Sangat dianjurkan memberi saran dan kritik.
Terima kasih 😊.
SEBELUMNYA | CH LENGKAP | SELANJUTNYA |
Yoga berdehem salah tingkah. Sedikit melebarkan jaraknya agar tak terlalu berdekatan dengan Nayla lalu berjalan mendahului gadis itu.
Jujur saja setelah mengucapkan kata-kata receh barusan ia jadi gugup. Padahal kalau dipikir, Nayla juga tak mungkin mengartikan sesuatu pada ucapannya itu.
Apa ini yang disebut pubertas kedua?
Tetapi Yoga masih cukup muda untuk merasakan hal itu. Atau jangan-jangan Yoga belum merasakan puber, dan saat inilah fase itu.
Astaga.
Yoga mendengus jengah. Kenapa pula ia memikirkan itu?
"Loh Mas, kok jalan duluan?"
Nayla menjajari langkah Yoga di sampingnya, lalu menatap heran pria itu.
"Cepat banget jalannya."
Tetapi Yoga tak menyahut. Laki-laki itu sibuk memikirkan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. Tak mau menganggap apa yang ia alami itu adalah fase pubertas.
Sampai di persimpangan jalan, barulah Yoga berhenti. Bukan karena sudah mendapatkan jawaban, namun ia bingung kenapa bisa di sana.
"Nay..."
"Akhirnya berhenti juga."
Suara Nayla terdengar ringkih. Gadis itu menunduk guna menghirup udara lebih banyak. Langkah kaki Yoga terlalu lebar untuk dirinya, akhirnya ia harus berjalan lebih cepat.
"Kenapa kmu ngos-ngosan, Nay?"
"Ngejar kamu."
"Kenapa mengejar saya? Bukannya kita tadi sama-sama jalan?"
Nayla menggeleng, "Memang. Tapi, kakimu terlalu panjang. Jadi, aku harus jalan cepat."
"Kamu kan bisa bilang supaya saya jalan lebih lambat."
Nayla menegak. Ia menatap Yoga kesal, lalu mendengus. "Dari tadi aku bilang. Cuma mas gak peduli."
"Ah, yang benar?" Kening Yoga mengkerut, "Saya tidak dengar apa-apa."
"Yah jelas kamu gak dengar. Mas kan sibuk melamun." Lalu Nayla mengangkat tangan lalu mengibaskan, "Ah, sudahlah. Mending kita istirahat dulu."
Yoga mengangguk. Tiba-tiba perasaannya jadi tak enak melihat kondisi Nayla sekarang. Tetapi, ada perasaan aneh juga yang berdesir ketika melihat penampilan gadis itu. Keringat yang mengalir perlahan dari keningnya, helai-helai rambut yang keluar dari ikatan yang sebagian menepel di pipi juga napas ringkihnya. Entah kenapa yoga melihat Nayla sangat mempesona.
Secara spontan tangan Yoga bergerak perlahan untuk memperbaiki rambut Nayla hingga membuat gadis itu tersentak. Jantunganya berdatak cepat, semakin cepat ketika tangan yoga berhasil menyentuh pipinya. Namun, Nayla tidak menampik tangan Yoga dan hanya membiarkan Yoga melakukan apa yang ia mulai sembari memperhatikan wajah laki-laki itu. Wajah yang dipahat begitu sempurna, seolah Tuhan sedang tersenyum ketika menciptakannya.
Beberapa detik setelahnya, Yoga tersadar dan menarik tangannya. Matanya terbelalak karena perbuatannya benar-benar sangat tidak sopan.
"Ah, maaf, maaf Nayla saya sudah tidak sopan."
Nayla menggeleng. "Tidak apa-apa." Nada suaranya meninggi. Terdengar aneh bahkan di telinganya sendiri. Padahal apa yang dilakukan Yoga bisa masuk dalam tindak kejahatan, tetapi ia malah merasa senang.
"Kalau mau diperbaiki yang lain juga, tidak masalah kok." lanjutnya sambil menyengir dan membuat Yoga terkekeh.
Gadis itu berhasil membuat perasaannya kembali membaik.
"Ngomong-ngomong, mas kerja di sekitar sini?"
"Iya."
Nayla melihat jam tangannya, "Mas, sudah makan siang?"
"Belum."
Nayla tampak senang mendengar jawaban Yoga. Ia tersenyum, "Bagaiaman kalau kita makan siang sama-sama."
Yoga menatap jam tangannya lalu mengangguk. "Boleh. Di mana?"
"Di sana." Nayla menunjuk penjual minuman pinggir jalan. "Mau?"
Yoga mengangguk pelan, "Boleh." Kemudian mereka mendekat. Tetapi, belum sampai lima langkah kaki mereka bergerak, mereka dihentikan oleh seorang lelaki.
Mendadak perasaan Yoga jadi tidak enak.
Kendari, 20 Desember 2024
SEBELUMNYA | CH LENGKAP | SELANJUTNYA |
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
0 komentar:
Post a Comment