Sebelumnya : Chapter 6
Kembali lagi bersama author yang lambat ini. Sebelumnya saya mengucapkan terima kasih karena kalian sudah meluangkan waktu untuk membaca fic yang abal ini dan terima kasih yang sudah mereview dan memfav-kan fict ini.
Baiklah tanpa banyak bacot lagi. Silahkan dinikmati lanjutan cerita abal ini.
Hehehe... silahkan lanjut baca fict ini. semoga bisa diterima.
.
.
.
________________________________________
.
.
Sejak pertama kali kulihat dirimu, hal paling mendalam yang kurasakan adalah kehangatan, kejujuran, kebaikan yang terpancar dari wajahmu. Namun kemana dirimu yang dulu? Apa yang sudah terjadi padamu?
.
.
.
.
Pair : Naruto, Hinata, Sasuke, dan Sakura
Rate : T
Genre : Romance, Hurt/Comfort & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING : AU, OOC, Typo< alur kecepatan, Ga-Je dan lain-lain (Suka-suka Mickey)
Story by
Mickey_Miki
~> DLDR <~
. ~Happy Reading~ .
.
.
.
.
Story by
Mickey_Miki
~> DLDR <~
. ~Happy Reading~ .
.
.
.
.
Chapter 7 : Sasuke and Sakura
Setelah kejadian tiga hari yang lalu, Sakura seolah menghindari Sasuke. Memang sejak awal Sakura tidak seperti fans-fans Sasuke yang lain, yang mengelu-elukan namanya, mengejarnya, atau bahkan menyatakan cinta dengan terang-terangan.
Sakura bukanlah gadis yang seperti itu. Ia lebih senang menyembunyikannya, menyimpannya sendiri dan tidak mau membaginya pada orang lain.
Tepat kemarin wali kelas mereka mengadakan pergantian bangku. Sasuke dan Sakura pun menjadi teman sebangku, namun sejak kemarin pula mereka seolah menjadi orang lain, tak saling kenal. Sakura yang menghindari Sasuke dan Sasuke dengan ego yang tingginya tidak mungkin menyapa sakura.
Dulu, biasanya Sakura akan menyapanya duluan. Gadis itu selalu saja punya bahan untuk bisa mengobrol dengan Sasuke. Tidak peduli bagaimana kondisinya selalu saja ia mempunyai cara untuk mengubahnya menjadi lebih nyaman dan tidak kaku. Sasuke sendiri tidak menolak gadis itu ketika diajak mengobrol, toh gadis itu selalu punya topik yang menarik untuk menjadi bahannya. Mereka selalu mengobrol dengan santai─tanpa adanya histeria dan lagi Sakura juga bukanlah salah satu fansnya─walaupun Sasuke selalu menunjukkan tampang stoiqnya.
Kalau boleh jujur Sasuke sudah bosan dengan suasana itu. Ia ingin kembali bisa berbicara dengan Sakura seperti dulu. Ia sendiri tak punya teman yang bisa diajak bicara seperti Sakura. Baik Naruto maupun sikamaru sama-sama tidak bisa diandalkan. Mereka selalu sibuk dengan urusannya. Sikamaru yang lebih senang tertidur sedang Naruto tak pernah betah di dalam kelas.
Ia ingin memulai, namun ia tak tahu harus mulai dari mana, sejak dulu Sakura-lah yang selalu memulai terlebih dahulu dan dia pun juga menanggapinya.
Sasuke memang lelaki pendiam, dingin, dan tak suka bersosialisasi dengan orang lain. Hanya orang-orang tertentu saja yang biasa dia tanggapi, termasuk Sakura. Baginya, dengan mereka saja sudah cukup. Tak perlu banyak teman, cukup beberapa saja. Karena banyaknya teman tak menentukan kenyamanan seseorang.
Andai ia tahu apa sebenarnya penyebab dari kebisuan Sakura padanya, menghindarinya, dan mulai tak memedulikannya. Ia pasti akan melakukan sesuatu dan mereka tidak akan seperti itu. tak mungkin ia kembali berulah dan melakukan sesuatu yang buruk pada Sakura seperti paada Hinata dulu untuk mendapatkan perhatian gadis musim semi itu.
Sasuke melirik teman sebangkunya itu. Diam dan terus memperhatikan penjelasan-penjelasan senseinya. Padahal dulu, ketika tak sebangku ia sering menadapati gadis itu tangah bercengkrama dengan teman bangkunya yang lain, tapi kenapa dengan dia sekarang tidak. Apakah karena dia sebangku dengan gadis itu yang menjadi penyebab semua itu? Kalau memang benar, ia akan dengan senang hati pindah agar mereka dapat kembali seperti dulu.
Sasuke membuka halaman tengah bukunya lantas menyobek sebuah kertas dan menulisinya sebuah catatan, ‘Kau kenapa?’ pada kertas sobekan itu lantas digesernya ke depan Sakura.
Sedang Sakura hanya melirik kertas yang disodorkan Sasuke padanya dan tak berniat menjawab. Ia sudah membulatkan tekadnya untuk tidak mengharapkan lagi pemuda itu. tidak menggubris apapun yang dilakukannya. Toh pada akhirnya yang laki-laki itu cintai adalah gadis yang sering dibully-nya, bukan gadis seperti dia.
Memang aneh cara pendekatannya. Menyiksa orang dicintai tanpa sebab, hanya untuk apa coba? Bukankah gadis itu akan menjauhinya, bahkan membencinya?
Dasar laki-laki kaku egois. Seharusnya sejak awal ia menyatakan cintanya itu agar gadis lain tidak mengharapkannya. Ia pintar namun juga bodoh. Bahkan melebihi kebodohan Naruto.
Apakah jika seandainya orang yang Sasuke sukai itu adalah dirinya, dia juga akan seperti Hinata? Mendapat penyiksaan fisik dan batin. Tidakkah laki-laki itu merasa kasihan? Apa coba yang akan diperolehnya dari penyiksaan itu?
Bodoh.
Tak punya perasaan.
Egois.
Jahat.
Arrogan.
Gila.
Entah apa lagi yang bisa mendiskripsikan sifat laki-laki itu.
Sasuke yang diabaikan seperti itu merasa tak suka. Diliriknya lagi teman sebangkunya itu. Merobek lagi selembar kertas kecil dan kambali menorehkan beberapa catatan. ‘Apa kau tidak suka jika kita sebangku?’ Tulisnya pada kertas yang sudah dia sodorkan pada Sakura.
Dalam hati Sakura tak membenarkannya, namun jika ia membalasnya seperti itu, maka semua usahanya sia-sia. “Apa pedulimu? Kukira kau tidak senang jika sebangku dengan seorang gadis!?” Desis Sakura dingin tak menatap Sasuke.
Sasuke tersentak. Baru kali ini ia mendapatkan jawaban dengan nada dingin dari seorang gadis. Terlebih oleh Sakura, gadis yang cukup dekat dengannya. Tapi memang benar apa yang dikatakan Sakura apa juga pedulinya, bukankah ia memang tidak suka jika sebangku dengan seorang gadis? Tapi itu jika bukan seorang Sakura. Sejujurnya ia sangat senang sebangku dengan gadis itu, karena hanya dengan Sakura ia bisa mengobrol dengan normal.
“Maaf kalau aku salah!” Ucapnya sambil berbisik menatap Sakura dengan tatapan yang sulit diartikan. Rasanya tidak mengenakkan jika seseorang yang sudah dekat denganmu dan memberikan sebuah kenyamanan tiba-tiba berubah dingin dan tak acuh lagi padamu tanpa kau tahu apa kesalahanmu. Seperti darahmu sedang dipanasi hingga mendidih dan menghantarkan rasa panas yang tak mengenakkan di seluruh tubuh dan Sasuke tidak suka dengan perasaan itu. Perasaan yang timbul akibat dari ketidakpedulian Sakura padanya.
Sakura yang membaca pesan itu, terkejut. baru kali ini seorang Sasuke meminta maaf, bukankah selama ini ia tak pernah meminta maaf, walau ia berbuat salah? Kenapa ia meminta maaf padanya? Dan lagi apa laki-laki itu sudah mengetahui dari ketidakpeduliannya hingga ia minta maaf juga karena laki-laki itu tidak bisa membalas perasaannya?
Astaga, ini adalah sesuatu yang benar-benar sangat menyesakkan. Sakura memegang dadanya. Rasanya sakit sekali bahkan sampai membuat aliran darah tidak sampai di kepalanya. tulang di seluruh tubuhnya seolah berubah jadi jeli hingga dia tak kuasa menegakkan tubuhnya. Sakit itu memang tak hanya datang dari luka akibat sayatan pisau. Kata-kata pun dapat menyakiti seseorang bahkan sakitnya lebih menyakitkan dari pada luka fisik.
Sakura memejamkan mata. meredam semua emosi yang tersimpan dalam benak yang berusaha memberontak keluar. Kenyataan yang baru saja dia terima benar-benar membuatnya menjadi seorang gadis paling menyedihkan. Mengharapkan laki-laki yang tak mengharapkannya. Menyedihkan bukan?
Dan ia tak mau jatuh ke lubang yang sama dengan semakin dekat dengan laki-laki itu. karena kedekatan itu akan membuat harapannya semakin melambung tinggi dan pada akhirnya akan melemparnya kembali dengan kenyataan.
Sakura menghembuskan nafas pelan dari bibirnya. setelah dirasa peraasaannya sudah tenang dia kembali menjawab, “Kau tidak memiliki kesalahan. Jadi tidak usah meminta maaf!” Walau seperti tak acuh, nyatanya suaranya terdengar agak bergetar.
Kening Sasuke menyerngit mendengar suara bergetar Sakura, walau samar namun ia masih bisa mendengarnya. “Sebentar pulang sekolah temui aku di parkiran!?” titah Sasuke. “Aku tidak terima penolakan.” Lanjutnya, lagi-lagi menyembunyikan perasaan tak nyamannya dengan baik.
Sakura menghela nafas pelan sebagai bentuk kepasrahan atas sikap Sasuke. walaupun dia berusaha menghindari laki-laki itu, tetapi dia juga tidak bisa mengindahkan hati kecilnya yang ingin tetap berada didekat laki-laki itu.
OoO
Teng.... teng... teng....
Suara bel pertanda berakhirnya jam pelajaran mengakhiri aktivitas mereka. Semua murid-murid bergagas membereskan peralatan sekolah. Tak sabar untuk pulang atau pun pergi merilekskan tubuh mereka setelah tujuh jam otak mereka dipaksa menerima pelajaran.
“Sakura ku tunggu di parkiran.” Ujar Sasuke seraya bangkit dari bangkunya dan menuju parkiran.
‘Hhhhh’ Sakura menghela nafas kemudian melihat Sasuke yang sudah berjalan mendahuluinya, ‘apa yang sebenarnya diinginkan manusia es itu? apa ia tidak tahu bagaimana sulitnya meredam perasaannku. Sampai sejauh mana ia ingin membuatku tersiksa?’ Gerutu batinnya sedih. Ia kemudian beranjak dari tempatnya menuju tempat Sasuke.
“Kau lama sekali.” Ketus sasuke.
“Apa aku pernah meng-iya-kan ajakanmu itu? Tidakkan!? Jadi jangan protes! Ah... Sudahlah. Apa yang ingin kau katakan? Cepatlah! Aku tidak memiliki banyak waktu, masih banyak yang harus aku lakukan.” Ujar Sakura dingin.
Sasuke tidak mengindahkan perkataan Sakura, ia kemudian membukakan pintu untuk Sakura. “Masuklah!” Titah Sasuke menanti Sakura agar memasuki mobilnya.
“Aku tidak bisa, aku harus pergi ke suatu tempat. Beri tahu aku, apa yang ingin kau katakan!” Sakura melirik jam tangannya, seolah memperjelas bahwa ia tak memliki banyak waktu
“Kalau begitu ku antar. Jangan menghindar! Aku tahu kau sedang menghindariku. Walau pun aku tidak tahu apa sebabnya.”
Sakura tersentak, rupanya Sasuke tahu kalau dirinya sedang menghindari dia. Tanpa banyak bicara Sakura memasuki mobil Sasuke.
...
Disinilah dia sekarang─duduk termenung dalam mobil bersama orang yang sudah membuat hatinya merasakan sakit. Kejadian beberapa hari yang lalu, kini terngiang di kepalanya. Saat dirinya harus mengetahui lelaki yang dicintainya ternyata mencintai gadis lain. Melihat betapa lelaki itu sangat mengharapkan gadis itu menjadi miliknya, merengkuhnya tanpa peduli sepasang mata yang melihatnya.
Sakit.
Mana ada orang yang tidak akan merasakan sakit bila mengetahui orang yang dicintainya ternyata mencintai orang lain. Telebih lagi dia adalah seorang perempuan yang mana memiliki hati yang terlampau sensitive dibanding dengan laki-laki.
Dibukanya jendela mobil itu lantas menyanggah kepalanya di lengannya yang sudah di letakkan di jendela mobil, membiarkan helai demi helai rambut panjangnya menari lembut mengikuti hembusan angin yang menerpanya. Berupaya membuat─setidaknya sedikit saja─beban yang menimpanya menguap.
Wajahnya datar tanpa ekspresi. Mata emeraldnya tidak lagi menunjukkan ketegasan dan keceriaan. Tak ada senyum yang biasa terbingkai di bibir merahnya. Hanya jejak lesu yang tertinggal dalam raut wajah.
Sasuke melirik Sakura sekilas dan memfokuskan pandangannya kembali pada jalanan.
“Kau mau kemana?” Tanya sasuke sekian lama terdiam mengikuti Sakura. Memang dari awal ia adalah tipe pendiam yang tak suka banyak bicara. Namun dalam suasana itu, entah kenapa ia tak bisa. Ia tidak suka hanya berdiam diri bersama Sakura dalam suasana yang tidak mengenakkan.
“...” Tak ada jawaban dari sakura, gadis itu hanya sibuk memandangi jalanan dari kaca jendela mobil. Di dalam pikirannya saat ini adalah berusaha untuk tetap diam dan tidak menanggapi semua perkataan Sasuke.
“Hei... Sebetulnya ada apa denganmu, kenapa kau menghindariku?”
“...” Masih tak menjawab, Sakura lebih memilih memandangi pemandangan di luar mobil.
Dalam hati Sasuke merutuki gadis di sampingnya itu. Susah payah Sasuke mengindahkan semua harga dirinya hanya untuk berbicara dengannya. Eh, malah gadis itu tidak peduli sama sekali.
‘sial’ rutuk Sasuke.
OoO
“Kau mau naik ayunan itu Saku-can?”
Ingatan masa lalu itu kembali hadir bermain-main di kepala Sakura. Dulu, ketika masih anak-anak ia memiliki tiga orang sahabat. Dari kecil mereka bersama, hingga dua sahabatnya yang lain pindah rumah.
Tinggallah ia walau bersama dengan satu sahabatnya. Persahabatan yang terjalin hingga berumur tujuh, tiga tahun bersamanya adalah sesuatu yang teramat sangat indah.
“Kau mau kudorong Saku-can?”
Senyum, canda, dan tawa mereka lewati bersama. Selalu dan selalu bersama hingga ia merasa sahabatnya itu adalah orang yang teramat disayanginya bahkan dicintainya. Cinta pertamanya hingga sekarang walau ia masih anak-anak kala itu, namun perasaan itu masih tersimpan sampai sekarang.
“Kau mau kudorong lebih keras?” Ucap bocah cilik itu pada teman Sakura, sambil terus mendorong Sakura di ayunan.
“Iya.” Jawab Sakura, tak lupa dengan tawanya.
“Aku senang Saku-can, kapan-kapan kita main lagi yah?” Ucap bocah itu sendu.
“Apa maksudmu Sasu?”
Bocah itu tak menjawab namun memberikan sesuatu pada Sakura kecil. “Ini! Kau harus menyimpannya. Ini tanda persahabatan kita. Kau tidak boleh menghilangkannya!” Katanya. Sakura menerima benda itu dengan heran. kalung dengan hiasan kristal bening dengan lambang kipas merah putih dan bunga Sakura yang mengelilinginya.
“Saku, aku minta maaf! Aku harus pergi, aku tidak bisa tinggal di sini lagi. Oto-san, kaa-san, dan nii-san, kami semua harus pindah ke Tokyo. Jangan pernah lupa aku yah Saku. Aku akan kembali ke sini dan menemuimu lagi. Janji yah kau tidak akan melupakanku!?” Ucapnya sambil memeluk Sakura dengan tangis yang menghiasi kedua pipi.
‘Dia menyuruhku untuk tidak melupakannya, tapi dia sendiri yang melupakanku.’ Ucap Sakura dalam hati.
Sakura tersenyum, namun bukan senyum kebahagiaan ataupun seringai, tetapi senyum yang terlihat menyedihkan.
Tes.... Tes.... Tes....
Tanpa ia sadari air matanya sudah tumpah ruah jatuhi rok sekolahnya.
‘Kenapa aku menangis?’
‘Tidak! Kumohon air mata berhentilah.’
‘Tolong pergilah! Jangan membuatku kembali bersedih!’
Batin Sakura bergelut. Akalnya mengatakan agar ia melupakan, namun hatinya melarang untuk melakukan hal itu. Menyuruhnya agar terus menunggu─ walau tak tahu sampai kapan.
‘Kenapa? Kenapa aku tidak bisa melupakanmu?’ batin Sakura sendu sambil memegang dadanya─lebih tepatnya kalung yang sedang ia kenakan.
....
“Kita sudah sampai.” Kata-kata Sasuke membuatnya sedikit tersentak. Ia tak sadar jika mobil yang ditumpanginya telah berhenti.
Sebuah danau dengan pepohonan Wisteria mekar yang mengelilinginya. Tampak indah dengan matahari sore yang mengguyur tempat itu. Mereka turun dan mendekati danau itu. Duduk di bawah pohon Wisteria yang tengah bermekaran indah dan terasa nyaman. Sambil mengamati pemandangan di depan mereka.
Kelopak bunga Wisteria melayang bebas di udara. Tiupan angin sepoi membuat kelopak itu berbelok menuju angsa-angsa yang berada di tengah danau, dan mendarat di atas danau dengan angsa-angsa yang seolah-olah sedang menari menyambut kelopak bunga itu.
Kelopak bunga Wisteria kembali berayun anggun. Membentuk gesekan simfoni merdu saat terlepas dari rantingnya. Angin kembali berhembus menerbangkan kelopak-kelopak bunga menjamah udara. Sesaat semilir angin mempercepat tempo irama hembusannya. Kelopak-kelopak bunga merah jambu, putih, biru hingga ungu tersebut berkumpul─menari riang bersama angin.
...
“Katakan! Apa yang membuatmu menghindariku?” Tanya Sasuke tegas memecah kesunyian di antara mereka. Terlihat kilat-kilat tak suka di matanya atas perbuatan Sakura. Jelas saja. Sasuke si turunan Uchiha yang memiliki ego luar biasa tinggi lagi-lagi diacuhkan oleh salah satu teman gadisnya─atau memang satu-satunya teman gadisnya, selain Hinata yang baru saja menjadi temannya.
“Tidak ada.” Jawab Sakura tak acuh. Tak menatap Sasuke. baginya jika menatap mata kelam laki-laki itu, ia akan kembali merasakan sakit─terjerat kembali ke masa lalunya. Masa lalu yang begitu indah, namun menyesakkan untuk dikenang.
“Baiklah kalau kau tak mau memberitahuku.” Jawabnya kemudian. Ia tak mau memaksa Sakura untuk menjawabnya dan membuat gadis itu makin menjauhinya.
Setelah mengatakan itu tak ada lagi percakapan di antara mereka. Bagi mereka, lebih menyenangkan menikmati pemandangan alam di depan mereka dengan pikiran yang melayang entah kemana dari pada harus membahas masalah yang akan membuat hubungan mereka semakin tak baik─ walau Sasuke sebenarnya mengajak Sakura ke tempat tersebut untuk menanyakan hal itu.
Hari semakin larut, matahari juga sudah enggan untuk menyinari bumi. Sakura bangkit dari dduknya diikuti oleh Sasuke, untuk pulang.
Selama perjalanan, tak satu pun di antara mereka yang membuka suara. Hingga berada di depan pagar rumah Sakura. Sebelum Sakura turun ia menyerahkan sesuatu pada Sasuke. Kalung kristal dengan lambang Uchiha dan bunga sakura yang mengelilinginya.
“Ambillah! Aku sudah tidak bisa lagi menjaganya. Jadi ku kembalikan saja.” Ucapnya sambil menyerahkan kalung itu.
Sasuke tampak berfikir. Rasa-rasanya ia pernah mlihat bahkan memiliki kalung itu, tapi kapan? Dan bagaimana Sakura bisa memilikinya?
Sebelum Sakura benar-benar masuk ke dalam rumahnya, Sasuke memutuskan untuk menghampirinya.
“Sakura, tunggu!” Panggil Sasuke sambil lantas menarik lengan Sakura agar menatapnya. Entah kenapa ada sesuatu yang mengusik benaknya dan membuatnya ingin mengetahui perihal kalung itu─entahlah seperti ada yang sudah hilang dari dirinya.
Sakura sedikit tersentak. Dia menghentikan langkahnya dan berbalik. “Ada apa lagi?” Ujarnya ketus. Dia sudah tak sanggup melihat wajah Sasuke, apalagi matanya. Sudah cukup baginya jatuh di lubang yang sama beberapa kali dan membuatnya semakin terluka.
“Kau... Dari mana kau mendapatkan kalung ini?” Tanya Sasuke penasaran.
Sakura tersentak. Kembali dalam angannya, mengingat-ingat semua rentetan masa lalunya bersama laki-laki itu. Semudah itukah ia melupakan kenangannya dulu? Semudah itukah ia melupakan janji mereka? Dalam diam Sakura kembali bersedih, namun raut wajahnya tetap datar. Detik berikutnya Sakura tak bisa lagi menyembunyikan raut kekecewaannya. “Jangan berpura-pura lupa! Kau sendiri yang memberiku itu sebelum kita berpisah 10 tahun yang lalu. Kau bilang agar aku tak melupakanmu, tapi kau sendiri yang melupakanku. Seharusnya aku tahu, seharusnya aku sadar, janji anak kecil, tidak lebih hanya omong kosong. Dan... Aku sangat membencimu, jadi ambillah kalungmu itu dan bebaskan aku dari janji kita dulu. Aku tidak mau lagi menunggu orang yang melupakanku.” Ujar Sakura penuh emosi. Yah dia kecewa, ternyata Sasuke melupakan itu semua.
Tak ingin bertambah sedih Sakura kemudian berlari ke dalam rumahnya, tanpa melihat ke belakang─ ke arah Sasuke yang menatapnya dengan pandangan tak terbaca.
...
...
END for Sasu-Saku
...
...
Hahay berakhir dengan GaJenya.
Hem... sebelumnya terima kasih yah sudah membaca fict ini dan juga maaf kalau chapter ini tidak memuaskan.
Aku udah baca reviewnya dan benar-benar buat adrenalin author jadi tertantang untuk buat fict ini tambah gila. “>,<” hahahaha.... *tertawa iblis* dan aku juga bingung sebenarnya gues yang biasa mereview ada berapa sih? Apa gak bisa pakai tag name yang lain yah? *bingung*
Emang author mentag sasu-saku hanya sebagai modus yah?
Memang modus buat apa coba? Fict ini pun belum lengkap dan kamu sudah mereview kayak gitu. Aku buat fict yang aku suka dan alurnya pun sesuai dengan keinginanku. Aku memang masih newbie di dunia ffn ini, jadi masih perlu belajar. Lagian memang kamu pengennya sasu-saku itu bersama tanpa adanya konflik? Yah kalau kamu ingnnya begitu sih langsung khayalkan saja itu. *maaf bukannya author berkata tidak sopan* karena aku inginnya ada konflik di antara mereka sebelum bersama. Semoga kamu bisa bijak dalam membaca fictku ini dan bukannya menjudge apa yang sudah ku tuliskan.
Maaf kalau fict ini sudah buat kamu dan reader yang lain kecewa. Sekali lagi aku beritahu kalau fict ini belum selesai. )*,*( dan tentang Sakura yang jadi tong sampahnya Hinata *wow... kasar banget tu kata-kata* itu tidaklah benar. Lagian juga Sasuke di sini sudah jadi teman Hinata-kan dan mereka juga tidak jadian, jadi yang dimaksud tong sampah di sini itu apaan?
Apa Sakura hanya dijadikan sebagai figuran?
Sekali lagi author beritahu, fict ini belum selesai dan apa yang saya tag pairing-nya itulah yang akan terjadi. Tidak ada figuran di antara mereka berempat. Apa yang ku tuliskan tentang sasu-saku side itu adalah awal dari konflik mereka dan mungkin juga akan ku hubungkan dengan konfliknya si naru-hina.
Dan kepada semua reader yang sudah mereview ini terima kasih. Dan tolong jika mereview gunakanlah kata-kata yang baik. Terima kasih.
...
~oOo~
...
Hinata termenung memikirkan kejadian dua hari ini. Naruto tak seceria kemarin, entah apa yang sedang mengganggu pikirannya. Apakah Naruto melihat apa yang dia dan Sasuke lakukan tiga hari yang lalu dan menjadi salah paham?
Sepanjang jam sekolah tak sekali pun dia melihat senyum ceria Naruto. Walau terlihat bahagia Hinata bisa merasakan ada sesuatu yang disembunyikan oleh Naruto dan entah kenapa dia merasa hal itu buruk.
Jam istirahat berbunyi. Hinata bangkit dari bangkunya lantas menuju ke bangku Naruto. “Na... Naruto!?” Sapa Hinata namun bukan merasa malu tetapi ragu.
“Ah... Hinata. Ada apa? Apa kau ingin ke atap untuk makan siang?” Tanya Naruto menatap Hinata yang tengah tertunduk sambil meremas kain yang membungkus bekalnya.
Hinata tak menjawab namun mengangguk. Perasaan tak nyaman menyeruak dalam benak. Bukan karena tatapan dari murid-murid yang memandanginya, tetapi perasaan aneh yang sedari tadi yang dia rasakan. Ada apa sebenarnya dan kenapa tingkah Naruto berbeda?
Yey... ni sudah ku update. Maaf yah kalau lama. Maaf juga kalau fell-nya masih kurang *aku masih perlu banyak belajar*. Dan chapter ini pun gak ada adegan Naru-Hinanya. Hehehehe... maaf lagi buat kalian kecewa, padahal banyak yang minta untuk dibanyakin adegan Naru-hinanya, tapi tidak ku lakukan.
Tadinya ingin aku banyakin adegan naru-hina-nya, tetapi tangan dan pikiranku malah bertolak belakang. Tanganku seenaknya sendiri nulis alurnya *suuueeeeerrrrr* >_<. Kadang apa yang ingin kita tulis tuh berbeda kalo sudah kita tulis alurnya *padahal author sendiri yang alami -_-*.
Oh ya, terima kasih yah yang masih bersedia membaca bahkan menunggu fict ini sampai sekarang. Than, aku mau balas dikit reviewnya kalian, mungkin selama ini aku hanya pilih-pilih untuk balas tapi mulai dari sekarang kuusahakan untuk balas satu-satu. Dan untuk kali ini mungkin yang gak login aja, hehehe... dan untuk yang login silahkan dilihat PM, yah.
Yamanaka : hahaha... kalau itu mungkin gak bisa aku lakukan. Maaf...! aku hanya buat konfliknya dari mereka berempat, yah kayak salah paham gitu. *akhirnya aku kecoplosan*
Momoshiki : semoga chapter ini bisa memuaskanmu. Maaf yah kalau Naruto di sini rada plin-plan ku buat (bukan plin-plan tetapi sedang dilanda dilema).
Guest : chapter 8 nih sudah ada. maaf yah gak ada adegan naru-hinanya.
J Lucifer : kan dipilahan gendrenya gak ada sinetron, jadi aku pilih saja drama. Kan sama saja. Maaf yah kalau membosankan.
Amry : nih sudah ada lanjutannya. Makasih yah sudah di baca. Hahaha... :-D
Shanazawa : wah kamu benar. Hahahaha... walau aku belum jelaskan apa itu, tapi sepertinya ‘sesuatu’ itu gampang di tebak.
Park eun jo : hehehehe... kan awal konfliknya mereka. Eh bukan tengah-tengahnya konflik sasu-saku. Yah, ini juga gak ada momen
naru-hinanya. Maaf, yah...! Rian : hm... apa yah kira-kira...? kalo sudah baca ini, apakah masih belum jelas? Semoga jelas, yah? Hehehe..
Himiko, Park bu tong, Dillah-chan, Guest, dan Robert.Hn : Nih aku sudah update ch 8 nya moga kalian menikmatinya...
Semoga chapter kali ini bisa menghibur kalian. Jujur kalau untuk fict yang roman-roman kayak gini, aku susah buatnya. Aku lebih suka yang bergenre fantasi, jadi mungkin banyak sekali kekurangannya. Well, sekian dulu cuap-cuapnya. Kritik, saran, kalau bisa. Atau kalau ada yang aneh lagi silahkan tuangkan di kolom review. Dan tolong kalau review pakai bahasa yang baik, PLEASE!!!!
Next............... Chapter 8
“Ayo.” Naruto bangkit lantas berjalan bersama Hinata.
Di sepanjang koridor sekolah, banyak siswi perempuan yang meneriaki nama Naruto. Tak sedikit pula yang mencoba merayu Naruto dengan tingkah menggoda yang dibalas tak acuh oleh Naruto. Memang dia adalah laki-laki periang dan humoris namun bukan berarti dia akan menanggapi siswi-siswi itu.
Sesampainya di atap sekolah, mereka kemudian menyantap bekal yang di bawa oleh Hinata. tak ada sepatah kata yang terlontar dari mulut keduanya, diam dan menikmati hembusan angin sambil menyantap makanan. Sesekali Hinata melirik Naruto yang masih diam.
Dulu, biasanya Naruto akan memberikan lawakan atau melakuka hal-hal konyol yang akan membuatnya tersenyum bahkan tertawa, tapi sekarang...
“Naruto-kun, kau kenapa? Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?” Tanyanya setelah sekian lama terdiam, mengikuti arus yang terbentuk akibat kediaman Naruto.
“Tidak ada apa-apa Hinata-chan. Aku baik-baik saja.” Sahutnya.
Setelahnya tak ada lagi percakapan di antara mereka berdua hingga bel menunjukkan tanda pelajaran baru akan dimulai. Membereskan peralatan yang telah mereka pakai dan bergegas menuju kelas.
Dalam hati Hinata hanya berdoa agar semuanya baik-baik saja.
...
TBC
Yey... ni sudah ku update. Maaf yah kalau lama. Maaf juga kalau fell-nya masih kurang *aku masih perlu banyak belajar*. Dan chapter ini pun gak ada adegan Naru-Hinanya. Hehehehe... maaf lagi buat kalian kecewa, padahal banyak yang minta untuk dibanyakin adegan Naru-hinanya, tapi tidak ku lakukan.
Tadinya ingin aku banyakin adegan naru-hina-nya, tetapi tangan dan pikiranku malah bertolak belakang. Tanganku seenaknya sendiri nulis alurnya *suuueeeeerrrrr* >_<. Kadang apa yang ingin kita tulis tuh berbeda kalo sudah kita tulis alurnya *padahal author sendiri yang alami -_-*.
Oh ya, terima kasih yah yang masih bersedia membaca bahkan menunggu fict ini sampai sekarang. Than, aku mau balas dikit reviewnya kalian, mungkin selama ini aku hanya pilih-pilih untuk balas tapi mulai dari sekarang kuusahakan untuk balas satu-satu. Dan untuk kali ini mungkin yang gak login aja, hehehe... dan untuk yang login silahkan dilihat PM, yah.
Yamanaka : hahaha... kalau itu mungkin gak bisa aku lakukan. Maaf...! aku hanya buat konfliknya dari mereka berempat, yah kayak salah paham gitu. *akhirnya aku kecoplosan*
Momoshiki : semoga chapter ini bisa memuaskanmu. Maaf yah kalau Naruto di sini rada plin-plan ku buat (bukan plin-plan tetapi sedang dilanda dilema).
Guest : chapter 8 nih sudah ada. maaf yah gak ada adegan naru-hinanya.
J Lucifer : kan dipilahan gendrenya gak ada sinetron, jadi aku pilih saja drama. Kan sama saja. Maaf yah kalau membosankan.
Amry : nih sudah ada lanjutannya. Makasih yah sudah di baca. Hahaha... :-D
Shanazawa : wah kamu benar. Hahahaha... walau aku belum jelaskan apa itu, tapi sepertinya ‘sesuatu’ itu gampang di tebak.
Park eun jo : hehehehe... kan awal konfliknya mereka. Eh bukan tengah-tengahnya konflik sasu-saku. Yah, ini juga gak ada momen
naru-hinanya. Maaf, yah...! Rian : hm... apa yah kira-kira...? kalo sudah baca ini, apakah masih belum jelas? Semoga jelas, yah? Hehehe..
Himiko, Park bu tong, Dillah-chan, Guest, dan Robert.Hn : Nih aku sudah update ch 8 nya moga kalian menikmatinya...
Semoga chapter kali ini bisa menghibur kalian. Jujur kalau untuk fict yang roman-roman kayak gini, aku susah buatnya. Aku lebih suka yang bergenre fantasi, jadi mungkin banyak sekali kekurangannya. Well, sekian dulu cuap-cuapnya. Kritik, saran, kalau bisa. Atau kalau ada yang aneh lagi silahkan tuangkan di kolom review. Dan tolong kalau review pakai bahasa yang baik, PLEASE!!!!
Next............... Chapter 8
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
0 komentar:
Post a Comment