Fly with your imajination

Saturday, September 29, 2018

Senja Di Penghujung Tahun - Rencana Hanabi

Pair : Naruto, Hinata
Rate : K+
Genre : Romance, Hurt/Comfort & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING : AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
Story by
Mickey139


sumber gambar pinterest


Senja Di Penghujung Tahun - Rencana Hanabi

Hinata menghembuskan napas setelah menyelesaikan semua pekerjaannya. Rasa lelah karena tenaga dan pikirannya yang terkuras akhirnya terbayar. Lusa ia bisa menyusul anak-anaknya ke Jepang, tepatnya di kota Konoha. Kota yang menyimpan banyak kenangannya bersama keluarga, teman, sahabat, dan juga... mantan kekasihnya. Naruto. Lelaki yang entah kapan bisa hilang dari hatinya.

Sudah sembilan tahun berlalu, namun sosok lelaki itu masih setia tertanam dalam hatinya. Bahkan Hinata pun tak bisa mencabut atau menghilangkan nama itu.

Apakah karena ia masih mencintainya?

Entahlah. Hinata sendiri pun tidak tahu dengan perasaannya sendiri. Sudah beberapa kali ia mencoba menjalin hubungan dengan lelaki lain, tetapi tak satu pun di antara mereka berhasil menyentuh relung hatinya. Selalu ada kekurangan yang dia rasakan dengan hubungan itu. Tidak ada chemisrty, tidak ada rasa, atau hal lainnya yang membuat hubungan itu tak bertahan lama. Hingga akhirnya, Hinata tidak lagi mencoba untuk menjalin hubungan dengan lelaki lain dan memfokuskan diri pada proses pertumbuhan dan perkembangan buah hatinya pun dengan pekerjaan dan perusahaan yang saat ini ia kelola.

Mungkin memang benar, cinta pertama tidak bisa dilupakan pun dihilangkan, karena cinta pertamalah yang memberikan kenangan pertama untuk semua rasa. Termasuk dengan rasa sakit itu.

Hinata melirik jam dinding di dalam kantornya, ia bahkan tidak sadar sudah menghabiskan waktu berjam-jam untuk menyelesaikan semua pekerjaannya hanya karena ingin segera bertemu dengan anak-anaknya.

Rindunya pada kedua anak-anaknya sudah tidak bisa lagi ditolerir, padahal baru ditinggal dua hari. Tapi, rindunya itu seperti kanker yang perlahan menggerogoti tubuh. Menyebar dan menyesakkan. Dan anehnya, tidak menyakitkan.

Hinata mengambil ponsel dan mengetik pesan untuk adiknya, Hanabi.

"Hanabi, lusa aku akan ke sana. Bagaimana keadaan anak-anakku? Mereka tidak bandel, kan?"

Hinata menunggu pesan balasan dari adiknya namun sampai menit hampir berganti jam, tidak ada tanda jika pesannya akan dibalas.

Hinata menyandarkan punggungnya di sandaran kursi, menyilangkan kaki, dan memutar kursi tersebut hingga pemandangan malam kota New York tersuguhkan di depannya.

Sembilan tahun dan perubahan kota sudah seperti ini. Gedung-gedung saling berlomba untuk sampai ke langit, lampu-lampu dari kendaraan, juga gedung-gedung kecil yang semakin tersebar. Di sini saja sudah terjadi perubahan sebegitu banyak, bagaimana dengan Jepang yang sudah sembilan tahun ia tinggalkan? Akankah banyak perubahan yang terjadi? Ah, tentu saja. Di sana pasti banyak yang berubah.

Malam ini, langit tampak terang tanpa ada sapuan awan. Bintang bergemerlap seperti hiasan, membentuk formasi unik yang menghasilkan ribuan gambar dengan pola-pola tertentu.

Angan Hinata kembali ke beberapa tahun yang lalu, saat ia dan Naruto masih bersama. Saat cinta mereka masihlah menggebu, saat hanya ada masalah-masalah kecil yang mudah mereka selesaikan, sampai pada akhirnya mereka berpisah karena Naruto pergi meninggalkannya dan tidak ingin bertanggung jawab atas kehamilannya.

Hinata ingat betapa terpuruknya ia ketika ayah dan kakaknya mengatakan jika Naruto malah memilih pergi meninggalkan dirinya karena lelaki itu menerima perjodohan orang tuanya lalu membiarkan ia pergi ke kota New York dan menanggung semuanya seorang diri. Melahirkan dan membesarkan kedua anaknya.

Jadi kenapa, lelaki itu tak mau pergi dari pikirannya, dari hatinya? Bukankah lelaki itu sudah sangat kejam terhadapnya juga pada anak-anaknya?

Hinata menghembuskan napas dengan berat. Lusa adalah saat dirinya kembali menginjakan kaki di kota kelahirannya, kota yang banyak menyimpan kenangan, terutama bersama pria itu.

Sanggupkah ia?

Hinata hanya bisa berharap agar semuanya baik-baik saja. Ia berharap agar ia tidak bertemu dengan lelaki itu dan kembali merasakan perasaan hancur sama seperti beberapa tahun lalu atau mungkin perasaan yang selama ini berusaha ia kubur kembali bangkit dan membuatnya kembali terpuruk ketika melihat laki-laki itu bersama dengan wanita yang sudah ia nikahi.

sumber gambar google

...

"Maaf, Nee-chan aku baru membalas email-mu, semalam aku tidur lebih awal. Aku terlalu lelah. Banyak pekerjaan yang harus aku selesaikan. Oh iya, kau tenang saja nee-chan Bolt dan Himawari baik-baik saja, mereka tidak bandel, kok. Mereka berdua adalah keponakanku yang paling menggemaskan. Dan omong-omong, mungkin aku tidak akan menjemputmu. Kau tahu kan nee-chan, tou-san memberiku banyak pekerjaan. Dia benar-benar tanpa ampun."

Hanabi membalas pesan dari Hinata sambil memperhatikan interaksi antara ayah dan anak di depannya. Tepatnya beberapa meja di depannya.

Sudah seharian ini dia mengikuti mereka, mengikuti segala kegiatan yang mereka lakukan. Naruto, lelaki yang pernah menyakiti kakaknya dan kedua keponakan yang sangat ia sayangi. Entah lelaki itu sadar dengan ikatan yang ada di antara mereka atau hanya karena mereka mengingatkannya pada kakak perempuannya hingga menunda menghubunginya dan mengembalikan mereka pada keluarganya.

Hanabi memang salah, sudah terlambat─ sangat terlambat─ menjemput mereka karena tertidur akibat rasa lelah yang tidak bisa ia tahan. Proyek yang ditangguhkan padanya benar-benar menguras waktu dan pikiran. Dan ia baru sadar setelah Hinata menelpon untuk menanyakan kabar kedua keponakannya.

Jantungnya serasa mau melompat dan meninggalkan tubuhnya ketika sadar kalau jam sudah berputar banyak melewati angka tetapi keponakan-keponakannya belum sampai di rumahnya.

Hanabi benar-benar kalut saat itu dan tanpa memedulikan waktu ia berangkat menuju bandara untuk menjemput Boruto dan Himawari. Tetapi, usahanya itu sia-sia karena kedua keponakannya sudah tidak ada di sana. Lagipula, mana mungkin dua keponakannya masih menunggu dirinya di bandara, padahal jam sudah mennjukkan angka satu dini hari. Enam jam yang lalu.

Hingga hari ini, ia tidak sengaja melihat mereka keluar dari rumah sakit tempat nenek Konohamaru bekerja. Senju Tsunade, pemilik sekaligus orang yang bertanggung jawab terhadap Rumah Sakit tersebut.

Awalnya, ia kira matanya mengalami kerusakan ketika melihat mereka tetapi, setelah lama diperhatikan mereka memang orang-orang yang ada di kepalanya. Naruto dan para keponakannya.

Hanabi mengikuti mereka tanpa mengingat jika ia sudah membuat janji dengan Konohamaru. Terus memperhatikan mereka seperti seorang stalker, tanpa berniat menyapa atau pun mengganggu mereka. Ia hanya ingin melihat bagaimana mereka menghabiskan waktu bersama sebelum─ mungkin─ kakak dan ayahnya memisahkan mereka.

Sejujurnya, Hanabi ingin sekali mereka─ Naruto, kakak perempuannya, juga keponakan-keponakannya─ bisa bersama. Ia ingin melihat kakak perempuannya kembali seperti dulu, juga ingin keponakan-keponakannya bisa merasakan memiliki seorang ayah yang sesungguhnya.

Ia ingat, dulu ketika ia berkunjung ke rumah kakak perempuannya, mereka─ Boruto dan Himawari─ menangis sambil bertanya tentang ayah mereka.

Hari itu musim gugur, dengan banyak daun-daun yang berguguran mengotori setiap jalan setapak. Umur Boruto dan Himawari masih lima tahun dan karena kakak perempuannya sibuk mengurusi proyek yang baru dia menangkan akhirnya meminta padanya untuk mengurus Boruto dan Himawari, yang kebetulan datang berkunjung.

Kakaknya tidak memakai jasa pengasuh, karena trauma. Pernah Boruto dan Himawari diculik oleh seseorang yang berpura-pura menjadi pengasuh mereka. Waktu itu, keluarga Hanabi sangat khawatir, terutama Hinata yang sudah kalut dan berniat pergi sendirian menjemput anak-anaknya. Untung saja, ada inspektur polisi Edward yang menenangkan Hinata dan tidak lama mereka bisa menemukan lokasi penculik itu.

Hanabi juga tidak bisa melupakan, bagaimana mata Boruto dan Himawari yang membengkak karena menangis juga di tubuh mereka yang terdapat beberapa lebam biru bekas cubitan. Hanabi benar-benar marah saat itu dan ingin menghajar si penculik karena sudah melukai dua keponakan tersayangnya kalau saja Hinata tak mendahului dirinya.

Dan sejak saat itu, Hinata tak lagi menyewa jasa pengasuh dan memilih mengasuh anak-anaknya sendiri. Dan jika sibuk, Hinata akan membawa mereka ke kantornya.

Hanabi tentu saja dengan senang hati menerima permintaan itu, karena alasan utamanya mengunjungi mereka adalah karena rindu terhadap Boruto dan Himawari. Keponakan yang sangat lucu. Tingkah polos mereka selalu membawa tawa, menghilangkan semua penat terhadap pekerjaan dan tuntutan sebagai seorang karyawan di perusahaan tempatnya bekerja.

Mereka pergi ke taman. Taman yang tidak jauh dari sekolah Boruto dan Himawari. di sana ada banyak anak-anak yang bermain dan di dampingi oleh orang tua mereka. Mereka semua tampak bahagia. Banyak tawa yang terdengar, banyak senyum yang tersungging di bibir, juga aura yang menunjukkan kebahagian.

Boruto dan Himawari juga asik bermain. Mereka juga tertawa, mereka bahagia tetapi Hanabi merasa ada sesuatu yang berbeda dari bahagia mereka.

Awalnya, ia tidak mengacuhkan perubahan tingkah mereka yang jadi lebih banyak diam dan tidak biasanya hingga ia tidak sengaja melihat Himawari menangis. Entah karena apa. Boruto berusaha menenangkan Himawari yang tidak berhenti menangis.

Hanabi berjalan, bermaksud menenangkan Himawari, tetapi langkah kakinya terhenti ketika suara keluhan Himawari terdengar di sela-sela isakannya. Membuat Hanabi bergeming di tempat seperti patung air mancur.

"Kenapa kita tidak punya dad, Boluto? Aku juga ingin punya dad sepelti Eric, Cika, Mimi, dan Glay. Aku cudah jadi anak yang baik Boluto, kenapa dad belum datang? Apa dia membenci kita?"

"Hima kenapa bicala sepelti itu?"

Boruto yang tadinya berusaha menenangkan Himawari ikut menangis ketika mendengar keluhan adiknya. Ia juga rindu pada sosok ayahnya. Teman-temannya selalu membanggakan ayah mereka, selalu menceritakan kebiasaan mereka menghabiskan waktu bersama ayah mereka dan itu membuat mereka benar-benar iri.

Dan Hanabi tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Hatinya benar-benar seperti diremas tangan tak kasat mata ketika melihat kedua keponakannya menangis meraung sambil memanggil ayah mereka. Sejak saat itu, Hanabi berniat ingin mempertemukan mereka dengan Naruto─ ayah mereka─ tetapi ayah dan kakak lelakinya pasti tidak akan pernah mengijinkannya. Mereka sudah benar-benar membenci Naruto. Lelaki yang mereka anggap tidak pernah bertanggung jawab. Lelaki yang hanya bisa mencari kesenangan tanpa mau repot-repot menanggung akibatnya.

Hanabi kembali memperhatikan mereka. Ia ikut tersenyum ketika keponakannya bertengkar dan entah memperebutkan apa. Hanabi bisa melihat Naruto tersenyum dengan hangat dan tertawa melihat tingkah keponakannya─ tidak seperti berita yang ia dengar jika lelaki itu tidak pernah tersenyum. Sama sekali tidak pernah.

Drrrrtt...

Getaran ponsel Hanabi sedikit mengalihkan perhatiannya.

Hinata nee-chan is calling...

Jantung Hanabi berpacu, ketika melihat siapa yang menghubunginya. Hinata─ kakak perempuannya yang tadi ia pikirkan, "Ya, nee-chan ada apa?" jawab Hanabi berusaha menutupi kegugupannya.

"Hanabi, bisakah kau memberikan ponselmu pada anak-anakku? Aku ingin bicara pada mereka. Aku sangat merindukan mereka."

Hanabi diam sejenak. Ia memikirkan alasan yang masuk akal untuk menolak permintaan kakaknya. Ia tidak mungkin mengatakan jika keponakannya itu tidak sedang bersamanya, terlebih mereka bersama Naruto atau mendatangi Naruto secara langsung, berpura-pura semua yang pernah terjadi di antara mereka tidak pernah ada dan langsung memberikan ponselnya pada Boruto atau Himawari karena ibu mereka ingin bicara. Apa yang akan Naruto pikirkan nanti?

Hanabi tidak sengaja melihat jam tangannya dan mendapatkan alasan bagus untuk menolak keinginan Hinata. "Ano ne, nee-chan Boruto dan Himawari sementara istirahat. Mereka sedang tidur siang. Kau tahu kan kalau anak-anak seumuran mereka sangat aktif jadi, yah mereka sedang tidur siang karena kelelahan bermain." Maaf nee-chan aku membohongimu, kata Hanabi dalam hati.

Terdengar helaan nafas dari seberang sana, "Baiklah kalau begitu."

"Maaf yah nee-chan." ucap Hanabi merasa bersalah.

"Iya tidak apa-apa. Oh, Hanabi, apa Neji-nii atau tou-san tidak bisa menjemputku nanti?"

"Iya nee-chan. Mereka juga sibuk mempersiapkan pesta tahun baru di perusahaan. Aku akan mengirimkan orang untuk menjemputmu."

"Hah, baiklah."

sumber gambar google

Selanjutnya telepon di tutup oleh Hinata. Hanabi masih memperhatikan mereka. Ada keinginan untuk mempertemukan mereka. Ia ingin sekali meluruskan kesalahpahaman yang terjadi antara Hinata dan Naruto. Ia tahu kalau semua alasan yang dilontarkan oleh Neji-nii juga ayahnya itu bohong. Ia tahu, semua yang mereka lakukan adalah untuk kebaikan Hinata, tetapi melihat sekarang adalah kebalikan dari yang mereka harapkan, ia jadi tidak tega.

Hanabi ingin mempertemukan mereka. Barangkali saja penyesalan dan rasa bersalah juga kebencian yang ada pada mereka berdua bisa sirna dan berganti dengan perasaan mereka yang dulu. Saling mencintai. Terlebih pada Boruto dan Himawari yang merindukan sosok ayahnya.

Semoga saja dia bisa dan berhasil. Untuk itu Hanabi butuh bantuan teman-teman Naruto dan Hinata.

Yah, semoga saja berhasil. Harap Hanabi dalam hatinya.

sumber gambar google

TBC

...

 

Mickey139



Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com