Fly with your imajination

Saturday, December 7, 2019

Jejak#3

 Sangat dianjurkan memberi saran dan kritik.

Terima kasih 😊.

SEBELUMNYA SELANJUTNYA


♡♡♡

BAGIAN 3 : TEMAN # PENGHIANAT


Menurut Janeta, kebetulan adalah jalinan takdir yang tersemat. Tersembunyi hingga tidak ditahu jika itu sebenarnya adalah takdir yang memiliki jalan menyamping yang kemudian akan kembali pada jalan yang berujung pada satu tujuan yang sama. Awalnya, Riza hanya terkekeh mendengar teori abal yang tiba-tiba saja tercetus itu. Tapi, ketika ia bertemu dengan laki-laki yang disukai oleh Janeta di toko buku langganannya hingga berakhir dengan jalan-jalan ke mal, Riza sepertinya harus mengakui itu. Apalagi ketika pembicaraan mereka selalu berakhir di satu titik yang sama. Janeta. Ternyata di balik ketenangan laki-laki itu di hadapan sabatnya, ia juga menaruh hati. Jadi, selama ini perasaan Janeta berbalas dan bukan hanya bertepuk sebelah tangan.

"Tapi, kenapa kamu gak coba dekatin?" Riza coba bertanya. Matanya sesekali melirik pada pernak-pernik yang ada di hadapan mereka.

"Karena aku malu." sahut Naufal seraya menggaruk belakang kepalanya. Laki-laki itu berhenti dari kegiatannya mencari lalu berpaling pada Riza di sampingnya. "Dia kayaknya gak suka laki-laki kayak aku."

Kening Riza tertaut mendengar penuturan Naufal. Beberapa detik kemudian ia terkekeh. Yang benar saja, alasan mereka berdua kompak sekali. Apa memang kalau dua hati sudah saling menemukan jalan, mereka selalu mencari alasan tuk tidak bertemu? Ck, Riza sepertinya harus menjadi cupid mereka berdua. Yah, hitung-hitung sebagai hadiah perpisahan untuk mereka berdua.

"Kenapa ketawa?" kening Naufal tertaut, heran. Tangannya bergerak untuk menyumpal mulut Riza yang tidak mau berhenti tertawa.

"Lucu kali." sahut Riza seraya menghindari tangan Naufal. "Coba pikir deh, kamu itu kayak gimana. Orang gak tahu malu, narsisnya kebangetan, dan pede luar biasa. Gimana bisa malu hanya karena satu orang cewek?"

"Eh geblek, mana bisa gak malu di depan gebetan? Kamu sih gak normal. Makanya sekali-kali rasain tuh rasa suka ke lain jenis, jangan cuma ke gambar aja. Otaku sih yah. Jadi, susah suka cowok tri di."

Riza memberenggut. Kata-kata Naufal sedikitnya menyentil perasaannya, namun tidak membuat dirinya tersinggung sama sekali. Mereka sudah terbiasa saling menyinggung dengan kata-kata.

"Haha, lihat siapa yang bicara?" Riza membalasnya dengan nada mengejek." Kayak kamu gak kecanduan aja dengan anime. Cospay, ngumpulin miniatur karakter anime, komik lebih banyak dari buku pelajaran. Itu sih namanya maniak. Jadi, yang gak normal siapa?"

Dan seperti kebiasaan mereka juga, ketika Riza membalas tak kalah menyinggung, Naufal hanya mendengus, kemudian tertawa yang diikuti oleh Riza. Mereka tertawa atas hal aneh yang mereka miliki sendiri.

♡♡♡

Siang ini langit tampak cerah dengan awan putih yang bergelantungan membentuk beraneka bentuk abstrak. Dan, meski cuacanya cerah, namun tidak begitu terik terasa, mungkin karena udara yang berhembus terasa menyejukkan. Apalagi di pinggir jalan banyak pohon-bohon yang ditumbuhkan.

Banyak orang yang berlalu lalang. Entah perorang, berpasangan, atau bergrup, dan Janeta hanya sendiri menyusuri pertokoan yang ada di sana. Tadi dia sudah menghubungi Riza. Tapi, cewek itu tidak bisa menemaninya karena ada urusan lain.

Awalnya, Janeta ingin membatalkan karena tidak ada yang menemaninya, ia juga malas jalan sendiri karena biasanya banyak cowok-cowok usil di jalan yang mengganggu dan tak ada Riza yang biasanya menangani mereka. Namun, mengingat benda yang ia inginkan banyak diminati orang, jadilah ia memberanikan diri untuk pergi sendiri. Lagipula, di rumah juga akan terasa membosankan karena tak ada yang menemani. Orangtuanya pergi kerja, dan pulang pun tak tahu kapan. Pembantu-pembantunya tidak ada yang bisa diajak bicara dan bercanda. Bahkan jika dirinya ingin membuat kue pasti dilarang oleh pembantunya. Alasan mereka adalah orang tua Janeta yang melarangnya. Ayah dan ibu Janeta tidak pernah setuju jika anaknya menjadi koki atau pembuat kue. Bisnis yang mereka bangun harus Janeta teruskan. Dan memasak sangat bertolak belakang. Mereka tidak ingin Janeta membuang-buang waktu untuk sesuatu seperti itu. Jadi, dari pada membusuk sendiri di kamar, lebih baik ia pergi saja membeli barang yang ia inginkan.

Namun, di tengah jalan langkah kaki Janeta terhenti karena melihat pemandangan di depannya. Riza yang katanya ada urusan ternyata malah jalan dengan Naufal, cowok yang ia suka. Mereka tertawa, saling bercanda dan membuat sesuatu dalam dirinya bergejolak. Jantungnya serasa diremas kuat oleh tangan tak kasat mata. Apalagi ketika Naufal menggandeng bahu Riza dengan begitu mesra di depan banyak orang. Rasanya dunia yang ia pijaki saat ini berputar ke arah sebaliknya. Matanya mulai berkabut dan sebentar lagi air matanya akan segera luruh,  namun Janeta menahannya. Ia tak ingin dianggap aneh pun dikasihani oleh orang-orang yang melihatnya.

Lalu sekarang ia harus apa? Jika tempatnya selalu mengadu justru menghianatinya?

"Penghianat!" Desisinya lalu berlari, menjauh dari sana dengan air mata yang terus mengalir.

Dia tidak tahu ternyata penghianatan dari orang yang ia percayai akan sangat menyakitkan. Seharusnya Riza mengaku saja, jika ia juga menyukai Naufal dan tidak main belakang seperti itu. Mereka bisa bersaing secara sehat dan... ia juga tidak akan merasakan sakit seperti itu apabila Naufal memilih Riza.

Satu hal yang ia yakini sekarang. Sahabat tidak selamanya berada di pihakmu. Suatu saat ia akan pergi. Entah karena penghianatannya atau karena kematiannya. Dan Riza sudah cukup membuatnya tak lagi mempercayai arti kata sahabat.

♡♡♡

Dari beranda kamar Janeta bisa tahu jika malam semakin menanjak dengan jutaan bintang yang menghias membentuk pola-pola abstrak yang menakjubkan sekaligus memanjakan mata. Beberapa jenis binatang malam saling sahut menyahut membentuk simfoni yang menjadi penggiring kesendirian. Harusnya itu adalah suasana yang cocok untuk menikmati malam, mencari ide, atau mengerjakan sesuatu yang menyenangkan. Namun tidak bagi Janeta. Ia hanya diam, merenung. Berusaha untuk melupakan semua kenangannya bersama Riza.

Usai menangis beberapa jam yang lalu, Janeta belum bisa bergerak menuju alam mimpi. Entah kenapa meski matanya sudah tak mampu terbuka, dirinya masih belum bisa terlelap. Pikirannya selalu tertuju pada kejadian tadi siang.

Udara dingin yang berhembus belum cukup untuk membuat tubuhnya bergerak masuk. Dia masih menikmati malam dengan pikirannya yang menerawang jauh. Bahkan ketika hari berganti pagi, Janeta tetap setia berada di beranda kamarnya. Tak tidur.

♡♡♡

Di kelas yang mulai ramai karena satu per satu mlurid sudah berdatangan, Riza malah berdiri di depan kelas seraya menunggu kedatangan sahabatnya. Janeta. Cewek itu entah kenapa tidak bisa dihubungi sejak kemarin, padahal ia punya kabar gembira yang ingin dia sampaikan. Bahkan sampai pada jam terakhir mata pelajaran Janeta tetap tidak menampakkan batang hidungnya. Riza benar-benar khawatir.

Ditemani Naufal Riza kemudian berangkat menuju kediaman Janeta. Namun, ketika tiba di sana, Riza tetap tak bisa menemukan Janeta. Pembantu yang bekerja di rumah Janeta juga tak tahu di mana keberadaan cewek itu. Mereka cuma bilang jika majikannya pergi sejak kemarin dan belum pulang hingga kini. Dan itu sudah cukup menambah kadar kekhawatiran Riza. Ia sangat takut pada keadaan sahabatnya itu. Belum pernah sekali pun Janeta tidak mengaktifkan ponselnya sampai selama ini.

"Masih gak bisa dihubungi?" Naufal di sampingnya ikut-ikutan khawatir pada keadaan Janeta. Dia sendiri tidak tahu apa yang terjadi pada Janeta. Riza juga belum memberitahunya.

"Belum, Kak. Aduh, aku khawatir banget ini. Dia ke mana sih?" Riza menyahut di sela-sela rasa paniknya.

"Tenang. Jangan panik dulu. Tidak ada masalah yang bisa diselesaikan dengan pikiran kacau." Nasehat Naufal.

Riza mengangguk, meski rasa khawatir tetap membayangi di kedua matanya.

"Kalau gitu, kita pulang dulu. Kita tunggu sampai besok."

Sekali lagi Riza mengangguk tanpa menyahutnya. Lalu mereka berbalik, pulang. Dengan motor matic Naufal, ia mengantar Riza sampai ke rumah.

Keesokan harinya, Riza kembali menunggu Janeta. Dan untungnya ia bisa bertemu dengan cewek itu, meski bertepatan dengan lima menit sebelum jam pelajaran pertama.

"Ta, kamu gak apa-apa?" Belum juga Janeta duduk, Riza sudah menyapanya dengan pertanyaan.

Janeta hanya melirik, tidak menjawab. Dia diam seperti robot hidup yang tidak diprogram untuk berbicara.

Beberapa menit kemudian, guru datang, membuat seisi kelas yang gaduh jadi hening.

"Ta, ih kok diam saja sih? Kamu sariawan yah? Atau sakit gigi?" Riza berbisik.

Sebenarnya pertanyaan itu hanya candaan untuk memancing senyum Janeta. Tetapi, bukannya senyum, Janeta malah menatapnya jengkel. Risih dan tak suka. Tidak seperti Janeta yang biasanya.

Kira-kira ada apa?

"Ta, kamu gak enak badan yah? Atau kamu mau aku antar ke UKS?" Riza kembali bertanya tidak memedulikan delikan tak suka dari sahabatnya.

"Bisa diam gak, Ca? Aku gak konsen nih?" Sentak Janeta tanpa melihat Riza.

Diberikan sentakan seperti itu, Riza bukannya diam justru semakin mengganggu Janeta. Sedangkan Janeta yang tak suka lebih memilih menghindar. Ia meminta pada guru untuk dipindah ke depan. Jauh dari jangkauan Riza.

♡♡♡

Biasanya ketika jam istirahat Janeta akan menyeret Riza untuk pergi makan bersama atau setidaknya pergi menemani dirinya untuk mengintip Naufal. Mengagumi diam-diam lelaki itu sambil membayangkan jika kelak mereka bisa bersama. Tetapi, tidak sekarang.

Tepat ketika bel istirahat berbunyi ia tak membiarkan Riza menyapa dirinya duluan. Secepat kilat ia bergegas keluar kelas dan mencari tempat untuk menyendiri sambil menikmati jam istirahat.

Ya.

Janeta tak sanggup untuk menatap lebih lama sahabatnya itu. Berinteraksi dengan Riza hanya akan mengingatkannya pada kejadian dua hari yang lalu. Dan itu akan membuatnya semakin sesak dan muak.

Bagaimana bisa ada orang yang tega menusuk sahabatnya dari belakang? Atau selama ini Riza tak menganggapnya sebagai sahabat? Dan mungkin saja ia malah menertawai dirinya karena mengagumi lelaki yang menyukainya.

Bodoh.

Jadi, selama ini ia sudah tertipu? Tampang baik belum tentu memiliki watak yang baik pula. Senyum yang ia pancarkan selama ini ternyata mengandung racun mematikan. Dan bodohnya dia, justru menerima racun itu dengan suka rela.

Tidak.

Kali ini, ia tak akan tertipu. Riza dan dirinya sudah berakhir. Tak ada lagi kata sahabat di antara mereka. Mulai saat ini tidak ada lagi Tata dan Caca. Hanya ada Janeta.

♡♡♡ 
Mickey139



SEBELUMNYA SELANJUTNYA

Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com