Sebelumnya : Chapter 1
Pair: Sarada, Sasuke dan Sakura
Rate: T
Genre: Family & General
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, OC, miss Ty bertebaran, alur GaJe, dll
(masih perlu banyak belajar)
Story by Mickey miki
Rate: T
Genre: Family & General
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, OC, miss Ty bertebaran, alur GaJe, dll
(masih perlu banyak belajar)
Story by Mickey miki
________________________________________
Sarada adalah seorang anak yang tumbuh tanpa didampingi oleh sang ayah. Walaupun ia bahagia bersama dengan ibunya, namun ia masih merasa kurang. Kebahagiaan yang ia rasakan tidaklah cukup hanya bersama dengan sang ibu. Sarada ingin merasakannya juga dengan ayahnya. Sarada memiliki rencana untuk menyatukan kembali kedua orang tuanya dalam waktu seminggu. Ia berbohong kepada ibunya agar ia dapat menjalankan rencananya. Akankah semua rencananya berhasil?
.
.
.
.
HAPPY FOR ENDING
~happy reading~
.
.
.
.
.
Kebahagiaan akan terasa saat kita merasakannya bersama. Bersama dengan ayah dan ibu.
::
::
::
::
::
::
Chapter 2 : Siapa AyahkuKrieeet....!
Pintu kamar berbahan kayu jati coklat tua dengan ukiran-ukiran unik di tiap pinggirnya itu berdecit, manandakan bahwa seseorang telah membukanya. Perlahan pintu itu terbuka dan menampakkankan seorang wanita dengan rambut berwarna senada dengan permen kapas yang sangat dikenalnya. Sakura─ibunya dengan perlahan memasuki kamarnya. Dengan wajah kebingungan wanita itu menghampirinya.
Sarada yang memang pada dasarnya belum siap dan masih dalam proses mengumpulkan nyawanya sendiri, terperanjat dan sedikit terlonjak ketika ibunya sudah memasuki kamarnya.
“Sarada-chan!” Langkah kaki Sakura semakin mendekat, tanpa mengetahui jantung orang yang ia panggil akan segera melompat keluar dari tubuh karena kedatangannya yang tiba-tiba.
Sarada masih terdiam sambil menatap Sakura linglung. Terlalu bingung dengan apa yang terjadi atau mungkin terlalu takut karena kedatangan ibunya yang menurutnya secara tiba-tiba dan tanpa ia sadari.
Rohnya seakan ingin berpisah dari tubuhnya. Ketika melihat Sakura yang semakin mendekat. Ia seolah belum bisa menafsirkan apa yang baru saja dia alami dan hanya terpaku pada langkah ibunya yang semakin mendekat.
Dari awal memang dia sendiri yang salah, tak menyadari Sakura. Terlalu keasikan membaca buku diary ibunya, sehingga tak mendengar langkah kaki yang mengarah kekamarnya, bahkan suara Sakura yang memanggil namanya tak ia dengarkan.
Keterkejutannya bertambah saat Sakura dengan langkah yang cepat dan buru-buru mendekatinya. Melihat itu, seolah ia telah ditampar dan kembali pada dunia nyata, reflex Sarada segera menyembunyikan buku diary itu di balik bantal yang berada dibelakang sandaran punggungya tanpa diketahui oleh sang ibu.
“Sarada!” Panggil Sakura lagi dengan nada heran dan bingung.
Sarada yang dipanggil hanya bisa memandangi ibunya takut-takut. “A.. Ya… A.. Ada apa oka-san?” Jawabnya gugup dengan diiringi degupan jantung yang berdetak cepat tak lupa juga dengan bulir-bulir keringat yang menghiasi wajahnya. Aneh. Ia merasa sangat aneh, perasaan takut ketahuan yang baru pertama kali ia rasakan. Sepertinya hari ini ia mendapat pengalaman pertama yang banyak.
“Kau kenapa, Nak? Kau terlihat pucat. Ada apa? Apa kau sakit? Apa kau salah makan tadi?” Sakura duduk di samping Sarada sambil memegang kening gadis itu, memeriksa suhu tubuh putrinya yang terlihat pucat dan penuh keringat. “Tidak ada apa-apa, tapi kenapa kau pucat, Sarada-chan?”
Tak mendapat jawaban Sakura mendekatkan wajahnya dengan wajah putrinya berharap bisa mendapatkan jawaban. Sakura sedikit memicingkan mata dan mengarahkan pada Sarada, “Kau tidak sedang menyembunyikan sesuatu, kan?” Tanya Sakura dengan penuh curiga.
Sarada terdiam tak tahu harus menjawab Sakura seperti apa. Dipandangi wajah ibunya yang menatapnya semakin curiga dengan keadaan diamnya itu. Ia seakan sedang menunggu eksekusinya, sorot mata Sakura layaknya seorang algojo yang siap memenggal kepalanya kapan saja.
Entah kenapa ibunya itu selalu tahu kalau dirinya tengah berbohong. Padahal hampir semua orang yang mengenalnya tak bisa mendeteksi saat dirinya tengah berbohong.
“O..oka-san, aku baik-baik saja. Aku hanya kepanasan. Ada apa memanggilku?” Berusaha mengindahkan perasaan gugupnya ia berbicara dengan nada yang sedatar mungkin, walaupun kalimat yang diucapkannya itu sudah sedari tadi tertahan di ujung lidahnya.
Sakura diam dan menatap anaknya masih curiga, dan beberapa detik kemudian tatapannya berubah. “Ah… Iya. Barang belanjaan Oka-san ada kurang. Tas kecil berwarna biru tua dengan motif kupu-kupu berwarna biru langit, tidak ada. Mungkin kau melupakannya di bagasi?” Ucapnya dengan nada yang terdengar sedih.
“Sepertinya tidak.” Jawab Sarada sedikit heran. Setahunya ia sudah memindahkan semua barang milik ibunya dan tak menyisakan apapun di bagasi.
“Apa kau sudah memeriksanya? Tas kecil itu isinya kalung oka-san. Padahal itu kalung yang Oka-san pesan khusus dari kota Iwa.”
Sarada menghela nafas, “Kalau begitu akan ku periksa lagi.” Ucapnya sambil bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kamar. Dalam hati Sarada bersyukur karena bisa terbebas dari pandangan intimidasi dari wanita yang sudah melahirkannya itu.
Sakura mengikuti Sarada di belakangnya. Dia melihat punggung anaknya yang sekarang telah berubah. Menjadi sosok yang lebih dewasa. Anaknya yang dulu masih kecil dan sering minta digendong, sekarang telah tumbuh besar. Anak kecil manja-nya sekarang menjadi remaja yang semakin dewasa. Waktu telah berjalan sangat jauh hingga membuat banyak perubahan, termasuk pada dia dan anaknya.
Sakura terus memperhatikan Sarada yang berjalan di depannya. Benaknya kembali pada masa lalu. Masa saat ia bersama pria yang ia cintai. Pria yang sampai sekarang masih menempati sebagian ruang kosong dalam hatinya. Pria yang menjadi ayah dari Sarada. Walau pernah disakiti, tapi hatinya tidak pernah bisa berubah untuk mencintai pria itu. Meski mungkin ia tak akan pernah lagi melihat bahkan memiliki pria itu.
FLASH BACK
“Baiklah anak-anak sekarang bapak akan membagi kelompok untuk tugas kelompok dan untuk satu kelompok terdiri dua orang. Yang pertama Kyosuke fujiwara dan Rin yakumo,.... kelompok selanjutnya adalah Sasuke Uciha dan Haruno Sakura. Tugas kalian adalah membuat laporan mengenai penyakit-penyakit radang perut dan tidak boleh ada yang sama. dan laporan ini kalian kumpul sebelum perayaan ulang tahun sekolah. Kalian mengerti?” Kata guru Kakashi sebelum meninggalkan kelas.
“YA....”
‘Astaga! Aku berkelompok dengan Sasuke. Berkelompok dengannya, hanya berdua. Kyaaaa....’ batin Sakura girang.
“Ano... Permisi! Sakura menghampiri Sasuke yang masih berada dalam kelas sambil membaca novelnya. “Aku akan sekelompok denganmu, jadi mohon bantuannya.” Lanjutnya formal. Sulit rasanya dia bisa berbicara normal dengan laki-laki itu. Laki-laki yang menjadi incaran seluruh gadis sekolahnya.
“Hn” Sasuke tak mengindahkan Sakura dan masih menatap novel di tangannya. Baginya lebih menarik novel itu dari pada gadis yang masih berdiri mematung itu.
“Kalau boleh tahu kapan kita akan melakukan penelitian itu?” Tanya Sakura masih dengan nada yang sopan. Ia sudah tak sabar ingin melakukan riset itu, karena dengan begitu ia bisa jalan berdua dengan Sasuke.
Sasuke sedikit melirik Sakura dari sudut matanya. Sedikit heran, karena gadis itu tak histeris seperti gadis-gadis lain bila berada di dekatnya. “Terserah kau saja!” Jawab Sasuke tak acuh. Ia hanya berharap semua itu bisa selesai dan tak perlu lagi bertemu dengan gadis merah muda yang tak dia tahu namanya itu. Dan melakukan hal merepotkan lagi dengan orang lain.
‘Hah’ Sakura menghela nafas, ‘untung kau laki-laki yang kusukai, kalau tidak, aku pasti akan menendangmu.’ Batinnya. Ia merasa sangat kecewa dengan jawaban Sasuke yang acuh tak acuh itu. Seharusnya ini bisa menjadi awal agar mereka dapat saling mengenal dan lebih dekat, tapi dia malah diacuhkan oleh laki-laki itu.
“Apa masih ada lagi yang ingin kau bicarakan?” tanpa menatap Sakura, Sasuke bertanya. seolah tahu apa yang dipikirkan gadis itu dan ia tak suka.
“Ah... tidak” Sanggahnya lantas menatap lantai. Ia jadi bingung dengan apa yang ingin dia sampaikan pada Sasuke setelah mendengar langsung cara bicara laki-laki itu.
“Kalau begitu kau boleh pergi.” Sakura lekas menatap Sasuke setelah mendengar perkataan Sasuke. “Baiklah.” Sahutnya lantas pergi meninggalkan laki-laki itu.
Sakura kembali ke bangkunya dengan perasaan yang kecewa, padahal ia ingin bisa berbicara lebih lama lagi pada lelaki itu. namun apa boleh dikata, sikap laki-laki itu terlalu dingin dan susah untuk ditembus olehnya. Laki-laki itu terlalu acuh untuk dijak bicara.
...
...
Beberapa hari telah berlalu sejak riset mereka dan waktu pengumpulan laporan semakin dekat. Hubungan Sasuke dan Sakura juga semakin dekat. Sasuke senang dengan Sakura, karena menurutnya Sakura tidak seperti gadis-gadis lain yang sering teriak-teriak kalau berada didekatnya. Ia sempat menyesal karena pernah curiga dengan gadis itu.
“Akhirnya selesai juga.” Desah Sakura, lantas melirik Sasuke sejenak. “Sasuke!?” panggilnya.
“Hn”
“Apa kita tidak akan seperti ini lagi setelah tugas ini kita kumpulkan?” Tanya Sakura. Ia berharap jawaban Sasuke tidak akan membuatnya kecewa. Ia masih ingin lebih lama lagi degan Sasuke agar ia bisa lebih mengenalnya. Tetapi, sepertinya itu adalah mimpi yang terlalu tinggi untuknya. Mana mungkin seorang Sasuke mau berteman dengan dia, gadis cerewet dengan jidat yang lebar.
“Apa maksudmu?” Tanya Sasuke bingung. Aneh rasanya jika seseorang bertanya seperti itu, seolah dia adalah makhluk yang harus dijauhi. Apa dirinya adalah seseorang yang terjangkit virus mematikan dan tidak ada seorang pun yang boleh berhubungan dengan dia? Ia jadi merasa jika gadis itu terpaksa bersama dia karena tugas dan nilai─ Yah walaupun awalnya memang begitu, tetapi lama-kelamaan ia malah merasa nyaman dengan gadis itu.
Sakura menatap Sasuke heran. “Tidak ada. Yah... Bukankah kau tidak suka bersosialisasi dengan kami?”
Sasuke sedikit kesal dengan jawaban gadis merah muda di sampingnya itu. Dia bukannya anti social dengan sengaja, seandainya gadis-gadis itu seperti Sakura dan tidak terlalu berlebihan menatapnya, dia juga akan dengan senang hati berteman dengan mereka. “Jadi itu yang kau pikirkan tentangku? Itu memang wajar. Tapi kau salah, Sakura. Jika mereka sepertimu, aku juga tidak akan seperti ini. Aku tidak suka kebisingan. Mereka itu sangat merepotkan. Kau tahu aku tidak suka saat para siswi sekolah kita ketika mereka meneriakkan namaku. Itu sangat menyebalkan. Telingaku sampai sakit mendengarnya.”
“Jadi, aku boleh menjadi temanmu? Dan kita masih bisa mengobrol seperti ini?” Sakura tak bisa menyembunyikan kegembiraannya setelah mendengar jawaban Sasuke. apalagi setelah anggukan singkat yang diterimanya. “Tapi─” Sasuke menatap Sakura heran. “Tapi, bukankah itu wajar, jika kita memiliki fans?” lanjutnya menatap Sasuke bingung.
“Tapi aku tidak suka.”
“Jadi kau lebih suka dijauhi dan dibenci?”
“Jika tidak ada lagi suara siswi-siswi itu yang meneriaki namaku dan tidak histeris bila berada di dekatku, aku lebih pilih itu.”
“Kau aneh.”
“Yah, seperti itulah. Selain itu, kaukan masih ada di sini. Bersamaku.”
“Aku? Kenapa harus aku?”
“Memang kau tidak menyukaiku?” Sakura cepat-cepat gelengkan kepala, “Aku tidak tahu. Apakah aku menyukaimu atau tidak. Kau terlalu sulit dijangkau, kau itu seolah membuat tembok untuk mencegah orang agar bisa dekat denganmu.”
“Jadi itu adalah tanggapanmu.” Jawab Sasuke menatap Sakura penuh arti. “Aku tidak bermaksud seperti itu.”
“Lalu?”
“Entahlah.”
Jawaban ambigu yang Sasuke lontarkan tidak membuat Sakura puas. Ia ingin bertanya lebih lanjut namun ia juga tidak bisa. Biarlah seperti itu saja. Sakura tidak ingin membuat awal yang baik ini menjadi berantakan karena rasa penasarannya.
FLASH BACK OFF
‘Hah...’ helaan nafas dari mulut Sakura tak digubris oleh Sarada. Sarada ingin segera menyelesaikan urusannya agar ia dapat kembali membaca buku diary itu. Ia tak mau membuang-buang waktu kalau harus meladeni ibunya lagi. Ia memang mengkhawatirkan ibunya, namun ia juga sangat penasaran dengan kelanjutan bukunya.
Selama perjalanan tak ada satupun dari mereka yang membuka mulut hingga mereka tiba di tempat tujuan mereka. Bagasi mobil tempat mobil Sakura disimpan.
Sarada membuka bagasi dan mencari-cari benda yang ibunya beli. Benda yang dibungkus dengan tas kecil itu ternyata terselip di sudut kanan bagasi dan tertutupi oleh Koran dalam bagasi. Sarada mengambil tas itu dan memberikannya pada Sakura.
“Sebetulnya benda ini apa dan untuk siapa sih oka-san?” Tanya Sarada sambil menyerahkan tas kecil itu pada ibunya.
“Kalung kembar untuk teman lama oka-san.” Jawabnya singkat.
Tanpa menanggapi lebih lanjut perkataan ibunya, dia membereskan dan menutup pintu bagasi mobil. Sarada menghela nafas, menumpahkan semua kerisauannya pada hembusan nafasnya. ‘semoga Oka-san melupakan yang tadi!’ doanya dalam hati. Ia kemudian berlalu dan masuk menyusul ibunya, kembali ke dalam rumah. Melihat ibunya yang sudah berbelok di dapur untuk menyiapkan makan malam. Sarada segera berlari ke arah tangga dan menuju kamarnya.
Sarada kembali ke posisi semula setelah mengunci pintu kamarnya. Jaga-jaga untuk hal yang tak diinginkannya terjadi lagi. Dia kemudian memposisikan tubuhnya agar lebih nyaman untuk melanjutkan bacaannya yang sempat terhenti. Mengambil buku itu di balik bantal dan mulai membacanya dengan menggunakan sebelah tangan, karena sebelahnya lagi digunakan untuk ngemil.
KONOHA, 1 Juni xxxx
Diary!
Tahu tidak, aku diajak dia jalan-jalan loh. Padahal dia belum pernah mengajak seorang gadis jalan-jalan sebelumnya. Dia bilang aku yang pertama diajaknya jalan. Yah walaupun ini karena tugas, tapi aku tetap senang. Aduh… kok aku tambah Pe De yah… hehehe…. Jadi malu. Doakan aku yah diary semoga kami bisa lebih dekta lagi.
Tahu tidak, aku diajak dia jalan-jalan loh. Padahal dia belum pernah mengajak seorang gadis jalan-jalan sebelumnya. Dia bilang aku yang pertama diajaknya jalan. Yah walaupun ini karena tugas, tapi aku tetap senang. Aduh… kok aku tambah Pe De yah… hehehe…. Jadi malu. Doakan aku yah diary semoga kami bisa lebih dekta lagi.
Senyum Sarada semakin lebar ketika membaca diary Sakura. Ternyata sifat ibunya tidak berubah dari saat dia gadis sampai sekarang menjadi seorang ibu, dia masih penuh dengan semangat. Walaupun semangatnya yang dulu dengan sekarang beda. Dulu ibunya semangat dalam menggapai cintanya, sedang sekarang semangat dalam memarahinya dan memberinya hukuman.
“hah…” Sarada menghela nafas, “Siapa ayahku sih sebenarnya?” tanyanya pada dirinya sendiri. Membuka kembali halaman berikutnya.
KONOHA, 30 Juni xxxx
Diary gak terasa yah, aku dan dia sekarang sudah jadi sahabat. Kemarin dia memintaku untuk menjadi sahabatnya. Hm… aku pikir dia akan menembakku, pas dia ajak aku jalan-jalan, ternyata dia memintaku untuk jadi sahabatnya. Hehehe… gak apa-apalah, toh banyak orang yang sudah mengalaminya, sahabat jadi cinta.
KONOHA, 1 Maret xxxx
Diary maaf yah aku baru ngabarin lagi setelah tiga tahun yang lalu. Aku terlalu sibuk dengan kuliahku sampai-sampai aku melupakanmu. Maaf yah…!. Oh ya, Aku sekarang kuliah di Universitas Konoha, jurusan kedokteran. Dan kau tak usah khawatir, hubunganku dengan Sasuke baik-baik saja, walaupun kami beda fakultas, tapi kami sering kok sms-an dan juga ketemuan. Yah, tapi hubungan sahabat masih menjadi status kami, aku gak tahu kapan status kami akan berubah, aku masih mengharapkan perubahan itu. Sahabat jadi cinta. Doakan saja aku yah…!
“jadi ayahku bernama Sasuke, tapi marganya apa? Nama Sasuke-kan banyak.”
KONOHA, 15 April xxxx
Diary hari ini aku mengenalkan Sasuke pada sahabat kecilku. Entah kenapa aku merasa bahwa Sasuke sepertinya menyukai sahabatku, itu terbukti dari sorot matanya saat dia memandang sahaabatku itu. Aku belum pernah menerima bahkan melihat sorot mata seperti itu sebelumnya. Sorot mata itu penuh dengan kelembutan dan kekaguman. Diary perasaanku tidak enak, aku takut aku tidak bisa seperti dulu lagi dengannya.
Timbul perasaan aneh, yang entah kenapa membuatnya tak suka. Dia seakan tidak suka ketika orang yang disukai ibunya seakan-akan menyukai sahabatnya orang yang ibunya percayai. Ientah mengapa ia sepertinya merasakan bagaimana perasaan ibunya saat itu. Digenggamnya dengan erat buku harian itu, sambil terus membacanya.
Tok… tok… tok…
Sarada terlonjak kaget ketika mendengar suara ketukan pintu kamarnya. Lagi-lagi dia terlalu fokus hingga tak sadar jika ada orang yang berjalan menuju kamarnya dan untungnya dia sudah mengunci kamar, jadi kejadian tadi tidak terulang lagi.
“Sarada-chan ayo makan malam dulu!” Ucap ibunya dari balik pintu kamar.
Sarada menutup bukunya, sejenak memejamkan mata menenangkan perasaan tak nyaman sekaligus rasa kekagetannya. Dia lalu menghela nafas dan menyimpan bukunya di tempat yang aman. “Haik oka-san, 5 menit lagi aku akan turun ke bawah. Oka-san duluan saja.” Setelahnya dia membereskan sisa-sisa makanan ngemilnya dan bergegas menuju ruang makan.
.
TBC
a/n : sampai di sini dulu. hehehe... Maaf masih mengenjel alain belum jelas alurnya.
Selanjutnya : Chapter 3
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
0 komentar:
Post a Comment