Fly with your imajination

Monday, June 22, 2015

Hinata (5)

Hai reader-san. Gomen kalau author lama update-nya. Karena alasan satu dan lain hal makanya peng-update-nya lama.

Sebelumnya :  [chapter 1] [chapter 2] [chapter 3] [chapter 4]

...
Ketika seseorang melakukan kesalahan. Berusahalah untuk memaafkan walau kesalahannya berat dan sulit dilupakan.
Masa lalu biarlah berlalu. Suatu kesalahan yang pernah terjadi sebaiknya dilupakan dan perbaiki diri agar menjadi labih baik.
...
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*



Chapter 5 : Sorry

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*
...

“Nalu...~!” Suara lembut bergema di telinga Naruto samar. Ingin sekali dia sahuti orang yang sudah memanggilnya, tetapi ia tak bisa. Rasanya sulit sekali bahkan sekedar erangan tak sanggup dilakukannya. Matanya juga seakan telah di lem dengan lem super kuat hingga membuka pun tak bisa dilakukannya.

“Nalu...~!” Sekali lagi suara panggilan itu terdengar dan kali ini lebih jelas. Cahaya putih seketika menyilaukan matanya.

“Nalu-chan...!” Panggilan itu terdengar lagi.

Suara itu berasal dari seorang gadis kecil. Gadis kecil dengan rambut indigo dengan model rambut bob pendek dan wajah khas anak kecil yang imut itu terlihat khawatir mendapati Naruto yang sedang tertidur di bawah pohon dekat taman play group mereka.

“Nalu-chan...!” Sekali lagi dia panggil karena tak ada jawaban dari Naruto. Nampaknya Naruto sangat menikmati tidur siangnya itu.

“Doooorrr....!” Teriak tiba-tiba Naruto dan membuat gadis cilik itu terperanjat kaget dan tersentak ke belakang.

“Hahahaha....! Hina-chan lucu cekali. “Hahaha...!” sekali lagi Naruto tertawa melihat Hinata kaget. Wajahnya semakin imut dengan ekpresi itu.

Hinata menggembungkan pipinya, kesal karena Naruto mengerjainya. Padahal dia sudah sangat khawatir pada laki-laki itu. “Ih... Nalu jahat sekali. Hina-kan kaget.

“Hehehe... Gomen Hina-chan. Aku tidak akan mengulangnya lagi.” cengir Naruto. Namun tak dihiraukan oleh Hinata malah gadis kecil itu membalikkan tubuhnya dan membelakangi Naruto kecil. “Ayolah Hina-chan. Aku minta maaf... aku menyecal Hina-chan. Yah..! yah...! yah..!” tambahnya dengan dengan mata berbinar penuh sesal seperti anak anjing yang meminta makanan pada majikannya.

“Hina─”

“Pfff... Hahaha.... Nalu-chan kenna. Hahaha...” tawa Hina kecil memotong ucapan Naruto. Ternyata dia hanya berpura-pura kesal pada Naruto dan berniat mengerjainya.

“Aaahhh... Hina-chan!” Kesal Naruto tahu bahwa dia hanya dikerjai oleh gadis kecil itu. Dia pun balas mengerjainya dengan menggelitik pinggangnya.

“Hahaha... Nalu belhenti.. Geli... Hahaha... Belhenti Nalu, ini geli cekali... Aku minta maaf... Nalu...~” tawa gadis kecil itu.

Tawa mereka pun bergema di taman itu. Menikmati kebersamaan yang biasa mereka lalui bersama angin sore yang berhembus menerpa mereka.
“Nalu... Nalu-chan janji yah kita akan cama-cama terus. Nalu tidak boleh pelgi ninggalin Hina!?”

“Yosh... Aku janji. Aku akan bersama Hina-chan terus. Hehehe...” balas Naruto dengan cengiran khasnya.

“Janji!?” Ucap gadis kecil itu seraya menjuurkan jari kelingkingnya.

“Janji.” Balas Naruto dan menjulurkan jari kelingkingnya juga seraya menyatukannya.


~*,*~

Genre : Romance, Hurt/Comfort & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING : AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
by
Mickey_Miki

~*,*~

Naruto terbangun dari tidurnya dengan perasaan aneh. Mimpi tadi terasa sangat nyata dan membuatnya kembali merindukan sosok gadis kecil itu. Gadis dengan senyum manis dan selalu menebarkan semangatnya.

Teringat kembali masa lalunya, dimana mereka pernah berjanji akan selalu bersama namun Naruto melanggarnya. Keesokan hari setelah perjanjian itu ternyata kedua orang tuanya harus pindah dan dia tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti mereka.

Dia sudah protes, bahkan sampai menangis meraung-raung agar dia tetap tinggal di sana namun kedua orang tuanya tetap tidak mengindahkan keinginannya itu. Dia tetap harus mengikuti mereka, karena dia masih kecil dan orang tuanya pun tak ingin menitipkannya pada tetangga atau keluarga mereka yang ada di sana, karena Naruto adalah anak satu-satunya dan sangat dicintai oleh kedua orang tuanya.

Akhirnya dengan terpaksa Naruto harus meninggalkan tempat itu, dimana kenangan bersama teman-teman. Pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan pada pada mereka, kecuali Sasuke. Hanya Sasuke yang tahu akan kepindahannya karena rumah mereka berseblahan. Dia lebih baik pergi tanpa mengucapkan salam perpisahan dari pada pergi dengan melihat teman-temannya menangis apalagi pada gadis kecil itu. Terasa sangat menyakitkan.

Dan sekarang rasa sesal itu semakin bertambah ketika dia tidak tahu bagaimana keadaan gadis kecil itu. Padahal dia sudah kembali ke sini, namun tak bertemu. Jujur saja ia rindu, ingin melihat kembali senyum kecilnya, meminta maaf, bahkan dia akan membayar semua waktu yang telah dia biarkan kosong karena kepergiannya.

Berkali-kali Naruto mencari gadis kecilnya namun sayang dia tak pernah ketemu. Gadis itu seolah telah ditelan bumi hingga sekarang pun Naruto tidak berhasil menemukannya. Ada rasa sesal yang timbul di hatinya karena kepergiannya tanpa mengucapkan salam perpisahan. Seharusnya dulu dia mengucapkan salam perpisahannya, agar dia tidak merasakan perasaan sesal seperti sekarang.

Yah.. penyesalan selalu datang di akhirkan?

Tapi ada satu gadis yang mirip dengan gadis itu. Memiliki sifat periang dan semangat yang sama dengan senyum yang selalu dia lukiskan di wajahnya. Yah, walau berbeda, setidaknya gadis itu selalu mengingatkan tentang gadis masa kecilnya. Gadis itu ialah Haruno Sakura. Gadis dengan pembawaan yang hangat. Mungkin itulah penyebab ia jadi menyukai gadis musim semi itu.

Ah, dia jadi teringat dengan gadis musim semi itu. Untung saja gadis itu berbeda dengan gadis-gadis lain di sekolahnya. Walau hampir semua murid mengucilkan dan mem-bully Hinata karena Sasuke, tetapi dia tidak ikut melakukannya. Padahal hampir semua orang tahu kalau dia itu menyukai Sasuke.

Hhh...~” Naruto menghela nafas. ‘Kenapa malah memikirkannya pagi-pagi sih? Buat mood jadi jelek saja’ cibir batinnya.

Naruto bangkit dari ranjangnya menuju kamar mandi. Dibasuh wajahnya yang lusuh akibat baru bangun tidur. Tatapannya beralih pada refleksi dirinya di cermin depannya. melihat tampilannya yang baru bangun tidur, dengan tubuh topless dan otot dada yang bidang juga perutnya yang sixpack ditambah mata sayu karena baru bangun juga tatanan rambut yang berantakan bahkan di sudut bibirnya masih ada bekas iler.

Jorok. Tetapi tetap terlihat keren. Mungkin jika gadis sekolahnya melihat tampilannya sekarang, mereka akan menjerit kegirangan. Naruto yang seperti itu terlihat keren bahkan terkesan seksi.

“Nalu... Nalu-chan janji yah kita akan cama-cama telus. Nalu tidak boleh pelgi ninggalin Hina!?”

Suara gadis kecil itu terngiang di telinganya. Teringat senyum yang bertengger di wajah imut gadis kecilnya. Tampak bahagia saat mengucapkan kalimat itu. Ingin sekali dia kembali pada masa itu, menggenggam tangan kecilnya dan tadak ingin melepasnya.

“Yosh... Aku janji. Aku akan belcama Hina-chan telus. Hehehe...”

Dan jawaban yang membuatnya merasa bersalah hingga sekarang kembali bergema di kepalanya. Entah kenapa akhir-akhir ini dia selalu teringat dengan gadis kecilnya dan membuat dia semakin rindu.

Dia gelengkan kepala kuat-kuat lalu membasuh kembali wajahnya. Dia tidak boleh seperti itu, memang dia rindu pada gadis kecilnya tetapi untuk sekarang dia harus buang jauh-jauh perasaan itu. Fokusnya sekarang adalah Hinata. Sampai gadis itu bebas dari pembulian, dia tidak boleh memalingkan wajahnya dari gadis itu. Nanti. Yah nanti jika urusannya pada Hinata telah selesai, dia akan kembali mencari gadis kecilnya dan menjelaskannya pada Hinata.

Mungkin gadis itu akan marah padanya, kecewa atau bahkan membencinya, tapi tak apa selama kehidupan gadis itu kembali normal dan tanpa pembulian, dia rela jadi tumbalnya. Dan selama sahabatnya kembali berkelakuan baik pada Hinata, dia tak apa.

Sebenarnya sampai sekarang pun Sasuke tak pernah memberitahunya alasan di balik pem-bully-an Hinata. Entah kenapa Sasuke menutupinya, seolah itu adalah rahasia yang tidak boleh diketahui oleh siapapun termaksud dirinya yang berstatus sebagai sahabatnya.

“Hhh, sudahlah. Memikirkan itu semua buat mood benar-benar tidak enak. Lagian juga kenapa kelakuan si Teme seperti itu, padahal dia adalah tipe orang yang paling tidak suka mengusik orang lain bahkan diusik juga, tapi kenapa malah mengganggu Hinata?”

Naruto kembali membasuh wajahnya. diliriknya jam yang bertengger di dinding kamarnya, 06.30 pm. “Gawat, kalau tidak cepat aku akan terlambat.” Sentaknya kemudian meraih handuk dan menuju bathup.

~*,*~

Hinata masih terdiam di depan pintu rumahnya. Bimbang dengan penampilannya sekarang. ibu dan kakaknya mengubah penampilannya, tidak ada lagi kaca mata bulat yang bertengger di wajahnya, rambutnya kini sudah tergerai indah dan bergelombang di bagian bawah karena keseringan di kepang. Yah, mereka menganggap gara-gara penampilan Hinata yang seperti itu, ia sering di-bully. Namun walau mereka tahu Hinata sering di-bully di sekolahnya, tetapi untuk kasus percobaan pemerkosaannya, Hinata tak memberitahukan keluarganya karena ia tidak ingin mereka cemas. Benar-benar gadis yang baik sekali.

Dulu Hinata pernah mengalami kasus seperti itu ketika masih Junior High School. Saat itu ia telat pulang karena kerja kelompok. Matahari sudah tenggelam ketika mereka menyudahi kerja kelompoknya dan karena ingin secepatnya pulang Hinata mengambil jalan lain yang dikiranya adalah jalan pintas menuju rumahnya. Namun di tengah jalan ia dihadang oleh seorang pria. Pria gembul dengan brewok yang menghiasi wajahnya. Menakutkan menurut Hinata. Pria itu juga tengah mabuk. Hinata yang ketakutan kemudian berusaha menghindari pria itu. Berlari untuk menyelamatkan dirinya namun sayang walau Hinata sudah mengeluarkan seluruh tenaganya untuk berlari dia tetap terkejar hingga dia disudutkan di ujung gang sempit. Untunglah saat itu ada polisi yang sedang patroli dan ia dapat diselamatkan.

Hinata terus saja terdiam di depan rumahnya, ingin beranjak namun ia tak bisa melakukannya. Bukan karena ia malas atau masih ragu, akan tetapi ia sedang menunggu seseorang. Orang yang selalu menolongnya dan juga orang yang amat sangat ia cintai. Naruto⎯kekasihnya itu sudah berjanji akan menjemputnya hari ini.

Awalnya Hinata menolak, karena ia tidak terbiasa dijemput dan diantar kesekolah, apalagi yang akan menjemputnya adalah salah seorang pangeran sekolahya. Ia tak mau saja jadi bahan perhatian di sekolahnya, apalagi selama ini ia adalah gadis yang sering di-bully oleh siswa-siswi di sekolahnya. Apa yang akan dikatakan oleh mereka nanti kalau melihatnya ke sekolah bersama dengan Naruto?
“Hhhh” Hinata menghela nafas memikirkan itu semua sudah membuatnya lelah.

Hinata melihat jam tangannya. Sudah lima belas menit ia menunggu Naruto, namun pemuda blonde itu belum menampakkan batang hidungnya. Diliriknya jam di pergelangan tangannya, jarum jam sudah menunjukkan 06.45 sebentar lagi sekolah akan dimulai dan pintu gerbang akan segera ditutup.

“Hinata, kenapa kau belum berangkat sekolah?” Hinata mengalihkan perhatiannya pada orang yang menegurnya “Neji-nii... aku sedang menunggu Naruto-kun. Katanya hari ini dia akan menjemputku.”

kakak Hinata yang ingin berangkat ke kampus berhenti di depan pintu ketika melihat Hinata belum juga berangkat sekolah. “Naruto? Laki-laki yang membawamu kemari itu?”

Hinata mengangguk.

“Baiklah, kalau begitu nii-san berangkat duluan...!” Ujar Neji seraya meninggalkan rumahnya.

“Haik”

...

Tin.... tin... tin...

Seorang pemuda blonde turun dari mobil ferrari kuningnya menghampiri seorang gadis yang sudah menunggunya. Tanpa membuang waktu Hinata menghampiri pemuda itu.

“Naruto-kun kenapa lama sekali?” Tanya Hinata sedikit kesal.

Gomenne! Aku baru datang. Kau pasti sudah menungguku dari tadi yah? Hehehehe....” Jawab Naruto sambil menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. “Silahkan hime!” Ucapnya lagi seraya membukakan pintu dari mobil.

Hinata yang diperlakukan seperti itu hanya bisa ber-blushing ria, belum lagi panggilan baru yang sebutkan Naruto untuknya, “a... arigato Naruto-kun.” Jawab Hinata malu.

“Ngomong-ngomong, Naruto-kun kenapa baru datang sekarang?” jawab Hinata sambil memasang salbelt-nya.

“Hehehe... gomen... gomen... Aku tadi terlambat bangun.” Jawab Naruto sambil menggaruk tengkuknya, tak lupa pula dengan cengirannya.

Hhhh” Hinata menghembuskan nafas, kekasihnya ini memang tak bisa menghilangkan kebiasaan buruknya. Walaupun sudah beberapa kali Hinata menegurnya, Naruto seakan menganggapnya angin lalu. Sepertinya kebiasaan telat bangunnya itu sudah mendarah daging di tubuhnya.

“Naruto-kun sebentar lagi kita akan terlambat, kita harus bergegas.” Ucap Hinata lembut tak lupa dengan warna merah di kedua pipinya. Ini kali pertamanya ia dan Naruto berangkat ke sekolah, walau tak ada yang mengetahui perihal hubungan dirinya dengan Naruto.

As u wish, hime” ucap Naruto sambil memasang saltbelt⎯nya. “Kita akan sampai 15 menit lagi. Kuharap kau tak mabuk hime.”

Naruto kemudian menjalankan mobilnya, tanpa mendengar jawaban Hinata. Alhasil Hinata sebagai penumpang Naruto hanya bisa menutup mata sambil berdoa untuk keselamatan mereka. Yah. Salahnya sendiri yang menyuruh Naruto untuk bergegas, mau protes pun pasti tak akan didengarkan oleh Naruto, karena suara kecil nan lembtnya itu pasti tidak akan didengar oleh Naruto yang sedang focus dalam menyetir.
...

15 menit kemudian Mobil ferrari Naruto sampai di sekolah dan diparkirkan ke halaman parkir Konoha Gakuen. Sang pengendara kemudian turun dari mobilnya yang diikuti oleh seorang gadis cantik yang sebelumnya sudah dibukakan pintu.

Hinata. Gadis yang menurut mereka belum pernah mereka temui sebelumnya, berjalan beriringan dengan Naruto dengan pelan namun terlihat sangat anggun. Seolah gadis itu adalah seorang tuan putri dan Naruto adalah seorang pangeran. Mereka berjalan layaknya tengah berjalan di atas altar, tak henti-hentinya mereka mendapat tatapan kagum. Hinata yang cantik nan anggun dan Naruto yang tampan juga keren, mereka tampak sangat serasi.

Sepanjang perjalanan tangan Naruto terus saja menggenggam tangan Hinata, seolah Hinata adalah seorang gadis kecil yang akan hilang jika tangan kekar itu terlepas.

Hinata yang mendapat perlakuan seperti itu dari Naruto, hanya bisa tersipu malu. Ia tak pernah menyangka Naruto memperlakukannya seperti seorang putri. Padahal itu semua hanya ada dalam angan-angannya saja, tetapi sekarang malah jadi kenyataan.

Bukannya hilang rona merah di pipinya, malah semakin bertambah. Yah, tentu saja, walaupun dulu sewaktu SMP sering jadi bahan perhatian, namun─ entahlah─ kali ini berbeda, mungkin karena tatapan itu berasal dari sebagian murid yang pernah mem-bully-nya. Biasanya ia hanya akan mendapat tatapan jijik atau pun cemooh, tak jarang pula ia akan dilempari sesuatu jika jalan di hadapan mereka.

Entah apa yang akan mereka katakan nanti jika mengetahui orang yang mereka kagumi itu sebenarnya adalah Hinata. Apa mereka masih akan mengaguminya? Atau mereka akan kembali mencela dirinya, menghina, atau mungkin mem-bully-nya lagi?

Hah memikirkan itu membuat Hinata kambali merasa cemas. Bisakah dirinya kembali menjadi seorang siswi sekolah normal seperti dulu sebelum insiden itu? Walau pun hanya sehari, ia ingin merasakan lagi menjadi seorang siswi normal, tanpa ada bully atau Uchiha sang perusak hidupnya.

“Hinata kau baik-baik saja?” Tanya Naruto⎯ pemuda yang berjalan di sampingnya khawatir.

Hinata menggeleng cepat, tak mau membuat Naruto lebih khawatir. “Iya Naruto-kun. Aku baik-baik saja kok.” Jawabnya dengan senyum. Senyum yang bagi Naruto adalah salah satu dari keajaiban dunia yang harus dijaga.

Naruto mengeratkan genggaman tangannya. Ia tahu Hinata tidak sedang baik-baik saja, ia tahu Hinata sedang memikirkan sesuatu. “Aku akan selalu berada di sampingmu... Jadi jangan khawatir!” Ucap Naruto lembut seraya menyunggingkan senyum pada Hinata.

Naruto tahu apa yang dipikirkan Hinata, karena dari raut wajah Hinata sudah mencerminkan apa yang disembunyikannya.

“Arigato, Naruto-kun.” Ucapnya pelan, namun masih bisa ditengkap oleh indera pendengar Naruto.

Naruto tersenyum lembut pada Hinata. senyum yang hanya diberikan untuknya dan juga orang tuanya tentu saja.


~*,*~


Hinata, sepulang sekolah sebentar tunggu aku di belakang sekolah. Ada yang ingin kuberikan untukmu. Jangan tanya kenapa aku tidak memberimu dari kemarin-kemarin atau tadi! Karena ini adalah sebuah kejutan.

Ingat!
Jangan pulang sebelum aku datang. Oke!
U. N.


Hinata sudah beberapa kali membaca pesan singkat yang dikirimkan Naruto untuknya beberapa jam yang lalu sebelum pulang sekolah. Walau pun sudah lebih dari lima kali membaca, ia tak juga bosan.
Lucu sekali, pikir Hinata. di jaman modern ini, Naruto masih saja mengirimkan surat untuknya. Padahal Naruto sudah memiliki nomor ponselnya.

Sekarang ia tengah berada di belakang sekolah tempat mereka janjian. Ia penasaran sebenarnya kejutan apa yang disiapkan Naruto untuknya. Walau pun mereka sudah menjalin hubungan lebih dari tiga bulan, ini adalah kali pertama mereka janjian untuk bertemu. Mereka memang belum pernah berkencan sebelumnya, kalau jalan berdua hanya sekali itu pun hanya untuk pergi belanja buku, selebihnya mereka hanya telponan atau pun sms-an untuk melepas rindu. Kasihan sekali mereka.

~*,*~

Sakura sedang berjalan-jalan sendiri di belakang sekolah melihat orang yang dia sukai berjalan sendiri. Awalnya ia ingin menyapa, namun ia urungkan karena melihatnya tengah mendekati seorang gadis. Gadis yang selalu dibully oleh laki-laki itu. Hyuga Hinata.

“Hinata!”

Hinata bergeming, saat menyadari seorang laki-laki melangkah ke arahnya bukanlah Naruto. Pandangan gadis itu terus menatapnya was-was, ingin berlari menjauh namun tak bisa ia lakukan. Ia sudah janjian dengan Naruto untuk bertemu di tempat itu. Ia tidak ingin membuat Naruto kecewa karena sudah membatalkan janji mereka. Hinata kembali dikejutkan, saat laki-laki itu semakin mendekat dan tiba-tiba merengkuh kedua pundaknya.

“Ada yang ingin kuberitahu padamu.” Ucap tegas, mata laki-laki itu seolah tak ingin ada penolakan dari dirinya.

“Uchiha-san!” gumam Hinata diselingi rasa takut.

Hinata menunduk, takut melihat kedua mata Sasuke yang seakan-akan ingin memakannya hidup-hidup, ia meremas kedua tangannya sebagai penyalur rasa takutnya pada pemuda itu. “A... Apa yang ingin kau sampaikan Uchiha-san?” Tanya Hinata dengan perasaan takut. Tubuhnya gemetar, mungkin karena trauma pada laki-laki itu.

“Tolong jangan panggil aku dengan nama keluargaku! Aku punya nama. Panggil aku sasuke! Dan tolong berhentilah menunduk. Bukankah kau berasal dari keluarga Hyuga dan setahuku Hyuga itu adalah keluarga terhormat dan tak pernah menunduk saat berbicara pada seseorang. Lagi pula kukira kau sudah diajar tentang tata krama. Tidak sopan jika kau tidak menatap lawan bicaramu saat berbicara. Satu lagi, aku tidak akan berbuat sesuatu padamu. Aku hanya ingin berbicara padamu.” jelas Sasuke seraya menatap Hinata dengan lembut.

Hinata mendongak menatap mata Sasuke. Ia takut dengan pemuda itu. Walaupun pemuda itu sudah berubah, namun Hinata masih takut padanya.

“Aku minta maaf Hinata! Selama ini aku sudah sangat jahat padamu, gara-gara aku kau jadi bahan bully di sekolah ini, gara-gara aku, kau sering meneteskan air mata, kau sering sekali disiksa. Aku tahu, bukan hanya fisikmu yang sakit, tetapi juga hatimu pasti sakit. Aku tahu, kau pasti sangat membenciku, itu wajar.. Aku sangat jahat padamu.” Ucap Sasuke panjang lebar.

Hinata tercengang, baru kali ini ia mendengar Sasuke berbicara sepanjang itu. Sepenting itukah jawabannya bagi Uchiha itu, sehingga pemuda itu bisa melontarkan kalimat panjang padanya atau itu semua hanya candaannya saja dan setelah mendapatkan maafnya, laki-laki itu akan melakukan bully lagi padanya.

Hinata menggelengkan kepalanya. Ia tak mau berfikir negatif pada pemuda di depannya itu, mungkin saja pemuda itu tulus meminta maaf padanya. Lagi pula waktu itu, ia juga diselamatkan olehnya.

Perasaan bimbang menggerogoti Hinata, ia tak tahu apa yang harus dilakukannya. Memaafkan ataukah menjadi seorang wanita jahat, membalas apa yang pernah dilakukan pemuda itu padanya, memakinyakah atau menamparnya? Astaga sebingung itukah dirinya hanya untuk memaafkan?

Hinata menghembuskan nafas. Menatap kedua onyx pemuda itu, memberinya senyuman yang pernah membuat Naruto terpukau padanya.

“Aku sudah memaafkanmu Sasuke-san.” Ucap Hinata tulus. Ia tahu dibutuhkan suatu keberanian yang besar untuk meminta maaf, apalagi mengingat Sasuke berasal dari keluarga Uchiha yang memiliki harga diri yang sangat besar⎯ ego Uchiha yang besar.

Sasuke membulatkan matanya. Terkejut. tentu saja, ia pikir Hinata akan membalasnya, memberinya kata-kata pedas⎯caci maki atau bahkan sebuah tamparan. “Hi... Hinata, kenapa?” lirih Sasuke.

“A.. Apa sasuke-san lebih suka bila tidak dimaafkan?” Tanya Hinata lembut menatap laki-laki di depannya.

Sasuke menggelengkan kepalanya. “Kenapa kau memaafkanku semudah itu Hinata?” menatap intens pada kedua manic lavender Hinata.

“Aku tidak ingin dibenci oleh orang lain, jadi aku tidak suka memendam kebencian kepada orang lain. Aku hanya ingin berteman, aku tidak ingin mencari musuh. Kejadian yang lalu biarlah berlalu, aku tidak ingin mengingat kembali kenangan buruk itu lagi, karena hanya akan membuatku kembali bersedih. Kalau memang Sasuke-san sudah menyesal, Sasuke-san harus berubah jadi lebih baik.” Hinata mengakhiri kalimatnya dengan senyum tulus.

Tak ada jawaban dari Sasuke dan Hinata hanya menunduk, tak bisa menatap Sasuke lebih lama. Entahlah. Mata itu terlalu mengerikan bagi Hinata. Ia seolah tertarik oleh mata kelam itu dan ia bisa merasakan berada di belahan bumi bagian kutub. Dingin hingga menembus tulang dan membuat nyeri di seluruh tubuh.

Hinata teringat masa kecilnya bersama dengan sahat-sahabatnya termaksud salah satunya adalah Sasuke. mata laki-laki itu tak pernah menunjukkan dingin. dulu pancaran mata itu begitu hangat hingga membuat dirinya begitu tenang dan hangat bila bersamanya.

Selang beberapa lama, mereka hanya terdiam masih dalam posisi seperti itu. Mereka sibuk dengan pikiran masing-masing.

Hinata ingin sekali mengetahui apa yang menyebabkan Sasuke sampai berbuat seperti itu padanya. Ia ingin menanyakannya, namun banyak keraguan yang terselubung dalam dirinya. Bukankah tadi dia sendiri yang mangatakan untuk melupakan kejadian masa lalu itu? Masa ia harus menjilat ludahnya sendiri? Tidak mungkinkan? Tapi kalau ia tak bertanya, rasa penasaran itu akan semakin kuat mengikatnya.

Astaga.

Kenapa ia jadi bingung sendiri?

Apa yang hurus ia lakukan sekarang?

Haruskah ia bertanya atau memendamnya saja? Tetapi jika ia memendamnya, ia tak akan pernah tahu alasan Sasuke bisa berbuat seperti itu padanya. Mungkin saja di masa lalu dirinya pernah berbuat salah pada laki-laki itu tanpa sadar dan membuatnya sakit hati, lalu dilampiaskannya dengan menyiksa dirinya. Tapi bukankah ia selalu menghindarinya? Lalu alasannya apa?
Ah. Sudahlah. Dari pada penasaran, mending ditanya saja.

Selang berapa lama setelah mengumpulkan keberanian, Hinata jadi bingung sendiri untuk memulai dari mana bertanya. Haruskah ia basa-basi atau langsung to the point pada pertanyaannya itu. Tetapi sepertinya pilihan kedua lebih tepat, karena ia tahu laki-laki di depannya itu bukanlah orang yang suka berbasa-basi.

Oke. Hinata memantapkan tekadnya. Mendongak melihat pemuda uchiha di depannya. “A.. Anoo... Sasuke-san, aku ingin bertanya, bolehkah?” Tanya Hinata ragu-ragu tanpa melihat mata Sasuke. Ia melirik ke kanan-kiri guna mengurangi kegugupannya─ketakutannya.
“Apa itu?” Tanya Sasuke setelah terdiam beberapa detik. Bingung dengan perkataan tiba-tiba Hinata. dikiranya Hinata akan terus terdiam sama seperti dirinya.

“Bisakah Sasuke-san mengatakan kenapa Sasuke-san mem-bully⎯ku? A... Apakah aku punya salah Sasuke-san?”

“Apa kau tahu Hinata, hampir seluruh siswi bahkan gadis-gadis di luar sana selalu melihatku, mengagumiku, menjeritkan namaku, tapi kau malah mengabaikanku. Kau tak pernah melirikku sekali pun. Hanya kau yang melakukan itu padaku. Aku mem-bully⎯mu agar kau melihatku. Aku ingin kau juga melihatku, tetapi kau malah semakin menjauh. Aku sangat menyesal Hinata.”

Hinata memiringkan kepalanya tidak mengerti, “aku tidak mengerti”

Diraihnya sebelah tangan Hinata dan menggenggamnya. Dalam diam, situasi seperti ini membuat jantung Hinata sangat berdebar, bukan hanya karena kata-kata yang dilontarkan Sasuke, namun juga karena tindakannya itu. “Hinata. Aku menyukaimu.” Ucap Sasuke sambil memandang intens Hinata. Beberapa saat kemudian Hinata merasakan tubuhnya terdorong ke depan dan hangat. Sasuke mendekapnya erat.

Hinata bergeming. Seluruh tubuhnya seakan mati rasa. Lidahnya terasa kelu tak ada satu katapun yang bisa dilontarkan Hinata sebagai tanggapan. Ia tak mengerti dengan alasan yang menurutnya konyol tersebut. Mem-bully-nya hanya untuk mendapatkan perhatiannya.

Dia tak tahu ternyata di balik kejeniusan pemuda itu, terdapat sebuah kebodohan yang nyata. Tidak bisakah dia langsung menegurnya saja, menyapa, atau apalah untuk mencari perhatiannya, seperti pemuda yang ia cintai.

Oh Hinata jangan lupa, Harga diri Uchiha yang tingginya bahkan melebihi Gunung Everast.

Sekarang ia jadi bingung sendiri, tak tahu apa yang harus dilakukan. Ia tak menyangka Sasuke juga menyukainya.

Kalau Sasuke juga menyukainya, apa yang akan terjadi pada Naruto? Naruto adalah kekasihnya dan juga sahabat Sasuke. Apa yang harus dilakukannya sekarang?

“Maaf!” Satu kata itu akhirnya terucap setelah lama tersangkut di ujung lidahnya.

“Aku tahu kau akan menolakku... Tolong biarkan seperti ini dulu! Aku tahu kau menyukai Dobe. Aku hanya ingin kau tahu perasaanku.”

Hinata akhirnya hanya bisa pasrah dan tak melawan saat dipeluk oleh Sasuke. Ia tak merasakan lagi ketakutan pada Sasuke yang ada adalah rasa nyaman sebagai seorang teman. Tanpa sadar tangan Hinata terjulur dan membalas pelukan Sasuke.


~*,*~

Tak ada satu patah kata pun yang diucapkan oleh Sakura setelah melihat kejadian itu. Rupanya kejadian itu cukup membuatnya shock. Ia tetap bertahan dalam kesunyian semunya. Tak akan ada yang tahu, bahwa dibalik kebisuan itu, tersimpan pemberontakan yang teramat pedih dari hati.

Dia diam, namun hatinya meringis sakit. Bahkan air matanya kini sudah mengalir.

Isakan pelan meluncur dari bibir merahnya, sama seperti saat dirinya melihat Sasuke yang marah saat di ruang UKS dulu atau bisa dikatakan cemburu. Yah hanya itu yang bisa ia lakukan.

Ingin sekali ia malampiaskan rasa kekesalannya itu pada Hinata. Tapi apa dengan begitu Sasuke akan meliriknya? Apa Sasuke akan menyukainya? Jawabannya tentu saja tidak mungkin. Pria es seperti dirinya, tak mungkin melirik Sakura yang cengeng dan lemah. Pria seperti Sasuke pasti menyukai gadis yang tangguh, tidak cengeng seperti dirinya.

Tak kuat melihat Sasuke seperti itu, ia kemudian berlari. Berlari tanpa tahu apa yang sebenarnya terjadi. Berlari dan terus berlari menjauhi masalahnya dan tak mau mencari jalan penyelesaiannya.
...
...
...
TBC
...
...

Guest & Guest yang lain: tenang saja cerita Sakura bakalan ada di chapter bonus. Wah sebenarnya saya tidak tahu gimana cara pemasangannya dengan tanda ([-]), saya masih baru jadi belum tahu soal itu selain publish. Hehehehe... Gomen ne.
Mey-shy : nah pertanyaan kamu sudah terjawabkan. Hehehe...
Firdaus minato : gak bakalan ada lemon-nya, fict ini aslinya bergenre friendship cuman saya selip-selipkan roman-nya dikit.
Namikaze Hamura : gak tahu juga, tergantung ide yang bisa muncul di kepalaku.

Next............ Chapter 6
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com