Fly with your imajination

Tuesday, September 9, 2014

Cinta Dalam Diam




***

Salam kenal, perkenalkan namaku adalah Sonia. Aku seorang mahasiswi jurusan teknik Arsitek. Aku ingin menceritakan kisah hidupku yang mungkin menurut kalian sangat biasa, namun mungkin juga kalian bisa mendapatkan pelajaran dari kisahku itu.

Cerita dimulai saat aku masih menduduki semester dua. Aku bertemu dengannya ketika dia kebingungan mencari pinjaman alat-alat lukis untuk praktek. Aku heran, selain karena merasa aneh dia tidak membawa perlengkapan lukisnya, dia juga terlihat asing. Mungkin karena waktu ospek dia tidak ikut.

Merasa kasihan sekaligus segan, karena dia ditemani senior aku meminjam perlengkapan lukisku yang telah selesai kupakai. Keesokan hari setelah dia mengembalikannya, aku baru sadar rupanya dia sangat ganteng, cara bicaranya pun sangat sopan dan lembut.

Hari-hari berlalu begitu saja, aku mulai merasa aneh terhadap diriku sendiri. Tiap kali aku melihat atau tak sengaja berpapasan dengannya, ada sesuatu yang menggelitik di dadaku. Rasanya aneh, tapi tidak menyakitkan. Lalu saat tersadar rupanya aku sudah menyukainya. Aku mulai mencari cara untuk bisa melihatnya. Sering kali, aku sengaja duduk-duduk di lobi atau duduk-duduk di depan kelas hanya supaya berpapasan dengan dia.

Dan, rupanya bukan hanya aku yang merasa kagum dengan sosoknya, kebanyakan MABA pun merasakan hal itu. Dia baik, lembut, peduli akan orang di sekitarnya, dan yang lebih membuatnya menarik adalah caranya memperlakukan perempuan yang sangat sopan.

Dia benar-benar tahu apa yang membuat perempuan nyaman. Dia tidak pernah meninggikan suaranya sekali pun dia kesal terhadap perempuan. Meski banyak mahasiswi yang menggerubungi dia, dia tidak pernah sekali pun memanfaatkan itu. Dia menghargai mereka, menolak mereka secara halus. Dan meski pun dia tampak lembut, tetapi tidak begitu ketika dia melakukan sparing saat latihan beladiri. Dia benar-benar laki-laki idaman.

Jujur saja awalnya aku hanya penasaran dengannya. Aku benar-benar pesimis dengan sifat yang dia miliki itu. Terlalu hampir mendekati sempurna. Bagiku, laki-laki rupawan dengan sifat lembut yang menjaga martabat perampuan hanya ada di dalam bacaan romantis saja.

Sejak kecil aku selalu dipertemukan dan besar di lingkungan dengan laki-laki kasar yang sering membully perempuan. Laki-laki yang senang membuat perempuan menangis. Laki-laki yang tidak tahu bagaimana memperlakukan perempuan dengan baik. Dan ketika melihat dia, rasanya dadaku tersentil. Kenapa aku tidak pernah dipertemukan laki-laki sebaik dia dulu? Kenapa aku harus menghabiskan masa kecilku dengan dikelilingi laki-laki buruk hati?

Namun, itu semua sudah terlewat. Untungnya, aku diberkahi hati baja oleh Tuhan hingga tidak mudah putus asa, dan tidak gampang terlarut dengan kisah sedih. Aku jadi perempuan kuat yang tidak gampang terpengaruh. Tetapi, anehnya ketika bertemu dengan dia, aku menjadi sosok yang tidak seperti diriku. Aku gampang terhanyut oleh perasaan sendiri. Perasaan-perasaan yang hanya kubaca di buku seolah tertular ke diriku. Ada euforia yang meledak-ledak ketika berbicara sepatah kata dengan dia, ada gelenyar aneh yang mengalir ke dada ketika bercanda gurau dengan dia. Bahkan ketika hanya duduk berdekatan dengan dia, rasanya seperti berada di awan.

Yah, kuakui perasaanku memang agak berlebihan, tetapi percayalah aku sendiri pun tidak bisa mengendalikannya. Aku tidak bisa menghentikan diriku merasa senang atau sedih jika menyangkut tentang dirinya. Bahkan ketika aku tahu bahwa dia sedang dekat dengan perempuan, aku merasa seolah ada sengatan luar biasa di dadaku.

Tidak pernah kubayangkan, di balik diamnya dia selama ini, bagaimana sopannya dia menghindari perempuan yang mengejarnya dan dengan tegas menolak perempuan itu, rupanya dia sedang berupaya untuk tetap mempertahankan kesetiaannya. Tetapi, meski sudah merasakan kesedihan aku tetap tidak bisa berhenti mengaguminya. Diam-diam aku sering berdoa untuk diberi kesempatan merasakan bahagianya menjadi perempuan yang bisa bersamanya.

Beberapa bulan selanjutnya, baru kuketahui bahwa dirinya dan pujaannya sudah tidak lagi berhubungan. Perasaan gembira tiba-tiba menghantam. Aku merasa bahwa Tuhan sudah menjawab doaku dan memberikan sebuah kesempatan.

Sayangnya, aku ditampar dengan kenyataan. Bahkan ketika dirinya sudah tak bersama pujaannya, dia masihlah memiliki banyak pengagum. Banyak perempuan yang lebih menarik dan lebih baik yang selalu mengelilinginya. Aku hampir tidak memiliki kesempatan untuk dekat dengannya. Alhasil, aku hanya bisa diam ketika tak sengaja berpapasan atau ketika duduk di dekatnya.

Ada satu waktu ketika aku sedang meratapi nilaiku, dia tiba-tiba duduk di dekatku. Mengajakku ngobrol receh, yang kutanggapi dengan rasa gugup. Nilai rendah sudah tak ada lagi bayangannya di kepala. Aku justru sibuk menata degupan jantungku yang tiba-tiba menggila.

Dan, entah datang dari mana pemikiranku, aku merasa bahwa dirinya juga memiliki perasaan yang sama kepadaku. Tiba-tiba saja aku mulai mencocokkan semua kejadian yang pernah terjadi menjadi bukti-bukti kecil dan merangkainya hingga mendapatkan kesimpulan kalau dia juga menyukaiku.

Aku benar-benar terlena dengan pemikiran itu sampai-sampai aku lupa bahwa laki-laki itu juga bisa saja melakukan hal yang sama pada perempuan lain. Aku lupa bahwa para pengagum laki-laki itu pasti memiliki pemikiran yang sama sepertiku. Dan, pada akhirnya aku kembali merasakan kekecewaan. Lagi-lagi aku mendengar kabar kedekatan dirinya dengan perempuan lain.

Rupanya dalam euforia semuku, dia telah dekat dengan teman seangkatanku. Tidak kupungkiri bahwa perasaan sedih itu ada, tetapi entah kenapa ada rasa kecewa yang menemani.

Bukan karena aku kecewa yang mendapatkan kesempatan itu adalah orang yang kukenal, lebih tepatnya aku kecewa pada diriku sendiri yang tidak bisa bergerak maju dan berusaha. Yang kulakukan hanya berharap dan berdoa. Aku hanya berharap pada Tuhan untuk memberikan kesempatan, tetapi lupa bahwa Tuhan pun tidak serta merta memberikan kesempatan tanpa usaha.

Lalu setelah bertahun terlewat, aku memberanikan diriku untuk menyatakan kekaguman terhadapnya. Itu pun setelah berhasil menata perasaanku dan benar-benar yakin jika dirinya tak sedang dekat dengan perempuan lain.

Waktu itu, entah kenapa aku merasa semesta sedang merestui diriku, tidak ada keraguan yang muncul tiba-tiba, hanya ada ketetapan hati. Meski, merasa gugup dan jantung yang berdebar kencang, aku akhirnya berhasil mengetik 'aku mencintaimu' pada pesan di medsos-nya. Iya, aku tidak secara langsung mengutarakan hal itu. Bukan hanya karena aku berada jauh dengannya, pun ketika berbicara dengannya secara langsung membuat otakku jadi tidak sinkron dengan mulutku. Jadi, pilihan terbaik adalah mengungkapkan melalui tulisan.

Waktu itu aku tidak berharap banyak. Bahkan menuntut jawaban pun tidak kulakukan. Aku hanya berharap setelah melakukan itu aku bisa merasa legah. Aku bisa percaya pada diriku untuk berusaha mencapai sesuatu nantinya. Dan aku bisa maju dengan percaya diri.

Meskipun rasa itu masih tertinggal dan perasaan terbiasa saat dulu menyukainya belum lenyap betul. Aku terus berusaha untuk menguatkan diri. Hingga akhirnya, satu tahun terlewat saat kami bertemu kembali, aku tidak lagi merasakan perasaan canggung atau malu seperti dulu. Aku jadi lebih berani berbicara dengannya, lebih bisa mengeluarkan ekspresi, dan bisa menjadi diriku yang sebenarnya. Perasaan mengagumi yang begitu menggebu-gebu tidak lagi kurasakan. Dan aku bebas tersenyum ketika menggodanya.

Mickey139





Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com