Fly with your imajination

Thursday, January 29, 2015

Asam Asin Manis Pahit Ch 3

Baca Chapter sebelumnya : [chapter 1][chapter 2]

Nih kembali lagi dengan author lelet ini.

Mana yang kau pilih, jujur atau diam untuk perasaanmu? Kau tidak akan tahu jawabannya jika terus saja diam. Walaupun jika jujur mungkin akan menyakitkan, tapi bisa malah sebaliknya dan akan berakhir dengan kebahagiaan. Siapa yang tahu?

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*


ASAM ASIN MANIS PAHIT
Chapter 3
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

Cerita Sebelumnya :
“Jadi siapa yang biayayi kuliahmu? Sasukekah?” Sakura dan Sasuke yang mendengar pertanyaan Mikoto, terlonjak kaget. Sasuke yang lebih kaget, pasalnya dia belum pernah mendengar kata-kata kasar keluar dari ibunya.

Sebetulnya ibu Sasuke tidak ingin berbicara seperti itu, tetapi karena kekhawatirannya akan pilihan anaknya itu, pertanyaannya meluncur begitu saja dari mulutnya. Mikoto hanya tidak ingin Sasuke memilih wanita yang salah. Jadi wajar pertanyaannya begitu─wajar dalam artian dirinya sendiri.

Sasuke yang merasa pertanyaan ibunya sudah keterlaluan, mengambil lengan Sakura, “Cukup ibu!” Bentak Sasuke pada ibunya. Ia berdiri dan hendak membawa Sakura keluar dari mansionnya.

.
.
.
Pair : SasuSaku
Rate : T
Genre : Romance & Hurt/Comfort
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING : AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
.
.
Mickey_Miki
.
.
.
.
~Happy Reading~
.
.
.
.
.
Chapter 3

Sasuke yang merasa pertanyaan ibunya sudah keterlaluan, mengambil lengan Sakura, “Cukup ibu!” Bentak Sasuke pada ibunya. Ia berdiri dan hendak membawa Sakura keluar dari mansionnya. Rasa penyesalan timbul seketika setelah kata-kata itu keluar dari bibirnya, terlebih melihat wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya menunjukkan raut luka di wajahnya. Ingin rasanya ia meminta maaf atas ucapannya tadi, namun ia juga tidak bisa melakukannya. Mereka akan semakin memojokkan Sakura dengan perkataan-perkataan mereka.

Sasuke segera beranjak dari tempatnya, namun terhenti akibat seruan sang ayah. “Sasuke, apa yang kamu lakukan? Beraninya kau membentak ibumu.” Bentak Fugaku pada Sasuke dan melirik Sakura dengan tatapan dingin yang menusuk.
“Apa yang sudah dia lakukan padamu, hingga kau bisa membentak ibumu, hah!?” Lanjutnya lantang dan tegas, tak lupa dengan pandangan mengintimidasinya.

Namun sayang Sasuke tak merasa terintimidasi oleh tatapan ayahnya. “Aku tidak suka cara kalian memperlakukan Sakura seperti itu, apalagi dengan pertanyaan-pertanyaan itu!” Bela Sasuke. “Sakura bukanlah perempuan seperti yang kalian pikirkan.” Lanjutnya. Sasuke tak gentar dengan pandangan ayahnya itu. Dulu, dia akan diam saja bila ayahnya membentaknya, apalagi jika menghadiahinya dengan tatapan seperti itu. Namun, itu dulu. Ia bukan lagi anak yang akan diam saja bila dimarahi apalagi bila dibentak hanya karena melakukan sesuatu yang dianggapnya benar. Dia akan tetap mempertahankan Sakura, dengan cara apapun.

Di lain pihak, Fugaku yang mendengar pembelaan anaknya, tersentak, tak percaya. Tak sekali pun ia pernah melihat atau pun mendengar sebelumnya Sasuke membalas ucapannya apalagi membalas tatapannya. Biasanya laki-laki itu hanya diam dan menunduk menerima semua ucapannya jika dia memarahinya karena melakukan suatu kesalahan.

Tahukah kau Tuan Uchiha Fugaku? Sasuke bukan lagi anak kecil yang akan diam saja dimarahi. Sekarang dia sudah dewasa dan tahu mana yang baik dan buruk. Mana yang salah dan benar.

Manusia akan berubah seiring berjalannya waktu. Terlebih jika sudah menyangkut dengan orang yang dicintai. Begitupun dengan Sasuke, dia bukan lagi anak yang hanya akan tunduk dan diam saja menerima bentakan orang tuanya tanpa tahu kesalahannya atau hanya karena kesalahan yang kecil. Bukan berarti membalas ucapan ayahnya untuk kurang ajar, tak menghormati, tidak menghargai, hanya saja, menurutnya ucapan orang tuanya sudah keterlaluan.

Sakura tidak bisa lagi mendiamkan suasana itu. Suasana yang menurutnya sangat..sangat mengerikan. Saling melemparkan pandangan yang membuat siapa saja yang melihat akan merinding. Ia pun memegang tangan Sasuke yang memegang tangannya yang lain. “Sasuke-kun sudahlah! Tidak apa-apa kok. Kumohon jangan bersikap seperti itu pada orang tuamu! Toh mereka masih ingin bicara kepada kita, lagi pula sikap ibumu seperti itu adalah wajar. Dia hanya mengkhawatirkanmu. Jadi kumohon, kita duduk kembali. Yah!” Ucapnya sambil mengelus-elus lengan Sasuke.

Fugaku yang melihat tindakan Sakura hanya berdecih. Tak suka dengan tindakan Sakura yang menurutnya hanya cari muka saja. Menurut mata-mata yang ia bayar, Sakura adalah anak yatim piatu, hidup dengan bekerja paruh waktu, dan sekolah dengan mengandalkan beasiswa. Menurutnya Sakura tidak lebih dari perempuan-peremuan lain yang hanya menginginkan harta Sasuke dan anaknya malah termakan oleh rayuan perempuan jalang itu.

Fugaku tak suka hal itu. Pikiran-pikiran buruk tentang Sakura melingkupi otaknya. Tanpa berfikir lebih lanjut, ia bertekad untuk memisahkan mereka. Apapun akan dia lakukan untuk itu. Tak peduli dengan perasaan Sasuke toh nanti anaknya itu akan berterima kasih padanya karena bisa lepas dari perempuan penggila harta itu.

“Hn…” dengan rasa tidak ikhlas, Sasuke pun kembali duduk. “Kau yakin tidak apa-apa?” Sasuke sangat khawatir pada keadaan Sakura. Ia takut Sakura kenapa-kenapa karena tidak sanggup menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari kedua orang tuanya, apalagi dengan keadaannya yang sedang mengandung dan usia kehamilan yang masih rentan terhadap keguguran itu. Ia tidak mau pertanyaan orang tuanya itu sampai membuat calon anaknya tidak bisa lahir karena ibunya terlalu memikirkan jawaban pertanyaan itu. Terlalu berlebihan memang, tapi itulah yang dirasakannya sekarang. Seandainya mereka tidak dalam keadaan panas─dalam artian pertentangan keluarga─maka dipastikan mereka bisa melihat raut kekhawatiran Sasuke, walaupun samar ditunjukkan.

Sakura mengangguk yakin. Dia bisa menghadapi mereka. “Percayalah!” Ucapnya tegas. Walaupun dalam hatinya masih ragu, namun ia tetap akan berusaha dan membuat orang tua Sasuke merestui mereka.

Melihat sorot mata Sakura, Sasuke hanya bisa mendesah pasrah, kalau sudah begini tak ada cara lain untuk menghentikannya, dia hanya bisa menuruti keinginan sakura dan berdoa dalam hati agar Sakura baik-baik saja menghadapi orang tuanya itu dan calon anak yang dikandung Sakura tidak kenapa-kenapa.

Butuh beberapa menit hingga Mikoto mau melanjutkan pertanyaanya itu─setelah menenangkan diri akibat bentakan putra bungsunya itu. “Jadi, sampai dimana hubungan kalian?” Tanya ibu Sasuke. Memang dirinya masih kecewa akibat bentakan putra bungsunya─yah. Walaupun sebetulnya karena ialah dia bisa dibentak oleh anaknya. Dalam pikirannya ia kemudian menyalahkan Sakura yang membuat Sasuke seperti itu padanya.

“Maksud ibu apa?” Sasuke sebetulnya paham dengan maksud ibunya. Tetapi, dia tidak mengerti apa yang ibunya pikirkan. Entahlah. Sasuke sebenarnya ingin membeberkan perihal kehamilan Sakura agar semuanya berjalan lancar dan kedua orang tuanya dapat merestui mereka─walaupun dengan terpaksa. Namun, Sakura menolaknya. Sakura tidak ingin dianggap jikalau kehamilannya itu adalah upaya untuk menjerat dirinya untuk menikahinya, dan dianggap hanya mengincar harta saja─alias wanita penggila harta.

“Ah… maksud ibu, tahap kalian pacaran sudah sampai dimana? Apakah kalian tinggal bersama atau....─ ”

“Ah… tidak Uchiha-san, saya tinggal di apartemen saya sendiri, begitu pula dengan Sasuke-kun.” Potong Sakura cepat. Ia tahu apa yang akan ibu Sasuke katakan selanjutnya. Dari awal perjumpaan mereka Sakura sudah menyadari raut ketidaksukaan mereka padanya. Namun, ditepisnya perasaan itu dan tetap berprilaku sopan, karena Sasuke.

Sakura tak ingin membuat kedua orang tuanya yang sudah meninggal kecewa atas perilaku yang tidak sopan terhadap calon mertuanya. Ia sudah dididik tentang tata krama dan sopan santun yang harus ditunjukkan kepada orang lain dan lagi Sakura tak ingin merusak rencana Sasuke yang sudah mengajaknya menemui mereka. Ia tak ingin mempermalukan dirinya apalagi Sasuke di depan mereka. Sasuke sudah bersusah payah agar dirinya dapat bertemu dengan kedua calon mertuanya itu. Jadi Sakura terus saja bersabar dan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan padanya dengan sopan.

“Kami sama sekali tidak tinggal seapartemen, karena letak apartemen saya tidak jauh dari tempat kerja paruh waktu saya. Selain itu juga, letak tempat kuliah saya juga tidak jauh dari sana, jadi saya lebih memilih tinggal di apartemen saya sendiri.” Tuturnya dengan sopan.

“Mmm…….” Mikoto─ibu Sasuke, sedikit kagum dengan Sakura, dia adalah anak mandiri, ‘pantas saja Sasuke suka padanya’ batin Mikoto. Mikoto adalah seorang ibu, dia juga memiliki felling, dia bisa merasakan apa yang terbaik untuk anaknya dan menurutnya Sakura adalah anak yang bisa membahagiakan anaknya. Namun itu semua tidaklah mudah mengingat suaminya yang sedari awal memang tak menyukai Sakura hingga saat ini.

Fugaku tidak berbicara lagi setelah bentakan yang dia lontarkan pada Sasuke dan hanya memilih diam sambil mendengarkan percakapan istrinya dan Sakura.

“Ah… oka-sama, satu lagi, sebetulnya Sakura ini akan menjadi seorang lulusan terbaik, di universitas kirin, selain itu juga, sekarang ia sedang dinas di RS Konoha Internasional, jarang-jarangkan Ba-san mau menerima seseorang untuk dinas di RS-nya.” Tambah Sasuke, dia juga ingin membuat Sakura terlihat memiliki kelebihan di mata kedua orang tuanya. Sebab sedari tadi yang dia dengar dari mulut Sakura tak ada jawaban yang sifatnya baik di mata orang tuanya.

Sakura dan kedua orang tua Sasuke diam, tak satupun kata yang terlontar dari ketiga orang yang berada di ruangan itu setelah mendengar penuturan Sasuke yang menurut mereka sangat amat langka. Belum pernah mereka dengar Sasuke yang berbicara lewat dari 10 kata, kecuali jika Sasuke sedang presentasi dengan kolega-kolega bisnis di perusahaannya.

Mikoto-ibu Sasuke bertambah kagum dengan Sakura. Yah… awalnya sih dia tidak suka dengan Sakura, karena asal-usul Sakura yang tak jelas, tapi mendengar penuturan anaknya barusan, sungguh membuatnya kagum pada Sakura. Mikoto tahu Tsunade-kakak angkatnya, selaku pemilik rumah sakit terbesar itu tak akan pernah mau menerima orang yang ingin magang atau sekedar dinas di rumah sakitnya, karena dia tidak ingin ada masalah yang ditimbulkan dari orang-orang yang awam itu di rumah sakitnya.

Perbincangan mereka terus berlanjut sampai sore, akhirnya Sakura pamit pulang─yang sebenarnya Sasukelah yang memaksanya. Padahal dirinya masih ingin berbincang dengan Mikoto─ibu Sasuke. Ternyata ibu Sasuke itu tak sejahat yang dipikirnya, ia memang sangat lembut walau sebelumnya pertanyaan dan perilakunya membuat hati Sakura sedih.




________________________________________

Sebuah mobil lamborghini hitam berhenti di depan sebuah apartemen yang terbilang sangat sederhana, pemiliknya kemudian turun dan membukakan pintu penumpang di sebelah kirinya menampakkan seorang wanita cantik. Sakura keluar dari dalam mobil dan tersipu malu, akan tidakan Sasuke. Selama ini Sasuke tak pernah membukakan pintu untuknya, selalu dia sendri yang membukanya.

“Sasuke mampirlah dulu!” Ucap Sakura tepat di depan pagar apartemennya.

“Hn…”

Selama beberapa bulan bersama Sasuke membuat Sakura sedikit banyak mengetahui kebisaaan-kebisaaan Sasuke, termaksud kata ‘hn-nya’. Sakura yakin jawaban Sasuke barusan artinya ‘ya’ terbukti, karena Sasuke tidak langsung pulang, malah ikut masuk di apartemen Sakura. Setelah memarkirkan mobilnya terlebih dahulu.

“Silahkan duduk Sasuke!”

Sasuke yang dipersilahkan, kemudian duduk di tempat Sakura mempersilahkannya. Sasuke tampak kagum dengan suasana apartemen Sakura, walaupun peralatannya tak semahal dengan yang dimilikinya, namun Sakura dapat mengaturnya dan membuatnya tampak sangat rapi. Selain itu, apartemennya juga terasa nyaman dan sejuk walau tanpa AC (Air Conditioner).

“Tunggu di sini! Aku akan membuatkan ocha hangat untukmu.” Sakura kemudian berjalan menuju ke dapur dan akan membuatkan minuman untuk Sasuke.

“Bisakah kau buatkan aku kopi hitam saja?!”

“Tidak bisa! Ini sudah malam dan kopi tidak baik dikonsumsi pada malam hari.”

Suara desahan keluar dari mulut Sasuke. Dia tidak bisa membantah perkataan Sakura, karena itu semua memang benar. Ia jadi berfikir, ia adalah orang yang tidak suka dibantah, apalagi diperintah, tapi kenapa Sakura bisa melakukan itu. Apa mungkin karena Sakura adalah calon ibu untuk anaknya ataukah karena ia mencintai wanita itu, atau mungkin karena keduanya? Yah mungkin saja. Entahlah.

Sambil mennggu, mata Sasuke tidak tinggal diam. Dia terus saja memperhatikan ruangan itu. Tempat dimana wanitanya biasa beraktifitas, nonton ataupun mengerjakan tugas-tugasnya. Di apartemen Sakura hanya terdiri beberapa ruangan saja. Ruang tamu, dapur, dan kamar tidur. Sangat minimalis namun terasa nyaman.

Pandangannya terhenti pada satu bingkai foto keluarga yang dipajang di atas meja hias. Ada dua orang dewasa bergender berbeda, lalu satu anak perempuan dengan senyum manisnya yang duduk di pangkuan wanita itu yang diyakininya itu adalah Sakura. Dan kedua orang dewasa itu adalah orang tua Sakura. Mereka semua tampak bahagia.

“Itu adalah foto keluargaku. Foto itu diambil saat umurku masih 5 tahun.” Jelas Sakura tiba-tiba yang tengah membawa dua gelas ocha hangat dan menaruhnya di atas meja.

“Aku tidak tanya…” jawab Sasuke sarkastik.

Sakura mengembungkan pipinya jengkel mendengar perkataan Sasuke. namun tampak manis di mata Sasuke.

CUP

Sasuke mendaratkan sebuah kecupan ringan di bibir Sakura yang sukses mendatangkan rona merah di pipi wanita musim semi itu. “Sa...Sasuke...!” Panggilnya gugup. Walaupun ciuman itu sudah beberapa kali didapatnya namun tetap saja ia masih malu.
Tanpa aba-aba Sasuke berbaring dengan kedua paha Sakura sebagai bantalnya. Kemudian mengelus-elus perut Sakura yang telah berisi benihnya.

“Sa..Sasuke?”

“Aku ingin menyapa anakku.” Jawabnya. “Ne... Anak ayah, apa kabar? Kau tidak membuat ibumu kesusahankan?” Lanjutnya sambil mengelus-elus perut Sakura sayang.

BLUSH

Perlakuan Sasuke itu berhasil memunculkan semburat merah di kedua pipi Sakura. Ya Tuhan bolehkah ia meminta agar kebahagiannya ini tidak hilang. Sudah cukup dengan kepergian orang tuanya.

“Hei… apa yang kau lakukan Sasuke, kau membuatku malu.”

Tanpa memperdulikan perkataan Sakura, Sasuke melanjutkannya lagi. Sambil mengelus-elus perut Sakura sayang. “Sayang cepatlah tumbuh, agar ayah bisa melihatmu.” Ucap Sasuke, tanpa memperdulikan wajah Sakura yang sudah merona.


“Sa..sasuke!?” Rengek Sakura malu dengan tindakan Sasuke. Namun begitu ia sangat senang.

“Hn…” Sasuke tidak peduli dengan ucapan Sakura dan terus saja mengelus perut buncit Sakura.

“Sasuke... Apa kau senang?” Tanya Sakura.

Pertanyaan ambigu, namun Sasuke dapat mengerti maksudnya. Entahlah mungkin karena kebersamaan mereka selama ini, jadi Sasuke sedikit-banyak dapat memahami Sakura termaksud dengan pertanyaannya itu.

“Hn. Tentu saja aku senang.” Jawab sasuke mengecup perut sakura.

Jawaban Sasuke itu membuat dada Sakura menghangat. Sehangat mentari yang menyinari pagi hari. Sakura sangat bahagia. Walau pun arti senang yang dimaksud Sasuke bersifat ambigu, tetap saja membuat Sakura sangat bahagia.

Tak dapat dipungkiri banih-benih cinta telah tumbuh di hatinya setelah kebersamaannya dengan Sasuke. Begitu pun sebaliknya, sedikit demi sedikit di hati Sasuke juga tumbuh perasaan cinta itu.

Perlahan namun pasti perasaan mereka berdua telah berubah. Kebersamaan yang mereka jalani telah menjadi bibit-bibit cinta di hati mereka yang perlahan tumbuh dan berkembang.

Cinta yang awalnya karena keterpaksaan, keharusan, dan karena pertanggung jawaban, kini telah berubah total. Cinta yang mereka rasakan sekarang, bukan lagi cinta karena saling butuh untuk menutupi kesalahan mereka. Bukan lagi cinta untuk saling melengkapi kekurangan. Namun cinta karena benar-benar mencintai. Cinta yang ikhlas dan tulus. Cinta untuk saling mengisi.

Andai waktu tak memiliki kaki untuk tetap berjalan. Andai waktu dapat dibeli. Mereka akan dengan senang hati menghentikan waktu itu untuk tetap seperti itu dan tak ingin momen kebersamaan mereka hilang. Yah. Andai semua itu bisa saja terjadi.

“Sasuke-kun!” Panggil Sakura dengan rona merah yang menghiasi pipi Sakura. Kedua tangannya menjulur dan membelai lembut rambut Sasuke dan penuh kasih.

Sakura tak ingin momen seperti ini hilang. Ia tak ingin kebahagiaannya hilang lagi. Ia tak ingin kembali merasakan kehilangan. Sudah cukup kedua orang tuanya yang meninggalkannya. Ia tak ingin Sasuke juga ikut meninggalkannya.

“Mmm... Ano sasuke-kun!” Panggil Sakura sekali lagi karena Sasuke tak bereaksi.

“Hm, ada apa hime?” Sasuke tak berbalik ia masih sibuk dengan perut Sakura.

Akhirnya Sasuke pun menjawab. Namun Sakura bingung, ia tak tahu harus mengucapkannya dari mana, ia menunduk. “Aishiteru” dan entah kenapa kata itulah satu-satunya yang meluncur dari bibirnya.

Malu tapi senang.

Biasanya sebelum menyatakan cinta ada kata-kata romantis ataupun perlakuan yang manis terhadap calon pasangannya.

Biasanya perlu adanya suatu suasana yang romantis sebelum mengungkapkan cinta.

Biasanya akan ada kado, bunga, cincin atau apalah yang bisa membantu mensukseskan acara pernyataan cinta.

Dan

Itu semua dilakukan oleh seorang pria.

Dan kini dirinyalah yang terlebih dahulu mengutarakan perasaan.

Dirinya yang seorang wanita

Ah. Peduli tentang status, kodratnya sebagai seorang perempuan. Kalau sudah menyangkut tentang perasaan lebih baik diutarakan dari pada menjadi beban dan menyesal kemudian. Ia juga tak ingin penasaran akan statusnya yang sekarang dengan Sasuke. dan ia tak peduli dirinya yang memulai yang jelas ia mendapatkan sebuah kejelasan mengenai perasaan Sasuke terhadapnya.

Sedang Sasuke yang mendengar penuturan Sakura sontak membuatnya terkejut namun beberapa saat kemudian ia tersenyum. Senyum yang bahkan belum pernah ia nampakkan kepada orang lain kecuali keluarganya yang berhasil disembunyikannya pada perpotongan antara perut dan paha Sakura.

Sasuke juga sangat bahagia mendengarnya. Bagai berada di tengah padang rumput dengan hembusan angin lembut menerpanya.

Bagai diberi sepasang sayap untuk terbang melintasi surga.

Tak pernah ia menduga sebelumnya, Sakura dapat mencintainya secepat ini. Kebencian Sakura dulu terhadapnya kini telah berubah jadi cinta. Entah kebahagiaan keberapa yang sudah diperolehnya itu, yang jelas, ia sangat bersyukur pada Kami-sama, sudah memberi kebahagiaan yang sangat besar untuknya.

“Sasuke!? Apa... Kau juga menyukaiku?” Tanya Sakura ragu-ragu. Hatinya bergemuruh tidak tenang. Cemas dengan jawaban yang akan diutarakan Sasuke.

“Tidak...” Jawab Sasuke singkat. Senyum jahil terpatri di wajahnya. Niatannya hanya ingin menggoda Sakura. Ia ingin melihat bagaimana reaksi Sakura.

Takut.

Seringainya tiba-tiba menghilang digantikan perasaan bersalah.

Ia tak menyangka Sakura menganggapnya serius. Terbukti dari diamnya Sakura dan getaran di paha wanitanya yang menandakan akan ada tetes air yang akan jatuh mengenai dirinya. Nanti.

Sedang Sakura sendiri setelah mendengar jawaban Sasuke sontak membuat sedih dan kecewa.
Bagaimana tidak. Selama ini, Sakura berpikir, perhatian yang diberikan Sasuke untuknya karena dia mencintai Sakura. Sakura pikir karena Sasuke membawanya ke mansionnya dan mengenalkannya pada kedua orang tuanya, membelanya, berarti laki-laki itu benar-benar mencintainya, nyatanya tidak.

Laki-laki itu hanya ingin menikahinya karena rasa bersalahnya, tanggung jawabnya. Selama ini dia telah salah sangka dengan semua perhatian Sasuke. Selama ini Sasuke tidak mencintainya.

Bak sebuah timah panah panas tertembus di dadanya dan menembus hatinya. Terasa perih dan menyayat. Hatinya sakit mendengar jawaban Sasuke. Ternyata selama ini cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Cinta tulusnya tak tersampaikan kepada Sasuke. Memang benar cinta yang bertepuk sebelah tangan ternyata benar-benar menyedihkan. Sakura merasa dia adalah orang yang paling meyedihkan. Salah mengartikan perhatian Sasuke padanya.

Mata Sakura memanas. Sebentar lagi bulir-bulir air matanya akan menetes. Tak mau sampai mengenai Sasuke ia pun buru-buru menghapusnya. Dia tidak ingin dianggap perempuan yang menyedihkan, mengharapkan cinta dari orang yang seperti Sasuke.

“Tapi aku sangat mencintaimu.” Lanjut Sasuke. Dia sangat malu mengatakannya, memindahkan semua egonya, ia menuturkan kata-kata sakral itu pada sakura. Tak ingin Sakura melihat wajah meronanya, ia pun membenamkan kepalanya di antara perut dan paha Sakura.
Tes... Tes... Tes...

Air mata Sakura pun akhirnya tumpah ruah hingga mengenai pipi Sasuke. Namun bukan air mata kesedihan seperti yang tadi, akan tetapi air mata kebahagiaan.

Ternyata panah yang menembus hatinya tadi tak sampai menghancurkan hati Sakura, malah menguatkan dan memberikan kehangatan baginya. Cintanya yang tadi dia anggap bertepuk sebelah tangan ternyata terbalaskan. Sasuke juga mencintainya.

Sasuke membalikkan kepalanya dan mendongak melihat Sakura. “Sakura! Kau menangis? Ada apa, hm?” Tanya Sasuke cemas. Menghapus bulir air mata di pipi Sakura dengan kedua jempolnya.

“Tidak. Aku tidak apa-apa.” Jawabnya dengan suara parau diirngi dengan senyum kebahagiaan.

“Jangan bohong! Ada apa, hm?” Tanya Sasuke sambil membelai kedua pipi Sakura dengan sayang.

“Aku hanya senang. Aku bahagia ternyata Sasuke-kun juga mencintaiku.” Jawabnya dengan memegang kedua tangan Sasuke sambil menyesapi kehangatan yang berasal dari tangan Sasuke.

“aku tahu.”

“aku pikir kau tidak mencintaiku.” Ucap Sakura yang sesengukan.

Sasuke bangun dan duduk di samping Sakura sambil menghadapnya. “Kalau aku tidak mencintaimu, tidak mungkin aku membawamu ke rumahku.” Jawabnya sambil memeluk dan mengelus lembut helaian merah muda Sakura.

“Aku pikir kamu mau menikahiku hanya karena merasa bersalah dan rasa tanggung jawabmu.”

“aku sudah pernah bilangkan. Aku akan belajar mencintaimu dan sekarang aku sudah benar-benar mencintaimu.”

Hiks...hiks...hiks...

Sakura sangat bahagia mendengar penuturan Sasuke barusan. Tak pernah ia rasakan kebahagiaan seperti ini sejak kedua orang tuanya meninggal. Ia ingin terus seperti ini. Ia tak ingin momen kebersamaannya dengan Sasuke cepat berlalu. Di peluknya erat tubuh Sasuke, berharap perasaannya dapat dirasakan oleh Sasuke.


Sedang Sasuke sendiri hanya bisa tersenyum, ia juga bahagia sama seperti Sakura. Dielusnya punggung Sakura sayang berharap Sakura tahu bahwa dia akan selalu ada di sisinya.

Seolah tahu keinginan Sakura, Sasuke meminta Sakura agar dibiarkan menginap dalam apartemennya. “Sakura, malam ini aku ingin menginap di sini!?” Ucapnya di sela-sela pelukannya.

Sakura mengangguk dalam dekapan Sasuke. “Baiklah. Tapi kenapa tiba-tiba…?” Tanya Sakura penasaran. Pasalnya selama ini Sasuke tidak pernah menginap di apartemen Sakura. Sasuke biasanya hanya mengantar dan singgah sebentar di apartemen Sakura kemudian kembali ke apartemennya.

“Aku hanya ingin lebih lama bersamamu.” Jawab Sasuke, masih dalam keadaan memeluk Sakura. Aroma cherry meluber dari tubuh Sakura dan menyebabkan Sasuke enggan untuk melepaskan pelukannya.

Jawaban Sasuke sukses menambah rona merah di pipi Sakura. Alhasil Sakura semakin membenamkan wajahnya di dada bidang Sasuke. “Sasuke!?”
;

“Hn?”
;

“Arigato. Hontoni arigato”

“Hn” jawabnya sambil membelai rambut sakura

Posisi mereka terus seperti itu, hingga Sakura memutuskan untuk masuk ke kamarnya. Sasuke juga ikut ke kamar Sakura, mereka tidur berdua di ranjang yang sama dengan perasaan legah. Perasaan bahagia dan berharap agar waktu berjalan lebih lama agar momen mereka lebih lama mereka rasakan.

Sakura bersandar di dada bidang Sasuke, dan Sasuke sendiri hanya memeluk pinggang Sakura. Menyamankan posisi mereka masing-masing. Hingga mereka berlabuh ke pulau kapuk posisi mereka tetap seperti itu.

.
.
.
.
.
see u next chapter 4

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

a/n : kritik dan saran diharapkan, agar penulis dapat lebih baik 
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com