Main : Calista, Abyasa, Kanaya
Rate: T
Genre: Romance, Mistery
WARNING: AU, OOC, OC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
MICKEY139

👻👻👻
BAB 2. Abyasa
Sejak pertemuan tak terduga di taman kampus, pikiran Calista dipenuhi oleh sosok Abyasa dan arwah perempuan yang selalu mengikutinya. Entah kenapa dirinya dipenuhi rasa penasaran untuk mencari tahu lebih lanjut tentang mengapa arwah gadis itu tak pernah berbicara, hanya memandang dengan sorot mata yang sendu, seolah menanti sesuatu yang belum tersampaikan.
“Calista!”
Calista tidak mengetahui berapa lama ia melamun hingga ada seseorang yang menarik tasnya seraya memanggilnya dengan suara yang keras.
“Lo mau bunuh diri, apa gimana?”
“Ha?”
Dini, gadis yang sedari tadi berjalan di samping Calista hanya mendengus mendapat respon dari Calista.
“Lihat depan!” kata Dini malas.
“Ah!”
Calista terlonjak sedikit dan buru-buru melangkah mundur dari tepian trotoar, matanya membulat saat melihat sebuah motor melaju cepat hanya beberapa meter dari tempat ia tadi berdiri. Jantungnya masih berdetak kencang saat ia akhirnya bisa kembali fokus pada kenyataan.
“Lo dari tadi jalan kayak mayat hidup,” sentak Dini dengan gemas tapi matanya penuh kekhawatiran. “Gue udah manggil lo tiga kali. Apa sih yang lo pikirin?”
Calista menatap sahabatnya itu dengan wajah yang masih pucat. “Maaf, Din.”
“Ck, sejak kapan lo bisa melamun sampe nyaris ketabrak motor? Jangan bilang ini gara-gara Abyasa?”
Calista menunduk, menggenggam tali tasnya erat-erat. Dirinya masih syok dengan apa yang baru saja terjadi dan membiarkan pertanyaan Dini menggantung di udara. Selang beberapa detik Calista menarik napas lalu menghembuskannya perlahan dan mengangguk pelan. “Iya...” gumamnya lirih. “Dan... Cewek yang selalu ikut di belakangnya.”
Dini mendelik. “Maksud lo? Penguntit?"
Calista menggeleng, "Bukan."
"Setan?”
Calista mengangguk pelan. “Tepannya arwah. Gue nggak bisa berhenti mikirin kenapa arwah itu terus di dekat Abyasa. Tapi yang paling bikin gue bingung... dia nggak pernah ngomong apa-apa. Cuma mandangin Abyasa. Kayak... kayak dia nyimpan sesuatu yang nggak bisa disampaikan.”
Dini mendesah, menatap Calista dengan ekspresi antara prihatin dan lelah. Dia sudah lama tahu tentang kemampuan temannya ini, dan walau sudah terbiasa, tetap saja ia merasa tidak nyaman setiap kali pembicaraan itu muncul.
Bukan karena alasan tidak percaya, hanya saja dia tidak pernah melihat apa yang dilihat Calista, keterikatan yang sering arwah berikan ke Calista atau cerita apa yang sering arwah itu bagi lewat perasaan mereka. Jadi, dia tidak terlalu paham permasalahan cewek itu. Dan, itu yang membuatnya tak nyaman.
“Lo udah coba tanya Abyasa?” tanya Dini sekali lagi.
Calista menghela napas. “Belum.”
“Kenapa?”
“Gak berani.”
“Kok gitu?” Dini benar-benar merasa gemas terhadap temannya itu. Padahal tinggal ditanya, tetapi cewek itu malah menundanya.
Calista yang mendengar pertanyaan itu mendengus kemudian menjawab, “Ya kali. Coba bayangin, tiba-tiba ada orang yang lo gak kenal sebelumnya terus datang dan tanya, kamu gak ngerasa ada yang ikutin kamu? Atau punggung kamu berat, gak? Aku bisa lihat arwah, loh. Kan, aneh, Din.”
“Yah, emang aneh sih. Terus lo mau ngapain?”
Calista mengangkat bahu, “Gue juga gak tahu.”
“Atau, lo mau gak gue bantu. Maksud gue buat ngomong ke dia.”
Calista menggeleng, tentu saja dia tidak. Lagipula, dia dan Abyasa tidak saling kenal, dia juga bukan tipe KEPO akut yang mau tahu segalanya. Dirinya hanya penasaran karena baru kali ini dia menemukan sosok yang berbeda dari biasanya.
“Nggak usah.”
“Yakin?”
Calista mengangguk mantap. “Yakin.”
“Oke. Tapi, kalau ada yang lo rasa aneh, kasi tahu gue.”
“Oke.”
Setelah percakapan singkat itu mereka kembali melanjutkan langkah, kembali pulang ke kos. Meski siang itu terik, pohon-pohon di sekitar jalan kampus membuat udara di sekitar mereka terasa sejuk. Tidak ada sampah berserakan karena para tukang bersih selalu rajin datang pagi-pagi untuk membersihkan area kampus. Jadi, tidak ada pemandangan yang membuat mata gatal dan betah untuk berjalan kaki.
Namun, entah semesta yang tak mengijinkan Calista untuk beristirahat dengan tenang hari itu atau karena memang hari itu bukan hari keberuntungannya, Calista malah dipertemukan dengan orang yang ingin dia hindari, meski mereka tak kenal.
Calista mengambil ancang-ancang. Bersiap untuk mengambil langkah seribu. Sayangnya, mulut Dini bergerak lebih cepat. Cewek manis dan tomboy itu malah memanggil Abyasa. “Yasa!” dengan panggilan akrab yang bahkan tidak pernah Calista dengar sebelumnya.
Dan, sebelum Calista bergerak, Abyasa sudah mendekat dengan senyum hangat ciri kasnya. Calista jadi merasa tak enak menghilang ketika cowok itu sudah berada di depan mereka.
“Kok lo manggil?” sergah Calista setengah jengkel. Terlebih ketika ia melihat arwah cewek yang mengikuti Abyasa masih setia mengikuti cowok itu. Ada sesuatu yang selalu menarik dirinya untuk ingin membantu permasalahan arwah cewek itu, padahal dia benar-benar tak ingin berhubungan dengan Abyasa dan Arwah itu.
“Ah, reflek.” jawab Dini sambil menyengir. “Kebiasaan sih.”
“Kebiasaan?” sahut Calista sambil mendengus. “Atau sengaja?”
Dini menyengir. “Beneran. Kebiasaan sejak kecil. Abyasa kan sepupu gue.”
Calista berdecak. Betul-betul merasa tak nyaman sekarang. Tapi yang bisa dia lakukan hanyalah menghela. Dan lagi kenapa dia baru tahu kalau Dini dan Abyasa itu sepupu? Padahal mereka sudah 2 tahun berteman.
“Tenang aja. Dia gak makan orang kok."
Calista memilih diam, tak ingin menanggapi candaan Dini. "Mau gue bicara sama dia?”
“Din!” geram Calista dengan suara rendah.
“Ck, kenapa lo suka sekali bikin ribet diri lo sendiri, sih?”
“Nggak ribet kok.”
Dini memutar bola matanya sambil menjawab, “Cuma bikin pusing sendiri.”
Obrolan mereka terpotong ketika Abyasa sudah berada di depan mereka. Masih dengan senyum hangat yang membingkai wajah laki-laki itu, dia menyapa Dini, “Lo mau pulang ke kos.”
Dini mengangguk. “Yaps." Kemudian menyerngit ketika melihat penampilan laki-laki itu yang agak berantakan. Keringat yang memenuhi wajahnya, bajunya yang agak basah, dan wajah kuyu yang membuat tangan Dini gatal untuk membasuh wajah sepupunya itu. "Muka lo kenapa kusut amat?"
"Motor gue bannya kempes."
Dini mengangguk, "Oh. Btw, kenalin ini teman kelas gue. Calista.”
Abyasa tersenyum melihat Calista kemudian mengulur tangannya yang disambut ragu-ragu oleh Calista.
“Abyasa.”
“Ca … Calista.”
Abyasa mengangguk. Lesu yang tadi mereka lihat sudah tak ada lagi dan berganti senyum. Sayangnya, Calista tak memedulikan itu. Dia justru lebih memedulikan pada sosok di belakang Abyasa.
Sesekali Calista melirik arwah itu yang tetap tak mengindahkan dirinya dan terus memandang Abyasa dengan tatapan sendu. Dan itu membuatnya tak nyaman. Lebih dari ketika bertemu arwah cerewet yang meminta bantuannya.
“Kita kemarin ketemu, kan?” tanya Abyasa tiba-tiba.
Tatapan Calista kembali fokus pada Abyasa dan mengangguk. “I... iya." Padahal mereka selalu ketemu namun tak pernah bersapa. Calista ingin sekali mengatakan itu, tetapi ia lebih memilih mengatakan yang lain. "Maaf kalau itu bikin kamu nggak nyaman.”
Abyasa menggeleng cepat, “Tidak kok. Tapi, aku cuma aneh saja.”
Calista mengangguk, “Aku juga kalau ada yang datang tiba-tiba kayak kemarin, pasti ngerasa aneh.”
“Bukan, bukan aneh kayak gitu.” Abyasa buru-buru membantah perkataan Calista. “Gue cuma penasaran. Kenapa lo tiba-tiba hampiri gue?”
Calista diam sejenak, dia melirik Dini di sampingnya yang memberikan kode untuk bicara dan mengalihkan pembicaraan. Tetapi gadis itu hanya diam. Calista tak bicara apa-apa. Dia benar-benar tak ingin mengatakan kebenaran tentang kemampuannya. Dia tidak ingin dianggap aneh seperti ketika sekolah dulu.
"Itu, m, aku kira kamu temanku dulu."
"Bohong!" Sentak Dini membuat Abyasa menatap Dini dengan kening berkerut heran sekaligus penasaran. Kemudian tatapannya beralih pada Calista untuk meminta jawaban namun bukan tuntutan yang wajib Calista jawab, karena dia tahu Dini seperti apa. Cewek itu tentu saja suka menggoda temannya, terlebih ketika berdekatan dengan dirinya.
"Din, apaan sih."
"Calista, mending lo jujur deh. Yasa juga gak bakal nge-judge lo kok."
Calista benar-benar kesal pada Dini. Dia menatap Dini seolah ingin memakan gadis itu hidup-hidup.
"Kalian bicara apa?" tanya Abyasa yang tampangnya benar-benar kebingungan namun juga penasaran.
"Calista Indogo." Sentak Dini, membuat Calista sebentar lagi meledak. "Dan, dia juga lihat ada yang ngikutin lo."
"DIN! Apa-apaan sih lo?"
"Oh?"
"Ah, pantas saja." kata Abyasa tiba-tiba. "Kemarin kayaknya lo ragu-ragu mau bilang apa. Itu gue heran, tapi pas gue mau nanya, elo sudah hilang. Emang lo lihat siapa? Khodam gue." kelakar Abyasa.
Lain halnya dengan Calista, cewek itu tak memedulikan candaan Abyasa. Dia menatap laki-laki itu agak ragu kemudian menyahut, "Itu yang ngikutin kamu cewek. Cantik."
Abyasa menyerngit, "Lo bisa kasi gambarannya?"
Calista mengangguk. "Cewek, putih, rambut hitam panjang sepunggung. Ada tahi lalat di bawah mata kirinya."
Abyasa tiba-tiba terdiam. Pikiran laki-laki itu seolah melayang dan membuat Calista dan Dini heran.
"Yasa?"
"Ah, astaga gue lupa Tio minta flashdisk-nya dikembalikan. Ntar kita lanjut ya Din. Gue duluan."
Calista dan Dini saling berpandangan, pikiran mereka tiba-tiba sama. Sama-sama berpikir kalau cowok itu punya masalah dengan arwah cewek yang dilihat Calista.
TBC