Fly with your imajination

Friday, May 7, 2021

FAKE N FATE : BAB EMPAT

 Silahkan di baca pelan-pelan ya guys...

SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA
...

BAB EMPAT : Ternyata Memang Begitu

Alena sedikit kecewa mendengar penjelasan itu, padahal Alena ingin sekali membantu, setidaknya ada yang bisa ia lakukan selama tinggal di sini. Tapi, sepertinya akan sulit, karena para pelayan menganggap dirinya penting seperti tamu keluarga Ronald yang lain.


Alena kemudian berbalik dan kembali ke ruang makan, menunggu hingga hidangan dihidangkan di atas meja.


Beberapa menit kemudian, tiga orang pelayan termasuk juru masak membawa makanan lalu menatanya di atas meja. Makanan itu sangat mengunggah selera, bau dan tampilannya membuat liur Alena semakin banyak, ingin tumpah dan ingin segera melelehkan makanan itu di dalam mulut. Dan Alena berharap para penghuni rumah segera datang.


"Cepat sekali kau ke mari." suara sarkas dari seseorang di belakangnya menarik dirinya kembali ke kenyataan. Ia adalah Derry, laki-laki yang tadi memperingatinya.


Alena tidak mengacuhkan laki-laki itu. Ia berpura-pura memperhatikan makanan yang mengunggah liurnya tersebut.


"Kau pasti senang bisa makan makanan seenak itu, makanya kau lebih duluan ke mari. Yah, tidak heran sih, kau kan lebih sering makan nasi kucing di pinggir jalan, dan makanan seperti itu terlalu mewah untuk tidak dihiraukan."


Dan Alena masih kukuh tak menghiraukan laki-laki itu. Terserah saja apa yang laki-laki itu katakan, tidak peduli meski kata-kata itu menyinggung, mencibir, atau menghina, Alena tidak akan menghiraukan. Toh, nanti Derry akan diam sendiri kalau sudah capek.


"Tapi, aku pastikan dalam waktu dekat kau tidak akan merasakan duduk di situ, kau akan keluar dari sini ...."


Alena malah bersyukur seandainya ia bisa keluar dari sini. Toh ia tidak terlalu mengharapkan ini semua. Ia juga tidak ingin dikatakan sebagai parasit.


"Kau mungkin berpikir om Dev tidak akan mengusirmu sampai ingatanmu kembali, tapi kau salah. Kalau om Dev sudah tahu bagaimana sifat aslimu, om Dev sendiri yang akan menendangmu dari sini."


Alena angkat bahu cuek. Melirik sekilas wajah kesal Derry yang tak dihiraukan olehnya. Lebih baik membayangkan bagaimana makanan itu meleleh di mulutnya daripada menanggapi ucapan Derry.


Sejenak Derry hentikan ucapannya, ia mendelik kesal pada Alena lalu mengambil tempat tidak jauh dari Alena.


"Kenapa tak menyahut?" tanyanya mencemooh, "Karena aku benar, iya kan? Selamanya parasit tidak akan berubah menjadi inang."


Kalimat itu sebenarnya menusuk hati Alena, tapi gadis itu tetap bertahan pada kediamannya. Ia akan menganggap semua kalimat yang keluar dari mulut laki-laki itu adalah sampah yang tidak pantas untuk didengarkan dan Alena tidak akan menggerakkan bibirnya untuk membalas. Percuma. Itu hanya akan membuatnya membuang-buang energi. Lebih baik menyimpan energi untuk mengunyah hidangan yang disajikan di hadapannya itu nanti.


Derry diam, tak bersuara lagi, rupanya ada Rien yang baru saja pulang dari kuliah. Wajahnya terlihat lelah, sepertinya kuliah menguras tenaga dan pikirannya.


Alena bersyukur dengan kehadiran Rien karena bisa membungkam mulut Derry.


"Malam, Alena." sapa Rien lalu menghempaskan tubuhnya di kursi tepat di samping Alena.


"Malam." Alena menyahut dengan kening bertaut, "Kau tidak mengganti bajumu dulu?" tanyanya.


"Perut minta diisi dulu, Alena. Cacing-cacing perutku sudah berorasi gara-gara belum diisi." Rien menyengir ketika menjelaskan. Lalu berpaling pada Derry yang tidak berminat pada pembicaraan mereka. "Malam, Derry." sapanya dengan senyum. Terlalu berbeda dengan sapaannya terhadap Alena yang menyiratkan banyak keluhan.


Derry menatapnya sekilas sebelum menyahut, "Malam." Dan sahutan itu sukses merubah raut Rien. Selalu saja Derry bersikap dingin terhadapnya. Antipati sekali, seperti dirinya adalah hal yang perlu laki-laki itu hindari. Entah apa yang sudah ia lakukan pada laki-laki itu.


Alena yang duduk tidak jauh dari mereka pun bisa merasakan. Kalau laki-laki itu sepertinya punya masalah terhadap Rien atau mungkin saja pada semua perempuan?


Alena menyerngit, Rien yang jadi anak pemilik rumah saja, diperlakukan begitu. Tidak heran kalau sikapnya selalu kasar pada Alena. Apa masa lalunya sangat suram dengan perempuan?.


Tunggu!


Alena tersentak dengan pemikirannya sendiri. Jadi, dugaannya selama ini salah. Derry tidak mengenalnya dan laki-laki itu memang bersikap antipati pada semua perempuan.


"Bagaimana usaha kafemu?" Rien tak menyerah menarik perhatian Derry. "Kudengar, kemarin ada satu pelayan yang terlibat masalah dengan tamu."


"Hn," Derry mengangkat satu alisnya, terlihat heran dengan pertanyaan gadis di depannya. Bagaimana bisa Rien tahu, sementara letak kafenya dengan kampus gadis itu sangat jauh.


"Salah satu temanku yang kebetulan berkunjung pas kejadian itu yang memberitahuku." Rien buru-buru menjelaskan.


Dan kerutan Derry semakin banyak. Bagaiaman teman Rien bisa tahu yang mana kafenya, sementara gadis itu saja tidak pernah membawa temannya berkunjung ke kafenya?.


"Aku pernah memberi rekomendasi ke beberapa temanku tentang kafemu. Dan karena makanannya enak, makanya temanku itu jadi pelanggan tetap di kafemu. Lagipula ia tinggal di dekat kafemu. Jadi, tiap pulang atau sebelum pergi ke kampus ia mampir." Rien menjelaskan sekali lagi. Gadis itu tak mau jika Derry berpikir buruk tentangnya?.


"Semuanya baik-baik saja." sahutnya singkat dan datar. Tak berekspresi sama sekali.


Alena yang menyaksikan itu tanpa sadar mendengus. Laki-laki itu tidak tahu yang namanya bersikap lembut terhadap perempuan, pikirnya.


"Hm..." Rien diam beberapa saat, tampak berpikir, "Lusa ada temanku yang ingin merayakan ulang tahunnya, tadinya ia ingin merayakan di tempat karaoke, tapi karena bosan di tempat itu terus makanya ia minta rekomendasi tempat yang bagus. Dan aku merekomendasikan kafemu. Jadi, bisakah kami merayakannya di kafemu? Di rooftop? Itu kalau kau tidak keberatan."


Derry menatap Rien sejenak sebelum kembali pada ponsel dalam genggamannya. "Tidak, tentu saja aku tidak keberatan. Itu akan membawa keuntungan pada kafeku." kemudian menyelesaikan ketikannya dan kembali berpaling pada Rien.


Senyum Rien terbit, akhirnya Derry bisa tertarik pada pembicaraan mereka dan Rien tidak akan menyia-nyiakan itu.


"Benarkah?"


Seringai tipis Derry nampak di wajahnya dan Alena bisa melihatnya dengan jelas. Alena tidak tahu apakah seringai itu berasal dari ponselnya atau dari pembicaraannya bersama Rien. Tapi, karena Derry menatap Rien minat setelah pembicaraan Rien tentang reservasi di kafe Derry, Alena menyimpulkan bahwa seringai itu terbentuk karena ada indikasi uang dalam kata-kata Rien. Ternyata, laki-laki itu hanya tertarik pada keuntungan dan uang. Lalu menuduhnya yang tidak-tidak. Dasar munafik.


Alena kemudian berpaling menatap Rien. Gadis manis itu sepertinya tidak melihat seringai Derry. Mungkin karena terlalu senang berbicara pada Derry. Alena bisa melihat jika Rien memiliki ketertarikan lebih pada Derry hanya saja ia selalu diabaikan oleh lelaki itu.


"Tentu. Jadi kapan acaranya?" Balas Derry balik bertanya.


Rien tersenyum, "Tiga hari ke depan, tepat malam minggu." sahutnya.


Derry tak langsung menjawab. Ia diam dan berpikir beberapa detik, "Oke, aku akan mengaturnya."


"Tapi, bisakah kami sendiri yang menghiasnya? Kau tenang saja, kami tidak akan melakukan hal yang aneh-aneh."


"Baiklah. Itu juga bisa di atur."


"Apa yang kalian bicarakan? Sepertinya seru."


Tiba-tiba Rexa sudah duduk di antara mereka dan menginterupsi percakapan Rien dan Derry.


Alena yang tidak jauh dari tempat Rexa berusaha keras untuk menenangkan jantungnya yang mulai berdebar tak karuan.


"Kakak! Kau membuatku kaget." Rien memekik lalu menatap Rexa sebal.


Namun Rexa hanya menyengir.


Pemandangan itu adalah hal pertama yang Alena tahu dari Rexa. Ia kira Rexa adalah sosok yang cuek dan dingin seperti Derry. Nyatanya, Rexa sama seperti orang biasa yang lain, bisa juga menampilkan ekspresi termasuk seringai tadi.


Derry menatap Rexa dengan malas, "Kenapa kau selalu datang seperti hantu?"


Rexa memutar bola matanya malas, "Ini rumahku, sesukaku mau datang seperti apa. Jadi, apa yang kalian bicarakan tadi? Tumben kau terlihat tertarik seperti itu."


"Hanya bisnis kecil." sahut Derry ringan.


Satu alis Rexa naik, "Bisnis apa?"


"Bukan bisnis seperti yang ada di kepalamu, Kak. Aku hanya ingin mereservasi rooftop kafe Derry untuk acara ulang tahun temanku, satu malam." Rien menjelaskan.


"Rooftop?" Rexa bertanya dengan kening tertaut.


Rien mengangguk, "Ada apa?" tanyanya bingung.


Pandangan Rexa menoleh ke Derry, "Bukannya, rooftop kau jadikan sebagai penyimpanan barang-barang tak terpakai?" tanyanya heran.


"Itu bisa kuatur. Lagipula kebanyakan barang-barang yang ada di sana bisa dipakai untuk acara mereka. Dan barang-barang yang tidak dibutuhkan, bisa kupindahkan." Derry menjelaskan.


Rexa mengangguk, "Jadi, kapan acaranya?" pandangannya beralih pada Rien.


"Malam minggu nanti."


"Tiga hari lagi berarti." Rien mengangguk, lalu pandangan Rexa beralih pada Derry, "Kau bisa menyelesaikannya dalam waktu tiga hari?"


"Apa gunanya karyawan yang kumiliki?"


"Ck, karyawan kafemu itu kebanyakan perempuan. Kau mau menyuruh mereka memindahkan barang-barang berat?"


Dan Derry mengangguk, membuat tiga orang di ruang makan itu menatap Derry tak percaya. Bagaimana bisa ia menjawab ringan seperti meminta air pada pelayan? Laki-laki itu memang tak berperasaan.


Satu kening Derry terangkat melihat ekpresi mereka. Ia kemudian menghela nafas karena tahu apa yang mereka pikirkan, "Yang karyawan wanita, tentu saja tidak. Mereka hanya akan membersihkan barang-barang dan rooftop, kalau itu yang kalian pikirkan." dan Derry kembali berpikir, kenapa ia harus menjelaskan pada mereka?


"Omong-omong, di mana Ayah?" Rien bertanya ketika tak melihat ada tanda-tanda ayahnya akan turun dan makan bersama mereka.


"Sebentar lagi dia akan turun. Tadi dia sedang menghubungi sekertarisnya. Dan kau tidak perlu tahu apa itu."


Rien memberenggut tidak terima, "Aku juga nanti akan bergabung."


"Iya, nanti ..." balas Rexa.


Tidak berapa lama, ayah Rien dan Rexa sudah menempati meja makan. Kemudian mereka terlibat dalam obrolan ringan lalu makan dalam hening.


....



TBC. 

masih awal, silahkan comment yah 😊

 

Mickey139


02.01.18


SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA

Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:
Comments
Comments

1 comment:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com