Fly with your imajination

Wednesday, February 17, 2016

PRINCESS OF FROG 5

SEBELUMNYA SELANJUTNYA

orginal fict by Mickey139

Rate : T-M
Genre : Fiksi remaja, Fantasy, Mystery & Romance
WARNING : (miss) typo, EYD kurang, alur gaje (suka-suka Mickey), author masih perlu banyak belajar. Mohon maaf jika ada kesamaan dalam cerita ini. cerita ini asli dari karangan author sendiri
.
.
DON’T LIKE DON’T READ
.
.

~ Happy Reading ~
.
.


Princess of Frog © Mickey139




Mata kami saling mengunci. Mata hijau bening itu seolah menghipnotisku untuk terus menatapnya. Indah namun tersirat berbagai emosi. Kelam dan dingin tak kurasakan adanya kelembutan di sana.

Kenapa dengan laki-laki itu? Kenapa dia menatapku seperti itu?

Tidak berapa lama pandangannya teralihkan dariku. Temannya menarik kepalanya hingga membuatnya tertunduk karena gemas.

"Lili!!!" Kulihat Rania berlari menghampiriku. Dia tersenyum nampak bahagia, entah karena apa.

"Kamu lihat! Laki-laki yang di sebutkan Raka itu adalah pangeran di sekolah kami. Dia tampankan? Lebih tampan dari orang yang pernah kau lihatkan?" tanyanya sambil tersenyum menatapku.

Aku menggeleng. Sulit rasanya berucap di tempat ramai seperti ini, walau hanya satu kata. Aku takut jika satu kata itu dibarengi dengan suara katak.

"Jadi dia lebih tampan dibanding Raka?" tanyanya.

Sekali lagi aku menggeleng hingga membuatnya bingung. "Jadi? Apa dia sama tampannya dengan Raka?" kujawab dengan anggukan. Tentu saja sama, karena orang yang pernah kutemui dengan pangeran yang dia sebutkan itu adalah orang yang sama.

"Ayo ikut aku, kita temui mereka. Kebetulan dalam tim itu ada temanku." ucapnya sambil menarik tanganku menemui mereka.

"Dio, selamat yah, kalian sudah memenangkan pertandingan tadi." ucap Rania seraya menjabat tangan laki-laki yang bernama Dio.

"Terima kasih, Ra. Tapi aku rasa aku di sini hanya sebagai alasan mu kan? Yang sebenarnya ingin kau temui itukan Raka?" pertanyaan itu membuat Rania jadi tersipu. Aku juga sebenarnya sependapat dengan laki-laki itu.

"Ih... Kau ini. Aku juga ingin memberimu selamat." sahut Rania namun rona di wajahnya tak memudar.

Aku melirik ke arah laki-laki yang bernama Raka itu dan─

DEG

Sekali lagi pandangan kami bertemu. Entah kenapa dia melihatku seperti itu. Tajam dan menusuk. Tak mau kalah aku pun memandanginya dengan tak kalah tajam.

Dia berjalan menghampiri kami, tetapi tatapannya tak pernah lepas denganku. Aku sedikit bergidik ketika dia semakin dekat dengan kami hingga jarak antara aku dengan dia hanya selangkah ketika dia menghentikan langkahnya. Aku terus mengamatinya dan tatapan kami akhirnya berhenti ketika dia alihkan untuk menatap Dio, laki-laki yang sejak tadi Rania ajak mengobrol.

"Dio. Aku pulang duluan." katanya sebelum Dio mengalihkan tatapannya dari Rania.

"Loh... Bukannya ada acara sehabis ini. Kau tidak ikut?" tanya Dio.

Aku menatap Rania yang makin tersipu melihat Raka dari dekat. Sedikit ku sentuh lengannya untuk menyadarkan dia dari keterpesonaannya itu dan itu berhasil. Dia menatap Raka dengan tanya, "Kenapa cepat sekali kau pulang, Raka?" Tanyanya dengan suara sedikit bergetar akibat gugup.

Raka mengalihkan pandangannya dari Dio dan menatap Rania, namun Rania menunduk dan kemudian tatapan itu beralih padaku. Tidak lama namun juga tidak cepat hanya beberapa detik sebelum mengalihkan lagi pada Dio.

"Kau kenal dia?" Tanyanya pada Dio, tetapi aku tidak tahu siapa yang dia maksud.

Dio menatap kami satu-satu. "Dia Rania dan dia─"

"Dia Lili, temanku. Salam kenal." Rania menjawab cepat lantas menjulurkan tangannya dan dengan ragu Raka menerima uluran itu. Aku juga ragu untuk menjabat tangannya karena masih teringat dengan tatapannya itu.

Rania menyenggol bahuku untuk memperingatiku. Dengan sangat ragu aku pun menerima jabatan tangan laki-laki itu namun tak mengeluarkan suara apapun.

Setelahnya dia pergi tanpa mengucapkan sesuatu. Rania terlihat kecewa dengan itu, tetapi tak bisa berbuat apa-apa.

Aku membisikkan sesuatu ke telinga Rania, jika aku ingin pergi ke toilet sebentar dan dia mengangguk.

Aku mencari laki-laki itu dan tidak lama ku temukan dia yang sedang membeli air mineral. Kuhampiri dia dan kembali tatapan itu dia berikan padaku. Sepertinya aku memang harus meminta penjelasan padanya.

"Hai, kau masih mengingat aku?" Tanyaku walau terlihat canggung. Dia tidak menjawab dan tetap meminum air mineral itu.

"Terima kasih sudah menolongku waktu itu." Kataku dengan susah payah menahan suara katak yang akan keluar tiap kali aku berbicara.

Dia menurunkan botol mineral itu setelah meneguknya hingga setengah botol. Lama ia terdiam dan aku pun juga ikut terdiam karena menunggu kata-kata yang akan segera dia ucapkan.

Aku menghela nafas, nampaknya dia tidak akan membuka suara. "Kalau begitu aku permisi. Aku hanya ingin mengucapkan terima kasih padamu." Kataku sebelum pergi meninggalkannya. Sepertinya takdir yang ku yakini tidak berjalan dengan baik dan lagi Rania terlihat sangat menyukai laki-laki itu, walau dia menyangkal saat kutanyai dulu.

Aku kembali kepada Rania dan temannya Dio. Mereka masih mengobrol terlihat asik sekali, Dio yang mengacak rambut Rania gemas hingga membuat Rania memukul bahu Dio. Entah kenapa aku malah melihat Dio menyukai Rania.

Kudekati mereka tanpa sapaan atau suara dan mengambil langsung tepat di samping kiri Rania. Rania berbalik dan sedikit tersentak ketika melihatku. "Lili kau membuatku kaget. Kau seperti hantu." Dumel Rania namun tak ku balas sama sekali. Tentu saja karena aku tak mau mempermalukan diriku sendiri dan juga Rania.

"Oh ya Dio, kenalkan ini Lili, sahabatku yang ku ceritakan tadi." ucap Rania memperkenalkan aku pada temannya. Tangan lelaki itu menjulur dan tanpa ragu ku balas. "Dio." katanya sambil tersenyum. Dio sebenarnya tak kalah keren dan tampan dengan Raka. Matanya berwarna biru sebiru lautan dengan rambut model rambut the quaffed blow back kuning. Dia juga mempunyai senyum yang sangat manis.

"Lili." sahutku dan juga tersenyum.

"Oh ya, Li kau mau ikut kami kan hari minggu besok. Kami akan kemping ke gunung. Tenang saja hanya ada beberapa orang saja yang ikut termasuk Dio dan Raka. Yah!!!" ucap Rania sambil memelas.

Aku menghela nafas melihatnya seperti itu. Aku tahu alasan kenapa dia ingin ikut di acara itu, tentu saja karena laki-laki yang ia sukai juga ikut. Ialah Raka, laki-laki tampan namun dingin yang ia anggap sebagai perwujudan dari seorang pangeran.

"Ra, kau tahu bagaimana kondisiku saat ini, kan?" dia mengangguk, "Tapi kenapa kau juga mengajakku kalau kau tahu hal itu?" susah payah aku menahan suara katak yang ingin keluar dari bibirku karena sahabatku ini. menyebalkan sekali dia.

"Please. Aku akan menjagamu di sana. Rahasiamu aman. Hanya kau yang bisa ku harapkan Li, Please...!" pintanya dengan sinar mata yang masih tetap sama.

Aku memutar mata bosan melihat tingkahnya itu, tetapi bukan karena aku terpengaruh dengan tatapan memelasnya itu. aku hanya malu diperhatikan oleh orang-orang di sini. Aku kemudian mengangguk tanpa suara. Dan dia seketika mendekapku dengan erat.

"Ra, lepas. Kau membuatku sesak, WRO─" cepat-cepat Rania melepaskan dekapannya, sambil mengucapkan kata maaf. hampir saja suara itu keluar dari bibirku. Aku mendelik marah padanya karena kelakuannya itu hampir membuatku malu.

Dia hanya cengengesan menerima delikanku dan sekali lagi mengucapkan kata maaf padaku. Aku mendekatkan bibirku pada telinganya membisikkan sesuatu pada Rania, tak ingin orang lain mendengar suara katak yang keluar dari tenggorokanku secara refleks. "aku ingin pulang" sambil memasang wajah memelas.

Rania terlihat ragu untuk menjawab. Dia ingin pulang bersamaku namun dia juga masih ingin berada di sana. Dia menatap Dio dan aku berulang kali.

Aku memajukan bibirku lagi dan berbisik, 'aku pulang sendiri saja. Aku tahu kau masih mau berada di sini.' Dan dia terlihat tersenyum lalu menganggukkan kepala tanda setuju.


sumber gambar : pinterest
...

Keesokan pagi, masih dalam keadaan setengah sadar, aku merasakan seseorang mengguncang tubuhku agak keras. perlahan ku buka mataku dan ketika sepenuhnya terbuka dan seluruh nyawaku sudah berada di dalam ragaku aku melihat Rania sudah ada di samping tempat tidurku sambil bersedekap dada. "Bangun, pemalas. Kita akan terlambat jika kau masih bergelayut manja dalam selimutmu." Ucapnya sedikit keras.

Aku mengerjap-kerjapkan mataku, sedikit ku usap agar penglihatanku seratus persen membaik. "Rania." Adalah kata pembuka saat pagi ini. ku edarkan pandanganku pada jendela kamar yang sudah terbuka gordennya. Bahkan matahari belum sepenuhnya muncul dari ufuk timur. Aku mendelik padanya karena berani membangunkanku di pagi buta seperti ini.

"Cepatlah Rania, kalau tidak kita akan terlambat dan mungkin juga akan ditinggal." Katanya sambil memaksaku keluar dari selimut dan membangunkanku untuk memasuki kamar mandi. Ah. Menyebalkan sekali sahabat seperti Rania ini.

Tidak lama kemudian aku sudah siap dengan peralatan kempingku. Rupanya Rania dibantu oleh ibu sudah menyiapkan semua keperluanku.

"Sebenarnya sejak kapan kau sampai di rumahku? WROOG..." aku memandangnya penuh selidik.

Dia memalingkan wajahnya tak mau menatapku. Tindakananya itu mau tidak mau menambah kecurigaanku padanya. "Jangan bilang kau sudah tiba di sini sejak subuh yang bahkan alarm alam pun belum berbunyi?"

"Hehehe..." Cengirnya. Aku hanya bisa menghela nafas melihat perbuatannya itu. beginikan orang yang sedang jatuh cinta? Rela melakukan apapun demi melihat orang yang dicintai. Astaga..

sumber gambar : pinterest
...

Sesampainya di tempat janjian, yang ku lihat hanya pohon dan bangku taman tanpa melihat seseorang dengan penampilan seperti kami. Banyak memang orang namun pakaian mereka adalah pakaian olahraga dan tidak seperti kami yang terlalu menampakkan bahwa kami akan pergi kemping.

"Rania, dimana yang lainnya? Apa kita sudah terlambat? WROOG.." tanyaku dengan suara pelan. Aku takut jika karena keleletanku kami ditinggal pergi.

Rania tersenyum dan memandangku, "Sepertinya mereka belum tiba." Ucap Rania polos. Tak ada rasa sesal dalam kalimatnya itu dan membuat perasaan dongkol yang sejak tadi ku tahan bertambah.

Kepalaku seakan mengeluarkan asap lantaran merasa sangat-sangat dongkol karena kelakuan Rania padaku. nafasku memburu dan rahangku makin mengeras menatap dia yang menatapku dengan tatapan polosnya.

"Kau kenapa Lili?"

Pertanyaan yang dia lontarkan itu seakan adalah sebuah olokan bagiku. Tanganku terangkat dan siap-siap untuk mencekik lehernya.

"Wah, Rania dan Lili yah. Kalian cepat sekali datangnya?" sapaan dari seseorang di belakang kami menyulutkan aku untuk mencekik leher Rania. Kami berbalik dan menatap laki-laki yang sudah menyapa kami.

Rania tersenyum senang karena bisa terbebas dari luapan emosiku. Dia menatapku dan mengedipkan matanya beberapa kali lalu tersenyum.

Aku mendengus kesal melihat kelakuannya itu. dia adalah sahabatku yang sangat menyebalkan, cerewet dan tukang usil. Selalu membuatku emosi namun kadang kala membuatku senang.

"Eh.. Dio dan.. Raka" sapa Rania. Dia terlihat sangat senang melihat Raka telah tiba sedangkan aku hanya memasang senyum masam melihat laki-laki yang disukai oleh Rania menatapku dingin. Sebenarnya apa salahku padanya hingga menatapku seperti itu? aku seolah adalah musuhnya yang sudah membuatnya sangat menderita.

Aku memberanikan diri menatapnya. "Bisa kau hentikan tatapanmu itu? Kau membuatku Risih." Ucapku dan membuat Rania dan Dio menatap kami penasaran.

"Ada apa Lili? kenapa kau mengatakan itu? memang Raka menatapmu seperti apa hingga membuatmu jadi Risih?" aku hanya mendengus mendengar pertanyaan Rania yang terdengar seolah aku yang salah dan hanya mencari perhatian dari laki-laki. Cinta ternyata membutakan walau itu adalah sahabatnya sendiri.

Tanpa jawaban aku memalingkan wajahku dari dia. Aku tidak peduli jika dia marah padaku. aku hanya tidak suka tatapan laki-laki itu padaku.

Earphone yang sedari tadi tergantung di leherku menjadi pelarianku. Kupasang earphone tersebut di telinagku. Biarlah mereka menganggapku tak sopan dan menyebalkan. Inilah aku. Bukankah Rania juga mengetahui akan sifatku ini?

Dio yang sedari tadi diam melihatku jadi terkikik dan kikikannya terdengar sampai telingaku, walau memasang earphone─ tapi belum sempat menyetel lagu. Ku lirik dia dari sudut mataku, bukanknya memasang wajah heran malah ekpresinya terkesan geli. Seakan sikapku ini adalah tontonan yang amat lucu untuknya.

"Entah perasaanku saja atau memang kalian ini sebenarnya sudah saling mengenal sebelumnya namun berpura-pura tak saling mengenal?" kata Dio sambil melihat kami─aku dan Raka─ bergiliran.

Rania juga menatap curiga dan entah hanya perasaanku saja dia menatapku... terluka?

Ku hela nafas. malas sekali menanggapi tatapan mereka itu─Rania dan Dio. Mereka memang cocok, cocok dalam hal mencurigai seseorang. Ku lirik seseorang yang berada di sampingku, namun tatapannya masih sama. datar sedatar kaca dan dingin sedingin es kutub, tapi itu hanya untukku. ah... menyebalkan sekali dia.

"Sudahlah." Ucap Raka dengan nada finish. Tak terbantahkan hanya diakhiri dengan tanda titik tanpa koma.

Rania dan Dio terdiam tak ada yang berani membantahnya. Aku hanya memutar mata bosan menatap sikapnya itu dan juga mereka. Jika aku tak memiliki suara ini aku mungkin akan membalasnya mengatakan bahwa dia adalah lelaki yang paling sok.

Earphone yang masih dalam keadaan senyap ku nyalakan. Kepalaku mengangguk-angguk dan salah satu kakiku juga menepuk-nepuk tanah karena lagu yang ku dengarkan. Mataku terpejam menikmati hembusan udara pagi yang berhembus. Dio dan Rania masih tetap dalam dunianya sendiri. Mereka tak lagi menatap kami dengan curiga berkat datu kata dari laki-laki dingin itu.

Beberapa menit terdiam, belum ada tanda-tanda anggota kemping yang lain akan datang. Aku permisi untuk ke toilet menuntaskan hasrat yang sedari tadi ku tahan.

"Ra, aku ke toilet dulu." Bisikku pada Rania dan dia mengangguk sepertinya dia sudah melupakan kejadian yang tadi.

Usai urusanku menuntaskan hasratku, aku keluar dari toilet. Di depan pintu aku menghembuskan nafas berat, sepertinya tiga hari kedepan adalah saat-saat terberat untukku. tak bisa berbicara leluasa bahkan mungkin aku akan menjadi pendiam di sana, bertemu dengan orang-orang baru dan juga si pria dingin yang tak berperasaan.

Dengan langkah berat aku menghampiri mereka. Di sana sudah benyak orang yang tak ku kenal sama sekali namun pernah ku lihat. Well, kebanyakan orang-orang itu adalah anak basket yang kemarin bertanding dan selebihnya aku tak tahu.

Di saat seperti ini aku jadi teringat dengan kak Devan. Walau dia menyebalkan setidaknya aku bisa melakukan apapun di depannya, bebas berbicara tanpa takut suara katakku membuatku malu.

Terakhir kali aku melihatnya adalah dua hari yang lalu saat sarapan pagi, rupanya hari itu kampusnya mengadakan acara kemping tapi aku tidak tahu dimana mereka kemping. Aku berharap bisa bertemu kak Devan di sana.

"Kau lama sekali Lili. apa yang kau lakukan di toilet sebenarnya? Kau tidak muntah disanakan karena terlalu gugup bertemu dengan orang lain?" bisikinya setibanya aku di sampingnya.

"Oh ayolah.. Kau pikir aku anak SD. Walau ini pertama kalinya─setelah tiga tahun lalu─ aku akan bersama selama tiga hari bersama orang-orang baru itu, aku bukanlah orang bodoh yang akan melakukan itu. Lagipula apa yang akan ku takutkan dari mereka?" Bisikku di telinganya sambil melirik orang-orang yang sudah berkumpul di sana. Rania memutar bola matanya bosan. "Iya, aku lupa kau itukan tomboy. Apa yang kau takutkan dari mereka? Well, kecuali suara indahmu itu keluar dan terdengar oleh mereka." Sahut Rania sambil terkikik.

Aku mendengus kesal mendengar jawabannya itu dan tak melanjutkan perdebatan kami, karena aku tahu saat seperti ini aku pasti akan kalah karena dia akan memanfaatkan kelemahanku.

sumber gambar : pinterest


TBC

Hope you like :-) 

Mickey139 


SEBELUMNYA SELANJUTNYA

Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com