Fly with your imajination

Monday, August 17, 2015

Sleeping Beauty

Pair: SasuSaku
Rate: K+
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, typo, alur GaJe dan kecepatan. (suka suka mickey)
Sleeping beauty © Mickey_miki

....

SUMMARY

Sleeping beauty, kalian pernah dengar kisahnya, kan? Kisah dongeng, dimana seorang putri menunggu seoarang pangeran memberinya sebuah ciuman agar dia bisa terbebas dari kutukan seorang penyihir. Namun apa yang terjadi padaku. Bahkan tanpa seorang penyihir pun aku tertidur dan apa yang ku tunggu? Ciuman seorang pangeran-kah?

.
.
.

Bagian 1

Ada apa dengannya? Sedari tadi dia tidak bangun-bangun.

“Apa dia mati?”

“Panggil ambulance!”

“Sakura.. Bangun! Hei kau kenapa?”

“Bangunlah! Jangan bercanda!”

“Sakura..!!!”

“Ada apa? Kenapa kalian memanggilku seperti memanggil seseorang yang akan meninggalkan kalian? Aku disini. Di belakang kalian.” Ucap seorang gadis berdiri di belakang orang-orang yang sedang mengerubungi sesuatu.

“Bangun, jangan membuat kami khawatir... Sakura!!”

Sekali lagi gadis itu tampak bingung dengan teman-temannya. Memanggil namanya dengan nada khawatir yang nampak sangat jelas. “Aku...? Maksud kalian apa?”

“Seseorang... Tolong panggil ambulance!”

Sakura makin menyerngit bingung namun ada kekhawatiran dalam dirinya yang membuncah tatkala salah seorang temannya menyuruh seseorang memanggilkan ambulance. “Apa maksud ka─ apa ini?” Sakura tak mengerti sekaligus takut setelah melihat dirinya berwujud transparan. Tatapannya kembali dia alihkan pada teman-teman di depannya, “Teman-teman kenapa dengan tubuhku─” Ucapnya sendu sambil berjalan mendekat pada mereka. Sesampainya Sakura di dekat mereka, Sakura coba menyentuh salah seorang namun sayang tangannya tak bisa menyentuh. Seolah mereka adalah angin yang dengan mudah dia tembus namun tak berasa.

“Bertahanlah, kami mohon!”

Sakura kembali melihat tubuh transparannya. “Teman-teman hiks... Kenapa dengan tubuhku? Hiks... Aku─” matanya melebar saat melihat objek yang sedari tadi dikerumuni banyak orang. Tubuh seorang gadis yang terbaring. Helaian rambut merah mudanya berlambai saat teman-temannya mengangkat tubuh mungil itu. Dia tidak pingsan, tidak juga tidur. Dia tidak mati, hanya saja dia tidak bisa dibangunkan. Dan saat itu juga tubuh Sakura meluruh, jatuh dan terduduk di atas tanah. Air mata tak bisa lagi dia bendung, mengalir deras bak aliran sebuah sungai yang jatuh ke atas tanah namun tak membasahi.

.
oOo
.

Dan inilah aku yang sekarang. Menjadi salah satu makhluk gentayangan yang sering diteriaki manusia ketika bertemu namun anehnya tubuhku masih berada di dunia ini. Aku tidak mati, hanya saja tubuhku sedang tertidur. Layaknya seorang putri tidur dalam sebuah dongeng namun tak ada penyihir yang membuatku seperti ini. Entah apa sebabnya, dokter hanya berkata bahwa ini adalah sebuah penyakit langkah namun tidak mematikan. Otakku hanya berhenti bekerja sementara dan membuat tubuhku seperti sedang tertidur.

Lalu rohkulah yang kenna imbasnya. Tak bisa kembali ke dalam tubuhku dan berakhir menjadi roh gentayangan. Ini bukanlah sebuah drama yang biasa ku tonton, karena aku bukanlah seorang aktris. bukan pula sebuah mimpi aneh yang kebetulan ku alami. Ini benar-benar terjadi. Sebuah kisah aneh bin nyata yang entah kenapa akulah yang jadi pemeran utamanya.

Aku sedih, tentu saja. Marah, apalagi namun tak tahu harus marah pada siapa. dan pada akhirnya aku hanya bisa menjalaninya. Hidup namun tidak hidup. Hanya mengikuti arus. Sama seperti air yang mengalir menuju muara. Namun aku tak tahu sampai kapan air itu mengalir.

Selama seminggu aku hanya mengelilingi rumah sakit ini karena tak bisa kemana-mana pun dengan tujuannya. Awalnya memang terasa menyedihkan juga kesepian, namun itu tidak lama setelah mengenal makhluk yang sama sepertiku. Padahal jika mengingat kembali diriku yang dulu, aku pasti akan lari terbirit-birit atau bahkan akan pipis di celana jika melihat mereka. Dan sekarang malah sebagian menjadi kenalanku.

Berbagai macam karakter ku temui dan sebagian dari mereka sangat mengagumkan. Ada nenek chiyo yang sudah hampir tiga bulan mati namun rohnya tetap berada di dalam bilik kamar, katanya dia sedang menunggu cucunya. Dia adalah guru yang baik karena, pengalaman hidupnya yang sudah sangat lama. Ada juga pak Asuma, seorang polisi muda yang mati saat menjalankan tugasnya banyak kisahnya yang dia ceritakan padaku terutama pada misi-misi penyelamatannya yang sangat hebat. Lalu pak Dan. Dia adalah favoritku, tampan dengan semua nasihat bijaknya yang membuat aku tidak terpuruk dengan keadaanku saat ini. dan berkat mereka semua kesepian akan apa yang ku alami sukses berkurang.

Aku menggerakkan kembali tubuhku, melayang seperti selembar kapas yang berterbangan. Mengikuti kemana arah hati untuk pergi. Dan di sinilah aku, duduk di atas pagar pembatas di atap gedung rumah sakit. Tak ada rasa takut jatuh yang biasa ku rasakan saat berada pada ketinggian, tentu saja karena ini hanya rohku. Tak akan bisa jatuh ke atas tanah, karena tubuhku tak bisa menapaki tanah.

Walau tak bisa lagi merasakan udara yang berhembus, setidaknya aku bisa lebih tenang berada di sini. Langit yang berwarna biru cerah juga alunan suara burung kecil yang melantunkan bait-bait penuh damai seolah menghipnotis rohku agar tetap tenang dan menikmati tiap hari dalam kesedihanku.

Angin berhembus kencang seolah menembus sanubariku, membuat merasakan suatu perasaan tidak nyaman. Layaknya merasakan sebuah jantung, aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.

Ku tolehkan kepalaku ke samping. Seseorang tengah berdiri di atas pagar pembatas, seolah menunggu waktu yang tepat buat dia terjun ke bawah. Pandangannya kosong menatap ke depan seolah tengah membayangkan sesuatu. Iris kelamnya menampakkan raut kesedihan yang amat kentara.

Dia maju namun tidak cukup satu kaki. “Kenapa kalian melakukan ini padaku?” Ucapnya lirih sambil memegang dada. Rasanya aku bisa merasakan apa yang ia rasakan saat ini. Perih dengan kekecewaan yang bercampur.

“Aku mempercayai kalian, tetapi kenapa?” Sekali lagi dia berucap. Langkahnya semakin menepi. Aku sampai ngeri melihatnya. Membayangkan jika dia melompat dan tubuhnya hancur dengan kepala bocor yang mengeluarkan ceceran otak, kaki yang terpelintir 360° dengan tak beraturan, tangan patah, bahkan organ dalam perutnya juga ikut tercecer, membuatku sedikit mual.

Aku mendekatinya perlahan, walau ku tahu tak ada gunanya karena dia tak akan bisa melihatku. “Kenapa kau ingin bunuh diri?” Ucapku saat sudah sampai dan duduk tepat di sampingnya. Menatapi pemandangan kota.

Aku merasa dia berhenti bergerak, ku tengadahkan kepala melihatnya. Dan benar saja dia seolah sedang mencari suaraku. Aku kembali bersuara, mencari pembenaran dari dugaanku. “Kenapa kau memilih jalan ini?” Pandanganku terfokus pada pemandangan perkotaan. Siang ini walau cerah namun matahari tidak memancarkan sinar yang terik. “Padahal banyak orang yang masih ingin hidup─”

“Kau siapa?”

“Hm” Aku mungkin salah mendengar dia bertanya siapa aku. Sudah seminggu aku berada di sini ini dan rata-rata manusia dewasa tak ada yang bisa melihatku.

“Kau siapa dan bagaimana caramu kau berada di sampingku?”

Rasanya waktu telah berhenti saat ini ketika mendengar perkataannya itu. bukankah itu artinya dia bisa melihatku? Aku mendongak, menatapnya bingung. “Kau bisa melihatku?” Tanyaku sambil menunjuk diri sendiri.

“Apa aku terlihat buta hingga tak bisa melihatmu?” Dia bertanya dengan nada mencemooh sambil melipat dada, menatapku tak suka.

Aku menatapnya tak percaya lantas berdiri dengan tiba-tiba hingga membuatnya terlonjat kaget dan tersentak ke belakang dan akhirnya terjatuh dengan tidak elit. Kakinya berada di pagar sedang kepalnya berada di bawah. Dia mengaduh kesakitan sambil mengelus-elus kepalanya yang tadi terbentur.

“Pffft... Ha... Ha... Ha.... Kau lucu sekali. Maaf aku tidak sengaja.” Ucapku menyesal di sela-sela tawaku. Sungguh dia terlihat lucu, mengingat sikap dinginnya tadi. aku menghampirinya berniat menolong namun tubuhku tak bisa menyentuh.

“Apa begitu sikap orang yang menyesal, hah?” Katanya dengan emosi yang bercampur rasa malu. Dia berdiri lantas melayangkan tatapan tajam padaku.

“Maaf. Sungguh aku minta maaf. Aku terlalu senang bertemu dengan seseorang yang bisa melihatku.” Sahutku dengan tatapan permohonan sekaligus bahagia.

“Tidak ada orang yang meminta maaf dengan tatapan bahagia seperti itu. lagi pula apa maksud perkataanmu itu. Apa kau sudah mati?”

Aku menggeleng untuk pertanyaan terakhirnya, “Aku belum mati, namun rohku bergentayangan. Tubuhku hanya tertidur. Dan apa yang kau lakukan hingga membuatku bisa terlihat olehmu? Apakah kau memiliki six sense?” Tanyaku penasaran sekaligus kagum.

Dia merapikan pakaiannya, menepuk pakaiannya yang terkena debu akibat jatuh. “Aku tidak melakukan apa-apa dan aku tidak memiliki indra keenam.” Sahutnya ketus, rupanya dia masih belum memaafkan tentang sikapku tadi. dia kemudian berjalan ke arah pintu keluar atap gedung ini dan tanpa melihatku.

Aku mengikutinya, melayang mengikuti langkah kakinya yang panjang. “Omong-omong, kenapa kau mau bunuh diri?” Tanyaku penasaran.

Dia berhenti dan melirikku sinis, “Bukan urusanmu. Dan gara-gara kau aku jadi malas melakukan hal itu.” sahutnya lantas kembali melangkah pergi.

“Benarkah? Apa aku sudah jadi seorang penyelamat?”

Tak ada sahutan darinya. Dia tetap melangkah pergi seolah dia tak mendengar apapun yang keluar dari mulutku tapi aku tetap tersenyum malah merasa bahagia. Baru kali ini aku menemukan seseorang yang bisa melihatku dan mendengar kata-kataku. Dan aku juga merasa bangga karena sudah menghentikan percobaan bunuh dirinya. Walau tanpa kata-kata bijak hanya membuatnya terlihat konyol dan merasa malu dia lantas pergi seolah tak terjadi apa-apa. Atau karena dari awal memang dia tidak berniat bunuh diri dan hanya ingin menenangkan perasaan?

Lanjut Bagian 2
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com