Fly with your imajination

Saturday, February 21, 2015

Hinata (4)

Sebelumnya : [chapter 1] [chapter 2] [chapter 3]


Cinta itu hanya terdiri dari lima huruf C-I-N-T-A dan kau bisa mengartikannya bagaimana.
...
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*


HINATA
Chapter 4
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*
...

Cerita sebelumnya :

“TOLONG! TOLONG!” Teriak Hinata sekencang-kencangnya. Ia berdoa semoga ada seseorang yang mendengar teriakannya dan segera menolongnya.

Tak mau ada yang mendengr teriakan Hinata, Pein menyumpal mulut Hinata dengan salah satu tangannya dan tangannya yang lain membuka kancing-kancing baju Hinata.

Dia kemudian mengambil sebuah kamera lalu mulai mengambil foto-foto Hinata. Dia kemudian merobek baju Hinata sehingga tubuh putih mulusnya yang hanya berbalut bra terpampang di depan mereka. Diambilnya lagi foto Hinata yang berpenampilan seperti itu. tidak berapa lama Pein kemudian mencoba membuka rok Hinata yang tentu saja Hinata makin memberontak.

‘Naruto-kun... Naruto-kun... Naruto-kun... Tolong aku!’ batin Hinata berdoa.


Pair : Naruto, Hinata, Sasuke, dan Sakura
Rate : T
Genre : Romance, Hurt/Comfort & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
Warning : AU, OOC, Typo, Ga-Je, dan Lain-lain

Story by
Mickey_Miki
...
...

~Happy Reading~
.
.
.

Chapter 4 : Regret

Sasuke sesekali melirik ke samping menatap wajah Hinata yang serius membaca. Walaupun di tangannya ada buku namun sebenarnya fokusnya berada di tempat lain. Tepatnya ke Hinata. Gadis dengan kaca mata bulat tebal dan menutupi hampir sepertiga dari wajahnya.

Entah sejak kapan seluruh atensi Sasuke tertuju kepada gadis itu. Hampir tiap hari ia selalu memperhatikannya. Ia berbeda dengan gadis-gadis lain. Disaat mereka mengelu-elukan tentang fasion gadis itu malah tampil dengan caranya sendiri. Saat gadis lain dengan gilanya mengejar-ngejar dirinya, berusaha mencuri perhatiannya, bahkan memujanya, gadis itu malah cuek dan tak mempedulikan.

Sikap acuhnya membuat sang Uchiha muda membencinya. Ia tak suka bila diacuhkan, membuat dirinya seolah bukanlah sosok yang penting. Benar-benar sikap egois seorang Uchiha.

Akan tetapi, di dunia ini tak ada manusia yang bisa mengetahui masa depannya, kecuali dirinya adalah seorang cenayang. Tak ada yang tahu kapan cinta itu datang menghampiri. Sama halnya dengan Sasuke. Entah sejak kapan kebenciannya pada Hinata bertransformasi menjadi cinta.

Bagi Sasuke gadis itu seperti intan dalam bongkahan batu. Walau bentuk luarnya buruk namun menyembunyikan sesuatu yang sangat indah di dalamnya. Gadis itu terlihat rapuh, akan tetapi kuat disaat bersamaan. Ia memang sering disiksa oleh murid-murid lain karena ulahnya, namun Hinata tetap saja bertahan.

Sasuke pernah berfikir, apakah gadis itu gila, sinting, atau seseorang pengidap sindrom, hingga bisa bertahan dengan siksaannya tanpa menunjukkan perlawanan? Ia sering sekali melihat gadis itu disiksa, namun Hinata tak menunjukkan suatu perlawanan pun. Gadis itu hanya diam menerima siksaan itu.

Memang aneh menurutnya, seorang Hyuga turunan konglomerat seperti dirinya mau-mau saja diperlakukan layaknya kotoran bagi hampir seluruh siswa maupun siswa di sekolahnya. Padahal jika gadis itu mau, orang-orang yang pernah membully-nya bisa saja ia keluarkan dengan mudah. Toh keluarganya juga adalah salah satu donator terbesar di sekolah itu.

Pernah ia berfikir setelah mendapatkan informasi itu, bahwa Hinata adalah hanya seorang anak angkat dari keluarga Hyuga itu. Namun kenyataannya gadis itu adalah anak kandung dari Hyuga Hiashi selaku kepala keluarga di keluarga Hyuga dan lagi dia adalah putri sulung dari keluarga itu. Tetapi kenapa ia tak melaporkannya? Apa ia takut padanya? Itu mungkin saja. Ia sadar kalau dirinya memang sangat jahat pada gadis itu. Saking cintanya hingga membuat Hinata takut padanya.

Aneh dan bodoh bukan?

Cinta memang hanya berasal dari lima huruf, namun penggambarannya sulit sekali di pahami─bukan sulit, namun lantaran terlalu banyak mengandng arti hingga sulit diketahui mana yang benar dari semua penjabarannya. Dan Sasuke memiliki caranya tersendiri.

Satu hal lagi. Dari mana dirinya bisa mendapatkan semua informasi itu? Data-data tentang Hinata?

Informasi itu ia dapatkan berkat kerja kerasnya sendiri. Membuntuti gadis itu ke mana ia pergi. Aneh memang jika ditelusuk kembali, seorang Uchiha mau repot hanya untuk mengetahui setidaknya sedikit informasi dari seorang gadis yang notabenenya adalah gadis yang sering di-bully-nya. Padahal ia memiliki banyak uang, ia bisa saja menyewa seseorang untuk mencari informasi itu.

Cinta memang sesuatu yang aneh. Seberapa besar pun ego yang kau punya, ego itu tetap akan tertembus oleh sesuatu yang disebut dengan cinta. Bahkan seorang Uchiha pun yang memiliki ego yang luar biasa tinggi bisa juga kalah dengan cinta.

“Hinata!”

Suara itu membuyarkan lamunan Sasuke dan mengalihkan pandangnya dari Hinata, ia segera berbalik ketika seseorang memanggil gadis itu. Sasuke tentu tahu siapa yang memanggil Hinata, mereka adalah orang yang paling sering memperlakukan Hinata layaknya binatang.

Sebenarnya Sasuke ingin sekali membuat perhitungan pada mereka, tapi apa yang akan mereka pikirkan nanti? Bukankah dirinya yang memulai kejahatan itu? lagi pula egoisme seorang Uchiha juga sangat berperan dalam hal ini. Tentu saja itu semua membuatnya tak bisa melakukan hal itu. Tidak mungkin ia menjilat kembali ludahnyakan?

“Bisa kau ikut kami sebentar? Ada yang ingin kami sampaikan.” Lanjut gadis itu yang ia ketahui bernama Karin. Sesekali mengerling nakal ke arahnya, yang membuatnya mual.

Hinata menghentikan kegiatan dan melangkah menuju mereka. Ia berfikir, mengapa gadis itu tak pernah melaporkan mereka? Jika dia melakukan itu, pasti dia akan baik-baik saja dan dipastikan ketiga gadis itu-bukan⎯ bahkan semua murid yang sering membully-nya akan menerima ganjarannya. Ia pun rela jika ia juga harus menerima hukumannya karena dirinyalah penyebab hingga semuanya terjadi.
Sasuke kemudian menghentikan kegiatan pura-pura membacanya dan beranjat membuntuti mereka. Namun di tengah jalan, ia harus berhenti melangkah akibat sahabat blonde-nya.

“Teme, kau mau kemana?” Panggil Naruto seraya mengamit pundaknya.

“Hn” jawab Sasuke malas. Tak ada waktu untuk meladeni sahabatnya itu. Ia khawatir keadaan Hinata sekarang. Ia yakin mereka akan melakukan sesuatu yang buruk pada Hinata.

“He... Kau ini! Tak bisakah sekali saja kau menjawabku tanpa ‘hn’-mu itu? Aku bosan mendengarnya.” Cibir Naruto.

“Kalau kau tidak suka mendengarnya, tidak usah bertanya!” tukas Sasuke sambil melepas rangkulan Naruto di pundakya dan berlalu meninggalkannya sendirian. Ia ingin segera menemukan mereka, ia tidak mau Hinata tersiksa lagi. Kaki-kakinya kini sudah melangkah ke belakang sekolah tempat Hinata biasa disiksa.

“TOLONG! TOLONG!”

DEG

Samar-samar ia menengar suara teriakan seseorang-entah kenapa-jantungnya kini berpacu. Seolah ia tengah di buru oleh malaikat Izrail. Ia mempercepat laju kakinya. Di belakangnya ada Naruto yang sejak tadi mengejarnya.

Tepat diperbelokan bangunan belakang sekolah ia menghentikan langkahnya. Ia terpaku, terlalu terkejut hingga tak bisa membuat tubuhnya digerakan. Jantungnya kini seakan berhenti berdetak. Bahkan ia sampai lupa caranya untuk bernafas.

Di depannya sekarang ia melihat Hinata tengah ditindih oleh seorang pria dengan tangannya yang sedang mengambil foto-foto Hinata dengan kancing-kancing baju gadis itu sudah terlepas. Laki-laki itu juga sedang berusaha melepas rok Hinata. Kedua tangan dan kakinya dipegang erat oleh dua pria lain untuk menghentikan pergerakannya. Mulutnya dibekap oleh laki-laki yang memegang tangannya.

Emosinya meningkat, tak ada lagi topeng wajah datar di wajahnya yang biasa dia pakai, tak ada lagi sorot mata yang dingin, kali ini matanya menunjukkan kemarahan, kebencian, dan nafsu ingin membunuh. Wajahnya berubah derastis seratus delapan puluh derajat. Tentu saja, mana ada orang yang ingin melihat orang yang sangat dicintai ingin diperkosa di depan mata?

“BRENGSEK!”

Sasuke terperanjat karena teriakan seseorang. Baru saja akan melangkah, namun Naruto mendahuluinya. Dilihatnya ekpresi wajah Naruto yang berubah seperti dirinya. Ia terlihat sangat marah, dilihatnya Naruto kini menerjang mereka dengan tendangan. Satu persatu dihajarnya agar membebaskan Hinata dari cengkraman mereka. Dilihatnya juga Naruto dengan brutal menghajar salah satu dari mereka─tepatnya orang yang menindih tubuh Hinata tadi.

Baru kali ini ia melihat Naruto yang semarah itu. Naruto yang selalu bersamanya adalah orang yang hangat, Naruto yang selalu bersemangat dengan cengiran rubahnya dan membuat orang lain tersenyum. Akan tetapi, saat ini semua kehangatan Naruto pudar ditelan oleh kemarahannya, ia seakan melihat seorang iblis dalam wujud Naruto.

Lama Sasuke dalam pikirannya sendiri, hingga membuatnya seperti seorang bodoh yang tengah menonton sebuah movie live dengan Naruto dan Hinata sebagai aktor dan artisnya. Mendapat kesadarannya kembali, tanpa membuang waktu Sasuke juga ikut membantu Naruto untuk menghajar mereka. Dihajarnya mereka yang berusaha menyakiti Naruto, tendangan dan pukulan diarahkan ke mereka. Ia juga menghajar mereka secara brutal, meluapkan kemarahannya terhadap mereka.

“Brengsek! Apa yang kalian lakukan pada Hinata?” Geram naruto terus memukuli pein─orang yang tadi sudah menindih tubuh Hinata. Tak mempedulikan rintihan kesakitan dari orang itu, Naruto terus memukulinya tanpa ampun.

Sasuke menghentikan gerakannya, saat melihat Naruto. Ia tersentak, kaget, dan tak percaya akan apa yang dilihatnya sekarang. Lawannya memang sudah tepar tak berdaya. Mukanya penuh luka dan lebam dimana-mana. Namun Naruto tetap memukulinya dengan brutal.

“Brengsek... Brengsek... Brengsek...⎯” rancaunya sambil memukuli pria di bawahnya.

“Naruto!” Gumam Sasuke. Ia sendiri tak percaya sahabatnya bisa semarah itu. Setahunya semarah apapun Naruto, ia masih mengatasinya dengan kepala dingin. Namun, yang ia lihat sekarang, Naruto bukanlah Naruto lagi. Seolah Naruto yang berada di depannya sekarang adalah sebuah Bunraku, boneka yang tengah digerakkan oleh iblis. Ia tak mendengar dan melihat lawannya yang sudah tak berdaya di bawahnya. Terus dan terus ia pukuli.

OoO

Hinata duduk termangu dengan tatapan kosong dikedua bola mata lavender pucatnya. Air mata masih setia menempel di kedua pipinya. Ia masih shock dengan kejadian yang baru dialaminya. Kejadian yang dulu juga pernah dialaminya kini terulang lagi. Lagi-lagi ia hampir kehilangan masa depan juga cintanya.

Dulu ketika penampilannya belum dia rubah, masih menjadi seorang angsa yang sangat dikagumi oleh banyak orang, tanpa kaca mata dengan mata bening seindah bulan dan rambut yang tergerai indah dan lembut, dirinya pernah mengalami kejadian seperti saat ini─pelecehan yang hampir membuat dirinya kehilangan dan sekarang saat penampilannya dia rubah menjadi seorang itik buruk rupa, pun dirinya kembali mengalami kejadian itu. entah kesalahan apa yang dilakukannya, sehingga kejadian itu kembali terulang.

Bodoh

Apapun yang dilakukannya sepertinya semua sama saja. Takdir seakan tengah mempermainkannya. Berubah maupun tidak berubah sama saja. Padahal dirinya sudah sabar dengan perlakuan teman-temannya yang bisa dikatakan tidak layak dilakukan oleh manusia. Padahal dirinya sudah berbaik hati tidak melaporkan mereka, bahkan tidak mengeluarkan mereka dari sekolah─yang notabene keluarganya adalah salah satu donator tetap untuk sekolah itu.

Bodoh sekalikan. Terlalu berbaik hati pada mereka yang sudah menyiksanya dan mereka juga semakin tidak tahu diri dan semakin gila menyiksa batin serta fisiknya dan hampir membuatnya─mungkin bunuh diri jika kejadian tadi tidak dihentikan.

“Brengsek! Apa yang kalian lakukan pada Hinata?” suara Naruto memasuki gendang telinganya. ‘Naruto-kun’, ia kembali menangis mengingat orang yang memiliki nama itu. ia takut, ia ingin Naruto berada di sampingnya. Ia ingin Naruto.

“Brengsek... Brengsek... Brengsek...─” suara Naruto kembali terdengar. Ia berbalik menghadap suara itu. Matanya membulat, air matanya makin deras mengalir. Hatinya meringis melihat Naruto seperti itu. Tak pernah sekalipun ia melihat Naruto semarah itu.

Hinata bangkit, berjalan tertatih ke arah Naruto. Tak memperdulikan penampilannya saat ini. Baju yang sudah tak berada pada tempatnya, dan rok yang hampir terlepas dari pinggangnya. “Naruto!” panggil Hinata lirih.

“Brengsek... Brengsek... Brengsek...─”


Dilihatnya Naruto yang tak menghentikan aksinya, dan masih terus memukuli lawannya. Hinata kemudian semakin mendekati laki-laki yang sudah mencuri hatinya itu dan tiba-tiba memeluk Naruto dari belakang berharap dengan tindakannya itu Naruto bisa sedikit tenang. Dipeluknya lebih erat pemuda itu membisikkan kata-kata yang mungkin bisa diterima oleh otak Naruto dan menghentikan tindakannya. “Kumohon berhenti! Kau menyakitiku dengan melakukan itu. ku mohon Naruto!?” lirihnya sambil mengeratkan pelukannya.

“Hinata.”

“Ku mohon berhenti Naruto-kun! Aku tidak ingin melihatmu seperti ini karena aku.” Pintanya dengan suara serak dan sangat pelan seolah tengah berbisik di telinga Naruto. Air mata kemudian keluar dari pelupuk matanya dan membasahi baju Naruto.

Naruto menghentikan pukulannya, dibaliknya tubuh kekarnya itu untuk menghadap Hinata. Dilihatnya keadaan Hinata yang sangat berantakan, rambut yang sudah tidak memiliki bentuk dan terdapat beberapa helai daun menempel, pipi lebam dengan sedikit darah di pinggiran bibirnya, matanya sembab karena air mata yang keluar terus menerus, juga bajunya yang sudah terlepas menyisakan branya saja.

Mungkin jika dalam keadaan normal Naruto pasti akan menyerang Hinata dengan cumbuannya. Mungkin jika dalam keadaan normal Naruto akan segera melarikan Hinata menuju suatu ruangan yang sepi dan kedap suara. Namun jika semua itu dalam keadaan normal.

Naruto kemudian membawa Hinata ke dalam pelukannya, mencoba merasakan apa yang dirasakan Hinata dan juga agar Hinata merasakan rasa penyesalannya yang teramat sangat. Ia sangat menyesal tak berada di dekat Hinata tadi. ia sangat menyesal meninggalkan Hinata sendirian tadi.

“Maafkan aku Hinata! Maaf aku tidak ada di dekatmu tadi! Maaf!” ucap Naruto menyesal.

Hinata menggeleng, “Aku sudah baik-baik saja sekarang. Naruto-kun tidak perlu terlalu khawatirkan aku!” jawabnya diiringi isak tangis. Memang ia masih takut, namun sekarang ada Naruto saat ini mendekapnya, setidaknya pelukan itu sudah mengurangi kesedihannya.

“Arigato Naruto-kun. Arigato....”

...
...
...
...
...
...
...

Teng.... teng.... teng....

Bel tanda pelajaran telah usai dan kini saatnya semua murid-murid berhambur menuju kantin untuk menuntaskan hasrat mereka.
Setelah kejadian kemarin, Hinata belum menampakkan wujudnya di sekolah itu. Walau pun demikian, murid-murid di sekolah itu kebanyakan senang, karena menurut mereka salah satu kuman di sekolah mereka telah hilang.

Berbeda dengan Naruto dan Sasuke. ketiadaan Hinata bagai berjalan tanpa kaki. Mereka telah terbiasa dengan keberadaan gadis itu. Bagi mereka Hinata merupakan zat nikotin yang membuat mereka candu akan keberadaannya. Atau bahkan seperti air, yang penting untuk mereka.

Naruto yang biasanya bersemangat, selalu tersenyum, kini manampakkan raut wajah yang lesu. Tak ada senyum yang menghiasi wajah tan-nya, tidak ada cengiran yang membuat orang juga ikut tersenyum, tidak ada ocehan yang senantiasa keluar dari kedua bibirnya.
Berbeda dengan Sasuke, walau laki-laki itu merasakan hal yang sama dengan Naruto, namun ia bisa menutupinya.

Naruto melirik Sasuke sejenak sebelum mengalihkan perhatiannya pada ponselnya─Ponsel dengan background Hinata tanpa kaca mata yang ia ambil sewaktu membawa Hinata ke rumahnya.

Ia sangat rindu dengan sosok itu. Biasanya pada saat jam istirahat sebelum ia keluar, gadis itu akan mengirimkannya sebuah pesan─ Pesan yang isinya tentang perhatiannya pada pemuda itu.

Ia kembali teringat akan kenangannya bersama Hinata. Rela masuk ke dalam perpustakaan hanya untuk menemui gadis itu. Mengendap-endap seperti pencuri hanya untuk bisa makan berdua dengan Hinata di atap sekolah yang jarang didatangi murid-murid lain. Atau pun mengantarkan Hinata pulang ke rumahnya secara sembunyi-sembunyi.

Naruto sangat merindukan Hinata. Walau pun dulu ia hanya berniat untuk membantunya dan melepasnya jika keadaannya sudah membaik, namun niat itu sepertinya telah hilang. Ia tak ingin melepaskan Hinata. Ia benar-benar mencintai gadis itu.

Ia melirik Sasuke lagi. Entah kenapa timbil rasa marah dalam dirinya. Sasuke adalah penyebab penderitaan Hinata, karena Sasuke, Hinata-nya tersiksa. Ia sangat marah pada pemuda itu.

Ditekannya beberapa huruf pada ponselnya untuk dikirimkan kepada Sasuke.

“Temui aku di atas sekarang.” Sms Naruto sambil melirik Sasuke tajam.

Sasuke membaca sms itu sambil melihat Naruto. Tak dipedulikannya tatapan pemuda itu. Sepertinya ia tahu kenapa pemuda blonde itu menampakkan raut tak suka pada dirinya. Ia pun bergerak untuk mengikuti pesan yang ia terima itu.

....
*.*
~ “Atap Sekolah” ~
*.*

Brak.

Naruto menghempaskan tubuh Sasuke dengan keras ke tembok.

Dugh.

Sasuke meringis kesakitan saat satu pukulan dilayangkan hingga tubuhnya lagi-lagi terhempas ke tembok dan membuatnya jatuh terduduk. Tetapi ia hanya diam tak melawan. Ia tahu dirinyalah yang bersalah di sini. Gara-gara dirinya, Hinata- orang yang ia cintai hampir kehilangan masa depannya.

Namun apa hubungannya dengan Naruto? Apa ia juga mencintai Hinata?

“BRENGSEK KAU TEME!” teriak Naruto penuh amarah. Selain karena kecewa pada sahabatnya, ia juga marah karena hampir saja orang yang ia cintai kehilangan semuanya. “Sebenarnya apa salah Hinata padamu, hah? Kenapa kau tega melakukan itu padanya?” bentak Naruto. Kilat-kilat kemarahan tercetak jelas di mata Naruto.

“Aku menyesal Dobe.” Ujar Sasuke penuh penyesalan. Ia menunduk tak berani menatap Naruto. “Aku tidak pernah berfikir untuk membuatnya seperti itu.” Tidak pernah sekali pun ia berfikir kalau tindakannya bisa sampai membuat orang ia cintai mengelami kejadian-kejadian yang sangat buruk sampai pelecehan itu.

“Kau bilang tak pernah berfikir!? Kau itu pintar, tetapi juga sangat bodoh.” Tukas naruto dengan penekanan tiap katanya. “Ku pikir kau itu selalu bertindak dengan perhitungan. Tetapi nyatanya, kau itu tidak lebih dari seorang anak kecil yang bertindak sesuai dengan kesenangannya tanpa peduli dengan perasaan orang lain. Kau tidak mempedulikan bagaimana perasaan Hinata saat itu... Sebetulnya apa masalahmu pada Hinata? Apa pernah Hinata berbuat salah padamu?” Naruto menarik nafas dalam-dalam karena kalimat yang dilontarkannya bersamaan dengan luapan emosi.

Sasuke hanya diam dan menunduk menerima semua ucapan Naruto. Toh apa yang dikatakan Naruto semuanya benar. Dirinya saat itu tidak lebih dari seorang anak kecil, yang melakukan semuanya hanya untuk ego semata.

Naruto mencengkram kerah baju Sasuke, sehingga membuat pemuda itu mendongak menatapnya. “Sebenarnya apa masalahmu dengan Hinata? Kenapa kau tega menyiksanya sampai seperti itu?”

“Maafkan aku Dobe!” Sesal Sasuke. Hanya kata itu yang bisa ia ucapkan. Entahlah, semua kalimat penyangkalan yang mungkin bisa ia lontarkan tersangkut di ujung lidahnya.

Naruto melepas cengkraman tangannya, “bukan padaku harusnya kau meminta maaf Teme, tapi pada Hinata. dialah korban dari tindakan juga egomu itu.” Ucap Naruto kemudian beranjak dari hadapan Sasuke.

Naruto berhenti di depan pintu, “satu lagi. Aku sangat mencintai Hinata Teme dan ia juga adalah kekasihku. Jika kau menyakitinya lagi, kita mungkin tidak akan menjadi sahabat lagi... dan kau akan berhadapan denganku.” Ucap Naruto tanpa berbalik.

Sasuke terkesiap mendengar penuturan Naruto barusan. Dia tak menyangka ternyata Naruto dan Hinata selama ini diam-diam menjalin suatu hubungan. Pantas saja kemarin dia melihat Naruto berubah─marah besar ketika melihat Hinata hampir diperkosa.

Dada Sasuke terasa sesak seakan dadanya tengah dirantai dengan rantai tak kasat mata. Dia sangat menyesal, telah melakukan semua itu pada Hinata.

Ia berfikir, selama ini bagaimana perasaan Naruto melihat Hinata disiksa akibat ulahnya? Bagaimana bisa Naruto menahan emosinya pada dirinya? Sahabat macam apa dirinya yang tega membuat sahabatnya menderita seperti itu?

Aaaaaaarrrrg.......

Teriak Sasuke tiba-tiba. Dia jambak helaian rambut ravennya, tampak frustasi. “Sialan. Sialan. Sialan. Sialan.” desisnya berulang kali Sasuke berteriak sekencang-kencangnya. Melepaskan topeng wajahnya, tidak peduli ada orang yang mendengar teriakannya. Teriakan putus asa, penyesalan, dan rasa sakit. Teriakan yang bisa membuat orang merasakan sakit yang dirasakannya.

Langit berubah jadi mendung, namun Sasuke tak ada niat beranjak dari sana. Suasana yang memang sangat mendukung. Setidaknya bagi seseorang yang sedang terluka seperti Sasuke. Kilau mata dinginnya lenyap entah kemana, bergantikan dengan jejak pedih yang sanggup menimbulkan rasa iba bagi siapa saja yang melihat.

Penyesalan memang sering datang terlambat. Tak ada siapa pun yang dapat mengetahui apa yang akan terjadi ke depannya. Sekecil apa pun yang kita lakukan, kedepannya akan ada yang terjadi, baik buruk atau pun baik. Tergantung dari tindakan yang sudah kita lakukan.

Seandainya dulu ia tak bertindak seperti itu dan mendekatinya secara halus, mungkin dirinyalah yang akan menyandang gelar sebagai kekasih Hinata itu. Tetapi nasi telah menjadi bubur, apa pun yang pernah dilakukannya di masa lalu, tidak akan berubah, dan satu-satunya hal yang ia bisa lakukan adalah meminta maaf pada Hinata dan menata perasaannya yang sekarang.

.
.
.
Tbc

a/n : wah... akhirnya saya bisa mempublish cerita ini. Maaf yah kalau lama! hehehehe... *cengir ala Naruto*. Oh. Yah sampai lupa. Terima kasih untuk para rider n silent rider yang masih setia untuk membaca cerita ini. Sekali lagi terima kasih. Semoga ch ini tidak membosankan untuk dibaca.

Next............... chapter 5
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com