Fly with your imajination

Showing posts with label Fanfict Onesoot. Show all posts
Showing posts with label Fanfict Onesoot. Show all posts

Thursday, June 26, 2025

RESTART [1/3]

Sequel SELEEPING BEAUTY

 Sangat dianjurkan memberi saran dan kritik.

Terima kasih 😊.


SUMMARY
"Hanya begini saja?" sekali lagi aku bertanya.
"Memang apa lagi?"
"Tidak ada pendekatan?"
"Kau sudah tahu bagaimana aku kan?"
"Tapi aku tidak berdebar-debar seperti novel yang sering kubaca."
"Jantungku yang mau melompat Sakura."
Oh astaga, inikah kata-kata gombalan milik Uchiha Sasuke?
"Kau mau?"
"Kalau tidak, bagaimana? Apa yang akan kau lakukan?"
"Tentu saja memaksamu."


.
.
.

WARNING
UNTUK ANAK DI BAWAH UMUR DILARANG MENDEKAT, MEMBACA APALAGI MENCONTEKNYA.
DILARANG KERAS MENGKOPI PASTE DAN MEREPOSNYA DI TERMPAT LAIN.



Bagian 1


"Ambilkan laporan penjualan pada bagian kearsipan."

Ini bercandakan? Aku disuruh naik lantai lima belas dari lantai lima hanya untuk turun ke lantai lima lagi?

Terus, apa gunanya sekertaris yang ada di depan ruangannya itu? Apa gunanya telepon yang ada di mejanya? Dia kan bisa meminta bagian kearsipan untuk membawakannya. Kenapa harus aku?

Karena dia hanya ingin melihatmu menderita.

"Maaf, Pak, bukannya Bapak bisa menyuruh bagian kearsipan untuk membawakannya, yah?" kuberanikan diriku bertanya. "Atau ada Bu Karin yang bisa mengkonfirmasikan pada bagian kearsipan."

Sasuke menghentikan ketikannya hanya untuk menatapku tajam. "Karin sudah menginformasikan ke mereka, tapi mereka sibuk dan belum bisa membawanya naik ke sini sementara aku sudah sangat membutuhkannya. Sedangkan Karin harus menyelesaikan laporan bulanan untuk meeting besok, jadi tidak bisa ke mana-mana." jelasnya.

Dan kenapa harus aku? Banyak karyawan lain kan yang bisa. Aku juga punya pekerjaan yang harus kuselesaikan hari ini.

"House keeper kan juga bisa, Pak." Lagi-lagi aku protes.

"Tidak bisa. Mereka tidak boleh membawa laporan sepenting itu."

Apa masalahnya? Mereka juga tidak mungkin membawa kabur setumpuk kertas tidak berguna yang tidak bisa menghasilkan uang dalam waktu cepat, bukan?

"Tapi─"

"Tidak usah banyak protes. Ambilkan saja, dari pada kau membuang waktu tidak berguna di sini."

Astaga. Tidak berguna, katanya. TIDAK BERGUNA? Andai memotong kepala orang tidak berdosa, aku dengan senang hati akan melakukannya pada orang ini.

Untung tampan.

"Baiklah. Apa ada yang lain, Pak?" tanyaku lagi, tidak mau disuruh untuk yang kesekian kalinya.

"Untuk sementara tidak ada."

Yah 'untuk sementara', artinya akan ada lagi sebentar.

Shiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit!

Kukeraskan rahangku hanya untuk tidak memakinya saat ini juga. Heran, kok punya GM begini amat yah sama bawahannya. Di mana hati dan prikemanusiaannya?

"Kalau begitu saya permisi."

"Hn."

Aku menghembuskan nafas lelah, lalu undur diri dari hadapan laki-laki diktator itu.

💢💢💢

"Ini laporan yang Bapak minta." kataku sambil menyerahkan laporan penjualan bulan kemarin yang dibungkus dengan map hitam kepada Sasuke.

Sasuke menerima lalu memeriksanya. Belum ada kata-kata yang keluar dari dalam mulutnya. Ia hanya diam sambil mengamati.

"Hn."

Yesssssss!

Akhirnya aku bisa menyelesaikan pekerjaanku.

"Buatkan kopi hitam. Jangan yang kemasan, ada biji kopi yang sudah di siapkan."

What?

Mataku melotot. Apa-apaan dia?

"Ada house keeper kan, Pak?" lagi aku menanyakan ke mana house keeper milik perusahaan.

"Lama. Lagipula kau ada di depanku sekarang dan lebih menghemat waktu dari pada memanggil mereka."

Triple shiiiiiit!

Seharusnya ia bilang dari tadi supaya aku bisa menyuruh HK untuk membuatkannya.

"Tapi, saya juga punya banyak pekerjaan yang harus saya selesaikan, Pak. Hari ini." kataku kesal.

"Hanya menginput laporan, kan. Itu tidak membutuhkan waktu yang lama." sahut Sasuke tidak mau mengalah.

Hell, dia kira laporan harian itu tidak banyak? Aku juga masih baru kan, jadi, jari-jemariku masih belum terlalu fasih.

"Tapi─"

"Lebih menghemat waktu jika kau membuatkanku sekarang. Lagipula itu tidak membutuhkan waktu yang lama. Hanya lima belas menit kurang, kopiku selesai." katanya dengan nada final.

Aku menunduk, keluar ruangannya sambil menyeret langkahku.

"Tidak usah berpura-pura. Aku tahu kau pasti senang kan di panggil terus oleh Tuan Uchiha?"

Aku mendelik pada Karin sekertarisnya Sasuke.

Dasar bodoh.

Apa matanya sudah buta hingga tidak melihat bagaimana wajahku sekarang? Bagaimana kondisiku sekarang? Bagian mana dari diriku yang senang dengan kelakuan Sasuke?

"Kau mau gantian?"

Karin mengangguk antusias. "Tentu saja."

"Kalau begitu buatkan dia kopi hitam sekarang." kataku.

Raut wajah Karin berubah masam. "Tidak bisa. Kali ini kau saja yang buatkan. Dia menyuruhku menyelesaikan laporan dan tidak membiarkanku istirahat sebelum menyelesaikannya."

Kali ini rautku yang berubah masam. Dan tanpa konfirmasi pada Karin aku langsung pergi ke pantry dan membuatkan pesanan laki-laki arogan itu.

💢💢💢

"Kau boleh kembali ke ruanganmu."

Akhirnya Tuhan.

"Bapak tidak memerlukan sesuatu lagi, kan?" tanyaku hati-hati. Biasanya ini hanya sementara sebelum dia menyuruhku lagi.

"Tidak. Kau boleh kembali ke ruanganmu."

Wow.

Apa kopi buatanku bisa merubah mood orang jadi baik?

"Kalau begitu saya permisi." ucapku girang.

Dia menatapku heran namun tidak kupedulikan, aku meneruskan langkahku.

Akhirnya.

Semoga hari ini aku pulang lebih cepat.

source : pinterest



Sly Vs Tsundere © Mickey_Miki
Pair: Sasuke dan Sakura
Rate: M
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey)



"Sakura, ke ruangan GM sekarang. Laporan yang kemarin kau input katanya salah."

Keningku mengerut ketika Kuren mengatakan itu. Bukankah, yang seharusnya memeriksa laporan itu adalah kepala devisiku lalu mengatakan salah padaku sendiri dan menyuruhku mengubahnya sebelum diserahkan pada GM? Dan kenapa GM bisa mengetahui yang mana hasil kerjaku?

Uh, aku yakin ini hanya akal-akalannya lagi untuk mengerjaiku. Padahal lima belas menit yang lalu dan sebelum-sebelumnya juga ia sudah memanggilku, tetapi tidak memberitahuku apa-apa. Ternyata benar, ini tidak akan selesai sabelum jam empat, sama seperti yang lalu-lalu.

"Iya baiklah." sahutku malas. Capek sebenarnya. Naik-turun dari lantai lima belas dan lima itu bukan seperti jalan lima meter langsung sampai. Meski naik lift, tetapi liftnya terletak lumayan jauh, ditambah aku menggunakan high heels makin membuatku capek dan pegal.

Ah, padahal pekerjaanku belum selesai. Baru juga sepuluh menit yang lalu disuruh kembali, sekarang dipanggil lagi.

"Lagi?"

Aku melirik Ino dan mengangkat bahu, "Kau bisa melihatnya sendiri." sahutku.
"Sepertinya dia tidak bisa tidak melihatmu barang lima menit." kekehnya sambil menopang dagu melihatku.

Aku bersungut-sungut dan menatap Ino jengkel. "Dia psikopat." lalu tanpa menunggu balasan darinya aku kembali meneruskan langkah.

Tiba di ruangannya, aku menemukan dirinya bersama dengan seorang klien wanita. Cantik dan seksi, tipekal pria-pria zaman sekarang yang menamai diri mereka sebagai pencinta wanita.

"Permisi, Pak."

Mereka mengalihkan perhatian mereka padaku.

"Ada─"

"Satu mokachino dan kopi hitam, lima belas menit dari sekrang." katanya tanpa basa-basi.

"Apa?"

"Sekarang."

Arrrrgghhhh... Sasuke brengsek. Sialan. Pantat ayam. Menyebalkan. Apa gunanya house keeper kalau staf admin yang disuruh.

Lagipula, dia bilang lima belas menit. Memang dasar, dia hanya ingin menyiksaku. Mana bisa dalam waktu segitu selesai? Belum perjalanan, proses pembuatan, dan antrian. Semua itu memakan waktu setidaknya dua puluh menit bahkan sampai setengah jam. Dasar tidak berperikemanusiaan.

Dengan langkah gontai dan makian buat Sasuke aku menuju kafe dekat hotel dan membelikan pesanan mereka. Untung saja aku sudah menyimpan kontak salah satu pelayannya, jadi bisa menghemat waktu.

"Ini pesananmu Sakura. Satu mokachino dan kopi hitam."

"Terima kasih, Yukimaru."

"Sama-sama."

Aku melirik jam di pergelangan tangan. Rupanya sudah dua belas menit berlalu, dan sekarang waktuku hanya tersisa tiga menit. Bisa gawat jika aku terlambat. Taring dan tanduknya akan muncul.

Segera kubawa kakiku secepat yang kubisa menuju kantor GM. Meski sulit, karena selain memakai heels setinggi tujuh senti meter juga harus melewati padatnya karyawan karena istirahat.

Sampai di kantornya, aku dibuat tercengang, rupanya wanita tadi sudah tidak ada. Jadi, apa gunanya aku bersusah payah membelikan mereka minuman ini? Apa bayaran dari usahaku?

Tatapan tajam milik Sasuke Uchiha.

Dia menatapku setajam tatapan singa yang menatap tikus malang yang terpojok. Padahal hanya telat lima menit, masa iya langsung dihadiahi tatapan seperti itu? Dia kira aku wonder women yang bisa bergerak cepat ya?

"Lima menit."

Aku mendesah, menyesal sekaligus kesal. "Maaf, Pak. Banyak antrian tadi." jelasku berharap ia masih punya hati nurani untuk memaklumiku kali ini.

"Lima menit itu bisa membuat kerugian besar perusahaan."

Tidak ada hubungannya kan.

"Iya, Pak. Sekali lagi saya minta maaf. Saya akan berusaha untuk tidak mengulanginya."

"Usaha?" Aku mengangguk mantap. "Tapi aku tidak bisa melihat usahamu. Ini adalah kali keempat kau terlambat dan membuat clientku duduk dengan tenggorokan kering."

Lalu itu apa? batinku saat tanpa sengaja mataku melirik bekas minuman di atas mejanya yang belum sempat dibereskan oleh house keeper.

"Ya sudah. Taruh itu dan kerjakan kembali laporan itu."

Tatapanku kualihkan pada map kuning di atas meja. "Baik, Pak." kemudian aku mengambilnya. "Kalau begitu saya permisi." sahutku sebelum melangkah meninggalkan ruangan yang bikin sesak ini.

"Siapa bilang kau mengerjakannya di ruanganmu?"

Ha?! Lalu di mana? Di toilet? Semakin lama, GM ini semakin mengesalkan.

"Kerjakan di sini."

Loh! Maksudnya?

Dia bercanda kan?


"Kenapa?" dia bertanya. Tatapannya terlihat tegas, sarat tak boleh diprotes. Tapi mana bisa? Yang ada aku tidak bisa bergerak karena aura intimidasinya terlalu besar untukku.

"Aku harus kerjakan di sini?" sekali lagi aku memastikan.

"Hn."

Aku yakin itu artinya ya.

"Tapi komputerku kan tidak bisa dipindahkan, Pak."

"Pakai flash dan kerjakan di lapotopku."

"Tapi, programnya kan tidak bisa di copy."

"Semua program yang ada di perusahaan sudah ada di laptopku."

Mengesalkan.

"Tapi─"

Aku menghentikan ucapanku ketika melihat tatapannya yang berubah semakin tajam.

"Baiklah." sahutku lemas.

Hah, untung tampan.

💢💢💢

Kurang lebih dua jam aku mengerjakan pekerjaanku di kantornya dan selama itu pula, perasaanku tidak enak. Benar-benar tidak enak. Bagaimana bisa rileks bekerja kalau selama kukerjakan laporanku tatapannya itu tak pernah lepas dari gerak gerikku? Bagaimana bisa aku bergerak leluasa kalau diperhatikan seperti itu?

Ada satu waktu, ketika aku menggaruk kepala karena gatal, dia berdehem dan menatapku tidak suka, katanya dia tidak suka ada ketombe dan rambut rontok di sofanya. Ada lagi, gerakan tanpa sadar yang kulakuan dan ia lagi-lagi protes. Katanya dia tidak suka bekerja dalam satu ruangan dengan perempuan yang jorok. Padahal aku hanya menaruh bolpoin di antara hidung dan bibirku yang kumanyunkan. Di mana letak kejorokannya? Memang dasar hanya ingin menegurku saja dia.

Dan untungnya semua kesabaranku terbayar. Pekerjaanku selesai dan ia menyuruhku kembali ke keruanganku. Itu pun ketika waktu sudah menunjukkan angka empat, satu jam sebelum jam kantor selesai. Seperti yang lalu-lalu. Bukankah ia seperti iblis? Padahal pekerjaanku yang besok harus kukumpulkan harus selesai hari ini.

"Aku permisi." pamitku.

"Hn."

Yah 'hn', apalagi?

Terima kasih?

Jangan bercanda.


💢💢💢

Mickey139



Share:

Thursday, September 27, 2018

LITTLE THINK


Genre: Romance hurt, drama
NARUTO MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
Little Things Mickey_Miki (@mickey139)
.
.

Mohon maaf jika ada kesamaan ide cerita

DLDR

.
.

Inspired by Little Things - One Direction




Zayn:

Your hand fits in mine
Like it's made just for me
But bear this in mind
It was meant to be
And I'm joining up the dots
With the freckles on your cheeks
And it all makes sense to me

Tanganmu tepat di genggamanku
Seperti hanya tercipta untukku
Tetapi tahan hal ini dalam pikiran
Ini sudah ditakdirkan
Dan aku sedang menghubungkan titik-titik
Dengan bintik-bintik di pipimu
Dan itu semua masuk akal bagiku

****

Hari itu petang telah tiba, warna langit terlihat tampak indah dengan warna lembayung yang mendominasi. Kami masih duduk di pinggir sungai sambil melihat bocah-bocah tengah bermain lari-larian.

Senyum bocah-bocah itu tak pernah pernah surut dari wajah, membuat lembayung sore tampak berbeda dari waktu yang lain.

Aku tidak tahu sudah berapa lama kami menikmati suasana ini, yang jelas ketika bersamanya waktu seolah cepat berlalu. Segala penat terasa terangkat dari tubuh. Hangat iris Emerald-nya ketika menatapku mampu menenangkan segala gusar yang menempeliku. Mungkin itulah sebabnya aku menyukai ketika menatap matanya. Aku merasa berada di musim semi yang hangat. Well, meski tiap kali kami bersama, hanya ocehan yang selalu keluar dari mulutnya bahkan tak jarang ia juga mengeluh. Tapi, entah mengapa aku malah menyukainya.

Aku suka ketika ia cemberut, wajahnya yang bulat semakin membulat hingga membuatku tertawa. Dia menjadi berkali lipat lucu. Aku juga suka ketika ia cemburu (tapi bukan pada porsi yang berlebihan). Entah kenapa aku malah melihatnya semakin memesona. Yah, kalian bisa menganggapku kurang waras jika kalian tak pernah merasakan hal yang sama denganku.

Tapi, ada hal yang tidak aku sukai dari dirinya, yaitu ia selalu mengeluhkan masalah bintik-bintik di wajahnya saat kami sedang bersama. Memang apa salahnya memiliki bintik-bintik di wajah? Toh, itu tidak akan mengubah penilaianku terhadapnya. Di mataku ia tetap cantik meski dengan bintik-bintik di pipi.

****

Liam:

I know you've never loved
The crinkles by your eyes when you smile
You've never loved
Your stomach or your thighs
The dimples in your back at the bottom of your spine
But I'll love them endlessly

Aku tau kau tak pernah suka
Kerutan mata saat kau senyum
Perutmu atau pahamu
Kamu tak pernah suka
Lekukan di punggungmu di bagian bawah tulang belakangmumu
Tapi aku akan cintai itu semua selamanya

****

"Besok weekend kita ke taman bermain, Kau mau?" aku tersenyum mendengar suara riangnya yang keluar dari bibirnya.

"Aku ingin naik wahana roller coaster, masuk rumah hantu, dan terakhir bianglala raksasa. Aku ingin berteriak keras. Aku ingin memacu adrenalin untuk melupakan kekesalanku di kantor."

Aku menyerngit, "Ada apa dengan kantor?" tanyaku.

"Di kantor, bosku yang botak itu terus saja mengomentari pekerjaanku. Berbeda sekali dengan karyawan baru itu. Dia malah dibalas lembut oleh Si Botak. Mentang-mentang wanita itu cantik, seksi, dan punya muka mulus, semua kekesalan Si Botak yang harusnya dia berikan pada karyawan itu malah dia alihkan padaku." keluhnya. Wajahnya yang cemberut membuatnya semakin menggemaskan dan menggoda tanganku untuk mencubit pipinya.

"Maka dari itu, kita ke sana yah Sasuke-kun? Senang-senang, teriak-teriak, dan menikmati senja juga sunset dari atas bianglala. Aduh, memikirkannya saja buat bibirku tersenyum terus." tuturnya dengan senyum khas yang selalu menstimulasi otakku untuk turut merasakannya.

Bahagia.

Nyaman.

Dan aku bisa merasakan masa depan cerah saat bersamanya.

Tapi—

"Aduh, aku lupa. Aku tidak boleh terlalu banyak tersenyum."

—senyumku perlahan memudar ketika ia berhenti tersenyum dan menampakkan wajah kurang semangatnya alias murung.

"Kenapa tidak boleh tersenyum?"

"Karena kerutan di wajahku akan semakin banyak."

Keningku mengkerut memperhatikan kerutan yang dia maksud di wajahnya. Tapi, tak satu pun ada yang nampak di retinaku. "Aku tidak melihat ada kerutan di wajahmu, Sakura."

"Masa kau tidak lihat. Ini..." Sakura menunjuk area di matanya, "ini..." lalu di samping bibir kanan, "ini lagi..." selanjutnya di samping bibir kiri. Sekarang kau sudah lihatkan?"

Aku menggeleng.

Sakura berdecak sambil menggeleng, "Sepertinya kau harus memakai kacamata plus, Sasuke-kun."

"Buat apa?" aku sedikit menyerngit. Meski tahu alasannya.

"Karena matamu tidak bisa melihat kerutanku. Aku saja, biar tidak bercermin, bisa kurasakan." jelasnya dan aku hanya bisa bungkam sambil menghela nafas dalam. Selalu seperti ini.

Padahal senyum yang ia miliki adalah salah satu favoritku. Tetapi, karena masalah kerutan bodoh itu, ia tak mau lagi tersenyum.

"Aku ingin diet." katanya tiba-tiba.

Lagi?

"Kenapa?"

"Kenapa tanya kenapa?" sergahnya, "Tentu saja karena aku ingin tampil cantik. Kau tidak lihat bagaimana lemakku ini menumpuk di perutku sampai membentuk lipatan seperti ini. Pahaku juga semakin besar, bahkan lebih besar dari perutmu..." berlebihan sekali. "Aku tidak mau ketika jalan di tempat ramai denganmu, aku malah dikira sebagai ibumu dan bukan sebagai pasanganmu. Aku ingin memiliki bentuk tubuh seperti model supaya bisa mengimbangimu." jelasnya.

Dan aku hanya bisa memutar mata jengah. Yah perempuan dengan masalah mereka.

Sebenarnya standar kecantikan kaum hawa itu seperti apa? Bukankah tampil menarik itu berdasarkan pandangan laki-laki? Dan buat apa mereka mengeluhkan masalah yang sebenarnya tidak masalah buat kami? Bagiku sebanyak apapun lemaknya berlipat di perutnya, sebanyak apapun bintik di wajahnya, dan sebanyak apapun kerutan di wajahnya, dia tetap menarik.




****
CHORUS: (Zayn and Liam)

I won't let these little things slip out of my mouth
But if I do
It's you
Oh it's you
They add up to
I'm in love with you
And all these little things

Aku nggak akan membiarkan hal kecil ini keluar dari mulutku
Tapi jika terjadi
Itu kamu
Oh itu kamu
Hal-hal kecil itu masuk akal
Aku jatuh cinta padamu
dan semua hal-hal kecil ini

****

"Bagaimana penampilanku?"

Aku hanya mengedip beberapa kali sebagai jawaban. Aku benar-benar tidak tahu harus menjawab apa dengan pertanyaan mudah namun sangat sulit itu. Aku tidak mungkin menjawab blak-blakan dengan mengatainya aneh. Ia pasti akan sedih dan kembali ke kamar lalu mengganti pakaiannya dengan pakaian yang lain dan membuat acara kencan kami terancam batal.

"Tidak kok. Kau terlihat cantik."

Tidak peduli pada anggapan orang, bagiku kau tetap cantik, bagaimana pun dirimu.

"Apa bintik-bintik di wajahku masih terlihat."

Aku mengangguk. Astaga, aku kecoplosan. "Tapi, tenang saja. Bintik itu malah terlihat manis di wajahmu. Dan aku menyukainya. Tidak usah ditutupi."

"Apa nanti tidak akan dianggap aneh oleh orang lain, Sasuke-kun?"

"Tidak."

"Benarkah?"

"Tentu saja." sahutku dengan senyum.

"Apa aku terlihat seksi dengan baju ini?"

"Kenapa malah tanya seperti itu, Sakura?"

"Karena aku ingin semua orang melihat, kalau aku juga bisa disandangkan dengan seorang Uchiha Sasuke."

Aku mendengus, "Jadi pandangan orang-orang lebih penting dari kekasihmu sendiri, hm?"

Dan Sakura pun menjadi diam.

"Bagiku, pakaian apapun yang kau pakai, asalkan kau menjadi dirimu sendiri, menjadi Sakura yang sudah membuat seorang Uchiha Sasuke memberikan hatinya, kamu tetap menarik di mataku. Dan apapun anggapan orang tentangmu, aku tetap menyukaimu. Di kepalaku sudah tertancap paku yang bertuliskan namamu bahkan di hatiku pun hanya ada namamu di sana."

Sakura tak lagi menyahut, protes atau pun mencibir. Ia hanya menunduk. Malu. Rona merah sudah bertaburan di wajahnya, membuat wajahnya semakin manis.

****

Louis:

You can't go to bed
Without a cup of tea
And maybe that's the reason why you talk in your sleep
And all those conversations
Are the secrets that I keep
Though it makes no sense to me

Kamu nggak bisa tidur
Tanpa secangkir teh
Dan mungkin itu alasan kenapa kamu bicara dalam tidurmu
Dan semua percakapan itu
Adalah rahasia yang aku pegang
Meskipun itu tidak masuk akal bagiku

****


"Tambah coklatnya... jangan lupa krimnya..."

"Sasuke-kun, ice cream..."

"Itu enak... nyam nyam..."

"Ah... jangan ambil kueku..."

Aku hanya bisa terkikik melihat Sakura mengigau seperti itu. Dia seperti aktris yang sedang memainkan perannya. Banyak ekspresi yang bisa kulihat darinya yang tak mau dia perlihatkan. Kadang dia seperti anak kecil yang sedang merajuk, kadang ia seperti ibu-ibu yang manja, kadang ia tertawa, marah, senyum, dan yang paling aku sukai adalah saat ia mengucapkan kata cinta sambil tersenyum.

"...cinta Sasuke-kun..."

Tapi, ini adalah rahasia.



****

Harry:

I know you've never loved the sound of your voice on tape
You never want to know how much you weigh
You still have to squeeze into your jeans
But you're perfect to me

Aku tau kau tak pernah suka suaramu yang terdengar di rekaman
Kau tak pernah mau tau berapa berat badanmu
Kau tetap harus memaksa untuk pakai jinsmu
Tapi kamu sempurna bagiku

****

Just give me a reason
Just a little bit's enought
Just a second we're not broken just ben
And we can learn to love again

I never stopped
You're still written in the scars on my heart
You're broken just ben
And we can learn to love again

Oh tear duct and trust
I'll fix for us
We're collecting dust
But our love's enought
You're holding it in
You're pouring a drink
No nothing is as bad as it seems
We'll come clean

Just gime a reason
Just a little bit...

"Sasuke-kun...!"

"Kenapa berhenti?" tanyaku saat bokongku sudah menempel pada kursi.

Sejenak sakura hentikan proses membuat sarapan untuk kami. Teflon di tangan kanannya masih belum terisi telur dadar sedangkan di tangan kirinya sudah siap adonan telur dadar untuk dicetak di atas teflon. "Sejak kapan kau ada di sana, Sasuke-kun?" tanyanya. Wajahnya sudah memerah karena menahan malu.

"Dari tadi." balasku tak acuh sambil mencomot sosis goreng yang sudah dia sediakan di atas meja.

"Kenapa tidak bilang sih? Aku kan jadi malu." keluhnya lalu menuju lemari es dan mengambil jus jeruk untuk dituangkan ke dalam gelas dan memberikan kepadaku.

"Kenapa malu? Suaramu bagus kok. Cempreng kayak kaset rusak..."

Dan matanya membulat. Asap perlahan mengepul dari kepala Sakura tanda kalau saat ini ia sedang marah.

Sakura membuka lemari es dengan kekuatan lalu menyimpan jus jeruk kemudian menutupnya lagi dengan kencang hingga menghasilkan suara berdemum keras. Kucing yang ingin mencuri ikan hanya bisa lari terbirit tanpa berhasil melaksanakan tujuannya.

Ia kembali pada masakannya yang sempat tertunda lalu melanjutkannya dengan gerakan kasar. Suara teflon dan spatula beradu dan menghasilkan suara tidak enak di telinga. Bahkan gigiku pun terasa ngilu karenanya.

"Kalau tidak suka, tidak usah didengar."

"Tapi, telingaku sepertinya sudah rusak karena menyukai suaramu itu. Kau tahu, kalau kau mandi, aku biasanya duduk di depan pintu kamar mandi hanya untuk mendengar suaramu itu."

Lalu ia menunduk, suara adu teflon dan spatula perlahan jadi lembut. Tak sekeras tadi, bahkan tak terdengar sama sekali. Ia mematikan kompor dan menuangkan adonan telur dadar dalam piring lalu menaruhnya di depanku. Dari tempatku duduk samar-samar aku bisa melihat rona yang tercetak di wajahnya.

Ia terlihat menggemaskan seperti itu. Dan aku semakin mencintainya.



****

CHORUS:(Harry and Niall)

I won't let these little things slip out of my mouth
But if I do
It's you
Oh it's you
They add up to
I'm in love with you
And all these little things

Aku nggak akan membiarkan hal kecil ini keluar dari mulutku
Tapi jika terjadi
Itu kamu
Oh itu kamu
Hal-hal kecil itu masuk akal
Aku jatuh cinta padamu
dan semua hal-hal kecil ini

****

Katanya perempuan itu sangat sensitif. Itu benar.

Katanya perempuan itu sangat senang dipuji. Dan itu juga benar.

Kekasihku juga senang dipuji, tapi terkadang aku malah mengatakan hal yang sebaliknya. Mulutku sering kecoplosan dan mengatakan sesuatu yang tak disukainya.

Kadang aku bilang kalau bajunya kekecilan, dan ia malah marah. Katanya, secara tidak langsung aku mengatainya gendut. Padahal aku bicara seperti itu juga untuk dirinya. Aku tidak ingin ia menyiksa diri dengan memakai baju ketat dan membuatnya merasa sesak. Aku paling benci melihatnya kesusahan.

Atau ketika aku memberinya hadiah berupa timbangan pas hari ulang tahunnya. Alih-alih menerimanya dengan senyum, ia malah menangis dan mengurung di kamar selama tiga hari. Ia bilang kalau aku adalah laki-laki paling tidak peka. Kekasih yang tidak bisa mengerti. Padahal tujuanku itu agar ia punya motivasi untuk menurunkan berat badan seperti keinginannya.

Nanti setelah seminggu kemudian aku menjelaskan ia baru membuka pintunya untukku dan memberiku senyuman yang selalu membuatku terpikat.

Pernahkah aku bilang kalau sorot matanya juga meluluhkan segala penatku dan mengangkat beban berat di pundakku?



****

Niall:

You'll never love yourself
Half as much as I love you
You'll never treat yourself right darlin'
But I want you to
If I let you know I'm here for you
Maybe you'll love yourself
Like I love you

Kamu tak akan pernah mencintai dirimu sendiri
Bahkan setengah banyaknya dari seperti Aku mencintaimu
Kau tak akan pernah memperlakukan dirimu dengan benar sayang
Tapi aku ingin kamu (memperlakukan dirimu dengan baik)
Jika aku biarkan kamu tau aku disini untukmu
Mungkin kamu akan mencintai dirimu
Seperti aku mencintaimu... Ohoh

****

Aku heran, mengapa perempuan selalu mengeluhkan tentang dirinya?

Meski itu terbilang kecil atau mungkin tidak usah dipermasalahkan, kalau menurutku.

"Sepertinya aku naik dua kilo gara-gara dinner kita semalam." keluhnya setelah kami istirahat di dudukan taman bermain.

Aku memandangnya. Tidak ada yang berubah menurutku. Ia tetap sama saja. Dia masih imut sejak terakhir kali kulihat. Tetap cantik dengan bintik-bintik kecil di wajahnya. Tetap terlihat seksi dengan lemak yang berlipat di tubuhnya.

"Pokoknya aku akan diet, titik. Dimulai sejak detik ini."

"Kau yakin?"

Sakura mengangguk mantap. "Aku pasti akan menurunkan berat badanku. Kau lihat saja nanti, Sasuke-kun."

"Hm... beberapa hari yang lalu, sepertinya kata-kata itu pernah kudengar dan lihat kenyataannya."

Ia diam tampak malu karena sindiranku.

"Tapi, itu karena kamu yang selalu menggodaku dan membawakanku makanan kesukaanku." balasnya tidak terima.

"Itu artinya, kamu masih belum cukup tekad. Lagipula apa salahnya punya badan besar? Aku malah menyukaimu seperti itu."

"Tapi"

"Kenapa mesti pedulikan pendapat orang lain. Tubuhmu adalah milikmu, wajahmu juga. Aku adalah kekasihmu dan bukan kekasih orang lain. Aku saja kekasihmu tidak mempermasalahkan, kenapa malah memedulikan pendapat orang lain."

"Aku hanya ingin membuatmu senang kalau aku berubah."

"Itu semua tidak perlu. Cukup jadi dirimu sendiri, aku sudah senang. Lagipula selama ini, aku tidak pernah mengeluh, kan? Meminta sesuatu juga tidak pernah. Aku mencintaiumu bukan karena ingin fisikmu berubah atau wajahmu yang jadi cantik. Aku itu hanya cinta tanpa ada embel-embel yang mengikut."

"Sungguh kah?"

"Iya."

Setelah mengatakan itu, aku membawanya ke dalam pelukan. Hanya butuh beberapa detik hingga air matanya perlahan menetes dan membasahi kemeja putihku.




****

Harry

And I've just let these little things slip out of my mouth
Because it's you
It's you
Oh it's you
They add up to
I'm in love with you
And all these little things

Aku telah membiarkan hal kecil ini keluar dari mulutku
Karena itu kamu
Itu kamu
Oh itu kamu
Hal-hal kecil itu masuk akal (add up disini idiomnya make sense)
Aku jatuh cinta padamu
dan semua hal-hal kecil ini


****

"Ada apa? Kamu terlihat begitu gelisah." ia bertanya setelah beberapa detik melerai pelukan.

"Aku tidak apa-apa." sahutku pura-pura tak acuh.

"Bohong!" tudingnya. Matanya memicing tampak curiga. Ia menatapku dengan intens mencoba mencari sesuatu yang kusembunyikan lewat tatapan matanya.

"Serius. Tidak ada apa-apa. Kau terlalu banyak khawatir." ucapku berusaha membuatnya tak curiga lagi.

"Baiklah." lanjutnya sambil menghela nafas.

Tiba-tiba terdengar bunyi dentangan menara jam dan bergema di seluruh wilayah taman ria. Senyumku terbit. Akhirnya tiba juga, mereka pastu sudah berhasil membereskannya.

"Kau mau ikut aku ke suatu tempat?"

"Ke mana?"

"Ke suatu tempat."

"Iya, tapi ke mana?"

"Kau mau ikut atau tidak?"

"Iya, baiklah. Kau pemaksa sekali, Sasuke-kun."

Aku mengandeng tangannya lalu mengajaknya ke tempat yang sudah kupersiapkan.

Naik mobil sekitar lima belas menit sampai tiba di sebuah perumahan mewah. Di sepanjang jalan, lampu-lampu warna-warni sudah dihias hingga menghasilkan kerlipan bagaikan di sebuah negeri dongeng.

"Loh, kenapa rumah yang kita tuju justru tampak gelap dibanding dengan rumah-rumah yang lain?"

"Entahlah, mungkin lampunya redup. Ayo..." ujarku seraya menarik tangannya agar ikut denganku.

Karena ruangan yang sangat gelap, kami hanya menggunakan flashlight dari ponsel untuk menerangi jalan kami. Hingga sampai ke halaman belakang aku mendudukkan dirinya di sebuah bangku gazebo.

"Tunggu di sini, aku akan melihat panel lampu." sahutku lantas bergerak untuk mencari panel listrik. Barangkali matinya lampu karena dipengaruhi oleh matinya panel listrik.

Sakura langsung menahan bajuku, "Aku ikut saja Sasuke-kun. Aku takut sendiri. Di sini kan gelap."

Aku berusaha menenangkannya, "Tidak apa-apa." balasku dengan suara yang lembut di sisi telinga kirinya.

"Tapi, ini mengerikan." ucapnya.

"Aku ada di sini. Kau tenang yah!"

Lalu perlahan aku meninggalkannya sendiri. Ia sempat panik, namun tidak lama hingga ia bisa tenang kembali di balik gelap. Flashlight masih menerangi tempatnya.

Aku menunggu sambil berdiri tidak jauh dari dirinya. Bunga mawar merah dan kotak buludru merah yang sudah kusiapkan sudah siap digenggaman tanganku.

Tiba-tiba lampu-lampu kecil dari berbagai warna menyala. Seluruh halaman belakang di penuhi oleh kerlipan lampu. Mulai dari pohon besar maupun kecil dililit oleh lampu-lampu itu, bunga sampai atap gazebo, juga sekeliling kolam renang. Sakura sampai terpana dengan apa yang sudah kuperbuat.

"Ini sungguh mengagumkan." ucapnya sambil membekap mulutnya. Irisnya bersinar akibat bias dari cahaya lampu. Sakura seperti dewi yang dikelilingi oleh cahaya. Dan ia terlihat indah.

Aku tidak akan meragukan kata-kata Naruto karena ia adalah pakarnya untuk memberikan kejutan untuk kekasihnya. Bahkan Hinata sampai menangis karena kejutan Naruto kemarin.

Aku menghampiri Sakura yang masih terpana dengan kejutan yang kuberikan untuknya. "Apa kau menyukainya?" tanyaku berharap ia sangat menyukainya.


Dia mengangguk sambil menangis karena perasaan haru luar biasa yang ia rasakan. Dan hanya berselang beberapa detik, ia langsung menubrukku. Tolong jangan bayangkan ketika gajah menubruk kelinci. Aku akan marah.

"Aku tidak tahu apa yang harus kukatakan padamu. Aku hanya ingin kau tahu bahwa aku mencintaimu. Sangat." ujar Sakura dengan suara sengau.

"Aku juga sangat mencintaimu. Hanya saja, aku tak yakin kalau kau lebih mencintaiku dibanding aku yang mencintaimu." balasku.

"Terserah. Yang jelas aku sangat mencintaimu."

"Hm... betewe, bunga yang kusiapkan untukmu sepertinya sudah rusak." ucapku ketika teringat bunga yang sudah kusiapkan ternyata berada di depan tubuhku, di mana Sakura sudah menubruknya dengan tubuhnya yang agak gempal.

Ia kemudian melerai peluknya. Dengan tatapan sedih ia mengambil bunga yang sudah rusak itu dari genggamanku. Hanya tersisa beberapa kelopak bunga mawar merah yang masih utuh, sisanya jatuh berhamburan di lantai.

"Biarlah. Akan kusimpan." katanya seraya membaui bunga itu.

Aku berdehem untuk membersihkan kelat dari tenggorokanku. "Jadi," jeda untuk beberapa detik ketika aku menghembuskan nafas panjang dan menyiapkan mental untuk mengungkapkan apa yang sudah kusiapkan dari dulu.

Aku berlutut dengan kaki kanan yang kutekuk, "Kau mau menikah denganku?" tanyaku.

Sayangnya karena keinginanku itu, semua kata-kata yang sudah terangkai dalam kepalaku tidak ada gunanya. Semua ungkapan puitis dari Sai, tak berguna, bahkan syair pujangga dari Naruto pun hilang dari otakku. Nyatanya aku malah melamarnya dengan kalimat singkat tanpa ada kata-kata romantis yang kutambahkan.

Jantung berdegub lebih cepat karena harap-harap cemas. Keringat dingin pun sudah mengalir dari pori-pori tubuh, karena menunggu satu kata yang akan menentukan usahaku ini.

Tidak lama kudengar helaan nafas dari Sakura. Jantungku semakin berdegup kencang karena helaan yang berarti ambigu itu keluar dari mulutnya.

"Apa kau yakin, Sasuke?"

"Aku tak pernah main-main dengan ucapanku, Sakura."

"Tapi, kau tahu sendiri bagaimana kondisiku. Aku jelek, aku gemuk, tidak menarik, badanku tidak seksi, dimukaku banyak bintik hitamnya, bahkan kerutan sudah muncul di wajahku."

"Apa aku pernah memintamu untuk merubah penampilanmu?" Sakura menggeleng, "Apa aku pernah protes dengan kekuranganmu?" lagi-lagi Sakura menggeleng, "Itu karena aku menyukaimu Sakura. Bukan karena ada alasan, melainkan karena kau adalah Sakura."

Dan air mata Sakura kembali menetes, "Jadi, apa jawabanmu Sakura."

Dengan tersedu, Sakura menjawab, "Ya." sambil menerima cincin yang kusodorkan padanya.

Aku bangkit seraya membawanya dalam pelukku, "Terima kasih."

Aku benar-benar bahagia malam ini.

.
.
.

FIN

.
.

A/N : Songfict pertama yang saya buat. Agak aneh memang, karena ini hanya dicoba-coba :D semoga bisa menghibur.Seperti yang kalian ketahui, Fict ini memang terisnpirasi dari lagu ONE DIRECTION dengan judul yang sama (namanya juga songfict). Memang lagunya sudah sangat lama, tapi gak tahu yah aku pengen buat. Lagu ini banyak mengajarkan kita hal baik (atau cuman satu ,), tergantung kalian bagaimana menafsirkannya. yang jelas bagiku lagu ini mengajarkan tentang menerima kekurangan diri sendiri. Meskipun bentuk tubuh kita agak sedikit berbeda pun dengan wajah kita yang tidak semenarik cewek lain, belum tentu pasangan kita tidak menyukainya, tidak menerimanya. Intinya, jangan terpengaruh oleh pendapat jelek orang lain, jadilah dirimu sendiri, karena sejatinya penilaian penting itu berasal dari pasanganmu, bukan orang lain.

okelah, sudah cukup cuap-cuapnya. Silahkan review di kolom komentar yah... :)

.
.
.

OMAKE

.
.

"Oooiiii, Teme sampai kapan kau akan memeluk, Sakura-chan? Kami sudah lapar..."

"Ck, mengganggu saja. Kalau lapar, kalian tinggal makan, makanannya kan sudah tersedia si atas meja. Tidak perlu bantuanku, kan untuk mengambilnya? Kalian sudah dewasa."

"Dasar... setidaknya kau harusnya sadar diri Sasuke, wajah Sakura sudah mau meledak."

"Sebentar lagi Sakura-san akan pingsan kalau kau begitu terus Sasuke."

"Kalian tidak usah mengurusi mereka. Biarkan saja mereka merasakan momen bahagia mereka ini. Shikamaru, Sai, kalian hanya mau jadi penonton saja atau ikut Naruto yang sudah menyantap makanannya? Ayo Hinata..."

"Ck, mondekusai..."


Share:

Thursday, July 5, 2018

Sly Vs Tsundere [Sequel DRUNK 1/5]

Cerita ini adalah sequel, kalau belum baca cerita sebelumnya di sarankan klik ini

DRUNK
Sly Vs Tsundere © Mickey_Miki
Pair: Naruto dan Hinata
Rate: M
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
.
.
SUMMARY
Tentang bagaimana kelicikan Naruto dan sifat Hinata yang Tsundere dipertemukan.
Naruto mendekatkan bibirnya di telinga Hinata dan berbisik pelan. “Aku benar-benar tidak sabar untuk merasakan kembali tubuhmu─” Bisikan itu sangat sensual penuh godaan di telinga Hinata dan membuatnya terbang melayang, membayangkan sesuatu yang erotis bersama laki-laki itu.
“Maaf, brengsek. Tapi aku tidak bisa dan aku tidak mau. Tidak akan pernah mau”
.
Bagian 1



.
Hinata tidak tahu harus senang atau malah sedih sekarang. Harta berharganya, kehormatannya, kesuciannya yang selalu dia jaga hilang dalam satu malam. Keperawanannya yang menjadi modal utama dirinya untuk sang suami kelak hilang direnggut oleh sang atasan, yang baiknya karena atasannya itu tidak melarikan diri dan bersedia untuk bertanggung jawab. Namun, entah mengapa Hinata malah merasa ada sedikit kejanggalan dari ini semua dan ia tidak tahu apa itu.

Dia benar-benar tidak ingat sama sekali kegiatan mereka waktu itu, namun ketelanjangannya di balik selimut ketika dia bangun dan melihat lelaki itu yang juga baru selesai mandi membuatnya mau tak mau menepis kejanggalan itu dan malah melayang memikirkan hal-hal gila, belum lagi dengan pengakuan dari atasannya itu yang membuatnya benar-benar malu sampai rasanya ingin menghilang saat itu juga.

Namun walau begitu, hinata malah tidak merasakan perasaan layaknya gadis yang kepolososannya baru saja direnggut. Dia tidak menangis, bersedih ataupun putus asa kala itu, dia hanya marah dan sedikit… kecewa.

Yah mungkin kecewa karena tidak merasakan saat-saat dirinya kehilangan kesuciannya. Ia kecewa karena tidak ingat dengan rasa nikmat yang katanya adalah surga dunia sampai ingin terus mengulangnya seperti tidak akan ada lagi hari esok— dan sering di banggakan oleh sahabat juga para wanita penggosip di kantornya. Ia kecewa karena tidak bisa melihat wajah penuh nikmat dari seorang Namikaze Naruto karena pelepasan oleh dirinya, wajah yang sering diagung-agungkan oleh para wanita yang menginginkan seorang pria dengan aroma jantan yang memikat untuk menghangati tempat tidurnya seperti Naruto. Ia kecewa…

Brengsek.

Ia kecewa, kenapa malah otaknya tidak bisa berhenti mengingat dan membayangkan wajah atasannya itu. Sepertinya ia benar-benar harus memeriksakan kepalanya ke rumah sakit atau langsung ke dokter bedah untuk mencuci otaknya agar pikiran kotor yang sudah ditulari oleh sahabat juga bos mesumnya itu hilang.

Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, mungkin seharusnya dia memang harus merasa senang atau setidaknya merasa bangga karena sudah tidur dengan atasan yang notabenenya adalah laki-laki tampan dan sukses sekaligus sangat digilai oleh banyak wanita. Yah seharusnya.

Tapi mengingat bagaimana sifat asli dari atasannya itu. Bagaimana tingkat kemesuman lelaki itu yang mungkin sudah masuk dalam taraf akut atau malah sudah berada pada level stadium akhir. Belum lagi sifat bossy dan menyebalkannya masih terlekat erat dalam diri laki-laki itu. Hinata malah sedikit menyesal sudah pernah mengaguminya dan menyukainya.

Hinata kembali mengingat beberapa hari setelah peristiwa mabuknya dan tidur bersama Naruto itu terjadi. Alih-alih memperlakukan hinata dengan lembut dan penuh kasih setelah kejadian beberapa malam— yang katanya sangat panas penuh dengan gairah yang membara, malah sama saja. Bahkan perlakuannya bertambah parah. Atasannya itu tidak akan tanggung-tanggung mengerjai hinata sampai gadis itu kelelahan dan berakhir di Bar bersama dengan teman-temannya— tapi untungnya setelah kejadian itu, kewaspadaan Hinata menigkat.

Hinata benar-benar mengutuk minuman merah yang sudah membuat dirinya berakhir di ranjang dengan atasannya itu dan ia bersumpah demi serangga-serangga imut milik Shino— teman sekolahnya dulu— jika dia tidak akan pernah lagi menyentuh minuman terkutuk itu. Cukup hari itu saja, hari tersial dalam hidupnya—atau malah hari beruntungnya?

Teman-teman hinata sendiri pun tidak ada yang terlalu ambil pusing dengan tingkah kekanakan Hinata yang selalu mendumel sendiri layaknya orang gila kehilangan boneka kesayangannya sehabis pulang kerja. Bagi mereka kelakuan Hinata itu sudah terlalu biasa. Apalagi alasannya kalau bukan karena atasannya yang kembali berulah. Naruto Uzumaki. Pria dingin yang anehnya banyak digilai wanita, entah apa yang mereka lihat dari laki-laki penyuka ramen itu─ Well, tapi teman-teman Hinata tidak termasuk ke dalamnya. Mereka juga punya target sendiri yang harus mereka dapatkan.

“Dasar laki-laki mesum, brengsek. Aku benar-benar ingin menghajarnya, memotong miliknya hingga….” Kata Hinata setelah keluar dari ruang atasannya. Sengaja tidak melanjutkan perkataannya, karena tidak ingin didengar oleh wanita-wanita satu devisinya. Kadang-kadang tembok pun punya telinga, kata hinata dalam hati. Setelah melihat beberapa lirikan tajam kearahnya.

Bukan rahasia lagi kalau sebenarnya Hinata sangat membenci Naruto— dibalik rasa sukanya, mungkin— yang selalu mem-bully-nya dan wanita-wanita bar-bar penggila Naruto itu malah ingin berada di posisinya. Well, Hinata sih tidak akan pernah keberatan dengan hal itu. Dia malah sangat bersemangat bertukaran— sebagai seseorang yang di-bully, tentu saja— jika ada yang mau mengajukan pada Naruto.

Tapi, mereka tidak ada yang berani. Mereka hanya secara terang-terangan menampakkan raut tidak sukanya juga delikan-delikan sinis untuknya yang sangat tidak ia pedulikan. ‘Hell, apa mereka buta atau mereka memang bodoh tidak bisa melihat situasi?’ Kata Hinata dalam hati. Ia tentu tidak akan pernah berani mengucapkan itu di hadapan mereka semua, bisa-bisa ia juga kena bully mereka.

Hinata berjalan kembali kemejanya. Laki-laki itu benar-benar menguras semua emosi juga tenaganya. Hinata sudah seperti OB di perusahaan ini─ ah tidak, tapi gadis itu seperti pembantu pribadi Naruto yang bisa disuruh-suruh apa saja, padahal dia salah satu karyawan yang punya kedudukan di kantor itu juga tingkat kesibukan yang sangat padat dan laki-laki itu malah menambah bebannya.

Dasar brengsek. Tidak bisakah laki-laki itu diam dan hanya mengerjakan pekerjaannya saja dan membiarkanku beristirahat barang sehari saja? Keluhnya dalam hati.

TREEEET

Hinata menggeram kesal ketika suara telepon di atas mejanya kembali berbunyi padahal dia baru saja duduk dan berniat mengistirahatkan tubuh lelahnya.

Dan tanpa di beritahu pun Hinata sudah tahu siapa orang brengsek di seberang sana yang sudah membunyikan telepon itu, siapa lagi kalau bukan si mesum brengsek, Naruto Uzumaki. Orang yang sudah membuat hari-harinya yang sempurna sukses berantakan.

Malas-malasan Hinata menekan tombol penerima itu. “Ya—”

“Hinata bawa laporan yang ku minta kau revisi ke ruanganku sekarang!”

Sial

“Baik─”

Pip

“Lah...”

Sial sial sial



TBC

Mickey139


Klik ini untuk lanjut baca BAGIAN 2
Share:

Monday, July 11, 2016

DRUNK 1/3

Pair: Naruto dan Hinata
Rate: M
Genre: Romance & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
Story by
Mickey139
.
.
SUMMARY

Bagaimana jika apa yang kau lihat tidak sesuai dengan aslinya. Hanya cover yang menutupi sifat asli dari seseorang. Tapi bagusnya, karena hal itulah dia bisa mendapatkan orang yang dia sukai.
.
.
.
20++
NOT FOR CHILD
BAGI YANG MASIH DI BAWAH UMUR, SILAHKAN DI CLOSE DAN JANGAN COBA-COBA DI BUKA.
.
.

.
.
.


BAGIAN 1

Hari menunjukkan semakin petang, hampir semua karyawan kantor Ucihara Corp. telah kembali ke rumahnya. Mungkin hanya ada beberapa karyawan yang masih berada di kantor termasuk mereka yang tengah lembur. Hinata berjalan sendiri di koridor kantor karena mendapat tugas dari sang atasan. Entah apa yang dipikirkan Naruto menyuruh Hinata mengambil berkas di ruang yang jaraknya sangat jauh dengan ruang kantornya, bahkan ruangan yang menurut Hinata bukanlah sebuah tempat untuk menyimpan berkas-berkas. Ruangan itu bahkan tak pernah terpakai lagi, tak terawat dan mungkin juga sudah penuh sarang laba-laba dan tikus. Para OB yang tugasnya membersihkan pun enggan untuk membersihkan ruangan itu.

Hinata berjalan sambil menggurutu. Atasannya satu itu sering sekali membuatnya kerepotan bahkan terkadang sangat menyebalkan sama seperti saat ini. Menyuruhnya turun dari lantai delapan ruang kantornya ke lantai tiga tempat ruang penyimpanan berkas itu. Andai kata bosnya itu tidak meyuruhnya membawa berkas itu dalam beberapa menit di hadapannya yang bahkan dengan menggunakan lift pun tidak akan bisa sampai tepat waktu, dia pasti tidak usah bersusah payah turun tangga darurat sambil berlari sampai membuat kakinya kesakitan.

Seharusnya saat ini dia sudah berada di rumah, berendam air hangat dalam bath up sambil mendengarkan musik dan setelahnya makan malam dengan ramen cup baru yang kemarin dia beli. Seharusnya saat ini dia sudah beristirahat dan menikmati film roman dari video yang baru saja dia sewa dari toko depan apartementnya, yah seharusnya, jika tidak ada bos menyebalkan itu yang dengan seenaknya menyuruhnya ketika dia baru saja akan beranjak dari mejanya.

Uzumaki Naruto, pria dingin, menyebalkan, dan suka seenaknya yang sayangnya memiliki rupa yang sangat tampan dengan rahang kokoh khas lelaki dewasa, mata biru bening yang sangat indah seindah batu safir yang disinari sinar rembulan juga tubuh bak model pakaian dalam yang semakin memperindah fisiknya dan membuat hampir seluruh karyawan perempuan di perusahaan itu akan rela membukakan selangkangannya secara cuma-cuma untuk lelaki itu termasuk dirinya. Mungkin. Sebelum dia diperlakukan seperti itu.




Drrrrrt......

Posel Hinata bergetar menandakan satu panggilan masuk.

Kening Hinata mengkerut, ketika nomor tanpa nama tertera di layar ponselnya. Dan tentu saja ia tidak akan mengacuhkan si penelpon dan terus melangkahkan kakinya menuju tujuannya. Dia tentu tidak ingin mendapatkan kata-kata yang lebih menyakitkan karena keterlambatannya. Tapi, sepertinya si penelpon tidak akan berhenti menggetarkan ponsel itu dan akan terus menganggunya kalau ia tidak menjawabnya.

Hinata baru saja menempelkan ponsel itu ditelinganya dan suara menyebalkan milik atasannya-lah sebagai sambutannya.

Apa yang kau lakukan, kenapa lama sekali? Itu hanya beberapa lembar berkas yang beratnya tidak sampai satu kilo dan kau membutuhkan waktu sebanyak ini untuk membawanya.”

Ingin sekali Hinata berteriak dan memaki kepala kuning itu. Seenaknya saja membentaknya, memang dia pikir perjalanan dari sana sampai ke ruang itu dekat? Bahkan dia tidak memakai lift untuk mengambil berkasi itu.

“Maaf, Sir. Sebentar lagi aku akan sampai ke ruangan Anda.” Dan melemparmu dengan berkas ini, tambahnya dalam hati.

Cepatlah!

“Iy─”

Klik

“─a, Sir.”

Dan belum selesai Hinata mengucapkan kalimatnya, panggilan itu terputus. Sebenarnya Hinata merasa heran, dari mana laki-laki itu mendapatkan nomornya, apa mungkin laki-laki itu─ ah, Hinata menggeleng karena pemikiran itu tiba-tiba muncul di kepalanya. Mana mungkin. Hinata pasti sudah gila saat ini. Mana mugkin laki-laki itu mencari tahu tentang dirinya karena punya ketertarikan khusus padanya.

Hinata menghela nafas, saat ini bukan waktu yang tepat memikirkan hal gila itu. Atasannya itu pasti sudah menunggunya dengan kata-kata mutiara yang siap dimuntahkan di wajahnya.

Benar-benar sangat melelahkan kerja di tempat ini, batin Hinata dan terus melangkahkan kakinya menuju ruang atasannya. Satu bulan bekerja di perusahaan ini serasa sudah bertahun-tahun dia menjalaninya. Bukan karena tuntutan pekerjaan ataupun pekerjaannya yang terasa sulit. Hey, bahkan dia sangat mudah memahami semua pekerjaan yang diberikan, tapi karena atasannya yang sangat menyebalkan dan dengan semua perintah tidak masuk akalnya pada Hinata.

Ini memang belum seberapa dibandingkan dengan perintahnya yang dulu. Seperti ketika meyuruh Hinata membuatkan kopi yang benar-benar harus pas dilidah sang atasan dan membuat Hinata harus pulang balik di dapur dan kantor atasannya itu sampai beberapa kali. Yang benar saja, kan? Padahal ada OG atau OB yang siap kapanpun jika diminta dan yang jelas mereka pasti sudah hapal bagaimana selera atasannya itu. Atau ketika saat jam istirahat berlangsung, Hinata bahkan belum sempat sarapan pagi dan giiran istirahat siang pun dia tak dapat jatah hanya karena sang atasan ingin dibelikan ramen di warung Ichiraku yang letaknya hampir 30 menit berkendara ke sana. Padahal, sekali lagi ada OB atau OG yang siap sedia jika di minta alhasil sepanjang kerja perutnya tidak berhenti menggerutu karena tak dapat jatah dan semua pekerjaannya berantakan dan kembali lagi kena omelan dari atasan menyebalkannya itu. Entah memang atasannya itu benar-benar butuh bantuannya atau hanya ingin mengerjai Hinata hingga membuat seperti itu. Hinata benar-benar dibuat kesal oleh ulah atasannya itu.



...

“Maaf─”

“Taruh saja di situ.”

Lagi-lagi laki-laki itu memotong ucapannya. Dan apa yang dia dapat dari usaha kerasnya untuk mengambil berkas itu... bentakan dan malah berkas itu tak diacuhkan sama sekali. Dia malah sibuk dengan berkasnya yang lain. Menatap Hinata saja tidak. Dasar atasan tampan yang menyebalkan. Rutuknya dalam hati.

Ingin sekali Hinata menarik rambut bosnya itu, lalu mencakar wajahnya dan menendangnya keluar jendela dari lantai ini. Tapi sayangnya itu tidak akan pernah terjadi, yang ada jika dia berusaha lakukan itu, malah bosnyalah yang akan mewujudkannya. Well, tenaga wanita tidak sebanding dengan pria. Itu sudah jelas, bukan.



“Kalau begitu aku permisi, Sir.” kata Hinata sopan lalu berbalik dan meninggalkan pria itu sendirian.

Sepertinya Hinata butuh alkohol untuk meredakan emosinya dan semoga tawaran Sakura masih berlaku untuknya.

“Apa kau masih berada di Bar itu?” ketiknya sebelum mengirimnya pada Sakura.

“Tentu. Apa kau mau ke sini?”

“Iya.”

Setelahnya dia menaruh ponsel itu dan segera menyusul Sakura.

TBC
....

Selanjutnya......... Chapter 2
Mickey139


Share:

Monday, August 17, 2015

Sleeping Beauty 1/5

Pair: SasuSaku
Rate: K+
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, typo, alur GaJe dan kecepatan. (suka suka mickey)
Sleeping beauty © Mickey139



....

SUMMARY

Sleeping beauty, kalian pernah dengar kisahnya, kan? Kisah dongeng, dimana seorang putri menunggu seoarang pangeran memberinya sebuah ciuman agar dia bisa terbebas dari kutukan seorang penyihir. Namun apa yang terjadi padaku. Bahkan tanpa seorang penyihir pun aku tertidur dan apa yang ku tunggu? Ciuman seorang pangeran-kah?

.
.
.

Bagian 1

Ada apa dengannya? Sedari tadi dia tidak bangun-bangun.

“Apa dia mati?”

“Panggil ambulance!”

“Sakura.. Bangun! Hei kau kenapa?”

“Bangunlah! Jangan bercanda!”

“Sakura..!!!”

“Ada apa? Kenapa kalian memanggilku seperti memanggil seseorang yang akan meninggalkan kalian? Aku disini. Di belakang kalian.” Ucap seorang gadis berdiri di belakang orang-orang yang sedang mengerubungi sesuatu.

“Bangun, jangan membuat kami khawatir... Sakura!!”

Sekali lagi gadis itu tampak bingung dengan teman-temannya. Memanggil namanya dengan nada khawatir yang nampak sangat jelas. “Aku...? Maksud kalian apa?”

“Seseorang... Tolong panggil ambulance!”

Sakura makin menyerngit bingung namun ada kekhawatiran dalam dirinya yang membuncah tatkala salah seorang temannya menyuruh seseorang memanggilkan ambulance. “Apa maksud ka─ apa ini?” Sakura tak mengerti sekaligus takut setelah melihat dirinya berwujud transparan. Tatapannya kembali dia alihkan pada teman-teman di depannya, “Teman-teman kenapa dengan tubuhku─” Ucapnya sendu sambil berjalan mendekat pada mereka. Sesampainya Sakura di dekat mereka, Sakura coba menyentuh salah seorang namun sayang tangannya tak bisa menyentuh. Seolah mereka adalah angin yang dengan mudah dia tembus namun tak berasa.

“Bertahanlah, kami mohon!”

Sakura kembali melihat tubuh transparannya. “Teman-teman hiks... Kenapa dengan tubuhku? Hiks... Aku─” matanya melebar saat melihat objek yang sedari tadi dikerumuni banyak orang. Tubuh seorang gadis yang terbaring. Helaian rambut merah mudanya berlambai saat teman-temannya mengangkat tubuh mungil itu. Dia tidak pingsan, tidak juga tidur. Dia tidak mati, hanya saja dia tidak bisa dibangunkan. Dan saat itu juga tubuh Sakura meluruh, jatuh dan terduduk di atas tanah. Air mata tak bisa lagi dia bendung, mengalir deras bak aliran sebuah sungai yang jatuh ke atas tanah namun tak membasahi.

.
oOo
.

Dan inilah aku yang sekarang. Menjadi salah satu makhluk gentayangan yang sering diteriaki manusia ketika bertemu namun anehnya tubuhku masih berada di dunia ini. Aku tidak mati, hanya saja tubuhku sedang tertidur. Layaknya seorang putri tidur dalam sebuah dongeng namun tak ada penyihir yang membuatku seperti ini. Entah apa sebabnya, dokter hanya berkata bahwa ini adalah sebuah penyakit langkah namun tidak mematikan. Otakku hanya berhenti bekerja sementara dan membuat tubuhku seperti sedang tertidur.

Lalu rohkulah yang kenna imbasnya. Tak bisa kembali ke dalam tubuhku dan berakhir menjadi roh gentayangan. Ini bukanlah sebuah drama yang biasa ku tonton, karena aku bukanlah seorang aktris. bukan pula sebuah mimpi aneh yang kebetulan ku alami. Ini benar-benar terjadi. Sebuah kisah aneh bin nyata yang entah kenapa akulah yang jadi pemeran utamanya.

Aku sedih, tentu saja. Marah, apalagi namun tak tahu harus marah pada siapa. dan pada akhirnya aku hanya bisa menjalaninya. Hidup namun tidak hidup. Hanya mengikuti arus. Sama seperti air yang mengalir menuju muara. Namun aku tak tahu sampai kapan air itu mengalir.

Selama seminggu aku hanya mengelilingi rumah sakit ini karena tak bisa kemana-mana pun dengan tujuannya. Awalnya memang terasa menyedihkan juga kesepian, namun itu tidak lama setelah mengenal makhluk yang sama sepertiku. Padahal jika mengingat kembali diriku yang dulu, aku pasti akan lari terbirit-birit atau bahkan akan pipis di celana jika melihat mereka. Dan sekarang malah sebagian menjadi kenalanku.

Berbagai macam karakter ku temui dan sebagian dari mereka sangat mengagumkan. Ada nenek chiyo yang sudah hampir tiga bulan mati namun rohnya tetap berada di dalam bilik kamar, katanya dia sedang menunggu cucunya. Dia adalah guru yang baik karena, pengalaman hidupnya yang sudah sangat lama. Ada juga pak Asuma, seorang polisi muda yang mati saat menjalankan tugasnya banyak kisahnya yang dia ceritakan padaku terutama pada misi-misi penyelamatannya yang sangat hebat. Lalu pak Dan. Dia adalah favoritku, tampan dengan semua nasihat bijaknya yang membuat aku tidak terpuruk dengan keadaanku saat ini. dan berkat mereka semua kesepian akan apa yang ku alami sukses berkurang.

Aku menggerakkan kembali tubuhku, melayang seperti selembar kapas yang berterbangan. Mengikuti kemana arah hati untuk pergi. Dan di sinilah aku, duduk di atas pagar pembatas di atap gedung rumah sakit. Tak ada rasa takut jatuh yang biasa ku rasakan saat berada pada ketinggian, tentu saja karena ini hanya rohku. Tak akan bisa jatuh ke atas tanah, karena tubuhku tak bisa menapaki tanah.

Walau tak bisa lagi merasakan udara yang berhembus, setidaknya aku bisa lebih tenang berada di sini. Langit yang berwarna biru cerah juga alunan suara burung kecil yang melantunkan bait-bait penuh damai seolah menghipnotis rohku agar tetap tenang dan menikmati tiap hari dalam kesedihanku.

Angin berhembus kencang seolah menembus sanubariku, membuat merasakan suatu perasaan tidak nyaman. Layaknya merasakan sebuah jantung, aku merasakan jantungku berdetak lebih cepat dari biasanya.

Ku tolehkan kepalaku ke samping. Seseorang tengah berdiri di atas pagar pembatas, seolah menunggu waktu yang tepat buat dia terjun ke bawah. Pandangannya kosong menatap ke depan seolah tengah membayangkan sesuatu. Iris kelamnya menampakkan raut kesedihan yang amat kentara.

Dia maju namun tidak cukup satu kaki. “Kenapa kalian melakukan ini padaku?” Ucapnya lirih sambil memegang dada. Rasanya aku bisa merasakan apa yang ia rasakan saat ini. Perih dengan kekecewaan yang bercampur.

“Aku mempercayai kalian, tetapi kenapa?” Sekali lagi dia berucap. Langkahnya semakin menepi. Aku sampai ngeri melihatnya. Membayangkan jika dia melompat dan tubuhnya hancur dengan kepala bocor yang mengeluarkan ceceran otak, kaki yang terpelintir 360° dengan tak beraturan, tangan patah, bahkan organ dalam perutnya juga ikut tercecer, membuatku sedikit mual.

Aku mendekatinya perlahan, walau ku tahu tak ada gunanya karena dia tak akan bisa melihatku. “Kenapa kau ingin bunuh diri?” Ucapku saat sudah sampai dan duduk tepat di sampingnya. Menatapi pemandangan kota.

Aku merasa dia berhenti bergerak, ku tengadahkan kepala melihatnya. Dan benar saja dia seolah sedang mencari suaraku. Aku kembali bersuara, mencari pembenaran dari dugaanku. “Kenapa kau memilih jalan ini?” Pandanganku terfokus pada pemandangan perkotaan. Siang ini walau cerah namun matahari tidak memancarkan sinar yang terik. “Padahal banyak orang yang masih ingin hidup─”

“Kau siapa?”

“Hm” Aku mungkin salah mendengar dia bertanya siapa aku. Sudah seminggu aku berada di sini ini dan rata-rata manusia dewasa tak ada yang bisa melihatku.

“Kau siapa dan bagaimana caramu kau berada di sampingku?”

Rasanya waktu telah berhenti saat ini ketika mendengar perkataannya itu. bukankah itu artinya dia bisa melihatku? Aku mendongak, menatapnya bingung. “Kau bisa melihatku?” Tanyaku sambil menunjuk diri sendiri.

“Apa aku terlihat buta hingga tak bisa melihatmu?” Dia bertanya dengan nada mencemooh sambil melipat dada, menatapku tak suka.

Aku menatapnya tak percaya lantas berdiri dengan tiba-tiba hingga membuatnya terlonjat kaget dan tersentak ke belakang dan akhirnya terjatuh dengan tidak elit. Kakinya berada di pagar sedang kepalnya berada di bawah. Dia mengaduh kesakitan sambil mengelus-elus kepalanya yang tadi terbentur.

“Pffft... Ha... Ha... Ha.... Kau lucu sekali. Maaf aku tidak sengaja.” Ucapku menyesal di sela-sela tawaku. Sungguh dia terlihat lucu, mengingat sikap dinginnya tadi. aku menghampirinya berniat menolong namun tubuhku tak bisa menyentuh.

“Apa begitu sikap orang yang menyesal, hah?” Katanya dengan emosi yang bercampur rasa malu. Dia berdiri lantas melayangkan tatapan tajam padaku.

“Maaf. Sungguh aku minta maaf. Aku terlalu senang bertemu dengan seseorang yang bisa melihatku.” Sahutku dengan tatapan permohonan sekaligus bahagia.

“Tidak ada orang yang meminta maaf dengan tatapan bahagia seperti itu. lagi pula apa maksud perkataanmu itu. Apa kau sudah mati?”

Aku menggeleng untuk pertanyaan terakhirnya, “Aku belum mati, namun rohku bergentayangan. Tubuhku hanya tertidur. Dan apa yang kau lakukan hingga membuatku bisa terlihat olehmu? Apakah kau memiliki six sense?” Tanyaku penasaran sekaligus kagum.

Dia merapikan pakaiannya, menepuk pakaiannya yang terkena debu akibat jatuh. “Aku tidak melakukan apa-apa dan aku tidak memiliki indra keenam.” Sahutnya ketus, rupanya dia masih belum memaafkan tentang sikapku tadi. dia kemudian berjalan ke arah pintu keluar atap gedung ini dan tanpa melihatku.

Aku mengikutinya, melayang mengikuti langkah kakinya yang panjang. “Omong-omong, kenapa kau mau bunuh diri?” Tanyaku penasaran.

Dia berhenti dan melirikku sinis, “Bukan urusanmu. Dan gara-gara kau aku jadi malas melakukan hal itu.” sahutnya lantas kembali melangkah pergi.

“Benarkah? Apa aku sudah jadi seorang penyelamat?”

Tak ada sahutan darinya. Dia tetap melangkah pergi seolah dia tak mendengar apapun yang keluar dari mulutku tapi aku tetap tersenyum malah merasa bahagia. Baru kali ini aku menemukan seseorang yang bisa melihatku dan mendengar kata-kataku. Dan aku juga merasa bangga karena sudah menghentikan percobaan bunuh dirinya. Walau tanpa kata-kata bijak hanya membuatnya terlihat konyol dan merasa malu dia lantas pergi seolah tak terjadi apa-apa. Atau karena dari awal memang dia tidak berniat bunuh diri dan hanya ingin menenangkan perasaan?

Lanjut Bagian 2
Share:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com