Fly with your imajination

Friday, September 23, 2016

Senja di Penghujung Tahun : Pertemuan




Pair : Naruto-Hinata

NARUTO © MASASHI KISHIMOTO

WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
.
.
.



PERTEMUAN


Naruto keluar dan medapati Boruto dengan wajah pucat pasinya. Pandangannya kosong dengan keringat dingin mengalir di wajah.

Namun, bukan itu yang membuat Naruto tersentak, lalu diam selama beberapa detik di tempatnya berdiri. Melainkan fakta bahwa wajah anak yang baru saja ia temui itu.

Tiba-tiba ingatan tentang masa lalunya bersileweran, memaksanya kembali mengingat tentang wanita yang pernah bahkan hingga kini masih menduduki tingkat teratas di hatinya. Wanita yang pernah dia kecewakan hingga pergi meninggalkan dirinya dengan beribu penyesalan.

Anak ini seperti bentuk mini dari dirinya. Wajah, mata, bahkan rambutnya sangat mirip dengan dirinya sewaktu kecil.

"Kakak."

Kali ini seorang anak perempuan yang menghampiri mereka. Wajahnya memerah dengan mata yang sembab.

Dan sekali lagi. Naruto merasakan sakit pada jantungnya. Gadis kecil didepannya benar-benar mengingatkan dia dengan wanita itu. Wajah mereka berdua sangat mirip, kecuali matanya yang berwarna biru.

DEG.

Entah kenapa, Naruto merasakan sesuatu pada kedua anak kecil. Sesuatu yang terhubung seperti ikatan, tetapi ia tidak tahu ikatan seperti apa. Naruto merasa seolah menemukan apa yang sudah lama cari, tapi ia pun tidak tahu apa itu.

Ataukah karena Naruto sangat rindu pada wanita itu dan kedua anak itu sangat mirip dengan mereka?

PIP

"Hua ... kakak ... hua ...."

Naruto tersentak ketika suara tangis gadis kecil itu pecah dan suara klakson kendaraan bersahutan di belakang mobilnya.

"Ah ... maafkan aku," ucap Naruto dan refleks membawa mereka ke dalam mobil tanpa menghiraukan apakah mereka datang bersama orang lain atau keluarga mereka.

sumber gambar google

Naruto membawa mereka di rumah sakit yang letaknya lumayan jauh dari bandara. Boruto sepertinya masih shok akibat kejadian tadi dan sedang diperiksa oleh dokter, sementara Naruto berusaha menenangkan Himawari yang menangis di sampingnya.

"Gadis kecil, tenanglah! Kakakmu pasti baik-baik saja. Jangan khawatir, yah."

Tangis Himawari perlahan reda. Kedua tangan kecilnya mengusap air mata yang masih keluar dari kedua matanya.

"Ngomong-ngomong siapa namamu, gadis kecil?"

Himawari menatap Naruto dengan mata bulatnya yang masih berkaca-kaca, "Himawari," lirihnya sedikit bergetar. Gadis cilik itu masih ingat kejadian tadi.

"Himawari. Namamu cantik seperti bunga matahari."

"Terima kasih paman."

"Omong-omong, dimana ibumu, Himawari?"

"Rumah."

"Lalu kenapa kalian ada di Bandara?"

"Kami mau ke rumah kakek, tapi bibi Hanabi pergi, padahal kata mom, dia mau menjemput aku dan Boruto di Bandara dan mengantar kami ke rumah kakek."

Naruto sangat kasihan pada mereka berdua dan entah kenapa ia jadi tidak suka pada bibi yang dikatakan Himawari. Bibi yang tega menelantarkan dua anak manis ini, padahal wanita itu sudah janji pada ibu mereka.

"Baiklah. Setelah Boruto selesai diperiksa aku akan mengantar kalian berdua, bagaimana?"

"Benarkah, paman?"

Naruto tidak mengerti mengapa melihat anak gadis itu tersenyum dan kembali ceria, membuat perasaannya jadi tergelitik senang.

Perasaan yang dulu sudah tidak pernah lagi ia rasakan, kini sedikit bangkit karena gadis kecil itu. Gadis kecil yang sangat mirip dengan wanita itu, kecuali matanya yang berwarna biru sama seperti miliknya.

sumber gambar google

DEG

Jantung Naruto berdetak cepat, ketika memikirkan kemungkinan itu. Bagaimana pun Himawari seperti perpaduan antara ia dan mantannya dulu. Lagipula, Boruto. Bocah lelaki itu sangat mirip dengannya, seperti pinang yang di belah dua, tapi dalam versi anak kecil.

sumber gambar google

Ah ... Tapi, sepertinya itu tidak mungkin. Mustahil. Wanitanya sudah pergi meninggalkannya dan tidak mungkin hidup kembali.

Naruto memejamkan mata ketika perasaan bersalah kembali hadir. Andai dulu ia tidak bersikap egois dan mau menerima juga bertanggung jawab, Hinata-nya pasti sekarang masih berada di sampingnya dengah buah hati mereka yang mungkin seumuran dengan Himawari.

"Paman tidak apa-apa?"

Naruto tersentak dari lamunannya ketika dua tangan kecil menangkup kedua pipinya. Menatapnya dengan binar penasaran.

"Aku tidak apa-apa gadis kecil," jawabnya dengan senyum kecil. "Terima kasih."

"Paman janji, kan mau antar kami ke rumah kakek?" Himawari meminta dengan wajah penuh harapan dan Naruto tidak ingin membuat gadis kecil itu kecewa dan menghilangkan senyumnya.

Naruto mengelus rambut Himawari dan tersenyum, "Aku janji manis."

Dokter membuka ruang pemeriksaan Boruto dan meminta Naruto untuk ikut dengannya.

Naruto menggendong Himawari dan membawanya duduk bersama Boruto di ranjang. "Aku akan segera kembali. Tunggu paman, oke?" ucapnya lalu mengusap kepala mereka berdua.

Naruto berjalan menuju ruang tempat dokter itu menunggunya.

Dokter itu menyambutnya dan mempersilahkan Naruto untuk duduk.

"Jadi bagaimana keadaan anak itu, Garaa? Apa ada hal yang buruk?"

"Tenanglah. Dia tidak apa-apa. Anak itu hanya sok ringan. Cukup istirahat satu hari, dia akan kembali pulih."

Naruto menghela nafas legah, "Syukurlah kalau begitu."

"Tapi, dari mana kau bertemu dengan mereka? Kau tidak merasa mereka sangat mirip denganmu? Aku bahkan menganggap jika mereka itu anakmu karena kemiripan kalian kalau saja aku tidak betul-betul mengenalmu."

Naruto tahu apa yang dimaksud Gaara, ia pun sampai saat ini masih memikirkan hal itu. Ia masih belum percaya, bagaimana bisa kebetulan seperti ini terjadi. Bagaimana bisa ada anak yang sangat mirip dengannya dan Hinata, bahkan seperti perpaduan antara mereka berdua.

"Apa kau mau kita melakukan tes DNA, Naruto?" Gaara memberikan saran untuk Naruto. Pria itu sangat penasaran dengan kebetulan yang ia peroleh. Sementara yang ia tahu mantan kekasih shabatnya itu sudah lama meninggal.

Naruto tak kunjung menjawab. Lelaki itu masih bingung dengan kejadian yang ia alami dan saran Gaara sangat menggiurkan untuk diterima, tapi di sisi lain Naruto sangat takut jika hasilnya tidak seperti harapannya. Lagipula, bagaimana bisa ada orang yang sudah meninggal hidup kembali.

"Bagaimana?" Gaara kembali bertanya karena Naruto masih bergeming dan tak menunjukkan tanda-tanda akan menjawab. "Sejujurnya aku sangat penasaran dengan semua ini. Kau tahu, kan kalau Hinata sudah..." jeda Gaara, sejanak menatap Naruto, takut-takut kalau pria itu akan tersinggung, tapi Naruto hanya diam, "Meninggal." Lanjutnya dengan suara pelan.

Sejujurnya sampai sekarang pun Gaara tak percaya jika Hinata sudah meninggal apalagi penyebabnya yang sampai saat ini masih tidak jelas. Mungkin Naruto tahu, tapi lelaki dewasa itu mengunci rapat mulutnya.

Naruto menatap Gaara. "Aku tidak tahu Gaara. Aku---"

"Tidak ada salahnya mencoba, Naruto. Kita tidak akan tahu kebenarannya, sebelum kita mencoba. Dan..." Gaara menghentikan ucapannya ketika melihat raut Naruto. Ekspresi yang sama ketika mendengar berita kematian Hinata, gadis yang laki-laki itu cintai.

"Baiklah, aku tidak akan memaksamu melakukannya. Ini hanya saran, Naruto."

"Aku akan memikirkannya. Thank's Gaara."

Naruto bangkit dari duduknya dan pergi meninggalkan Gaara yang masih menatapnya dalam. Gaara tahu betul bagaimana kacau dan hancurnya Naruto ketika kehilangan Hinata, apalagi laki-laki itu tidak diperbolehkan  melihat jasad Hinata untuk yang terakhir kalinya. Dan mereka-sahabat Naruto juga Hinata- tidak mengerti hal itu.

 sumber gambar google

....

 sumber gambar google

Sejenak Naruto terbayang adegan antara dirinya dan Hinata dulu, ketika melihat Boruto tengah berusaha menenangkan Himawari yang masih menangis. Tetapi, perasaannya bukan sedih melainkan perasaan hangat yang sudah lama tak ia rasakan. Entah kenapa es yang sudah lama menggunung di hatinya perlahan mencair oleh kegiatan ke dua anak kecil itu.

"Halo anak-anak. Kalian sudah siap?" Naruto menginterupsi kegiatan mereka. Boruto bingung dengan pertanyaan Naruto, sebaliknya Himawari sangat bersemangat dan mengangguk antusias.

Naruto tersenyum melihat tingkah mereka, "Tapi, tunggu sampai besok, karena Boruto harus beristirahat," katanya lalu mengelus kepala mereka.

Naruto merasa seperti menjadi seorang ayah dengan dua anak yang menggemaskan dan dia tidak mengerti mengapa pemikiran itu terlintas dalam kepalanya. Bahkan keponakan dari sepupunya Karin pun, dia tidak merasakan apapun, lalu kenapa dengan dua anak itu? Apakah karena wajah mereka yang membuatnya ingat dengan wanita itu?

sumber gambar google

....

Naruto membawa mereka di apartemen miliknya. Apartemen sederhana hadiah dari sang ayah ketika ulang tahun ke-17, tetapi tak pernah sekalipun ia kunjungi lagi.

Apartemen ini banyak menyimpan kenangan dirinya bersama Hinata. Terlalu banyak hingga ia tidak sanggup untuk menempatinya lagi, tetapi ia juga tidak bisa melepasnya.

Selama ini Naruto memang tinggal bukan di apartemen ini, karena tak ingin merasakan perasaan bersalah juga penyesalan yang berlarut. Namun demikian, tak jarang pula dia datang hanya untuk melepas rindu akan Hinata.

Memang benar kalau laki-laki itu sampai sekarang pun masih mencintai Hinata, masih rindu dengan sosok wanita itu, dan semua yang tertera dalam diri wanita itu. Dan semua itu tak akan mudah dikikis oleh waktu.

Jika perasaan cinta itu sudah dititipkan padamu, maka perasaan itu tidak akan mudah dihilangkan. Sekeras apapun usaha untuk menghilangkannya pasti tidak bisa, bahkan dengan waktu yang terus berjalan, kecuali jika Tuhan sendiri yang menghapus perasaan itu.

...

Naruto mengistirahatkan mereka di dalam kamarnya. Kamar yang sering ia gunakan bersama Hinata, dulu.

"Kalian harus banyak istirahat, supaya kalau ketemu kakek, kakek kalian akan senang dan kalian bisa main sepuasnya bersama kakek." Ucapnya lalu mengecup kening keduanya.

"Baik, paman." Sahut Himawari kemudian membaringkan tubuhnya di samping sang kakak yang sudah terlelap duluan.

Naruto melihat bingkai foto di atas nakas samping tempat tidurnya sebelum pergi. Di sana ada laki-laki dan perempuan yang tersenyum dan saling merangkul di tengah guyuran kembang api di festival penutupan akhir tahun. Mereka tampak bahagia. Sangat.

Naruto tahu semua itu tidak akan pernah lagi terulang. Kebahagiaannya yang dulu pernah dia genggam, dengan mudah dia lepaskan hanya karena keegoisannya dan kini dia sadar kebahagiaan sudah meninggalkannya dan tidak akan lagi dia dapatkan.

Sekarang ia sadar jika keegoisan hanya akan menghasilkan penderitaan dan penyesalan yang berkepanjangan.

Naruto menghela nafas berat. Untuk sekarang bukan saatnya mengingat masa lalunya atau penyesalan yang pernah dia lakukan, karena itu semua tidak akan merubah apapun.

Lelaki itu menatap kedua anak-anak itu kemudian beranjak keluar kamar untuk menyiapkan mereka makanan. Dia tahu anak-anak itu belum makan, sama seperti dirinya.

Naruto meraih gagang pintu dan baru saja dia mau tutup ketika satu kata terucap dari mulut Boruto, "Dad." Dan satu perasaan lain muncul di hati Naruto. Ada keinginan untuk menjadi ayah mereka, dia ingin melindungi Boruto dan Himawari.

.....

Baru saja makanan mereka tiba setelah satu jam yang lalu Naruto pesan. Sengaja memang, supaya ketika anak-anak itu bangun, makanan itu masih hangat.

Di depan pintu kamar, Naruto mendengar ocehan dari anak-anak itu. Nampaknya mereka sedang merencanakan kejutan untuk kakek mereka.

"Anak-anak..." Kata-kata Naruto terhenti ketika melihat Himawari tengah memegang bingkai foto dirinya dengan Hinata. Mereka berdua ternyata sedang berdebat tentang foto itu.

Naruto tersenyum lantas ikut masuk dalam perdebatan mereka. "Hm... Apa kalian tahu gambar di foto itu mirip siapa?" Tanya Naruto ikut memandangi foto itu dari belakang mereka. Memang pose seperti dalah satu dari gambar itu.

"Yang ini, paman dan ini mom," sahut Himawari polos sambil menunjuk kedua wajah dalam foto. Senyumnya merekah setelah menjawab dan menatap Naruto.

Naruto menyerngit, "Mom" ulangnya. Barangkali Naruto salah dengar  ucapan anak-anak itu.

"Iya. Paman kenal dengan mom?" Kali ini Boruto yang bertanya.

"Tunggu. Ini mom kalian?" Naruto menunjuk gambar Hinata, sekali lagi untuk memperjelas.

Boruto dan Himawari mengangguk antusias dan membuat Naruto semakin bingung. Namun demikian, jauh dalam hatinya ada sedikit letupan harapan, jika kata-kata mereka adalah kenyataan dan Hinata masih hidup. Wanitanya masih bernafas dan hidup dalam naungan. langit yang sama.

Namun, mungkinkah? Bagaimana bisa ada orang yang bisa hidup kembali setelah kematian? dan jawabannya adalah tidak mungkin. Tidak ada manusia yang mampu membangkitkan orang mati sekalipun dia adalah dokter berbakat dan paling hebat di dunia. Kecuali Tuhan sendirilah yang berkehendak. Lagipula dia sendiri hadir dalam pemakaman Hinata sekalipun dia tidak diizinkan melihat Hinata untuk yang terakhir.

"Ini mom kami. Paman kenal mom?" Himawari kembali bertanya. Matanya berbinar menatap Naruto.

Naruto terdiam tak tahu harus jawab apa jadi dia hanya mengangguk. “Apa kalian lapar? Paman tadi sudah menyiapkan makanan.” katanya, tidak mau terlalu larut dalam pembicaraan yang akan membangkitkan rasa sakitnya.

“Iya, paman kami lapar sekali. Hehehe...” Boruto menjawab dengan cengiran. “Kami harus makan bukan, supaya kuat kalo ketemu sama kakek.”

“Baiklah. Ayo anak-anak”

....
Mickey139

Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com