Fly with your imajination

Thursday, January 29, 2015

Hinata (3)

jumpa lagi dengan author. moga gak bosan yah!

Sebelumnya : Chapter 2

Rate : T
Genre : Romance, Hurt/Comfort & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING : AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
Story by
.
.
Mickey_Miki
________________________________________

Cerita Sebelumnya :

“Hinata kau harus menjauhi Sasuke?” ucap Naruto lebih menegaskan perkataannya.

“Wakatta...” Ucap Hinata tersenyum. Setidaknya ada orang yang mengkhawatirkan dirinya di sekolah ini.

“Arigato Naruto-kun. Terima kasih untuk semua kebaikanmu, tapi kurasa cukup sampai di sini saja kau menolongku. Aku tidak mau hubungan persahabatanmu dengan Sasuke berakhir apalagi sampai bermusuhan karena aku.” Ucap Hinata tulus. Ia memang sering dibully oleh murid sekolah itu karena Sasuke. Baik batin maupun fisiknya tersiksa, namun itu jauh lebih baik jika dibandingkan melihat hubungan persahabatan Naruto dan Sasuke berakhir dan membuat Naruto bersedih. Ia paling tidak suka melihat orang yang ia cintai bersedih apalagi penyebabnya adalah karena dirinya.

“Kau salah Hinata. Aku dan Sasuke memang bersahabat dan aku sebagai sahabatnya memiliki kewajiban untuk menyadarkannya. Aku tidak ingin melihatnya menyiksa orang lagi, apalagi orang yang ia siksa adalah orang yang sangat...” Naruto menghentikan ucapannya. Bingung harus melanjutkan dengan menggunakan kata seperti apa.

“Aku mencintaimu Hinata.” Lantang, tegas, tampak tak terdengar keraguan saat kalimat singkat itu terucap.
.
.
.
.
.


.
.
.
.
Tuhan telah memberikan kita banyak kelebihan. Dua tangan untuk memegang, dua kaki untuk berjalan, dua mata untuk melihat, dan hati untuk merasakan. Semua itu mempunya kegunaan untuk mengubah sesuatu.
.
.
.
.
*,*~ Chapter 3 ~*,*

~Happy Reading~
.
.
.

“Aku mencintaimu Hinata.” Lantang, tegas, tampak tak terdengar keraguan saat kalimat singkat itu terucap.

DEG

Mendengar pengakuan itu tentu saja semakin membuat jantungnya tidak normal berdetak. Apa yang diimpikan sejak dari dulu akhirnya terkabul─namun ini lebih dari sekedar harapannya, ia dulu hanya ingin mempunyai sebuah keberanian untuk mengutarakan perasaannya. Diterima atau tidak ia tidak mempermasalahkannya─Dia yang dulu hanya bisa mengagumi Naruto secara diam-diam akhirnya mendapat pengakuan dari sang pujaan. Naruto juga mencintainya. Akhirnya, perasaan Hinata terbalaskan. Cintanya tak bertepuk sebelah tangan.

“K-kau mencintaiku…?” Tanya Hinata mengulangi, jujur buatnya ini tak bisa dipercaya. Entahlah. Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh laki-laki itu. Dia sendiri tak bisa menafsirkannya─Namun walaupun demikian itu tetaplah membuatnya bahagia. Walau itu hanya sebuah kebohongan. Buatnya itu tak masalah, yang penting Naruto sudah mengatakan kalau ia juga menyukainya.

“Yah. Aku mencintaimu.” Jawab naruto tegas seakan tak ada kebohongan yang tercetak di matanya. Jujur ia juga tak ingin melakukan itu semua, namun jika itu bisa merubah sahabatnya dan menolong Hinata dia akan dengan senang hati menolongnya. Walau nanti akan ada hati yang akan tersakiti.

“Ke..kenapa?” Lanjutnya lirih. Memberanikan diri untuk menatap kedua safir Naruto, berusaha mencari kebohongan dari kata-kata itu. Akan tetapi, tak ada satu kebohongan pun yang bisa ia temukan dari kedua safir itu. Seolah Naruto memang benar-benar mencintanya.

Hinata tak tahu lagi apa yang harus ia lakukan. Ia ingin menerima Naruto dan mengatakan kalau ia juga mencintai laki-laki itu. Namun ada sebagian dari dirinya yang melarangnya.

Ditatapnya terus kedua manic seindah langit cerah itu, mencoba menyelami apa yang ada di dalam pikiran Naruto. Dia tak mau salah mengambil keputusan. Dia memang sudah mencintai laki-laki itu sejak beberapa tahun yang lalu dan laki-laki itu juga selalu menolongnya. Namun bukan berarti dia bisa langsung menerimanya begitu saja.

“Karena aku mencintaimu... Dan... Haruskah aku memiliki sebuah alasan untuk mencintai seseorang?” ujar Naruto yang sudah memajukan wajahnya hingga dahi mereka bersentuhan.

“Ta... Tapi bukankah kau menyukai Haruno-san?” sergahnya Hinata pelan.

“Aku memang menyukainya, tapi hanya sekedar teman saja. Lagi pula aku senang berteman dengannya, karena ia tidak seperti dengan gadis-gadis lain yang akan menjerit-jeritkan namaku. Itu yang membuatku senang dekat dengannya. Lagi pula Sakura-chan itu sangat.. sangat... sangaaat.. menyukai Teme.” Ucap Naruto dramatis.

“So... Souka...” Hinata menunduk lagi. Ia tak kuasa berlama-lama menatap safir Naruto. Dia juga tak tahu apa lagi yang harus ia katakan─saking gugupnya berdekatan dengan Naruto apalagi dengan pengakuan laki-laki itu yang membuat lidahnya kelu sekedar mengeluarkan kata lagi.


“Dan....” Naruto sengaja menjeda perkataannya agar gadis itu menatapnya.

Dengan susah payah Hinata mendongak kembali menatap kedua safir yang telah lama menjerat hatinya ketika Naruto tidak melanjutkan perkataannya.

“Aku tidak mau kau dekat-dekat dengan laki-laki lain selain aku.” Ucapnya tepat di telinga gadis itu setelahnya ia menatap Hinata yang wajahnya sudah memerah, bahkan telinganya pun ikiut memerah.

Naruto kemudian mendekatkan wajahnya untuk memutus jarak di antara mereka. Perlahan kedua kening mereka bertemu tidak berselang lama hidung mereka bersentuhan.

DEG DEG DEG DEG

Brak.

Jantung Hinata sudah tak kuat lagi menahan beban itu. Dekat-dekat dengan Naruto saja sudah membuatnya gugup. Apalagi sekarang dalam keadaan seperti itu, Naruto dengan kata-katanya yang mempunyai arti sangat dalam untuknya. Ia tak akan sanggup lagi.
Di satu sisi Naruto yang mendapati Hinata yang sudah pingsan, terkekeh geli karenanya. Naruto tersenyum, mendapati sifat lain Hinata yang menurutnya terlalu lugu plus manis. Padahal hanya sekedar ingin menciumnya, namun gadis itu jatuh pingsan duluan. ‘Nanggung sekali’ pikir Naruto terkekeh. Tinggal beberapa centi lagi hingga ia bisa merasakan bibir Hinata lagi. Tidak membuang waktu lagi, diangkatnya Hinata kemudian menuju ruang UKS.

Perjalanan Naruto menuju UKS berjalan mulus, untung saja keadaan di koridor saat itu sedang sunyi karena masih dalam jam pelajaran, ia bisa jadi lebih leluasa berjalan sambil menggendong Hinata. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya Naruto melihat wajah Hinata. Walaupun, saat ini gadis itu masih dalam penampilan yang nerd, tak membuatnya risih sama sekali, karena dalam pandangannya sekarang ia hanya melihat Hinata yang cantik bak bidadari yang turun dari kayangan.

Naruto meletakkan tubuh Hinata dengan sangat lembut di atas ranjang. Lalu dipakaikannya selimut. Ruang UKS itu sangat sepi. Tak ada siapa pun bahkan untuk guru sekali pun di dalam. Dan itu membuatnya senang, karena bisa menunggu Hinata hingga sadar tanpa gangguan.

Melihat Hinata yang tertidur dengan keringat dingin yang bercucuran, membuat hatinya sedikit risih. Entah apa yang dimimpikan gadis itu.

Dibukanya kaca mata Hinata yang mungkin membuat gadisnya risih tak tenang, lalu dibelainya rambut gadis itu, kemudian diggenggamnya tangan mungil itu erat, seakan memberinya kekuatan. Dan itu berhasil, Hinata akhirnya menunjukkan raut yang lebih tenang. Entah sikap itu dari mana datangnya padahal ia hanya ingin membantu Hinata. Apa mungkin ia benar-benar mencintai gadis itu?

Naruto terus berada di samping Hinata tak ingin meninggalkannya sendirian di UKS. Apalagi dengan keadaan Hinata yang sekarang tanpa kaca matanya. Bisa-bisa jika ada murid lain yang masuk ke sana, murid itu akan melakukan sesuatu pada Hinata. Apalagi bila murid itu adalah seorang siswa. Naruto tidak bisa membayangkan hal itu terjadi.

Sejenak Naruto melepaskan genggaman tangannya hanya untuk mengambil obat dan air minum untuk gadis itu kalau sudah sadar.

...
...
...

“Hina-can, ayo...” ucap seorang bocah cilik sambil menggenggam tahan Hinata cilik sambil berlari-lari di sebuah taman bunga. Indigo dan Blonde menari-nari mengikuti langkah kecil mereka.

Genggaman tangan kecil itu terasa hangat, hingga membuat jiwanya merasa nyaman.

Genggaman tangan yang sangat mirip dengan seseorang yang sangat dicintainya.

Genggaman tangan mirip laki-laki yang selalu memberinya kenyamanan.

Naruto.

Laki-laki yang sudah lama sangat dicintainya.

Hangat

“Hina-can, ayo...! kejar aku!” Tiba-tiba genggaman tangan kecil itu terlepas dari tangannya. Rasa hangat yang tadi dirasanya hilang.

“Tunggu!... Tunggu aku!” Dengan kaki-kaki kecilnya ia berusaha menjangkau bocah cilik itu. Namun seberapa keras pun usahanya tetap saja ia tak bisa meraih bocah itu.

“tunggu aku Nalu-chan!” teriaknya sekeras mungkin. Namun seolah tuli anak laki-laki it uterus berlari tak memperdulikan Hinata kecil yang sudah kelelahan mengejarnya.

Hinata jatuh terduduk karena tak sanggup lagi berlari mengejar bocah cilik itu. air matanya tiba-tiba merembes keluar. Ia takut. Ia takut akan keadaannya itu.

Kegelapan tiba-tiba menggerogotinya saat rasa hangat itu telah hilang dari dirinya, saat rasa hangat itu lenyap. Entah apa yang terjadi hingga rasa itu hilang digantikan dengan dinginnya kegelapan yang mencekam dalam ruang kosong yang menyesakkan hingga membuatnya menggigil. Ia mengeluh dalam kegelapannya, takut dengan keadaan itu. Ia ingin protes, namun tak tahu dengan siapa ia harus protes.


...
...

Perlahan kedua kelopak matanya terbuka menampilkan iris mata lavender pucatnya. Ia mengerjap saat cahaya mulai berhamburan masuk ke dalam retina matanya mengirimkan gambaran abstrak yang perlahan-lahan mulai menampilkan wujudnya. Ia mengangkat tangannya untuk menahan intensitas cahaya yang dengan nakalnya berusaha menerobos sehingga membuat matanya mendadak sakit karena ketidaksiapannya menerima sinar berlebih setelah kegelapan menelannya.

Naruto yang masih berada dalam alamnya sendiri, tersadar akbat gerakan Hinata. “Kau sudah sadar. Bagaimana keadaannmu?” Tanya Naruto khawatir sembari membantu Hinata duduk.

“A..aku baik-baik saja Naruto-kun. A... Aku dimana?” Tanya Hinata tanpa memandang wajah Naruto.

“Kau di UKS, aku membawamu kemari, karena kau tadi tiba-tiba pingsan.” cibir Naruto.

“Arigato Naruto-kun dan maaf kau jadi repot karena aku.” Ucapnya dengan rasa penyesalan seraya menunduk tak berniat menatap wajah Naruto.

“Apa yang kau katakan Hinata, aku tidak kerepotan sama sekali” sanggah Naruto dengan lembut.

Mereka terdiam, suasana berubah canggung. Hinata masih menunduk. Mengingat kejadian tadi membuat wajahnya tiba-tiba merona. “Na.. Naruto-kun. Apa yang tadi kau katakan? Kenapa kau mengatakan itu?” Tanya Hinata malu-malu seraya memainkan kedua jari telunjuknya. Kebiasaannya ketika gugup.

Naruto bingung harus menjawab apa, ia tak tahu apa yang sudah dikatakannya tadi. Ia tak tahu yang mana dari perkataannya yang dimaksud Hinata. Menjauhi sahabatnya atau pengakuannya tadi.

“A...apa kau serius mengatakan itu Naruto-kun? Atau Naruto-kun hanya ingin menggodaku?” Tanya Hinata sekali lagi memastikan.

Naruto tersenyum, rupanya yang dimaksud oleh Hinata adalah pengakuannya yang tadi. “Apa aku terlihat sedang main-main saat mengucapkannya tadi? Apa perlu kuulang? Aku mencintaimu. Sangat mencintaimu.” Naruto menatap Hinata intens. Mencoba meyakinkan Hinata bahwa dirinya bersungguh-sungguh.

“Ta..tapi bagaimana bisa Naruto-kun? Kita dekat saja, baru beberapa hari.”

“Kau tidak menyukaiku?” Ucapnya dengan wajah yang sengaja ditekukkan.

Hinata menggeleng. “Aku menyukaimu Naruto-kun, tapi aku masih belum yakin padamu. Aku takut kau hanya ingin mempermainkanku.” Jujur Hinata. Ia menunduk tak ingin melihat Naruto.

“Hhhh,” desah Naruto menatap Hinata. “Inilah hal yang paling aku tak suka dari wanita. Apa semua perempuan itu sama? Aku memang bukan seorang yang romantis, tak bisa merangkai kata-kata manis untuk menembak seorang cewek. Tidak bisakah hanya dengan ungkapan aku mencintaimu, kau bisa mempercayainya? Apa aku perlu membuktikannya?” Sentaknya kemudian, terdengar kesal.

Hinata tersentak, baru kali ini ia melihat Naruto terlihat kesal seperti itu walau masih terlihat lucu di mata Hinata. “Eeh?! Bu...bukan itu maksudku.” Bantah Hinata, sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Naruto, “ta...tapi kenapa?” Tanya Hinata menunduk. Tak berani menatap langsung safir milik Naruto. Berusaha untuk tak melepaskan air mata yang sudah siap tumpah dari tadi.

Sejenak Naruto berpikir. Tak lama dia kembali ambil sebelah tangan Hinata, tepatnya tangan kanan gadis itu yang lantas dia letakkan di atas dada kirinya. Kemudian meletakkan sebuah pisau yang sudah diambilnya dari meja di tangan gadis itu, “kalau begitu belalah dadaku dan ambil jantungku?” Ucapnya kemudian.

Hinata diam tak bergeming, bingung harus menjawab apa. ditatapnya kedua mata Naruto, “ak..─”

“Atau kalau kau mau kita bisa naik ke atap sekolah. Kau bisa mendorongku dari atas, bunuh aku untuk buktikan cintaku?” Lanjutnya memotong perkataan Hinata.

Hinata ternganga. Namun tidak lama kemudian dia membalas perkataan Naruto. “Na.. Naruto-kun... Bukan itu maksudku. A..aku... Maksudku Kau sendiri kan tahu bagaimana penampilanku, kau tidak malu punya pacar dengan penampilan nerd speprtiku?” Ucapnya terbata. Tak mempercayai apa yang baru saja didengarnya dari bibir Naruto.

“Apakah menyukai seseorang itu, dilihat dari penampilannya? Wajah, ketenaran, atau kekayaannya? Lagi pula aku tidak peduli apa yang nanti akan mereka katakan tentangmu, tentang kita. Aku hanya menyukaimu. Aku menyukai semua yang ada pada dirimu, baik penampilanmu, sifat, atau apa pun yang melekat pada dirimu.”

Hinata menggeleng. “Ta... Tapi..─”

“Aku mencintaimu. Itu saja yang harus kau tahu. Tak ada alasan yang lain. Kalau pun ada, itu karena aku merasa nyaman denganmu. Aku tidak peduli berapa lama kita dekat, tidak peduli berapa lama kita kenal, yang aku tahu aku sekarang menyukaimu, mencintaimu. Saat ini, besok, ataupun hari-hari selanjutnya.”

“Kalau menurutmu cinta itu datang karena kedekatan. Kau salah. Tidak semua orang itu jatuh cinta karena keakraban yang lama atau pendekatan yang mereka lakukan dengan tekun. Cinta itu adalah keterpautan jiwa dan jika itu tidak pernah ada, cinta tidak akan pernah tercipta dalam hintungan tahun bahkan abad. Dan aku selalu merasakannya bila berada di dekatmu. Walaupun kedekatan kita masih baru dan bisa dihitung jari, namun dalam hatiku sudah tertanam nama dan wajahmu untuk selalu menghiasi hari-hariku.” Imbuhnya kemudian.

Hinata tertegun, semua kata-kata penyanggahan yang ingin dikeluarkannya─entah kenapa tertahan di ujung lidahnya. Seingatnya, Naruto yang ia kenal bukanlah tipe laki-laki yang seromantis ini─walau hanya dengan kata-kata saja. Tak pernah sekali pun dia melihat atau pun mendengar Naruto berbicara seperti itu, bahkan dengan Sakura sekali pun. Kata-kata yang terucap seperti telah terangkai sebelumnya. Namun anehnya sangat alami─refleks terucap.

Gadis berambut lavender itu menggumam kecil setelah sekian lama berlangsung hening, “aa...aku...akuh─” lirihnya.

Tes... Tes... Tes...

Hinata tak bisa lagi melanjutkan kata-katanya. Ia sangat terharu dengan apa yang dikatakan Naruto. Perasaan Hinata tak pernah sebahagia ini sebelumnya. Aliran air mata Hinata tak bisa lagi ia bendung. Tetes demi tetes jatuh mengaliri kedua pipinya. Semua emosi dalam dirinya bersatu dalam tetes-tetes air mata itu. Air mata kebahagiaan akibat seorang pemuda. Mengetahui ternyata perasaannya terbalas.

“Aku juga mencintaimu.”


...

Setelah kejadian di ruang UKS tadi pagi, baik Hinata maupun Naruto masih merasa canggung. Mereka hanya terdiam di bangku mereka usai mata pelajaran. Seharusnya mereka sudah pulang sedari tadi mengikuti jejak murid-murid sekolah itu. Tapi yang ada mereka hanya diam, tak ada yang memulai untuk mencairkan suasana tersebut.

Hinata yang pada dasarnya memang memiliki sifat pendiam, tak tahu harus memulainya bagaimana, ia tak pandai mencari topik sebagai pembahasan awal. Ia biasanya hanya menanggapi dan membalas. Lain halnya dengan Naruto yang sejak awal memang merupakan tipe yang aktif, seharusnya ialah yang memulai, tamembawa topic cerita agar suasana berubah, tapi yang ada dia malah diam, tak tahu apa yang harus dikatakan.

Suara dentingan detik menghiasi kesunyian mereka. Tak ada yang berubah hingga menit telah berganti. Mereka tetap saja bergeming, tak ada yang mulai buka suara hingga sebuah suara menginterupsi mereka.

“Apa yang kalian lakukan di sini? Kenapa kalian belum pulang?” Tanya seorang penjaga sekolah sambil memegang kenop pintu berniat mengunci pintu.

Naruto kegalapan, begitupun dengan Hinata. Bingung bagaimana cara menyampaikan alasan mereka.

“Ano... Maaf pak, aku tadi meminta Hinata mengajarkanku mata perlajaran yang tidak kumengerti.” Ucap Naruto sambil garuk-garuk kepala yang dianggukkan oleh Hinata.

“Kalau begitu besok saja kalian lanjutkan! Sekarang sudah pukul setengah enam lebih, murid-murid yang lain sudah pulang semua. Aku akan mengunci kelas ini sekarang. Jadi kalian pulanglah! Sekarang!” Titah penjaga sekolah.

“Haik!” Jawab mereka bersama.

“Ayo Hinata!” Ucap Naruto seraya menarik tangan Hinata untuk segera beranjak dari kelas itu.


....

Satu bulan sudah berlalu begitupun dengan hubungan Hinata dan Naruto. Awalnya niat Naruto adalah membantu Hinata, namun lama kelamaan niat itu berubah menjadi benih-benih cinta yang tumbuh di hati Naruto.

Tak bisa ia pungkiri, walaupun Hinata masih berpenampilan buruk, namun pesonanya untuk Namikaze itu tak bisa dihilangkan. Hampir tiap hari Naruto selalu membayangkan Hinata. Hinata yang tanpa kaca mata, Hinata dengan rambut indigo terurainya, Hinata dengan sikapnya yang malu-malu, Hinata dengan sifat lemah-lembutnya, Hinata dengan senyumnya, Hinata dan Hinata. Terlalu banyak kelebihan yang terdapat dalam diri gadis itu yang membuat Naruto tak bisa melepaskannya.

Hubungan mereka memang sudah lama, namun kelakuan siswa-siswi itu terhadap Hinata tidaklah berkurang. Naruto yang niatnya pacaran dengan Hinata agar gadis itu tak dibully lagi dengan mengumumkan hubungan mereka, harus dia urungkan. Hinata beralasan jika hubungannya diketahui oleh murid-murid lain, tidak menutup kemungkinan bahwa dirinya akan mendapatkan masalah yang lebih berat dan malah tidak mendapat penyelesaian.

Beberapa kali Naruto harus menahan diri agar tidak melabrak murid-murid yang jail terhadap Hinata. pernah sekali dia melihat tepat di depan matanya kaki Hinata sengaja diganjal sehingga Hinata jatuh terjerembab, dan lututnya terluka mengeluarkan darah.

Hinata juga pernah dituduh mencuri uang─karena tak ada yang tahu kalau Hinata adalah penyumbang dana terbesar selain keluarganya dan keluarga Sasuke─oleh teman sekelasnya dan hampir dikeluarkan dari sekolah kalau bukan dirinya yang diam-diam mencari tahu kebenarannya dan melaporkan ke guru. Walau pun begitu, keesokan harinya loker Hinata penuh dengan sampah dan kertas coretan tentang hinaan-hinaan dari murid-murid.

Pernah Naruto menyuruhnya untuk melaporkan semua kejahatan-kejahatan murid-murid di sekolahnya, tapi ditolak. Pernah juga dia menyuruh Hinata mengubah penampilannya dan mengungkapkan identitasnya yang asli, namun lagi-lagi ditolak dan semua alasan Hinata tak satu pun yang dianggap logis olehnya.

Naruto yang memang awalnya ingin membantu Hinata malah kecewa dengan respon yang ditunjukkan Hinata. Alhasil ia hanya mengikuti keinginan Hinata dan membantunya dari belakang.

OoO


“Sepertinya dia tidak pernah jera juga. Apa ia bodoh yah...? Tak satu pun di sekolah ini yang menyukainya, tapi masih juga tetap bertahan. Bodoh sekali dia.” Bisik beberapa kumpulan siswa yang sering membully Hinata.

“Kau punya rencana Karin? Aku ingin dia segera keluar dari sekolah ini. Aku sudah muak lihat wajahnya itu. Lagi pula kenapa juga dia sekolah di sini? Kayak gak ada sekolah lain saja yang bisa menampungnya?” Timpal rekannya yang lain.

“kau ini bodoh yah? Mana ada sekolah yang mau menapung dia. Penampilan kayak begitu. Sudah miskin, jelek, sok cari perhatian pula.” Timpal rekannya lain.

“iya kau benar. Tapi aku muak lihat tampangnya. Dia suka cari perhatiannya Naruto. Mentang-mentang Naruto orangnya baik, dia memanfaatkannya. Aku ingin dia segera keluar dari sekolah ini.”

“kau benar. Aku juga ingin dia keluar.”

“aku punya rencana. Aku yakin dia tidak akan pernah lagi mau menginjakkan kakinya di sekolah kita.”

“Apa?” Tanya mereka serempak.

“Gimana kalau.........” Mulailah rencana busuk yang akan mereka lakukan pada Hinata.

OoO

Jam istirahat sekolah adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu oleh murid-murid KHS itu. Bagaimana tidak dua jam penuh otak mereka harus bekerja keras untuk menerima pelajaran tanpa henti dari guru.

Seperti biasa, Hinata yang memang tak suka ke kantin hanya berdiam di kelas sambil membaca buku. Baginya lebih baik di dalam kelas menghabiskan waktu dari pada harus ke kantin dan berdesakan, bertarung dengan murid-murid lain demi mendapatkan asupan untuk perut.

Di dalam kelas tidak hanya dirinya seorang, ada juga beberapa murid lain. Sikamaru sang jenius yang terlelap di bangkunya dan Uchiha Sasuke sang biang dari penderitaannya yang juga sedang membaca yang untungnya tidak melakukan keusilan terhadap dirinya.

Sebenarnya tak ada yang tahu perihal hubungannya dengan Naruto, bukannya Naruto yang tak mau agar semua murid tahu, namun dirinyalah yang melarang agar hubungan mereka tak diketahui. Bukannya apa, ia tak mau siksaan yang dia dapat nanti bertambah parah.

“Hinata!”

Hinata menghentikan kegiatannya karena seseorang memanggilnya. Ia mendongak untuk melihat sang pemanggil.

“Bisa kau ikut kami sebentar? Ada yang ingin kami tanyakan.” Ucap sang pemanggil tegas. Tak ingin ditolak ataupun dibantah.
Tanpa membuang waktu, Hinata beringsut menuju mereka. Dia tahu sebenarnya mereka hanya beralasan dan membawanya menjauh dari kelas. Dia juga tahu apa yang akan mereka lakukan terhadapnya.

Kaki-kaki mereka berhenti melangkah saat sudah berada jauh dari siswa-siswi lain dan juga pengawasan guru-guru. Mereka kembali memulai aksinya terhadap Hinata. Membantingnya ke tembok hingga tubuh bagian belakangnya berbenturan keras dengan tembok.
“Kau!” Tunjuk salah satu dari siswi itu. Wajahnya geram menahan emosi. “Apa hubunganmu dengan Naruto-kun? Kami melihatmu kemarin jalan berdua dengan Naruto.”

“A..apa maksudmu? Ja.. Jalan berdua? Kemarin?” Tanya Hinata takut. Kemarin Hinata dan Naruto keluar berdua, namun dengan sembunyi-sembunyi. Lagi pula Naruto memakai penyamaran. Mana mungkin ketahuan.

“Jangan berpura-pura tak tahu, jalang!” Bentak Shion, salah satu teman Karin. “Kau pikir kami tidak tahu. Hah!? Kau!” Tunjuknya pada Hinata. “Apa yang sudah kau lakukan pada Naruto-kun? Kenapa kalian bisa bersama, jalan berdua kemarin?” Ucapnya geram sambil menarik kepangan Hinata membuat gadis itu meringis kesakitan.

“Akh... Sa..sakit. Tolong lepaskan! Kumohon! La..lagi pula.. A..aku tidak me..mengerti maksud kalian. Aku dan Naruto-kun kemarin tidak bersama-sama. Sungguh.” Elaknya dengan suara lirih karena menahan sakit pada rambutnya.

PLAK.

Satu tamparan mengenai pipi Hinata hinnga menimbulkan bekas merah di pipinya juga darah di sudut bibirnya dan membuat kaca matanya hampir terlepas.

“Jangan berbohong!” Bentak Karin, salah satu di antara mereka.

“Su..sungguh! Aku ti..tidak berbohong”

“Sudahlah Karin, dia tidak akan mungkin mengaku. Mana ada maling yang mau mengakui kejahatannya.” Tambah Konan dengan seringai di wajahnya.

“Sialan! Kau benar. Suigetsu, Pein, Kisame!” Panggil Karin entah pada siapa.

Tidak berapa lama kemudian muncul tiga orang laki-laki yang menyeramkan dan membuat seluruh tubuhnya menggigil. Sekelabat memori masa lalunya kini bermain-main di kepalanya. Masa lalu yang hampir membuatnya kehilangan segalanya termaksud masa depannya.

Air mata Hinata tiba-tiba mengalir melewati wajah ayunya. Dia takut, tubuhnya tidak bisa digerakkan, bahkan suaranya pun tak ada yang bisa keluar.

“He... Karin, gadis ini jelek sekali” ujar salah satu pemuda itu seraya menarik dagu hinata dan mendongak menatapnya.

“Aku tidak peduli. Walau wajahnya jelek. Kalian hanya perlu mempermalukan dirinya. Ambil gambar yang sangat bagus, lalu berikan padaku. Aku ingin dia tidak akan pernah melupakan hal ini seumur hidupnya.” Mengindahkan pertanyaan dari rekannya. Karin lalu menatap Hinata dengan seringai di wajahnya. “Dan ingat jangan sampai ada orang yang tahu. Kalian tahu sendiri apa akibatnya!” Lanjutnya.

“Benarkah? Berarti kita boleh melakukan apa sajakan? Asal bisa dapat gambar yang bagus.” Pria lain juga ikut menimpali⎯ Kisame⎯ laki-laki yang memiliki wajah seperti predator air, menjongkok dan menatap wajah Hinata. Ia kemudian melepaskan kaca matanya. “Wow.... Ternyata dia lumayan cantik tanpa ini.” Imbuhnya seraya membuang kaca mata Hinata di sembarang tempat.

“Ya sudah, kami pergi dulu. Ingat! Jangan sampai ada yang tahu.” Ucap Shion sebelum mereka benar-benar pergi dari sana.

“Sepertinya ini akan menjadi santapan yang enak.” Timpal Kisame.

“Yah. Kita mendapat mangsa yang lezat.” Imbuh Pein.

“Mmm.. Gadis manis, sebentar lagi kau akan merasakan kenikamatan dunia bersama kami.” Ucap Suigetsu dengan seringai mesumnya sambil mencengkram erat kedua pergelangan tangan Hinata keras dan sebelah tangannya mengangkat dagu gadis itu sehingga menengadah menghadapnya.

Air mata Hinata semakin deras yang keluar dari pelupuk matanya, “ja..jangan...!” Mohon Hinata lirih.

“He... Kau ini, mau diberi kenikmatan, menolak. Tenang saja kami akan bermain dengan lembut. Kau akan menikmati surga dunia. Sayang”

Mereka kemudian membaringkan tubuh Hinata dengan suigetsu yang menahan kedua tangan Hinata ke atas, kisame yang menahan kaki Hinata agar tak bergerak dan pein yang menindih Hinata.

Hinata yang mendapat perlakuan begitu, meringis kesakitan apalagi dengan seluruh badannya yang dikunci mereka. Hinata berusaha melakukan perlawanan dengan menggerak-gerakkan tubuhnya. Namun sayang, usahanya itu sia-sia. Mereka semua adalah laki-laki dan memiliki tenaga yang lebih kuat darinya.

“TOLONG! TOLONG!” Teriak Hinata sekencang-kencangnya. Ia berdoa semoga ada seseorang yang mendengar teriakannya dan segera menolongnya.

Tak mau ada yang mendengr teriakan Hinata, Pein menyumpal mulut Hinata dengan salah satu tangannya dan tangannya yang lain membuka kancing-kancing baju Hinata.

Dia kemudian mengambil sebuah kamera lalu mulai mengambil foto-foto Hinata. Dia kemudian merobek baju Hinata sehingga tubuh putih mulusnya yang hanya berbalut bra terpampang di depan mereka. Diambilnya lagi foto Hinata yang berpenampilan seperti itu. tidak berapa lama Pein kemudian mencoba membuka rok Hinata yang tentu saja Hinata makin memberontak.

‘Naruto-kun... Naruto-kun... Naruto-kun... Tolong aku!’ batin Hinata berdoa.

.
.
.
.
.
.
.
TBC
Next........... chapter 4
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com