihatnya. Logikanya tak berjalan. Akal sehatnya seolah tertutupi oleh sesuatu yang Naruto tak ketahui. Tanpa sadar kaki-kaknya mendekat ke gadis itu membuat suara gesekan antara pasir di setiap pijakannya.
Gadis itu tersadar dan segera membuka matanya ketika merasakan seseorang berada di dekatnya. Mata bulannya bersinar dan semakin terlihat indah ketika sinar bulan mengenai matanya.
Tak ada raut terkejut yang diperlihatkan oleh gadis itu, bahkan pekikan ketika mendapati orang lain tiba-tiba berada di hadapan.
Tangan Naruto terangkat, membelai kasih pipi gadis itu. Mengagumi tiap pahatan yang sudah diciptakan oleh Tuhan untuk gadis yang berada di hadapannya saat ini. “Kau masih sama seperti dulu, Hinata,” ucapnya namun gadis itu tak memberikan. Pandangannya datar menatap Naruto seolah jiwa gadis itu tak lagi berada di tubuhnya.
Naruto menyunggingkan senyum, ketika tak mendapatkan respon apa-apa. Sama seperti kemarin, batinnya. Satu pemikiran terlintas dalam benak Naruto, secara perlahan ia memajukan wajahnya, hingga hanya berjarak tak lebih dari secenti namun gadis itu tak juga menunjukkan ekspresi apapun, tak ada tanda-tanda menerima atau penolakan, rautnya masih datar dan Naruto tidak memperdulikan itu hingga ciuman itu tercipta.
Ciuman yang awalnya lembut berubah jadi lebih bergairah ketika lidah Naruto ikut bermain. Erangan demi erangan tercipta menjadi melodi yang berbaur dengan musik alam hingga menghasilkan musik alam yang menjadi penggiring aktivitas dua manusia itu.
Gairah yang meluap membuat Naruto tak memedulikan apapun, lidahnya masih sibuk mengekploitasi apapun yang berada di dalam mulut gadis itu, meluapkan semua rasa yang dia pendam selama ini, rasa rindu yang menggebu kala terpisah dengannya, dan rasa sakit ketika gadis itu seolah melupakannya. Hingga rasa sesak membuat Naruto terpaksa harus menghentikan ciumannya.
Panas menyenangkan masih terasa membungkus dadanya. Naruto mengambil nafas sama seperti gadis itu. Ia membuka matanya sejenak mengagumi keindahan ciptaan Tuhan di depannya, seorang gadis yang sudah mencuri hatinya beberapa tahun yang lalu dan rasa cinta itu masih ada dan tetap bertahan sampai sekarang.
“Aku mencintaimu, Hinata.” ungkapnya dengan lembut dan penuh cinta. Keningnya masih bersentuhan dengan kening gadis itu, matanya masih menatap penuh rasa juga cinta. “Selalu ....”
Namun, gadis itu masih tak berekspresi apapun. Menatap Naruto dengan kening mengkerut. “Apakah aku mengenalmu?” Tanyanya beberapa saat dengan ekpresi kebingungan.
Naruto seperti kehilangan sebagian dari nyawanya ketika mendengar pertanyaan gadis itu. Walau dia tahu gadis itu tak mengingatnya, tapi mendengar secara langsung dari bibir gadis itu, benar-benar sangat menyakitkan. Gadis itu memang benar-benar sudah melupakannya. Tidak mengingat dirinya sama sekali. Lalu apa gunanya perjuangannya selama ini, apa gunanya dia selalu menutup diri pada gadis lain yang berusaha mendekatinya, dan apa gunanya rasa cinta yang selalu dia pertahankan untuk gadis dihadapannya itu, jika pada akhirnya dia malah dilupakan?
Matanya menatap nanar pada gadis itu, tubuhnya limbung, tangan yang sedari tadi berada di pinggang gadis itu terjatuh di kedua sisinya. Ini diluar ekspektasinya. Bukan seperti ini yang ada dibayangannya. Bukan seperti ini yang ingin ia terima. Tapi kenapa....
Malah ini yang ia dapat.
“Hi, hinata A, apa, apa yang terjadi padamu?” Suara Naruto tercekat seolah ada batu karang yang menyumbat tenggorokannya. Tak seperti biasanya yang penuh dengan keceriaan, hatinya sakit mendapatkan kenyataan itu. Kini tak ada lagi kebahagian yang dia rasakan seperti ketika melihat gadis yang selama ini mengunci hatinya.
“Maaf, jika aku membuatmu bersedih.” Kata gadis itu dengan suara pelan, penuh penyesalan. Matanya menatap Naruto, meneliti ekpresi laki-laki itu.
Naruto menunduk, hatinya tak bisa menerima kenyataan itu. Pikirannya terus berkelana ke masa lalu hingga suara debuman keras menyadarkannya. Dia mendongak melihat apa yang terjadi. Dan seketika tubuhnya menegang. Matanya membentuk bulatan sempurna yang nyaris membuat bola matanya keluar ketika mendapati gadis itu sudah terbaring tak sadarkan diri di depannya.
“Hinata.... Hinata... sadarlah, apa yang terjadi?” Naruto kalut, panik, dan cemas. Dia kemudian mengangkat Hinata dan membawanya ke rumah sakit terdekat.
Naruto membutuhkan tenaga ekstra untuk membawa Hinata ke rumah sakit karena mengambil jalan pintas yang selain melewati bukit bebatuan, hutan, dan semak juga membutuhkan konsentrasi serta keseimbangan jika tidak ingin terperosok.
Naruto terdiam ketika ingatan itu kembali hadir. Yah, dia memang berhasil kembali ke kota itu, kembali bertemu dengan cinta pertamanya dan itu membuatnya sangat bahagia seperti matahari yang baru saja terbit dan bersinar terang. Dia benar-benar sangat bahagia.
Namun, seolah segumpulan awan hitam datang untuk menutupi sinar matahari, apa yang Naruto dapatkan mampu meredupkan segala rasa bahagia itu. Gadis yang selama ini selalu ada di benaknya ternyata sudah melupakannya bahkan kenangan manis yang mereka lalui bersama saat junior high di Kota Konoha.
Janji-janji yang mereka ucapkan malah menjadi duri dalam daging ketika mengetahui kenyataan itu. Duri-duri yang perlahan menusuk lebih dalam sehingga menghasilkan luka yang lebih banyak dan lebih menyakitkan.
Well, setidaknya itu dulu sebelum Naruto tahu kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan yang mampu mengeluarkan duri-duri itu tanpa rasa sakit bahkan mengobatinya tanpa menghasilkan bekas.
“To...”
Naruto ingat betapa terpuruknya keadaan dirinya saat itu dan nyaris membuat ia gila, bahkan semangat untuk hidup pun bisa dikatakan tidak ada. Ia merasa dicampakan, seperti sebuah angin yang berhasil merobohkan tembok kuat atau ombak yang berhasil menghancurkan karang ... harapannya dihempaskan oleh pengakuan gadis itu.
“Ruto ....”
Dan ketika ia dinyatakan sembuh, kebencian yang begitu dalam dengan perempuan begitu besar, Naruto bahkan menjadi pemain wanita. Laki-laki yang selalu menghancurkan hati tiap gadis, iblis berkedok malaikat, dengan sifat hangat juga ramahnya tak sedikit perempuan yang termakan oleh pesonanya itu. Melambungkan hingga ketingkat tertinggi dan ketika ia bosan, ia tak akan segan-segan untuk mengempaskan mereka dan tak peduli jika perbuatannya itu akan membuat hati mereka retak.
Namun, itu dulu sebelum ia tahu kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan yang memberinya motivasi baru, semangat yang jauh lebih besar untuk mendapatkan kembali gadisnya.
“Naruto,”
Naruto mengerjap saat sebuah tangan berada tepat di depan wajahnya sedang mengibas untuk menyadarkannya dari lamunannya.
“Kau tidak apa-apa, Naruto?” Wajah Hinata terlihat khawatir.
Naruto menatap wanita di depannya, tatapan dalam dan penuh kasih. Ia tersenyum dan menggeleng pelan. “Maaf, Hinata. Aku melamun ...” akunya. “Apakah itu masalah yang serius?”
“Hehehe.. kau tenang saja. Itu bukanlah masalah yang serius.” Tidak mungkin kan dia memberitahu Hinata apa yang dipikirkannya saat ini. Bisa-bisa Hinata tak akan lagi memandangnya.
Dan lagi ia tak mau membuat Hinata makin banyak pikiran. Cukup hari itu, ketika Hinata tak sadarkan diri akibat memikirkan sesuatu yang berat dan bayangan masa lalu yang coba dia ingat kembali. Sesuatu yang nyaris membahayakan janin dalam kandungannya, anak mereka berdua. Sebesar apapun keinginan Naruto agar Hinata kembali mengingat masa lalu mereka tetap dia tidak bisa melakukan itu. Keselamatan mereka lebih penting dari pada keegoisannya.
“Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan anak oto-chan? tidak menyusahkan oka-chan-kan kalau oto-chan pergi kerja?” Naruto mengelus-elus perut Hinata dengan kasih tanpa mengetahui bahwa tindakannya itu membuat sang empu semakin merasa sedih.
Bagi Hinata, Naruto adalah malaikat yang sudah menolongnya.
Keesokan harinya, Naruto mengantarkan Hinata ke rumah sakit.
Kun (君【くん】) adalah akhiran kecil: Gelar ini bisa digunakan juga oleh perempuan ketika menyebutkan laki-laki yang sangat berarti baginya atau dikenalnya sejak lama.
Chan (ちゃん) adalah akhiran kecil; gelar ini mengungkapkan bahwa si pembicara sedang berbicara pada orang yang dikasihi.
San (さん) ,kadang-kadang diucapkan han (はん) pada Dialek Kansai, adalah gelar kehormatan paling umum dan mempunyai arti hormat yang sama dengan "Tuan", "Nyonya", "Nona", dll.
Okaa-san (お母さん): Ibu, ata okaa-sama. dari haha (母).
Oba-san (伯母さん/小母さん/叔母さん 【おばさん】): Bibi (perempuan paruh baya). -san bisa diganti dengan -sama atau -chan.
Obaa-san (お祖母さん/御祖母さん/御婆さん/お婆さん 【おばあさん】): nenek. -san bisa diganti dengan -sama atau -chan.
Genre: Romance & hurt, drama
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
Because I Love You © Mickey139
.
. .
Mohon maaf jika ada kesamaan ide cerita
.
DLDR
ENJOY THIS
.
.
.
Ket : font italic menandakan flashback
*** Second. ***
Sumber gambar : pinterest
BILU : MASA LALU
Naruto kembali berguling di atas tempat tidurnya. Seberapa keras pun dia berusaha untuk memejamkan matanya, kedua mata itu tak mau menutup. Sudah berjam-jam ia terbaring gelisah, pikirannya selalu melayang pada gadis yang tanpa sengaja─dan secara sembunyi-sembunyi─ ia lihat beberapa kali di pantai, tepat ketika bulan berada pada puncak tertinggi malam.
Kembali ia bergelung. Memikirkan gadis yang sudah mencuri perhatiannya sejak dulu─ yang entah kenapa bisa melupakannya.
Jarum jam berdenting mengisi kesunyian di kamar itu. Batinnya menghitung tiap detik yang sudah berlalu hingga banyak menit sudah berlalu. Kini jam sudah menunjukkan lewat pada jam tidur malamnya namun tetap saja matanya tidak juga bisa menutup.
Naruto mengerang, mencoba mengalihkan bayang gadis itu benaknya dengan sesuatu yang bisa membuat perasaannya lebih nyaman dan bisa terlelap. Tapi seberapa keraspun dia mencoba, jantungnya tetap berdetak cepat dan rasa cemas semakin mencengkramnya. Ia tidak bisa menahan diri untuk bertanya-tanya, bagaimana keadaan gadis kecil itu? Bagaimana jika ada orang jahat yang mencoba mencelakainya? Bagaimana jika ia pingsan karena hipotermia lantaran terlalu lama berada di pinggir pantai yang suhu udaranya sangat rendah?
Dan, astaga demi Tuhan... pemikiran itu benar-benar membuat jantungnya semakin berdetak tak karuan. Hatinya dilanda rasa cemas luar biasa.
Buru-buru dia bangkit dari tempat tidurnya. Dengan jantung yang berpacu cepat dia kembali menyelinap keluar─seperti malam-malam yang lalu. Pandangannya awas mengamati sekitar kediamannya yang dipenuhi oleh pelayan dan juga penjaga. Kaki-kakinya dengan lihai bergerak menjauhi kediamannya seperti seorang pencuri yang melarikan diri dari penjara. Well, salahkan pada orang tuanya yang sudah memberinya hukuman karena kesalahan yang tidak sengaja dia lakukan pada sekolahnya. Alih-alih bukannya liburan, berniat menemui gadis yang sudah mencuri hatinya, dia malah tak diperbolehkan keluar selama berada di kota itu.
Dan, oh Tuhan semoga saja dia tidak terlambat, semoga saja gadisnya masih dalam keadaan utuh, tak tergores ataupun dalam keadaan yang--- Naruto menggelengkan kepalanya kuat-kuat. Mengenyahkan pemikiran yang semakin membuatnya resah dan gelisah.
Dia merutuki dirinya. Segala umpatan dia lontarkan. Bagaimana bisa dia malah mambandingkan konsekuensi yang akan dia dapatkan ketika ingin melihat gadisnya?
Naruto menapaki jarak beberapa ratus meter dari rumahnya, bergerak dengan cepat melintas di tepian pepohonan yang memagari daratan yang lebih tinggi sebelum melewati semak untuk menuruni lereng bukit hingga mencapai laut di bawahnya.
Dengan hati-hati, Naruto menuruni bebatuan tetapi, tetap mempertahankan kecepatan gerak. Hati laki-laki itu semakin cemas dengan apa yang akan menantinya di depan.
Telinganya kemudian menangkap bunyi desiran ombak yang membentur bebatuan. Langit tampak cerah dengan bulan yang bersinar indah, tak ada awan-awan kelabu yang mengganggu keindahan langit itu. Keindahan malam yang mampu membuatnya tersihir untuk berlama-lama menikmatinya. Tetapi, ia menahan diri, ia tak ada waktu untuk itu, saat ini batinnya sedang gelisah karena memikirkan gadisnya. Dirinya tak akan bisa tenang sebelum memastikan gadisnya baik-baik saja.
Walau hanya berbekal dari keremangan cahaya bulan, Naruto tetap menyusuri setiap jengkal tempat tersebut dengan teliti. Mata safirnya terus memperhatikan setiap sudut yang ada di sana.
Rasa lega tergambar jelas di wajahnya, seperti sebuah ombak baru saja menghempaskan beban yang menekan dadanya kuat ketika melihat gadis yang sedari tadi dia cari-cari dalam keadaan baik. Naruto menarik napas penuh kelegaan saat gadis yang sedari tadi mengganggu pikirannya juga hatinya sedang menengadah menikmati sinar bulan sambil memejamkan matanya.
Angin malam berhembus menerpa gadis itu namun gadis itu tak menunjukkan tanda-tanda akan beranjak dari sana. Bulan seperti tengah bercakap dengan gadis itu, menjadikannya seperti seorang dewi yang tengah diguyur sinar bulan. Naruto terpana melihatnya. Logikanya tak berjalan. Akal sehatnya seolah tertutupi oleh sesuatu yang Naruto tak ketahui. Tanpa sadar kaki-kaknya mendekat ke gadis itu membuat suara gesekan antara pasir di setiap pijakannya.
Gadis itu tersadar dan segera membuka matanya ketika merasakan seseorang berada di dekatnya. Mata bulannya bersinar dan semakin terlihat indah ketika sinar bulan mengenai matanya.
Tak ada raut terkejut yang diperlihatkan oleh gadis itu, bahkan pekikan ketika mendapati orang lain tiba-tiba berada di hadapan.
Tangan Naruto terangkat, membelai kasih pipi gadis itu. Mengagumi tiap pahatan yang sudah diciptakan oleh Tuhan untuk gadis yang berada di hadapannya saat ini. “Kau masih sama seperti dulu, Hinata,” ucapnya namun gadis itu tak memberikan. Pandangannya datar menatap Naruto seolah jiwa gadis itu tak lagi berada di tubuhnya.
Naruto menyunggingkan senyum, ketika tak mendapatkan respon apa-apa. Sama seperti kemarin, batinnya. Satu pemikiran terlintas dalam benak Naruto, secara perlahan ia memajukan wajahnya, hingga hanya berjarak tak lebih dari secenti namun gadis itu tak juga menunjukkan ekspresi apapun, tak ada tanda-tanda menerima atau penolakan, rautnya masih datar dan Naruto tidak memperdulikan itu hingga ciuman itu tercipta.
Ciuman yang awalnya lembut berubah jadi lebih bergairah ketika lidah Naruto ikut bermain. Erangan demi erangan tercipta menjadi melodi yang berbaur dengan musik alam hingga menghasilkan musik alam yang menjadi penggiring aktivitas dua manusia itu.
Gairah yang meluap membuat Naruto tak memedulikan apapun, lidahnya masih sibuk mengekploitasi apapun yang berada di dalam mulut gadis itu, meluapkan semua rasa yang dia pendam selama ini, rasa rindu yang menggebu kala terpisah dengannya, dan rasa sakit ketika gadis itu seolah melupakannya. Hingga rasa sesak membuat Naruto terpaksa harus menghentikan ciumannya.
Panas menyenangkan masih terasa membungkus dadanya. Naruto mengambil nafas sama seperti gadis itu. Ia membuka matanya sejenak mengagumi keindahan ciptaan Tuhan di depannya, seorang gadis yang sudah mencuri hatinya beberapa tahun yang lalu dan rasa cinta itu masih ada dan tetap bertahan sampai sekarang.
“Aku mencintaimu, Hinata.” ungkapnya dengan lembut dan penuh cinta. Keningnya masih bersentuhan dengan kening gadis itu, matanya masih menatap penuh rasa juga cinta. “Selalu ....”
Namun, gadis itu masih tak berekspresi apapun. Menatap Naruto dengan kening mengkerut. “Apakah aku mengenalmu?” Tanyanya beberapa saat dengan ekpresi kebingungan.
Naruto seperti kehilangan sebagian dari nyawanya ketika mendengar pertanyaan gadis itu. Walau dia tahu gadis itu tak mengingatnya, tapi mendengar secara langsung dari bibir gadis itu, benar-benar sangat menyakitkan. Gadis itu memang benar-benar sudah melupakannya. Tidak mengingat dirinya sama sekali. Lalu apa gunanya perjuangannya selama ini, apa gunanya dia selalu menutup diri pada gadis lain yang berusaha mendekatinya, dan apa gunanya rasa cinta yang selalu dia pertahankan untuk gadis dihadapannya itu, jika pada akhirnya dia malah dilupakan?
Matanya menatap nanar pada gadis itu, tubuhnya limbung, tangan yang sedari tadi berada di pinggang gadis itu terjatuh di kedua sisinya. Ini diluar ekspektasinya. Bukan seperti ini yang ada dibayangannya. Bukan seperti ini yang ingin ia terima. Tapi kenapa....
Malah ini yang ia dapat.
“Hi, hinata A, apa, apa yang terjadi padamu?” Suara Naruto tercekat seolah ada batu karang yang menyumbat tenggorokannya. Tak seperti biasanya yang penuh dengan keceriaan, hatinya sakit mendapatkan kenyataan itu. Kini tak ada lagi kebahagian yang dia rasakan seperti ketika melihat gadis yang selama ini mengunci hatinya.
“Maaf, jika aku membuatmu bersedih.” Kata gadis itu dengan suara pelan, penuh penyesalan. Matanya menatap Naruto, meneliti ekpresi laki-laki itu.
Naruto menunduk, hatinya tak bisa menerima kenyataan itu. Pikirannya terus berkelana ke masa lalu hingga suara debuman keras menyadarkannya. Dia mendongak melihat apa yang terjadi. Dan seketika tubuhnya menegang. Matanya membentuk bulatan sempurna yang nyaris membuat bola matanya keluar ketika mendapati gadis itu sudah terbaring tak sadarkan diri di depannya.
“Hinata.... Hinata... sadarlah, apa yang terjadi?” Naruto kalut, panik, dan cemas. Dia kemudian mengangkat Hinata dan membawanya ke rumah sakit terdekat.
Naruto membutuhkan tenaga ekstra untuk membawa Hinata ke rumah sakit karena mengambil jalan pintas yang selain melewati bukit bebatuan, hutan, dan semak juga membutuhkan konsentrasi serta keseimbangan jika tidak ingin terperosok.
...
Namun, seolah segumpulan awan hitam datang untuk menutupi sinar matahari, apa yang Naruto dapatkan mampu meredupkan segala rasa bahagia itu. Gadis yang selama ini selalu ada di benaknya ternyata sudah melupakannya bahkan kenangan manis yang mereka lalui bersama saat junior high di Kota Konoha.
Janji-janji yang mereka ucapkan malah menjadi duri dalam daging ketika mengetahui kenyataan itu. Duri-duri yang perlahan menusuk lebih dalam sehingga menghasilkan luka yang lebih banyak dan lebih menyakitkan.
Well, setidaknya itu dulu sebelum Naruto tahu kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan yang mampu mengeluarkan duri-duri itu tanpa rasa sakit bahkan mengobatinya tanpa menghasilkan bekas.
“To...”
Naruto ingat betapa terpuruknya keadaan dirinya saat itu dan nyaris membuat ia gila, bahkan semangat untuk hidup pun bisa dikatakan tidak ada. Ia merasa dicampakan, seperti sebuah angin yang berhasil merobohkan tembok kuat atau ombak yang berhasil menghancurkan karang ... harapannya dihempaskan oleh pengakuan gadis itu.
“Ruto ....”
Dan ketika ia dinyatakan sembuh, kebencian yang begitu dalam dengan perempuan begitu besar, Naruto bahkan menjadi pemain wanita. Laki-laki yang selalu menghancurkan hati tiap gadis, iblis berkedok malaikat, dengan sifat hangat juga ramahnya tak sedikit perempuan yang termakan oleh pesonanya itu. Melambungkan hingga ketingkat tertinggi dan ketika ia bosan, ia tak akan segan-segan untuk mengempaskan mereka dan tak peduli jika perbuatannya itu akan membuat hati mereka retak.
Namun, itu dulu sebelum ia tahu kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan yang memberinya motivasi baru, semangat yang jauh lebih besar untuk mendapatkan kembali gadisnya.
“Naruto,”
Naruto mengerjap saat sebuah tangan berada tepat di depan wajahnya sedang mengibas untuk menyadarkannya dari lamunannya.
“Kau tidak apa-apa, Naruto?” Wajah Hinata terlihat khawatir.
Naruto menatap wanita di depannya, tatapan dalam dan penuh kasih. Ia tersenyum dan menggeleng pelan. “Maaf, Hinata. Aku melamun ...” akunya. “Apakah itu masalah yang serius?”
“Hehehe.. kau tenang saja. Itu bukanlah masalah yang serius.” Tidak mungkin kan dia memberitahu Hinata apa yang dipikirkannya saat ini. Bisa-bisa Hinata tak akan lagi memandangnya.
Dan lagi ia tak mau membuat Hinata makin banyak pikiran. Cukup hari itu, ketika Hinata tak sadarkan diri akibat memikirkan sesuatu yang berat dan bayangan masa lalu yang coba dia ingat kembali. Sesuatu yang nyaris membahayakan janin dalam kandungannya, anak mereka berdua. Sebesar apapun keinginan Naruto agar Hinata kembali mengingat masa lalu mereka tetap dia tidak bisa melakukan itu. Keselamatan mereka lebih penting dari pada keegoisannya.
“Ngomong-ngomong, bagaimana keadaan anak oto-chan? tidak menyusahkan oka-chan-kan kalau oto-chan pergi kerja?” Naruto mengelus-elus perut Hinata dengan kasih tanpa mengetahui bahwa tindakannya itu membuat sang empu semakin merasa sedih.
Bagi Hinata, Naruto adalah malaikat yang sudah menolongnya.
“Aku tidak menyusahkan oka-chan, oto-chan.” Hinata tersenyum melihat Naruto yang sangat menikmati kegiatannya pada perutnya.
“Hinata, besok adalah jadwal pemeriksaannya, kan? Aku akan menemanimu besok. Bosku sedang berbaik hati mengijinkanku menemanimu.” kata Naruto.
Keesokan harinya, Naruto mengantarkan Hinata ke rumah sakit.
Sumber gambar : pinterest
...
Ket :Kun (君【くん】) adalah akhiran kecil: Gelar ini bisa digunakan juga oleh perempuan ketika menyebutkan laki-laki yang sangat berarti baginya atau dikenalnya sejak lama.
Chan (ちゃん) adalah akhiran kecil; gelar ini mengungkapkan bahwa si pembicara sedang berbicara pada orang yang dikasihi.
San (さん) ,kadang-kadang diucapkan han (はん) pada Dialek Kansai, adalah gelar kehormatan paling umum dan mempunyai arti hormat yang sama dengan "Tuan", "Nyonya", "Nona", dll.
Okaa-san (お母さん): Ibu, ata okaa-sama. dari haha (母).
Oba-san (伯母さん/小母さん/叔母さん 【おばさん】): Bibi (perempuan paruh baya). -san bisa diganti dengan -sama atau -chan.
Obaa-san (お祖母さん/御祖母さん/御婆さん/お婆さん 【おばあさん】): nenek. -san bisa diganti dengan -sama atau -chan.