Fly with your imajination

Sunday, February 24, 2019

SLEEPING BEAUTY ORI - Gosip

CHAPTER LENGKAP

Chapter Sebelumnya Menyebalkan

Aku hanya mengedit berdasarkan tanda baca, kelengkapan huruf pada kata-katanya, juga tanda baca, dan bukan pada alur.

Jangan lupa votement ya guys 😁

***



***

Hanya berselang lima belas menit, aku menelusuri perusahaan tempat Sean bekerja dan selama itu pula sudah banyak gosip yang kudengar. Jangan berpikir aku adalah penguping atau orang kepo seperti pencari gosip, oke. Aku hanya tidak sengaja mendengarnya ketika melewati toilet, yah meskipun memang terlalu banyak mendengar sih.

Hahaha, baiklah, aku mengaku. Aku memang sudah mencuri dengar, tapi karena memang tidak sengaja dengar ketika lewat dan karena penasaran, aku mendengarnya lebih lama.

Dan di antara semua gosip itu hanya gosip tentang Sean, Tio dan Kayla yang menarik. Dugaan abal-ku memang tidak jauh meleset dari itu. Hahaha, sepertinya aku cocok menjadi detektif.

Seperti perkiraanku, Sean memang memiliki hubungan dengan Kayla, tapi itu dulu dan rupanya Tio juga menyukai Kayla (itu berdasarkan gosip yang kudengar dan biasanya gosip kebenarannya hanya lima puluh persen dari seratus persen, jadi kemungkinan salah juga sebanding). Mereka sudah menjadi sahabat sejak masa sekolah, lalu Sean dan Kiara memutuskan untuk bertunangan.

Sebenarnya tunangan yang dimaksud ini adalah karena perjodohan oleh keluarga mereka dan mereka tidak bisa menolak karena mereka dipaksa atau karena mereka saling suka. Entahlah, ada banyak gosip. Tetapi, intinya mereka memang sudah bertunangan.

Dan baru-baru ini, sebelum aku bertemu dengan Sean, mereka berdua memutuskan untuk berpisah.

Tidak ada yang tahu alasan pastinya mereka memutuskan hubungan. Ada yang bilang karena Kayla selingkuh dengan Tio (seperti dugaanku) ada juga yang bilang karena keluarga mereka sudah mendapatkan tujuan mereka hingga memutuskan perjodohan itu (yah, seperti perjodohan bisnis yang lain) dan bahkan ada lagi yang bilang kalau Kayla dan Sean memutuskan hubungan mereka karena mereka lebih cocok menjadi sahabat seperti dulu. Ah, entahlah. Tidak ada yang tahu kan dengan kebenarannya?

Jujur, aku penasaran meskipun tadi kukatakan jika aku tidak suka mengurusi drama orang lain, tapi rasa penasaran yang ada dalam diriku terus menggerogotiku hingga membuatku tidak tenang. Aku harus tahu dan aku ingin mencari tahu.

Tapi bagaimana caranya? Aku bahkan tidak bisa berbuat apa-apa untuk mencari tahu. Karyawan di sini tidak bisa diandalkan, mereka hanya tahu berdasarkan apa yang ingin mereka tahu, Kayla atau Tio juga tidak mungkin karena mereka hanya sesekali datang ke sini. Lagipula aku tidak bisa jauh-jauh dari Sean. Sean sudah seperti udaraku, makananku, energiku atau mungkin kehidupanku sendiri jadi tidak mungkin aku jauh darinya hanya untuk mengejar Tio atau Kiara. Satu-satunya cara adalah dari Sean, mencari tahu secara sembunyi-sembunyi atau langsung bertanya padanya.

Astaga, aku benar-benar sudah seperti pemburu gosip. Eh ralat, detektif juga suka cari berita, jadi bisa dibilang jika aku ini mirip detektif yang kepo.

"Apa yang kau lakukan? Melamun?"

Suara Sean masuk ke indra pendengarku ketika tidak sadar aku sudah ada di ruangannya.

Dia sedang duduk santai di sofa tanpa Kayla atau Tio. Raut sendunya yang tadi dia sembunyikan sudah tidak ada dan bisa dipastikan jika Sean yang serius sudah kembali.



Lalu kemana Kayla dan Tio? Apakah mereka sudah kembali? Kok cepat? Setahuku kalau ada teman bahkan sahabat yang berkunjung di kantor, mereka pasti akan lama, mengingat kebanyakan waktu dihabiskan untuk kerja. Dan kenapa aku malah memikirkan itu? Itu kan urusan mereka.

Aku menatap Sean lama, menimbang-nimbang apakah aku boleh bertanya tentang mereka atau tidak, tapi setelah lama berpikir kupituskan untuk tidak bertanya dan menyahuti pertanyaannya, "Tidak." tukasku. Namun ada rasa penasaran yang menganjal hati ketika mengingat pertanyaannya. Keningku menyerngit penasaran, "Memang ada roh yang bisa melamun?"

Dia menaikkan sebelah alisnya tanda heran, "Kau."

"Aku?"

Dia memutar matanya malas, "Hn,"

"Aku tidak merasa melamun."

"Tapi di jidatmu jelas-jelas ada tulisannya kalau kau sedang melamun. Bahkan semua hurufnya menggunakan huruf kapital."

"Ha?" tanpa mengatakan apapun lagi, buru-buru aku menuju kaca. Dan sebelum aku sampai di kaca, aku tersadar, "Sean kau benar-benar menyebalkan. Mana bisa dijidatku ada tulisan lagipula aku kan tidak punya bayangan. Kau membodohiku, yah?" sergahku dengan nada penuh emosi.

"Hahaha... Kau benar-benar lucu sekali."

Ish, pernahkah aku mengatainya dengan sebutan menyebalkan? Sepertinya selalu dan kali ini juga. Dia sangat menyebalkan. Aku heran, kemana perginya Sean dingin dan arogan juga tidak banyak bicara.

"Kau sudah gila yah? Tidak ada yang lucu di sini." comelku melihat tingkahnya yang mengerjaiku.

"Kau, tentu saja. Kau itu seperti badut, lucu sekali..." aku mulai marah sekarang. Sekali lagi dia mengataiku badut, maka benda-benda di sini akan melayang ke arahnya, "Dan jangan melayangkan apapun juga."



Aku mau menangis, menahan kekesalan itu rasanya tidak enak, seperti kepala digigit kutu, tapi tidak boleh digaruk. Tuhan, kenapa harus orang ini yang akan membantuku?

"Kembalikan Sean yang dulu!?" teriakku penuh kesal dan membuat dirinya semakin tertawa.

"Hei, aku masih Sean yang dulu." sahutnya santai.

"Tidak. Kau bukan Sean. Sean tidak aneh sepertimu."

"Hei, apa maksudmu?"

"Sean itu dingin, egois, arogan, tidak punya hati, jarang ketawa, pendiam, suka bergumam, tidak sepertimu..."

"Wow, jadi aku seburuk itu yah?"

"Iya."

"Tapi sayang, aku ini masih Sean yang sama. Sebenarnya inilah aku yang dulu. Seharusnya kau bersyukur aku memperlihatkan sifatku ini."

Yah seharusnya, tapi kalau seperti ini, aku tidak mau. Dia jadi suka menjadikanku lawakannya. Memang siapa yang suka dijadikan lawakan? Terlebih dia dulu kan sering kuganggu. Masa iya pem-bully di-bully. Jelek sekali kan?

"Lalu kenapa berubah?"

"Tak ada alasan." sahutnya cuek, tapi aku malah melihat kalau dia sedang menyembunyikan sesuatu. Kilat matanya berubah sendu, walau samar yang pastinya bisa kutahu.

"Kau tidak bisa membohongiku. Kau pikir aku ini siapa, heh? Kau tidak lupakan kehebatan mataku?"

Tiba-tiba dia mundur sambil menutupi dadanya, seperti perempuan yang ingin dimesumi oleh pria mesum. Astaga orang ini apa benar dia Sean?

"Sialan. Kau pikir aku ini perempuan mesum, hah?"

Sean mengangguk polos dengan wajah seperti kucing kebasahan dan tidak lama kemudian dia mengaduh karena beberapa benda (yang walaupun tidak menyakitinya tapi tetap terasa sakit) terlempar ke arahnya.



"Berhenti. Aria berhenti melempar barang-barang kearahku! Kau membuat ruanganku berantakan."

Aku tidak peduli. Walau ini terjadi karena keinginan tanpa sadarku, aku tidak ingin berhenti. Dia sudah membuatku marah dan cara meredamkannya adalah membuatku puas.

"Oke. Oke. Oke. Aku minta maaf, kau bukan gadis mesum." ucapnya sambil menutupi badannya dari seranganku.

Tiba-tiba seranganku berhenti sama seperti diriku yang tersentak karena ucapannya. Baru kali ini aku mendengarnya mengucapkan kata maaf, bahkan sampai menyerah seperti itu dan dia mengucapkannya padaku, roh yang sering membuatnya kesal. Sebenarnya apa yang sudah terjadi selama lima menit aku meninggalkannya?

"Sean, kau baik-baik saja kan? Kau berubah, kenapa? Apa karena Kiara dan Tio?"

Raut Sean berubah, tidak seceria tadi namun keningnya menyerngit menandakan jika dia bingung, "Ada apa dengan mereka?" tanyanya.

Dan kali ini, akulah yang jadi bingung. "Bukankah kau muram karena mereka berdua?"

"Kok bisa? Memang mereka sudah berbuat apa?"

Dia serius atau berpura-pura sih. Bukannya karena mereka dia selalu jadi muram. "Kayla dan Tio, mereka sepasang kekasih, kan?"

"Hm, lalu?"

"Bukankah kau itu mantan tunangannya?"

Sean mengangguk pelan dan singkat, "Lalu?"

"Apa maksudmu lalu? Bukankah karena mereka ada afair dibelakangmu, makanya pertunangan kalian jadi putus?"

Dia terkekeh pelan, "Dasar gosip. Aku tidak sangka ternyata kau suka dengar gosip juga?" sahutnya geleng-geleng kepala.

Tapi aku tidak merasa keberatan dengan kata-katanya, karena kenyataannya adalah aku memang mendengar gosip itu dan penasaran.

"Kenapa? Kenapa kau tidak marah? Kenapa kau selalu menyembunyikan kesedihanmu? Seharusnya mereka tahu, kalau kau juga manusia yang punya hati. Bukan manusia es yang dingin dan tak berperasaan."

"Tapi kau juga tadi bilang seperti itu."

"Jangan mengalihkan topik! Yang tadi tidak dihitung karena kau membuatku kesal."

Sean hanya mengangkat bahu cuek. "Tapi itu sama saja. Aku sudah dengar sendiri dari mulutmu."

Aku menghela nafas lelah, "Terserah kau sajalah. Tapi kenapa tidak marah mereka menghianatimu?"

"Tidak ada yang menghianati. Mereka memang sudah saling cinta dari dulu dan perjodohan itu hanya akal-akalan Kiara, supaya Tio bisa sadar dengan perasaannya ke Kayla. Lagipula mereka adalah sahabat dekatku, jadi wajar aku membantu mereka." sahutnya tanpa beban, seolah apa yang ia katakan memang kebenaran dan ia memang tidak memiliki perasaan apapun selain sayang kepada Kiara.

"Lalu kenapa wajahmu selalu muram kalau menyebut nama mereka? Dan waktu di rumah sakit juga, kau hampir bunuh diri karena orang yang kau sayang dan cintai menghianatimu. Bukankah itu mereka?" Selaku tanpa merasa jika apa yang kukatakan akan membuatnya kembali mengenang aibnya.

"Bukan mereka."

"Lalu?"

Sean terdiam, belum menjawab pertanyaanku entah apa yang sedang ia kenang saat ini hingga rautnya kembali berubah sendu dan itu karena diriku. Mulut yang tidak bisa direm. Hah. Beberapa detik kemudian ia menghela nafas panjang yang berat lalu menatapku.

"Maaf!" tuturku dengan penuh sesal, "A...aku tidak bermaksud menyinggung masa lalumu..."

"Bukan salahmu."

Tapi aku benar-benar merasa bersalah.

"Aria, apa kau tahu dimana rumah makan yang menyajikan makanan yang banyak mengandung tomat?"

Aku tahu Sean hanya ingin mengalihkan topik supaya aku tidak merasa bersalah. Tapi, aku tetap mengangguk.

Aku sangat tahu tempat yang Sean maksud. Dulu sewaktu rohku masih menempati ragaku, aku dan teman-teman suka jalan-jalan makan alias food hunter dan ada satu tempat makan sederhana yang banyak menyajikan makanan dengan bahan dasar tomat. Walau aneh namun enak. Kami memesan empat makanan yang berbeda, dua dengan bahan dasar tomat dan dua lainnya berbahan dasar lain namun tetap menggunakan pelengkap tomat dan kesemuanya sangat enak.

Pemilik rumah makan itu juga sangat baik dan benar-benar tampan bahkan Deasy rela sering mentraktir kami hanya demi agar kami menemaninya makan di sana dan melihat pemilik rumah makan itu. Namun, setelah tahu kalau pemiliknya sudah punya istri, dia berhenti dan mengurung diri di kamar selama seminggu hanya untuk menenangkan diri dari patah hatinya. Aku benar-benar rindu dengan masa itu.

"Ya, aku tahu. Kau ingin mencoba?" tanyaku antusias dan ia mengangguk.

"Kalau begitu antarkan aku sekarang, selagi masih jam istirahat siang." pintanya lalu membereskan barang-barangnya.

Tiba di luar, dia bercakap dengan sekertarisnya, jika tiga jam ke depan dia memiliki urusan dan semua jadwal pertemuannya hingga tiga jam ke depan dialihkan ke hari lain.

Lalu muncul pertanyaan dalam kepalaku, memang seberapa banyak makanan yang akan dia pesan hingga membutuhkan waktu selama itu untuk makan siang?

Hanya berselang dua puluh menit kurang kami sampai dan sepanjang perjalanan, sebelum aku menuntunnya dia sudah jalan. Aku jadi merasa dipermainkan. Padahal dia juga tahu jalanannya tapi pura-pura tidak tahu.

"Kalau kau sudah tahu, kenapa pura-pura tidak tahu? Aku jadi merasa bodoh, tahu." sungut sambil bersedekap dada, menatapnya dengan sinis.

"Hn."

Ish benar-benar menjengkelkan. Aku jadi penasaran dengan Kiara dan Tio, bagaimana mereka menghadapi Sean yang berkelakuan menjengkelkan seperti ini? Sepertinya mereka sudah kebal.

Aku menggeleng pelan. Kasihan sekali mereka punya teman seperti Sean. Sudah aneh, menyebalkan pula.

"Ayo masuk." perintahnya dengan suara pelan yang hanya aku saja bisa dengar.

"Hn." gumamku sama seperti dirinya. Dia mendelik ke arahku namun tidak kupedulikan dan maju ke depan, mencari tempat duduk untuk kami. Yah, sekali-kali dia juga harus merasakan bagaimana perasaan lawan bicaranya kalau dia irit kata.

Kami duduk di bagian paling belakang dekat jendela. Jadi Sean tidak akan kepanasan.

Tidak lama kemudian, aku melihat pemiliknya datang. Sean tidak melihatnya karena duduk memunggungi pemilik rumah makan ini.

"Mau pesan ap- Sean?"

Sean yang dipanggil namanya tidak menyahut ataupun berbalik melihat si pemilik rumah makan, tatapannya malah terarah ke tempat lain. Tapi, anehnya tubuhnya langsung menegang, rautnya juga berubah, tapi tak bisa terbaca emosi yang sebenarnya. Ada banyak emosi yang tersimpan di matanya, campur aduk.

Aku melirik si pemilik rumah makan. Rautnya juga tidak seperti tadi. Di matanya aku melihat ada perasaan salah juga rindu dan- astaga. Jangan-jangan mereka...

Tidak mungkin.

Tapi-

Arrgghhh... Mereka... apakah mungkin kalau mereka adalah sepasang...

Gai?



Tbc.

A/N : Aku gak akan minta macam-macam, cuma vote ama comment nya. Gak susahkan?

 

Mickey139



Chapter Sebelumnya Kebenaran
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:
Comments
Comments

1 comment:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com