Fly with your imajination

Showing posts with label Fanfict Naruto : Asam. Show all posts
Showing posts with label Fanfict Naruto : Asam. Show all posts

Tuesday, May 26, 2015

Asam Asin Manis Pahit 4

cerita sebelumnya : baca [chapter 1]

Ada kalanya seorang sahabat hanya akan menjadi seorang pendengar yang baik, namun juga sebagai penonton yang baik. Kita tidak akan selamanya membeberkan suatu rahasia pada sahabat, dan membagi dengannya. Kadang kala kita membutuhkan waktu yang tidak singkat untuk menguatkan hati, untuk membaginya.

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

ASAM ASIN MANIS PAHIT
Chapter 4
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

Cerita sebelumnya :

“Sasuke!? Apa... Kau juga menyukaiku?” Tanya Sakura ragu-ragu. Hatinya bergemuruh tidak tenang. Cemas dengan jawaban yang akan diutarakan Sasuke.

“Tidak...” Jawab Sasuke singkat. Berniat menggoda Sakura.

“Tapi aku sangat mencintaimu.” Lanjut Sasuke. Dia sangat malu mengatakannya, memindahkan semua egonya, ia menuturkan kata-kata sakral itu pada sakura. Tak ingin Sakura melihat wajah meronanya, ia pun membenamkan kepalanya di antara perut dan paha Sakura.

Tes... Tes... Tes...

Air mata Sakura pun akhirnya tumpah ruah hingga mengenai pipi Sasuke. Namun bukan air mata kesedihan seperti yang tadi, akan tetapi air mata kebahagiaan.

“Aku pikir kamu mau menikahiku hanya karena merasa bersalah dan rasa tanggung jawabmu.”

“aku sudah pernah bilangkan. Aku akan belajar mencintaimu dan sekarang aku sudah benar-benar mencintaimu.”
.
.
.
.
.

Pair: SasuSaku
Rate: T
Genre: Romance & Hurt/Comfort
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
Mickey_Miki

.
.
.
.
.
~Happy Reading~
.
.
.
.
.

Mentari telah tiba menggantikan pekerjaan sang bulan untuk menerangi dunia. Semua tumbuhan bahkan hewan pun merasa senang akan kedatangan sang raja siang. Bunga-bunga tampak bermekaran menyambut pagi bahkan burung-burung pun ikut bernyanyi mengiringi semangat baru bagi makhluk hidup yang lain. Pagi yang tampak indah bukan? Namun, sepertinya keindahan pagi ini tak sampai membuat dua insan manusia ini untuk segera bangun dari mimpi indah mereka. Mereka lebih bersemangat untuk terus berada di dunia mimpi dari pada menyambut pagi yang cerah ini. Bahkan sinar mentari yang menyinari wajah mereka pun tak dihiraukan. Mereka tetap saja tidur dan memposisikan diri agar lebih nyaman. Hingga suara getaran ponsel milik Sakura membuat mimpi indah mereka terpaksa harus berakhir.

Sakura mengerjapkan matanya beberapa kali agar terbiasa dengan sinar matahari yang tepat mengenai wajahnya. Badannya terasa sangat nyaman berada di dalam pelukan Sasuke membuat dirinya enggan untuk segera beranjak dari sana.

Dia sangat menyukai kebersamaan mereka saat ini. Rasanya dia sudah seperti seorang istri. Istri yang amat disayangi oleh suaminya. Lihat saja pelukan posesif dari laki-laki itu, seakan Sakura akan meninggalkannya jika saja tangannya terlepas dari tubuh Sakura dan Sakura sangat menyukai pelukan itu. Peukan yang menyatakan bahwa dirinya sangat dibutuhkan oleh seseorang dan sangat dicintai oleh seseorang.


...

Suara dengkuran halus membuat Sakura mengalihkan atensinya ke asal suara itu.dibalikkan badannya dan melihat seorang yang memiliki sudara dengkuran itu. Sudut bibirnya terangkat kala sosok pria yang tengah tertidur sambil memeluknya. Hatinya kembali bersemi kala mengingat kalimat yang Sasuke ungkapkan padanya semalam. Kalimat singkat namun begitu bermagna hingga membuatnya tersenyum terus.

Tidak pernah Sakura bayangkan dalam dua puluh dua tahun hidupnya, dia akan mengalami kehidupan seperti ini. Entah itu adalah sebuah kesialan atau sebuah keberuntungan yang nantinya akan membimbingnya menuju kebahagian.

Dimulai dari bertemu dengan seorang pria karena sebuah tragedi hingga membuatnya jatuh terpuruk dalam kesedihan yang berlarut bahkan nyaris gila. Selanjutnya dirinya diharuskan untuk belajar mencintai pria itu hingga akhirnya dia benar-benar merasakan perasaan itu tulus tanpa dibarengi oleh sebuah belenggu keterpaksaan dan untungnya pria itu ternyata juga mencintanya.

Ia Uchiha Sasuke.

Pria yang biasa memancarkan aura dingin namun begitu hangat, memiliki pesona yang tidak bisa diabaikan oleh banyak orang yang lantas dia izinkan untuk mengisi kekosongan hatinya, dan sebagai pelengkap, laki-laki itu adalah ayah bagi janin yang berada dalam perutnya.

Dan sekarang laki-laki itu tertidur seperti seorang pangeran yang menanti seorang putri untuk membangunkannya. Wajah yang dihiasi dengan mata, hidung, dan bibir yang pas dengan rambut raven sebagai bingkai juga ditambah dengan pesona yang sering membuat wanita terkagum-kagum padanya sungguh benar-benar mengambarkan sosok seorang pangeran. Tangan Sakura kemudian terjulur dan menyentuh wajah itu, membelainya penuh kasih merasakan lembutnya wajah laki-laki itu.

Sakura teringat kembali kejadian-kejadian yang telah mereka alami selama ini. Awal pertemuan mereka, hingga kebersamaan mereka─ walaupun hanya sedikit waktu untuk setiap pertemuan mereka namun meninggalkan debar-debar kecil yang menyengat─ dan pengakuan mereka semalam yang benar-benar membuat kebahagiaannya terasa lengkap.

Drrrrrtr.... Drrrrrt.... Drrrrrt....

Kembali ponsel Sakura bergetar, menyadarkan dia dari lamunannya. Dia berbalik dan mengambil ponselnya di atas meja nakas samping tempat tidurnya.

Ino calling....

“hhh... Ternyata Ino” gumamnya. Sakura kemudian menggeser icon hijau pada layar ponselnya tidak mau mengganggu tidur lelap Sasuke lantas dijawabnya panggilan dari sahabatnya itu. “Ya, ada apa Ino?” Suara Sakura masih serak akibat baru bangun tidur.

Hei… Sakura, sampai kapan kau mau tidur terus, he? Kau tidak lihat jam berapa sekarang? waktu satu minggumu itu berakhir sekarang.

“Hn… aku tahu itu. Tapi jadwalku itu jam 9.00 pagi.” Jawab Sakura malas.

Heh, kau masih belum bangun yah jidat? Lihat jam sekarang!? Kau pikir ini sudah jam berapa?

Sakura melirik jam yang tergantung pada dinding kamarnya. “Hn, ini masih jam 7.45 Ino, aku masih punya banyak waktu untuk kesana. Lagipula jarak rumah sakit dengan apartemenku hanya lima belas menit.” Balas Sakura dan tak beranjak dari posisinya. Dirinya merasa lebih nyaman berada dalam pelukan posesif Sasuke.

Aku juga tahu jidat, tapi kau ditunggu sensei sekarang─ dia mencarimu. Yah mungkin kau akan diberikan tugas lagi atau mungkin kau akan di tes. Selama kau izin aku sudah dua kali menjalani ujian. Dan sekarang, angkat pantatmu dan cepatlah kemari, kalau kau masih ingin menyelesaikan kuliahmu…

“Yah... baiklah, arigato Ino-pig, aku akan siap-siap”

Hei tung─

Pip....

Sakura mematikan ponselnya sepihak, tidak ingin mendengar omelan Ino yang mungkin akan bertahan selama satu jam dan membuat kupingnya sakit dan malah membuat dirinya terlambat ke rumah sakit. Disimpannya kembali ponsel itu, kemudian beralih menghadap Sasuke dan perlahan melepaskan dekapan Sasuke dari pinggangnya agar tidak membangunkan laki-laki itu.

Namun bukannya mengendur, dekapan Sasuke malah mengencang.

“Hei… Sasuke-kun bangunlah…!” Ucapnya lembut. Namun tak ada respon dari Sasuke. Sepertinya ia masih belum bangun.

“Sasuke-kun, bangunlah! Aku harus ke rumah sakit sekarang.”

“Hn..” Gumam Sasuke

“Ayolah Sasuke! Bangunlah! Aku harus ke Rumah Sakit. Sensei mencariku.” Bujuk Sakura berharap Sasuke melepaskannya.

“Bilang saja pada ba-san, kau bersamaku” kata Sasuke. Masih enggan membuka matanya.

“Tidak bisa Sasuke-kun, aku ada tes hari ini.” Ucapnya masih berusaha lepas dari kukungan Sasuke.

Bukannya membebaskan Sakura ia malah membenamkan wajahnya di daerah perpotongan leher dan bahu Sakura. “Tapi aku masih ingin bersamamu.” Ucapnya manja.

“Iih... Sasuke-kun... Kenapa kau jadi manja begini sih? Aku harus ke rumah sakit sekarang, jadi tolong lepaskan. Lagipula bukankah kau juga harus masuk kantor. Kau tidak ingin di cap sebagai pemimpin malaskan karena terlambat oleh bawahanmu? Sebentar juga kita masih bisa bertemukan?”

Sasuke mendengus sebal dan melepaskan dekapannya pada Sakura. Lalu membalikkan tubuhnya tanda dia sedang ngambek. Namun bukannya Sakura membujuk Sasuke dia malah beranjak dari tempat tidur dan masuk ke kamar mandi.

...
*~........~*
...

“Ino, apa Sakura masih lama?” Tanya seorang dokter kepada Ino. Dokter itu memiliki rambut berwarna kuning dan dikuncir dua. Dokter yang terlihat awet muda walau diusianya yang sudah menginjak kepala lima itu adalah Tsunade, pemilik Rumah Sakit Konoha International. RS itu sering dikunjungi banyak pasien dari luar Negara karena terkenal dengan dokter-dokter yang ahli di bidangnya masing-masing. Selain itu fasilitas yang tersedia juga sangat lengkap.


Ino yang ditanya menghentikan kegiatannya sebentar dan menatap sensei-ya. “Katanya sebentar lagi dia akan ke sini, sensei.” jawabnya. Ino dan Sakura adalah murid dari dokter itu, selain mereka dinas, mereka juga belajar ilmu kedokteran dari Tsunade dan mereka sudah diperbolehkan untuk menangani seorang pasien.

“Baiklah, kalau begitu. File-file yang kau bawa, simpan saja di rak penyimpanan file-ku!” Titah Tsunade kemudian beralih ke dokumen-dokumen di atas mejanya.

“Baik sensei.” Jawabnya dan melanjutkan pekerjaannya.
Setelah dianggap telah beres, Ino membungkuk hormat sebelum keluar dari ruangan itu. “Saya permisi sensei!” Ucapnya sambil berlalu keluar dari ruangan itu.

Tak ada tanggapan dari sensei-nya itu, karena fokusnya masih pada dokumen-dokumen yang berada di atas mejanya. Ino meraih handle pintu dan bergerak untuk membukanya. “Oya, Ino!”

Gerakan Ino terhenti karena panggilan sensei-nya dan beralih menatap sensei-nya yang masih terpaku pada dokumen-dokumen yang sedang dia kerjakan. “Ya sensei, apa ada yang sensei butuhkan lagi?” Tanya Ino masih bergeming di tempatnya.

Tsunade menghentikan kegiatannya lantas beralih menatap Ino. Menimang-nimang untuk menanyakan sesuatu yang sudah beberapa waktu yang lalu membuat pikirannya tidak tenang. “Apa Sakura sedang ada masalah? Maksudku.. Kau tak merasa aneh terhadap perilaku Sakura akhir-akhir ini?”

Ino mengernyit bingung, “maksud sensei?”

“Kau adalah temannya bukan? Apa terjadi sesuatu pada Sakura? Dia sedikit berubah, maksudku banyak perubahan terhadap dirinya, beberapa kali ku perhatikan, baik sikap maupun perilakunya agak sedikit berubah? Ini memang bukan sesuatu yang harus aku urusi, tetapi kalian adalah murid-muridku, murid-murid yang aku percayai dan sangat ku banggakan, aku menaruh harapan besar pada kalian. Apalagi tiga bulan yang lalu saat meminta izin. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya waktu itu dan setelah itu kinerja kerjanya menurun derastis, dia banyak melakukan kesalahan, yah walau tidak fatal namun sebagai seorang calon dokter dia di tuntut tidak melakukan suatu kesalahan. Kau tahukan apa maksudku.” Kata Tsunade sambil bersandar pada sandaran kursi kerjanya dan mengingat kejadian yang sudah lampau.

“Maaf sensei, aku juga tidak tahu apa yang sudah terjadi padanya. Dia tidak pernah mengatakan apa-apa padaku. Beberapa kali kutanyakan, tapi ia tetap diam tidak memberiku alas an dan dia malah makin bersedih jadi aku tidak bertanya lagi. Dan sekarang... Yah… kupikir karena akhir-akhir ini Sakura tampak bahagia, jadi aku tidak membahas masalah itu lagi.” Jelas Ino, namun tak dapat dipungkiri sesuatu dalam hatinya terasa miris, sedih ketika sahabat yang dia sayangi tidak mempercayai ataupun membagi masalahnya. Padahal dia ingin sekali membantu Sakura, mengurangi─setidaknya─ sedikit beban sahabatnya itu.

Kenapa aku merasa takut.’ pikirnya

“Hn” Tsunade mengangguk. “Baiklah. Ku harap dia baik-baik saja.” Sambungnya.

“Yah. Ku harap juga demikian sensei.” Sahut Ino pelan yang mungkin tidak bisa di dengar oleh sensei-nya dan tidak menatap sensei-nya. Dipikirannya sekarang adalah tentang semua sikap Sakura yang sangat berbeda. Ia lebih banyak diam dan hanya mejawab seperlunya, tak ada lagi keceriaan yang selalu dia tampakkan seperti dulu, tidak ada omelan dan adu mulut yang biasa mereka lakukan, semua seolah terhempas bagai debu yang diterbangkan oleh angin. Entah kemana diri Sakura yang dulu yang telah digantikan oleh sikap diam dan dingin Sakura.

“Hah” Tsunade menghela nafas berharap sebagian bebannya terangkat. Selain masalah rumah sakit, entah kenapa dia juga merasa bertanggung jawab terhadap masalah yang dihadapi oleh salah satu muridnya yang berbakat. Sakura. Haruno Sakura. Entahlah, dia sendiri tidak tahu apa penyebabnya. Sebenarnya bukan karena akan berdampak pada cara kerja Sakura dan kesia-siaan bakat yang dimilikinya, namun sesuatu yang menyangkut dari dalam dirinya sendiri. Entahlah, dia tidak mengerti dan tak ada kata yang bisa digunakan untuk menggambarkannya. Dan semoga apa yang dipirkannya salah.

“Ino!” Tak ingin berlarut dalam rasa penasarannya yang sudah over dan menjadi beban pikirannya, dia pun bertanya. Ingin mengetahui kejelasan apa yang ada dipikirannya selama ini. “Apa Sakura sedang dalam masa peningkatan berat badan?”

Kata-kata sensei-nya mengalihkan dia dari lamunannya dan beralih menatap sensei-nya. “Ya sensei?” Sahut Ino yang menunjukkan raut wajah kebingungan walau dalam hati ia mengerti maksud senseinya.

“Apa Sakura sedang dalam masa peningkatan berat badan?” Tanya Tsudane sekali lagi. “Terakhir kali tepatnya seminggu yang lalu, dia tampak lebih berisi.” Sambungnya.

DEG

Berisi?’ Ulangnya dalam hati. Kecurigaannya selama ini terhadap Sakura, ternyata disadari juga oleh senseinya. ‘Kami-sama semoga apa yang kupikirkan selama ini tidak benar. Ku harap Sakura baik-baik saja’ batinnya berdoa.


“Ah... Sensei juga menyadarinya? Aku juga merasa heran padanya. Badannya semakin berisi. Hehehe.─” kekehnya. Mencoba menyembunyikan perasaannya. Perasaan sesak yang sejak tiga bulan lalu menggerogoti hatinya. “─yah ku pikir dia begitu karena merasa depresi dan melampiaskannya pada makanan, akhir-akhir ini tugas dari dosen semakin banyak, walau kami sudah tidak memiliki mata kuliah lagi.” sambungnya ketika melihat ekspresi wajah sensei-nya menunjukkan ketidakpercayaan pada penjelasannya.

“Aku tahu kau menyembunyikan kecemasanmu dengan mengatakan itu Ino. Aku tahu apa yang sedang kau pikirkan sekarang, karena pemikiran kita hampir sama. Aku adalah seorang dokter yang sudah sangat berpengalaman Ino dan kau pun juga sangat sering menghadapi seseorang yang mengalami ciri-ciri seperti Sakura.”

DEG

Ketakutan Ino makin bertambah dengan pernyataan senseinya itu. “Tapi sensei, kita tidak mungkin mengambil kesimpulan dengan bukti kecil seperti itu, lagi pula dia belum pernah bercerita padaku tentang masalahnya. Yah, biasanya dia akan bercerita jika punya masalah. Dan ku pikir semua yang terjadi pada Sakura akibat tugas akhir kami sensei. Jadi sikapnya juga berubah.”

Kami-sama, kumohon. Jangan membenarkan ini’ doa Ino dalam hati.


“Hn…” Tsunade sedikit berfikir. Penjelasan Ino memang ada benarnya, namun dia tetap tidak bisa menerima penjelasan itu. Tsunade sudah berulang kali melihat bahkan menghadapi masalah seperti ini, walau dia adalah dokter bedah namun beberapa kali pasien meminta dia untuk memeriksanya.

“Mmm... Sensei apa masih ada lagi yang akan sensei ingin katakan?” Tanyanya ragu-ragu. Dia ingin segera keluar dari ruangan itu, dia tidak ingin mendengar pertanyaan atau pernyataan sensei-nya yang bisa membuatnya semakin sesak dan semakin membenarkan pikiran gilanya. ‘tidak mungkin Sakura mengalami hal itu.’ pikirnya optimis mencoba meneguhkan dirinya tetap mempercayai sahabatnya.

“Ah… tidak ada. Baiklah, kau boleh pergi!” sahutnya tanpa memandang muridnya.

“Hai’ sensei.” Ino berbalik meninggalkan sensei-nya yang diam dalam pikirannya.

Sepeninggal Ino, Tsunade menghembuskan nafas kuat-kuat, kembali termenung memikirkan murid-murid didikannya terutama Sakura. Ia tahu bahwa gadis itu sedang dalam masalah, masalah yang sangat berat. Namun ia juga tak bisa bertanya lebih lanjut, ia tak berhak mencampuri semua urusan muridnya, sekali pun teramat... sayang.

...
*~........~*
...

Usai mandi Sakura merasa sangat segar dan ringan. Pikiran-pikiran buruk tentang perasaannya yang tak terbalas terhadap Sasuke telah menguap. Setelah semalam mereka jujur akan perasaan masing-masing. Perasaan yang tersembunyi akibat kabut hitam bernama keraguan dan rasa takut kehilangan.

Selama ini Sakura mengira semua perhatian Sasuke adalah karena tanggung jawabnya dan hanya dirinya yang merasakan perasaan cinta itu dan untunglah semua perkiraannya salah. Sasuke juga memiliki perasaan yang sama seperti dirinya.

Bahagia dan haru, tentu saja. Walau masih ada beberapa masalah yang harus dia selesaikan terutama kebohongannya pada orang-orang terdekatnya. Namun itu semua tidaklah menjadi masalah yang besar. Sakura yakin mampu menyelesaikannya, walau dalam waktu yang sedikit lama.

Sakura segera memakai handuk, tak ingin membuat Sasuke semakin lama menunggunya apalagi sensei-nya juga sudah mencarinya. Ia tak ingin membuat sensei-nya semakin geram terhadapnya. Sudah cukup kebaikan yang diterimanya dari sensei-nya, seminggu waktu yang diberikan untuknya berlibur─menenangkan pikiran─sudah cukup untuknya.

Sakura kemudian melangkahkan kaki-kaki jenjangnya keluar dari kamar mandi, tanpa menghiraukan apa yang dikenakannya saat ini dan orang yang sedang menunggunya dalam kamarnya.

Sakura menyerngit bingung mendapati Sasuke yang duduk di atas tempat tidur dalam diam tak bergeming dengan mulut yang mengap-mengap sambil menatapnya tanpa berkedip.

“Ada apa? Kenapa menatapku seperti itu?” Tanya Sakura bingung tanpa menyadari pakaian yang saat ini dikenakannya juga penampilan yang akan membangunkan singa yang saat ini sedang tertidur. Dengan handuk yang hanya bisa menutupi sebagian dada dan pahanya juga tatanan rambutnya yang diikat asal sehingga leher jenjangnya terlihat. Sakura nampak sangat... Seksi sekarang.

“Sakura!?” Ucap Sasuke serak sambil mendekati Sakura. “Kau sedang menggodaku Sakura? Apa kau ingin kita melakukannya, hm?” Bisik Sasuke serak sambil memeluk Sakura dari belakang Sakura. Tak lupa mengelus-elus perut Sakura yang sedikit membuncit.

Mendengar ucapan Sasuke, Sakura jadi merinding. Hembusan nafas Sasuke yang menerpa lehernya membuat sesuatu dari dalam dirinya bergejolak aneh, seakan menginginkan Sasuke, namun tidak mengerti apa yang benar-benar dia inginkan dari Sasuke. “A... Apa maksudmu Sasuke? To.. Tolong lepaskan tanganmu!” ucap Sakura tergagap berusaha melepaskan diri dari lengan kokoh Sasuke. ia tampak risih dengan kelakuan Sasuke itu namun juga merasa senang. Entahlah.

Gerakan Sakura yang mencoba melepaskan diri dari Sasuke semakin meningkatkan gairah Sasuke, yang lantas membuat Sasuke semakin mengeratkan dekapannya. “Kau yang membuatku seperti ini Sakura. Kau memancingku dengan tampilan seksimu sayang.” Bisiknya serak di telinga Sakura.

“Sa... Ssu... Keh.. Ku.. mohonh..” desah Sakura akibat ulah Sasuke yang semakin menjadi. Mengecup leher Sakura dan sesekali menggigitnya lembut membuat Sakura merasakan gelenyar-gelenyar aneh dalam tubuhnya.

“Kau harus bertanggung jawab Sakura! Kau membuat adikku terbangun.” Ucap Sasuke dengan seringainya dan semakin gencar mencium tengkuk Sakura.

“A.. Apa maksudmu sa..ssuke..? Ku mohon lepaskan aku. Aku harus ke rumah sakit sekarang.” Rengeknya


“Tidak!” tolaknya mentah-mentah.

“Sasuke! Aku akan dimarahi sensei kalau telat. Sensei sangat mengerikan jika marah. Aku sudah mengambil izin selama seminggu. Tadi Ino menghubungiku kalau sensei sedang mencariku. Jadi ku mohon lepaskan aku. Aku tidak ingin dikeluarkan sebelum menyelesaikan dinasku.”

“Cih” dengusnya kesal dan segera melepaskan tangannya.

Dirasa sudah tidak ada lagi lengan Sasuke yang menahannya, Sakura tak menyia-nyiakan kesempatan itu lantas segera melepaskan diri dan menuju lemari pakaian untuk mengambil pakaiannya.

Sakura menyerngit dan menghentikan gerakannya, kemudian berbalik dan menatap Sasuke yang tak kunjung keluar dari kamarnya. “Loh, Sasuke. Kenapa masih di sini? Aku mau pakai baju. Keluarlah!” lantas bergerak menuju Sasuke dan menariknya keluar kamar.
Sasuke menghentikan tindakan Sakura dan memegang kedua tangan Sakura dengan lembut, “ganti saja di situ! aku malas keluar kamar. Di luar suhunya dingin!” ujar Sasuke dan beranjak naik ke tempat tidur.

“Sasuke, keluarlah! Aku tidak ingin kau ada di dalam kamar. Aku mau ganti baju.” Rengek Sakura dan berusaha menarik Sasuke turun dari tempat tidur agar bisa membawanya keluar kamar.

“Aku sudah bilang aku tidak mau keluar. Kau saja yang keluar, atau pakai saja di situ. lagipula kenapa malah malu, toh sebentar lagi kita akan menikah dan itu berarti aku juga akan sering melihatmu seperti itu.” Bantah Sasuke, “Lagipula─” Sasuke sengaja menjeda untuk menggoda Sakura “aku sudah melihatnya dulu.” Lanjutnya diserta dengan seringai.

BLUSH

Pipi Sakura merona akibat ucapan Sasuke, “A…a…apa ma..maksudmu?” Ucapnya gagap, “aaaaahh.....Sudahlah! Cepat keluar!” Rengeknya sambil mendorong tubuh tegak ayah dari calon anaknya itu.

Sasuke menghentikan gerakan Sakura dengan menahan kedua tangan Sakura yang mendorongnya. “Aku masih mengingatnya loh.” Imbuhnya kemudian menyeringai.

“Sa... Sssu..ke... Ap─” gugu Sakura, “a..aa..ahh... Sudahlah Sasuke! Aku harus bersiap, kalau tidak sensei akan memarahiku.” Lama-lama digoda Sasuke membuat Sakura semakin dongkol. Ia mendorong Sasuke semakin kuat hingga membuat Sasuke terjerembat dan nyaris mencium dinding kamar Sakura.

“Astaga Sakura. Kau itu perempuan bukan sih. Aku hampir saja mencium tembok. Kamu mau bibir bekas tembok?” Sungut Sasuke dan mengelus-elus dadanya kaget.

Sakura yang melihat tingkah Sasuke hanya bisa tersenyum. Tingkah laki-laki itu sangat berbeda pada orang lain yang selalu menampakkan aura intimidasi, dingin serta muka datar hingga membuatnya sulit bersosialisasi dengan orang-orang di sekitarnya. Dan di depannya sekarang, laki-laki itu terlihat kekanakan dan lebih hangat bahkan tadi sempat menunjukkan kemesumannya juga.

“Kenapa malah tersenyum? Kau senang jika aku mencium tembok, hm?” Sasuke semakin dongkol melihat tingkah Sakura yang malah tersenyum melihatnya menderita. Dia tidak lagi memedulikan penampilan Sakura sekarang.

“Maaf yah Sasuke-kun!? Kau lucu sekali tadi.” Kekeh Sakura pelan. Dalam lubuk hati Sakura merasa bahagia, karena merasa sifat Sasuke sekarang ini hanya diperlihatkan padanya atau mungkin juga kepada keluarganya.

“Apa!?” Seru Sasuke sambil meloloti Sakura dan membuat Sakura semakin terkikik. Dia memang kesal dengan tingkah Sakura namun hati Sasuke terasa hangat melihat Sakura yang tersenyum. Senyum tulus tanpa beban apapun dan Sasuke berharap senyum itu tak akan pernah pudar dan hilang darinya.

“Hm... bukan apa-apa Sasuke-kun. Sebaiknya Sasuke-kun keluar dan membersihkan diri. Kau bau sekali.” Canda Sakura sambil menutup hidung dan mengibaskan tangannya.

Sasuke yang dikatakan seperti itu lantas mendengus bau badannya sendiri. “Hhh, baiklah..” dirasanya badannya memang agak berbau, Sasuke akhirnya mengalah dan melangkahkan kakinya keluar kamar Sakura, namun sebelum benar-benar keluar kamar dengan gerakan tiba-tiba Sasuke mengecup bibir Sakura.

“Ah... Sasuke!” Seru Sakura tertahan. Kaget namun sangat bahagia mendapat perlakuan seperti itu dari Sasuke. ‘Ya Tuhan semoga kami bisa seperti ini selamanya. Aamiin’ doa Sakura dalam hati lantas sunggingkan seulas senyum.

*~........~*

“Hhh” desah sakura melihat pantulan dirinya di kaca. “Bagaimana ini? Apa yang harus kulakukan? Aku tidak mungkin selamanya seperti ini?” Gumamnya sambil mengelus-elus perutnya. “Sayang apa yang harus ibu lakukan?” Ucapnya kemudian lantas menatap nanar pada perutnya.

*~........~*

Sakura berjalan ke ruang tengah tempat biasa Sasuke menunggunya namun tidak mendapati siapapun di sana. Gadis itu lantas menuju ruang pantry, mungkin saja laki-laki itu menunggunya di sana dan benar saja, Sasuke tengah duduk santai sambil menyesapi kopi hitamnya, di temani dua piring roti bakar dan segelas susu yang ia yakini untuknya.

“Sasuke, apa kau yang membuat ini semua?” Tanyanya sedikit takjub melihat sarapan di depannya. Bukan karena sarapannya enak atau tampilannya yang mengunggah selera, namun karena si pembuatnya. Selama ini dia pikir Sasuke adalah pria yang hanya bisa menyuruh pelayannya untuk mengerjakan pekerjaan rumah. Ternyata dia salah. ‘Don’t judge a book by the cover’ pikirnya.

“Makanlah Sakura. Kau tahu apa jawabannya tanpa perlu ku jawab.” Jawabnya tak acuh sambil meminum kopinya tanpa memperhatikan Sakura yang mendengus sebal padanya.

...
...
...

“Kita sudah sampai Sakura.” ucap Sasuke tiba-tiba dan membuat lamunan Sakura terhenti. Sepanjang perjalanan mereka tadi, tak satupun ada yang buka suara. Sasuke memilih diam dan focus pada jalan dan Sakura dengan lamunannya.

“Ah.. oh... eh, maaf aku tidak sadar.” Sakura tergugu menyadari kebodohannya yang terlalu asik dalam dunianya hingga tak menyadari mereka telah sampai.

“Jangan banyak pikiran Sakura! kau tahukan di dalam tubuhmu sekarang ada calon anak kita dan aku tidak mau terjadi sesuatu padanya.” Kata-kata Sasuke tepat menyentak kesadaran Sakura. Sasuke benar, dalam tubuhnya ada calon anak mereka yang harus ia jaga. Betapa bodohnya ia tidak memikirkan kondisi janinnya itu dan egois malah memikirkan dirinya sendiri.

Sakura mengelus perutnya dengan lembut, “maafkan ibu yah sayang, apa kamu baik-baik saja di dalam sana?” Emeralnya kemudian digulirkan menatap onix pria di sampingnya. “Aku tidak akan mengulanginya lagi. Maafkan aku Sasuke!?” Ucapnya dengan sorot mata penuh penyesalan.

Sasuke tidak menjawab malah merengkuh Sakura, membawa dalam pelukannya Membelai rambut Sakura serta memberikan kecupan lembut di puncak kepala Sakura. “Jangan memikirkan sesuatu yang berat Sakura! Aku tidak ingin terjadi sesuatu pada kalian berdua. Aku sangat mencintai kalian berdua.” Tutur Sasuke lembut masih mendekap Sakura.

Mendengar penuturan Sasuke membuat Sakura semakin merasa bersalah, digenggam erat kerah kemeja Sasuke dan membenamkan wajahnya di dada laki-laki itu. Setetes air mata jatuh dari sudut emerald, mendongak menatap Sasuke, “Arigato, Sasuke-kun. Aishiteru.” Gumam Sakura terdengar lirih.

Sasuke tersenyum lalu mengecup kedua mata Sakura. “Jangan menangis Sakura, tiap tetesan air mata yang kau keluarkan akan memberikan luka di hatiku.” Ucap Sasuke tulus.


Sakura terkesiap mendengar kalimat Sasuke yang seolah sedang merayunya segera di dongakkan kepalanya lalu menatap Sasuke yang tengah merona. “Apa kau sedang merayuku Sasuke-kun?” Sakura sunggingkan seulas senyum karena sesuatu yang sangat langkah terjadi. Ditatapnya Sasuke dengan pandangan jenaka yang tentu saja tidak akan disadari karena Sasuke yang enggan menatap Sakura.

Sasuke gulirkan onix-nya menatap ke sembarang arah asal tidak pada Sakura. Dirinya sudah cukup malu karena kata-kata yang dia ucapkan barusan. “Ayo kita turun Sakura, ku rasa sensei-mu tak bisa menunggu terlalu lama. Kau tidak ingin dia semakin marahkan.” Ucap Sasuke tenang, menutupi kegugupannya.

Dengan tidak rela Sakura lepaskan rengkuhan Sasuke dan kembali menatap pria itu sebal. “Kau merusak suasana Sasuke-kun. Tapi kau memang benar. Ayo kita turun.” Ucapnya dan segera keluar, tidak ingin ucapan Sasuke sampai terjadi.

...

Mereka berdua berjalan bersisian dan membuat banyak pasang mata yang memperhatikan mereka iri namun juga penasaran. Sakura yang cantik dan Sasuke yang tampan. Selama ini baik Sakura maupun Sasuke tak pernah terlihat jalan bersama apalagi sekarang mereka tampak akrab. Banyak dari orang-orang yang di rumah sakit yang menggosipkan mereka namun tak sedikitpun dipedulikan. Bagi mereka, suara dari orang-orang itu seperti bunyi burung yang biasa tidak diacuhkan.


“Hei Forehead...!” Teriak Ino, yang langsung dihadiahi tatapan deathglare dari Sakura sedang Sasuke yang mendengarnya tampak menyerngit bingung dengan panggilan Sakura yang seperti penghinaan.

“Ya Ino-pig, aku sudah datang sekarang.” Jawab Sakura malas. “Ngomong-ngomong kenapa sensei mancariku?” Tanya Sakura seraya meneruskan langkahnya ketika Ino sudah bersisian jalan dengannya.

Ino mengendikkan bahu. “Aku juga tidak tahu, dia belum memberitahuku. Dia hanya menyuruhku menghubungimu.” Sahut Ino santai. Kemudian digulirkan aquamarine-nya pada Sasuke. “Oh.. Ya, dia siapa?” tanyanya berpura-pura tak acuh padahal dalam hati sudah teriak kegirangan karena bisa jalan bersisian dengan seorang seperti Sasuke.

“Dia Sasuke” jawab Sakura cuek. Dia tahu maksud Ino apa, tetapi pura-pura tidak tahu. Saat ini dia lagi malas meladeni Ino yang mungkin akan menghujaninya berbagai macam pertanyaan.

“Aku tahu itu, aku sering melihatnya di televisi, bahkan di sini, di rumah sakit ini. Yang ku maksud kenapa kalian bisa bersama dan tampaknya kalian saling mengenal?” Tanya Ino curiga dan menatap Sasuke dalam.

“Entahlah.” Sahut Sakura cuek. Sekarang prioritas utamanya adalah menemui sensei-nya dan menyelesaikan urusannya dengan sensei-nya.

Jawaban Sakura disambut dengan kebingungan Ino lantas beralih menatap Sasuke yang nampak tak acuh pada jawaban Sakura. Laki-laki tampan dengan pesona luar biasa itu tampaknya tidak tertarik dengan pembicaraan dirinya dengan Sakura dan terus berjalan dengan angkuh bersama mereka.

“Hai Sasuke, aku Yamanaka Ino, kau boleh memanggilku Ino. Ngomong-ngomong kapan kalian kenalan. Aku tidak pernah melihatmu sebelumnya, bukannya sok tahu yah, aku dan Sakura sudah saling mengenal sejak kecil dan kami selalu bersama, semua teman-teman Sakura adalah temanku juga tapi kau... aku baru pertama kali melihatmu bersama Sakura.” Cerocos Ino sambil memperhatikan penampilan Sasuke. menyelidik juga mengagumi.

“Hn” balas Sasuke singkat dan hanya melirik Ino sekilas.

Ino mengerjap beberapa kali tak percaya mendapat balasan seperti itu dari Sasuke. Puluhan kata yang dia lontarkan untuk laki-laki itu namun dibalas dengan jawaban tak berselera seperti itu. Ya Tuhan sebegitu tidak pentingkah semua ucapan dari Ino. Baru kali ini ia bertemu dengan laki-laki seperti ini, dia sangat arogan dan sombong. Sial.

“Sakura, dari mana kau bertemu dengan laki-laki seperti ini?” aquamarine Ino beralih menatap Sakura penasaran. Agak kesal juga karena sikap laki-laki itu padanya dan melimpahkan kepada Sakura.

“Entahlah.” Sakura tidak terlalu memedulikan pertanyaan Ino dan terus berjalan. Dalam hati Sakura juga menyesal memperlakukan sahabatnya seperti itu, namun─ entahlah. Dia hanya merasa malas banyak bicara dengan orang lain termaksud sahabatnya sendiri, tetapi mungkin akan menjadi pengecualian pada Sasuke. Sakura malah ingin terus berdua dengan Sasuke dan menghabiskan waktu dengan mengobrol.

“Tch...~” Ino tak bertanya dan berjalan bersisian dengan mereka berdua. Hatinya miris melihat sikap Sakura yang masih tetap sama seperti terakhir kali bertemu, tidak lagi memedulikan ucapan ataupun ocehannya. Apakah Sakura yang dulu akan kembali? Ino jadi merindukannya.

Seolah mengerti keadaan sahabatnya, Sakura berucap “Kita bicarakan sebentar Ino, aku tidak ingin membuat sensei semakin lama menungguku, sudah cukup izin selama seminggu itu.” dan kembali menatap jalan tanpa memperhatikan perubahan raut wajah Ino yang sedikit lega. Sebetulnya dia tahu bahwa Ino tadi terlihat sedih karena sikap tak acuhnya, makanya dia kembali berucap.

“Baiklah.” Sahut Ino tersenyum kecil. Walau terkesan datar namun ia tetap puas karena sahabatnya bisa berbicara panjang.

Dan sepanjang perjalanan mereka hanya diselingi dengan kesunyian. Ino yang selalu cerewet jadi diam dan tak sepatah kata pun dia lontarkan. Dia seolah terbawa arus yang diciptakan oleh Sasuke dan Sakura. Sekilas Ino melirik dua insan itu, ada rasa canggung yang menghinggapinya kala ingin menghilangkan suasana itu.

....

Tok…. Tok…. Tok….

Masuk!” terdengar suara perintah di balik pintu.

CEKLEK. Pintu terbuka menampakkan ruangan serba putih namun ada sedikit hiasan yang terletak di sisi kanan-kiri tempat duduk pemilik ruangan itu. daun maple merah buatan dengan sulur-sulur akar yang tampak menggantung. Sedang pemiliknya tengah sibuk dengan dokumen-dokumen yang berada di atas mejanya. Ino. Sakura, dan Sasuke pun kemudian masuk ke dalam ruangan itu.

“Sa’─ Eh… Sasuke, kau─ ada apa kau datang kemari? Ah.. kau ingin melihat hasil pemerksaan Itachi? Lalu kenapa kau bisa bersama mereka? Kau mengenal mereka?” Tanyanya tanpa jeda

“Hn”

Tanpa perlu memberitahu lebih lanjut arti gumaman Sasuke, Tsunade sudah mengetahuinya. Sedikit digeser laci mejanya dan mengambil map kuning dan segera diserahkan pada Sasuke. “Itu hasil pemeriksaan Itachi selama seminggu ini.” jelasnya lalu beralih menatap kedua muridnya “dan kalian berdua, masuklah di ruang penyimpanan, ada map biru di atas meja. Itu adalah tugas untukmu Sakura.” Lanjutnya pada Sakura dan Ino.

“Baik” jawab Ino dan Sakura bersamaan. Tak menunggu lama Ino dan Sakura pun lekas menuju ruang penyimpanan yang dimaksud, berjalan dalam keheningan tanpa seorang pun yang buka suara. Sampai di sana, baik Ino maupun Sakura tetap sibuk dengan lamunan mereka masing-masing dan mencari map yang dimaksud dalam diam.

Hingga rasa penasaran Ino melebihi kapasitas otaknya. Langsung saja dia hampiri Sakura lalu bertanya, walau agak ragu. “Mm... Sakura!”

Sakura beralih menatap sahabatnya. Merasa aneh dengan tingkah sahabatnya yang jarang dia lihat. Mata Ino terlihat gusar menatapnya.


“Ino, kau kenapa? Apa kau ingin ke toilet? Kau terlihat tidak tenang...” Kata Sakura khawatir. Mungkin saja sahabatnya itu merasa tidak enak untuk mengatakannya secara langsung dan meninggalkannya sendirian di sini. “Tidak perlu ragu-ragu mengatakannya Pig. Aku tidak apa-apa jika ditinggalkan sendirian, toh aku juga sudah tahu betul seluk beluk ruangan ini. Lagipula jika ingin ke toilet, pergi saja. Aku tidak mau kau sakit karena aku Pig.” Kekeh Sakura

Tak memedulikan perkataan Sakura, Ino kembali berucap. “Sakura, aku ini sahabatmukan?” ucap Ino menatap Sakura intens.
Merasa pandangan Ino agak aneh, Sakura jadi tidak enak sendiri. “Ada apa pig? Kau sangat aneh. Bicaralah yang jelas!”

“Baiklah, ceritakan semua yang terjadi padamu, kenapa sikapmu berubah selama ini? Kenapa tiga bulan lalu kau seperti orang gila dan mengurung diri terus menerus di dalam kamarmu? Dan laki-laki itu? Ceritakan semuanya.” Tuntut Ino seraya menatap Sakura lekat. Ini semua harus tuntas kalau tidak otaknya akan segera meledak karena penasaran juga rasa khawatirnya yang berlebihan pada sahabatnya itu.

Sejenak Sakura menghela nafas, bingung dengan jawaban yang akan dilontarkannya pada Ino. Dia ingin jujur, namun hatinya belum siap, jika harus mengulas kembali kejadian yang sudah membuat rencana masa depannya berubah, kejadian yang benar-benar membuatnya berada dalam keterpurukan bahkan hampir membuatnya gila, walau nyatanya laki-laki itu bertanggung jawab dan saat ini telah berhasil mengisi kekosongan hatinya.

Sakura memejamkan mata sekilas, menenangkan kekalutan masa lalunya yang pahit bersama dengan pria yang sekarang sangat dicintainya, “Maaf Ino, aku belum siap. Aku belum siap untuk membeberkan kejadian itu. Suatu saat jika hatiku sudah siap, aku akan menceritakanmu.” Sakura tahu dia salah sudah membuat sahabatnya sangat mengkhawatirkannya namun dia juga tak bisa berbuat apa-apa, memberitahunya sama saja membuatnya harus mengenang masa kelam itu dan dia tidak ingin. Hatinya belum siap untuk itu bisa saja dia kembali depresi dan menjadi seperti orang gila.

“Baiklah, jika kau belum siap. Aku akan menunggumu sampai kau mau membaginya padaku. ingatlah, kau adalah sahabatku dan sahabat akan selalu ada jika dibutuhkan. Aku akan selalu ada di sampingmu, kapanpun kau butuh jangan segan-segan memintanya padaku.” tutur Ino bijak. Namun dalam hati merasa miris karena Sakura masih belum bisa berbagi kesedihannya, Sakura masih belum sepenuhnya percaya padanya walau mereka sudah habiskan waktu bersama cukup lama. Entahlah. Dia merasa telah gagal menjadi seorang sahabat.

Sakura terdiam dalam kesunyian yang menyakitkan. Rasanya jantungnya seperti dihujam ribuan jarum. Perih. Dadanya begitu sesak melihat raut kekecewaan dari sahabatnya. “Terima kasih Ino.” Ucap Sakura lirih, sedetik kemudian setetes air mata jatuh dan mengaliri pipinya. Air mata yang mewakili kesedihan yang dia rasakan sekarang.

“Sudahlah, jangan bersedih Sakura. kau membuatku ikut bersedih.” Kata Ino sambil merengkuh Sakura dan kemudian mereka saling berpelukan. Ino tidak akan memaksa Sakura untuk memberitahu apa yang sudah terjadi pada sahabatnya itu, dia begitu teramat sayang pada Sakura dan ia tak ingin lagi melihat Sakura kembali bersedih. Sudah cukup ia melihat Sakura yang seakan kehilangan jiwanya beberapa bulan lalu, karena suatu kejadian yang tidak dia ketahui.

“Maaf Ino, aku hanya bahagia memiliki sahabat seperti kamu.” Balasnya sambil mengusap air matanya. Tetapi dia tidak tahu bahwa sesungguhnya Ino tahu kalau dirinya tengah berbohong.


.
.
.
.
.

Tbc

a/n : akhirnya update juga ni cerita. Setelah pertimbangan beberapa kali tentang alurnya dan hasilnya malah gaje kayak gini. Author juga gak tahu ni mengarah kemana, gak jelas. Author malah bingung sendiri buat alur ceritanya. Yang pasti author harap cerita ini bisa disuka dan bisa menghibur reader-san semua.

Akhir kata, author berterima kasih kepada semua reader yang sudah mau meluangkan waktu untuk membaca fict ini dan saya berharap kritik dan saran dari reader agar author bisa membuat fict yang lebih baik.
Share:

Thursday, January 29, 2015

Asam Asin Manis Pahit Ch 3

Baca Chapter sebelumnya : [chapter 1][chapter 2]

Nih kembali lagi dengan author lelet ini.

Mana yang kau pilih, jujur atau diam untuk perasaanmu? Kau tidak akan tahu jawabannya jika terus saja diam. Walaupun jika jujur mungkin akan menyakitkan, tapi bisa malah sebaliknya dan akan berakhir dengan kebahagiaan. Siapa yang tahu?

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*


ASAM ASIN MANIS PAHIT
Chapter 3
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

Cerita Sebelumnya :
“Jadi siapa yang biayayi kuliahmu? Sasukekah?” Sakura dan Sasuke yang mendengar pertanyaan Mikoto, terlonjak kaget. Sasuke yang lebih kaget, pasalnya dia belum pernah mendengar kata-kata kasar keluar dari ibunya.

Sebetulnya ibu Sasuke tidak ingin berbicara seperti itu, tetapi karena kekhawatirannya akan pilihan anaknya itu, pertanyaannya meluncur begitu saja dari mulutnya. Mikoto hanya tidak ingin Sasuke memilih wanita yang salah. Jadi wajar pertanyaannya begitu─wajar dalam artian dirinya sendiri.

Sasuke yang merasa pertanyaan ibunya sudah keterlaluan, mengambil lengan Sakura, “Cukup ibu!” Bentak Sasuke pada ibunya. Ia berdiri dan hendak membawa Sakura keluar dari mansionnya.

.
.
.
Pair : SasuSaku
Rate : T
Genre : Romance & Hurt/Comfort
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING : AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
.
.
Mickey_Miki
.
.
.
.
~Happy Reading~
.
.
.
.
.
Chapter 3

Sasuke yang merasa pertanyaan ibunya sudah keterlaluan, mengambil lengan Sakura, “Cukup ibu!” Bentak Sasuke pada ibunya. Ia berdiri dan hendak membawa Sakura keluar dari mansionnya. Rasa penyesalan timbul seketika setelah kata-kata itu keluar dari bibirnya, terlebih melihat wanita yang sudah melahirkan dan membesarkannya menunjukkan raut luka di wajahnya. Ingin rasanya ia meminta maaf atas ucapannya tadi, namun ia juga tidak bisa melakukannya. Mereka akan semakin memojokkan Sakura dengan perkataan-perkataan mereka.

Sasuke segera beranjak dari tempatnya, namun terhenti akibat seruan sang ayah. “Sasuke, apa yang kamu lakukan? Beraninya kau membentak ibumu.” Bentak Fugaku pada Sasuke dan melirik Sakura dengan tatapan dingin yang menusuk.
“Apa yang sudah dia lakukan padamu, hingga kau bisa membentak ibumu, hah!?” Lanjutnya lantang dan tegas, tak lupa dengan pandangan mengintimidasinya.

Namun sayang Sasuke tak merasa terintimidasi oleh tatapan ayahnya. “Aku tidak suka cara kalian memperlakukan Sakura seperti itu, apalagi dengan pertanyaan-pertanyaan itu!” Bela Sasuke. “Sakura bukanlah perempuan seperti yang kalian pikirkan.” Lanjutnya. Sasuke tak gentar dengan pandangan ayahnya itu. Dulu, dia akan diam saja bila ayahnya membentaknya, apalagi jika menghadiahinya dengan tatapan seperti itu. Namun, itu dulu. Ia bukan lagi anak yang akan diam saja bila dimarahi apalagi bila dibentak hanya karena melakukan sesuatu yang dianggapnya benar. Dia akan tetap mempertahankan Sakura, dengan cara apapun.

Di lain pihak, Fugaku yang mendengar pembelaan anaknya, tersentak, tak percaya. Tak sekali pun ia pernah melihat atau pun mendengar sebelumnya Sasuke membalas ucapannya apalagi membalas tatapannya. Biasanya laki-laki itu hanya diam dan menunduk menerima semua ucapannya jika dia memarahinya karena melakukan suatu kesalahan.

Tahukah kau Tuan Uchiha Fugaku? Sasuke bukan lagi anak kecil yang akan diam saja dimarahi. Sekarang dia sudah dewasa dan tahu mana yang baik dan buruk. Mana yang salah dan benar.

Manusia akan berubah seiring berjalannya waktu. Terlebih jika sudah menyangkut dengan orang yang dicintai. Begitupun dengan Sasuke, dia bukan lagi anak yang hanya akan tunduk dan diam saja menerima bentakan orang tuanya tanpa tahu kesalahannya atau hanya karena kesalahan yang kecil. Bukan berarti membalas ucapan ayahnya untuk kurang ajar, tak menghormati, tidak menghargai, hanya saja, menurutnya ucapan orang tuanya sudah keterlaluan.

Sakura tidak bisa lagi mendiamkan suasana itu. Suasana yang menurutnya sangat..sangat mengerikan. Saling melemparkan pandangan yang membuat siapa saja yang melihat akan merinding. Ia pun memegang tangan Sasuke yang memegang tangannya yang lain. “Sasuke-kun sudahlah! Tidak apa-apa kok. Kumohon jangan bersikap seperti itu pada orang tuamu! Toh mereka masih ingin bicara kepada kita, lagi pula sikap ibumu seperti itu adalah wajar. Dia hanya mengkhawatirkanmu. Jadi kumohon, kita duduk kembali. Yah!” Ucapnya sambil mengelus-elus lengan Sasuke.

Fugaku yang melihat tindakan Sakura hanya berdecih. Tak suka dengan tindakan Sakura yang menurutnya hanya cari muka saja. Menurut mata-mata yang ia bayar, Sakura adalah anak yatim piatu, hidup dengan bekerja paruh waktu, dan sekolah dengan mengandalkan beasiswa. Menurutnya Sakura tidak lebih dari perempuan-peremuan lain yang hanya menginginkan harta Sasuke dan anaknya malah termakan oleh rayuan perempuan jalang itu.

Fugaku tak suka hal itu. Pikiran-pikiran buruk tentang Sakura melingkupi otaknya. Tanpa berfikir lebih lanjut, ia bertekad untuk memisahkan mereka. Apapun akan dia lakukan untuk itu. Tak peduli dengan perasaan Sasuke toh nanti anaknya itu akan berterima kasih padanya karena bisa lepas dari perempuan penggila harta itu.

“Hn…” dengan rasa tidak ikhlas, Sasuke pun kembali duduk. “Kau yakin tidak apa-apa?” Sasuke sangat khawatir pada keadaan Sakura. Ia takut Sakura kenapa-kenapa karena tidak sanggup menghadapi pertanyaan-pertanyaan yang terlontar dari kedua orang tuanya, apalagi dengan keadaannya yang sedang mengandung dan usia kehamilan yang masih rentan terhadap keguguran itu. Ia tidak mau pertanyaan orang tuanya itu sampai membuat calon anaknya tidak bisa lahir karena ibunya terlalu memikirkan jawaban pertanyaan itu. Terlalu berlebihan memang, tapi itulah yang dirasakannya sekarang. Seandainya mereka tidak dalam keadaan panas─dalam artian pertentangan keluarga─maka dipastikan mereka bisa melihat raut kekhawatiran Sasuke, walaupun samar ditunjukkan.

Sakura mengangguk yakin. Dia bisa menghadapi mereka. “Percayalah!” Ucapnya tegas. Walaupun dalam hatinya masih ragu, namun ia tetap akan berusaha dan membuat orang tua Sasuke merestui mereka.

Melihat sorot mata Sakura, Sasuke hanya bisa mendesah pasrah, kalau sudah begini tak ada cara lain untuk menghentikannya, dia hanya bisa menuruti keinginan sakura dan berdoa dalam hati agar Sakura baik-baik saja menghadapi orang tuanya itu dan calon anak yang dikandung Sakura tidak kenapa-kenapa.

Butuh beberapa menit hingga Mikoto mau melanjutkan pertanyaanya itu─setelah menenangkan diri akibat bentakan putra bungsunya itu. “Jadi, sampai dimana hubungan kalian?” Tanya ibu Sasuke. Memang dirinya masih kecewa akibat bentakan putra bungsunya─yah. Walaupun sebetulnya karena ialah dia bisa dibentak oleh anaknya. Dalam pikirannya ia kemudian menyalahkan Sakura yang membuat Sasuke seperti itu padanya.

“Maksud ibu apa?” Sasuke sebetulnya paham dengan maksud ibunya. Tetapi, dia tidak mengerti apa yang ibunya pikirkan. Entahlah. Sasuke sebenarnya ingin membeberkan perihal kehamilan Sakura agar semuanya berjalan lancar dan kedua orang tuanya dapat merestui mereka─walaupun dengan terpaksa. Namun, Sakura menolaknya. Sakura tidak ingin dianggap jikalau kehamilannya itu adalah upaya untuk menjerat dirinya untuk menikahinya, dan dianggap hanya mengincar harta saja─alias wanita penggila harta.

“Ah… maksud ibu, tahap kalian pacaran sudah sampai dimana? Apakah kalian tinggal bersama atau....─ ”

“Ah… tidak Uchiha-san, saya tinggal di apartemen saya sendiri, begitu pula dengan Sasuke-kun.” Potong Sakura cepat. Ia tahu apa yang akan ibu Sasuke katakan selanjutnya. Dari awal perjumpaan mereka Sakura sudah menyadari raut ketidaksukaan mereka padanya. Namun, ditepisnya perasaan itu dan tetap berprilaku sopan, karena Sasuke.

Sakura tak ingin membuat kedua orang tuanya yang sudah meninggal kecewa atas perilaku yang tidak sopan terhadap calon mertuanya. Ia sudah dididik tentang tata krama dan sopan santun yang harus ditunjukkan kepada orang lain dan lagi Sakura tak ingin merusak rencana Sasuke yang sudah mengajaknya menemui mereka. Ia tak ingin mempermalukan dirinya apalagi Sasuke di depan mereka. Sasuke sudah bersusah payah agar dirinya dapat bertemu dengan kedua calon mertuanya itu. Jadi Sakura terus saja bersabar dan berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan padanya dengan sopan.

“Kami sama sekali tidak tinggal seapartemen, karena letak apartemen saya tidak jauh dari tempat kerja paruh waktu saya. Selain itu juga, letak tempat kuliah saya juga tidak jauh dari sana, jadi saya lebih memilih tinggal di apartemen saya sendiri.” Tuturnya dengan sopan.

“Mmm…….” Mikoto─ibu Sasuke, sedikit kagum dengan Sakura, dia adalah anak mandiri, ‘pantas saja Sasuke suka padanya’ batin Mikoto. Mikoto adalah seorang ibu, dia juga memiliki felling, dia bisa merasakan apa yang terbaik untuk anaknya dan menurutnya Sakura adalah anak yang bisa membahagiakan anaknya. Namun itu semua tidaklah mudah mengingat suaminya yang sedari awal memang tak menyukai Sakura hingga saat ini.

Fugaku tidak berbicara lagi setelah bentakan yang dia lontarkan pada Sasuke dan hanya memilih diam sambil mendengarkan percakapan istrinya dan Sakura.

“Ah… oka-sama, satu lagi, sebetulnya Sakura ini akan menjadi seorang lulusan terbaik, di universitas kirin, selain itu juga, sekarang ia sedang dinas di RS Konoha Internasional, jarang-jarangkan Ba-san mau menerima seseorang untuk dinas di RS-nya.” Tambah Sasuke, dia juga ingin membuat Sakura terlihat memiliki kelebihan di mata kedua orang tuanya. Sebab sedari tadi yang dia dengar dari mulut Sakura tak ada jawaban yang sifatnya baik di mata orang tuanya.

Sakura dan kedua orang tua Sasuke diam, tak satupun kata yang terlontar dari ketiga orang yang berada di ruangan itu setelah mendengar penuturan Sasuke yang menurut mereka sangat amat langka. Belum pernah mereka dengar Sasuke yang berbicara lewat dari 10 kata, kecuali jika Sasuke sedang presentasi dengan kolega-kolega bisnis di perusahaannya.

Mikoto-ibu Sasuke bertambah kagum dengan Sakura. Yah… awalnya sih dia tidak suka dengan Sakura, karena asal-usul Sakura yang tak jelas, tapi mendengar penuturan anaknya barusan, sungguh membuatnya kagum pada Sakura. Mikoto tahu Tsunade-kakak angkatnya, selaku pemilik rumah sakit terbesar itu tak akan pernah mau menerima orang yang ingin magang atau sekedar dinas di rumah sakitnya, karena dia tidak ingin ada masalah yang ditimbulkan dari orang-orang yang awam itu di rumah sakitnya.

Perbincangan mereka terus berlanjut sampai sore, akhirnya Sakura pamit pulang─yang sebenarnya Sasukelah yang memaksanya. Padahal dirinya masih ingin berbincang dengan Mikoto─ibu Sasuke. Ternyata ibu Sasuke itu tak sejahat yang dipikirnya, ia memang sangat lembut walau sebelumnya pertanyaan dan perilakunya membuat hati Sakura sedih.




________________________________________

Sebuah mobil lamborghini hitam berhenti di depan sebuah apartemen yang terbilang sangat sederhana, pemiliknya kemudian turun dan membukakan pintu penumpang di sebelah kirinya menampakkan seorang wanita cantik. Sakura keluar dari dalam mobil dan tersipu malu, akan tidakan Sasuke. Selama ini Sasuke tak pernah membukakan pintu untuknya, selalu dia sendri yang membukanya.

“Sasuke mampirlah dulu!” Ucap Sakura tepat di depan pagar apartemennya.

“Hn…”

Selama beberapa bulan bersama Sasuke membuat Sakura sedikit banyak mengetahui kebisaaan-kebisaaan Sasuke, termaksud kata ‘hn-nya’. Sakura yakin jawaban Sasuke barusan artinya ‘ya’ terbukti, karena Sasuke tidak langsung pulang, malah ikut masuk di apartemen Sakura. Setelah memarkirkan mobilnya terlebih dahulu.

“Silahkan duduk Sasuke!”

Sasuke yang dipersilahkan, kemudian duduk di tempat Sakura mempersilahkannya. Sasuke tampak kagum dengan suasana apartemen Sakura, walaupun peralatannya tak semahal dengan yang dimilikinya, namun Sakura dapat mengaturnya dan membuatnya tampak sangat rapi. Selain itu, apartemennya juga terasa nyaman dan sejuk walau tanpa AC (Air Conditioner).

“Tunggu di sini! Aku akan membuatkan ocha hangat untukmu.” Sakura kemudian berjalan menuju ke dapur dan akan membuatkan minuman untuk Sasuke.

“Bisakah kau buatkan aku kopi hitam saja?!”

“Tidak bisa! Ini sudah malam dan kopi tidak baik dikonsumsi pada malam hari.”

Suara desahan keluar dari mulut Sasuke. Dia tidak bisa membantah perkataan Sakura, karena itu semua memang benar. Ia jadi berfikir, ia adalah orang yang tidak suka dibantah, apalagi diperintah, tapi kenapa Sakura bisa melakukan itu. Apa mungkin karena Sakura adalah calon ibu untuk anaknya ataukah karena ia mencintai wanita itu, atau mungkin karena keduanya? Yah mungkin saja. Entahlah.

Sambil mennggu, mata Sasuke tidak tinggal diam. Dia terus saja memperhatikan ruangan itu. Tempat dimana wanitanya biasa beraktifitas, nonton ataupun mengerjakan tugas-tugasnya. Di apartemen Sakura hanya terdiri beberapa ruangan saja. Ruang tamu, dapur, dan kamar tidur. Sangat minimalis namun terasa nyaman.

Pandangannya terhenti pada satu bingkai foto keluarga yang dipajang di atas meja hias. Ada dua orang dewasa bergender berbeda, lalu satu anak perempuan dengan senyum manisnya yang duduk di pangkuan wanita itu yang diyakininya itu adalah Sakura. Dan kedua orang dewasa itu adalah orang tua Sakura. Mereka semua tampak bahagia.

“Itu adalah foto keluargaku. Foto itu diambil saat umurku masih 5 tahun.” Jelas Sakura tiba-tiba yang tengah membawa dua gelas ocha hangat dan menaruhnya di atas meja.

“Aku tidak tanya…” jawab Sasuke sarkastik.

Sakura mengembungkan pipinya jengkel mendengar perkataan Sasuke. namun tampak manis di mata Sasuke.

CUP

Sasuke mendaratkan sebuah kecupan ringan di bibir Sakura yang sukses mendatangkan rona merah di pipi wanita musim semi itu. “Sa...Sasuke...!” Panggilnya gugup. Walaupun ciuman itu sudah beberapa kali didapatnya namun tetap saja ia masih malu.
Tanpa aba-aba Sasuke berbaring dengan kedua paha Sakura sebagai bantalnya. Kemudian mengelus-elus perut Sakura yang telah berisi benihnya.

“Sa..Sasuke?”

“Aku ingin menyapa anakku.” Jawabnya. “Ne... Anak ayah, apa kabar? Kau tidak membuat ibumu kesusahankan?” Lanjutnya sambil mengelus-elus perut Sakura sayang.

BLUSH

Perlakuan Sasuke itu berhasil memunculkan semburat merah di kedua pipi Sakura. Ya Tuhan bolehkah ia meminta agar kebahagiannya ini tidak hilang. Sudah cukup dengan kepergian orang tuanya.

“Hei… apa yang kau lakukan Sasuke, kau membuatku malu.”

Tanpa memperdulikan perkataan Sakura, Sasuke melanjutkannya lagi. Sambil mengelus-elus perut Sakura sayang. “Sayang cepatlah tumbuh, agar ayah bisa melihatmu.” Ucap Sasuke, tanpa memperdulikan wajah Sakura yang sudah merona.


“Sa..sasuke!?” Rengek Sakura malu dengan tindakan Sasuke. Namun begitu ia sangat senang.

“Hn…” Sasuke tidak peduli dengan ucapan Sakura dan terus saja mengelus perut buncit Sakura.

“Sasuke... Apa kau senang?” Tanya Sakura.

Pertanyaan ambigu, namun Sasuke dapat mengerti maksudnya. Entahlah mungkin karena kebersamaan mereka selama ini, jadi Sasuke sedikit-banyak dapat memahami Sakura termaksud dengan pertanyaannya itu.

“Hn. Tentu saja aku senang.” Jawab sasuke mengecup perut sakura.

Jawaban Sasuke itu membuat dada Sakura menghangat. Sehangat mentari yang menyinari pagi hari. Sakura sangat bahagia. Walau pun arti senang yang dimaksud Sasuke bersifat ambigu, tetap saja membuat Sakura sangat bahagia.

Tak dapat dipungkiri banih-benih cinta telah tumbuh di hatinya setelah kebersamaannya dengan Sasuke. Begitu pun sebaliknya, sedikit demi sedikit di hati Sasuke juga tumbuh perasaan cinta itu.

Perlahan namun pasti perasaan mereka berdua telah berubah. Kebersamaan yang mereka jalani telah menjadi bibit-bibit cinta di hati mereka yang perlahan tumbuh dan berkembang.

Cinta yang awalnya karena keterpaksaan, keharusan, dan karena pertanggung jawaban, kini telah berubah total. Cinta yang mereka rasakan sekarang, bukan lagi cinta karena saling butuh untuk menutupi kesalahan mereka. Bukan lagi cinta untuk saling melengkapi kekurangan. Namun cinta karena benar-benar mencintai. Cinta yang ikhlas dan tulus. Cinta untuk saling mengisi.

Andai waktu tak memiliki kaki untuk tetap berjalan. Andai waktu dapat dibeli. Mereka akan dengan senang hati menghentikan waktu itu untuk tetap seperti itu dan tak ingin momen kebersamaan mereka hilang. Yah. Andai semua itu bisa saja terjadi.

“Sasuke-kun!” Panggil Sakura dengan rona merah yang menghiasi pipi Sakura. Kedua tangannya menjulur dan membelai lembut rambut Sasuke dan penuh kasih.

Sakura tak ingin momen seperti ini hilang. Ia tak ingin kebahagiaannya hilang lagi. Ia tak ingin kembali merasakan kehilangan. Sudah cukup kedua orang tuanya yang meninggalkannya. Ia tak ingin Sasuke juga ikut meninggalkannya.

“Mmm... Ano sasuke-kun!” Panggil Sakura sekali lagi karena Sasuke tak bereaksi.

“Hm, ada apa hime?” Sasuke tak berbalik ia masih sibuk dengan perut Sakura.

Akhirnya Sasuke pun menjawab. Namun Sakura bingung, ia tak tahu harus mengucapkannya dari mana, ia menunduk. “Aishiteru” dan entah kenapa kata itulah satu-satunya yang meluncur dari bibirnya.

Malu tapi senang.

Biasanya sebelum menyatakan cinta ada kata-kata romantis ataupun perlakuan yang manis terhadap calon pasangannya.

Biasanya perlu adanya suatu suasana yang romantis sebelum mengungkapkan cinta.

Biasanya akan ada kado, bunga, cincin atau apalah yang bisa membantu mensukseskan acara pernyataan cinta.

Dan

Itu semua dilakukan oleh seorang pria.

Dan kini dirinyalah yang terlebih dahulu mengutarakan perasaan.

Dirinya yang seorang wanita

Ah. Peduli tentang status, kodratnya sebagai seorang perempuan. Kalau sudah menyangkut tentang perasaan lebih baik diutarakan dari pada menjadi beban dan menyesal kemudian. Ia juga tak ingin penasaran akan statusnya yang sekarang dengan Sasuke. dan ia tak peduli dirinya yang memulai yang jelas ia mendapatkan sebuah kejelasan mengenai perasaan Sasuke terhadapnya.

Sedang Sasuke yang mendengar penuturan Sakura sontak membuatnya terkejut namun beberapa saat kemudian ia tersenyum. Senyum yang bahkan belum pernah ia nampakkan kepada orang lain kecuali keluarganya yang berhasil disembunyikannya pada perpotongan antara perut dan paha Sakura.

Sasuke juga sangat bahagia mendengarnya. Bagai berada di tengah padang rumput dengan hembusan angin lembut menerpanya.

Bagai diberi sepasang sayap untuk terbang melintasi surga.

Tak pernah ia menduga sebelumnya, Sakura dapat mencintainya secepat ini. Kebencian Sakura dulu terhadapnya kini telah berubah jadi cinta. Entah kebahagiaan keberapa yang sudah diperolehnya itu, yang jelas, ia sangat bersyukur pada Kami-sama, sudah memberi kebahagiaan yang sangat besar untuknya.

“Sasuke!? Apa... Kau juga menyukaiku?” Tanya Sakura ragu-ragu. Hatinya bergemuruh tidak tenang. Cemas dengan jawaban yang akan diutarakan Sasuke.

“Tidak...” Jawab Sasuke singkat. Senyum jahil terpatri di wajahnya. Niatannya hanya ingin menggoda Sakura. Ia ingin melihat bagaimana reaksi Sakura.

Takut.

Seringainya tiba-tiba menghilang digantikan perasaan bersalah.

Ia tak menyangka Sakura menganggapnya serius. Terbukti dari diamnya Sakura dan getaran di paha wanitanya yang menandakan akan ada tetes air yang akan jatuh mengenai dirinya. Nanti.

Sedang Sakura sendiri setelah mendengar jawaban Sasuke sontak membuat sedih dan kecewa.
Bagaimana tidak. Selama ini, Sakura berpikir, perhatian yang diberikan Sasuke untuknya karena dia mencintai Sakura. Sakura pikir karena Sasuke membawanya ke mansionnya dan mengenalkannya pada kedua orang tuanya, membelanya, berarti laki-laki itu benar-benar mencintainya, nyatanya tidak.

Laki-laki itu hanya ingin menikahinya karena rasa bersalahnya, tanggung jawabnya. Selama ini dia telah salah sangka dengan semua perhatian Sasuke. Selama ini Sasuke tidak mencintainya.

Bak sebuah timah panah panas tertembus di dadanya dan menembus hatinya. Terasa perih dan menyayat. Hatinya sakit mendengar jawaban Sasuke. Ternyata selama ini cintanya hanya bertepuk sebelah tangan. Cinta tulusnya tak tersampaikan kepada Sasuke. Memang benar cinta yang bertepuk sebelah tangan ternyata benar-benar menyedihkan. Sakura merasa dia adalah orang yang paling meyedihkan. Salah mengartikan perhatian Sasuke padanya.

Mata Sakura memanas. Sebentar lagi bulir-bulir air matanya akan menetes. Tak mau sampai mengenai Sasuke ia pun buru-buru menghapusnya. Dia tidak ingin dianggap perempuan yang menyedihkan, mengharapkan cinta dari orang yang seperti Sasuke.

“Tapi aku sangat mencintaimu.” Lanjut Sasuke. Dia sangat malu mengatakannya, memindahkan semua egonya, ia menuturkan kata-kata sakral itu pada sakura. Tak ingin Sakura melihat wajah meronanya, ia pun membenamkan kepalanya di antara perut dan paha Sakura.
Tes... Tes... Tes...

Air mata Sakura pun akhirnya tumpah ruah hingga mengenai pipi Sasuke. Namun bukan air mata kesedihan seperti yang tadi, akan tetapi air mata kebahagiaan.

Ternyata panah yang menembus hatinya tadi tak sampai menghancurkan hati Sakura, malah menguatkan dan memberikan kehangatan baginya. Cintanya yang tadi dia anggap bertepuk sebelah tangan ternyata terbalaskan. Sasuke juga mencintainya.

Sasuke membalikkan kepalanya dan mendongak melihat Sakura. “Sakura! Kau menangis? Ada apa, hm?” Tanya Sasuke cemas. Menghapus bulir air mata di pipi Sakura dengan kedua jempolnya.

“Tidak. Aku tidak apa-apa.” Jawabnya dengan suara parau diirngi dengan senyum kebahagiaan.

“Jangan bohong! Ada apa, hm?” Tanya Sasuke sambil membelai kedua pipi Sakura dengan sayang.

“Aku hanya senang. Aku bahagia ternyata Sasuke-kun juga mencintaiku.” Jawabnya dengan memegang kedua tangan Sasuke sambil menyesapi kehangatan yang berasal dari tangan Sasuke.

“aku tahu.”

“aku pikir kau tidak mencintaiku.” Ucap Sakura yang sesengukan.

Sasuke bangun dan duduk di samping Sakura sambil menghadapnya. “Kalau aku tidak mencintaimu, tidak mungkin aku membawamu ke rumahku.” Jawabnya sambil memeluk dan mengelus lembut helaian merah muda Sakura.

“Aku pikir kamu mau menikahiku hanya karena merasa bersalah dan rasa tanggung jawabmu.”

“aku sudah pernah bilangkan. Aku akan belajar mencintaimu dan sekarang aku sudah benar-benar mencintaimu.”

Hiks...hiks...hiks...

Sakura sangat bahagia mendengar penuturan Sasuke barusan. Tak pernah ia rasakan kebahagiaan seperti ini sejak kedua orang tuanya meninggal. Ia ingin terus seperti ini. Ia tak ingin momen kebersamaannya dengan Sasuke cepat berlalu. Di peluknya erat tubuh Sasuke, berharap perasaannya dapat dirasakan oleh Sasuke.


Sedang Sasuke sendiri hanya bisa tersenyum, ia juga bahagia sama seperti Sakura. Dielusnya punggung Sakura sayang berharap Sakura tahu bahwa dia akan selalu ada di sisinya.

Seolah tahu keinginan Sakura, Sasuke meminta Sakura agar dibiarkan menginap dalam apartemennya. “Sakura, malam ini aku ingin menginap di sini!?” Ucapnya di sela-sela pelukannya.

Sakura mengangguk dalam dekapan Sasuke. “Baiklah. Tapi kenapa tiba-tiba…?” Tanya Sakura penasaran. Pasalnya selama ini Sasuke tidak pernah menginap di apartemen Sakura. Sasuke biasanya hanya mengantar dan singgah sebentar di apartemen Sakura kemudian kembali ke apartemennya.

“Aku hanya ingin lebih lama bersamamu.” Jawab Sasuke, masih dalam keadaan memeluk Sakura. Aroma cherry meluber dari tubuh Sakura dan menyebabkan Sasuke enggan untuk melepaskan pelukannya.

Jawaban Sasuke sukses menambah rona merah di pipi Sakura. Alhasil Sakura semakin membenamkan wajahnya di dada bidang Sasuke. “Sasuke!?”
;

“Hn?”
;

“Arigato. Hontoni arigato”

“Hn” jawabnya sambil membelai rambut sakura

Posisi mereka terus seperti itu, hingga Sakura memutuskan untuk masuk ke kamarnya. Sasuke juga ikut ke kamar Sakura, mereka tidur berdua di ranjang yang sama dengan perasaan legah. Perasaan bahagia dan berharap agar waktu berjalan lebih lama agar momen mereka lebih lama mereka rasakan.

Sakura bersandar di dada bidang Sasuke, dan Sasuke sendiri hanya memeluk pinggang Sakura. Menyamankan posisi mereka masing-masing. Hingga mereka berlabuh ke pulau kapuk posisi mereka tetap seperti itu.

.
.
.
.
.
see u next chapter 4

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

a/n : kritik dan saran diharapkan, agar penulis dapat lebih baik 
Share:

Sunday, October 19, 2014

fanfict Naruto : Asam, Asin, Manis, Pahit - Ch 2

republish :
fanfict ini sebelumnya sudah aku publish, dan aku publish ulang dengan perubahan sana-sini.
moga cerita ini gak buat bosan.
silahkan lanjut membaca!..

cerita sebelumnya : baca [chapter 1]

Keberanian tidak selalu bersuara lantang. Kadang, keberanian adalah bisikan pelan di penghujung hari yang berkata, “Besok saya akan mencoba lagi” (Marry Anne Radmacher).

...
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

ASAM ASIN MANIS PAHIT
Chapter 2

*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*
...


 Asam, Asin, Manis, Pahit
Pair: SasuSaku
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort, Drama & Roman
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
Mickey miki
~Happy Reading~
________________________________________


“apa kau pikir, pernikahan itu main-main? Jika kau hanya menikahi seseorang karena tanggung jawab, bukankah setelah tanggung jawabmu selesai kau akan meninggalkannya? Dan aku tidak mau itu terjadi padaku. aku hanya akan menikah dengan pria yang kucintai dan yang mencintaiku”

Sasuke kembali mendekap Sakura, “kalau begitu belajarlah mencintaiku, dan akupun akan belajar mencintaimu”

Sakura yang mendengarnya hanya bisa terisak dalam dekapan pria itu. Mungkin impiannya untuk menikahi pria yang seperti Sasuke tidak akan terwujud, malah Sasuke sendiri yang ia dapatkan.


::
::
::
::

Chapter 2
Sejuk, nyaman, dan tentram

Angin sepoi memainkan rerumputan liar yang tumbuh di pinggir jalan. Hembusan kencangnya menerbangkan dedaunan kering hingga jatuh berguguran, mengotori bangku yang sedang ia duduki sekarang. rambutnya merah mudanya melambai-lambai hingga sebagian rambutnya mengenai wajah ayunya. Sejenak ia memejamkan matanya menikmati tiap hembusan udara yang menerpa kulitnya.

Tersenyum

Sebelah tangannya terangkat, mengarahkan ke perutnya yang sudah mulai membuncit lalu membelainya penuh kasih. “Aku tidak mengira, kau akan tumbuh di dalam rahimku, Sayang.” Senyum bahagia terlukis di wajahnya─namun tampak sedikit kegelisahan dan kerisauan melingkupinya. Hari ini tepat tiga bulan setelah peristiwa itu bersama Sasuke, kejadian yang hampir merubah seluruh hidupnya.

Pandangannya beralih pada anak-anak yang bermain dengan riangnya─dengan ibu mereka yang mengawasi. Ia tak pernah mengira sebelumnya, bahwa dirinya akan mengalami hal seperti ini. Khayalan-khayalan masa depan akan dirinya berseleweran di kepalanya. Mungkin nanti juga ia akan melakukan hal seperti itu. Duduk bersama ibu-ibu lain, menggosip sambil mengawasi buah hati.

Menyesal.

Sejenak Sakura menghela, menengadahkan kepala menantang langit. Pikirannya dipenuhi saat ini. Rentetan peristiwa dari awal pertemuannya dengan Sasuke hingga saat ini. Kebohongan-kebohan yang dilakukannya untuk menutupi kehamilannya dari sahabat serta guru yang ia hormati. Tak dapat dipungkiri, dirinya memang menyesal melakukan kebohongan itu. namun di sisi lain ia juga tak bisa menutupi kalau dirinya sedikit bahagia. Yah. Sebentar lagi dirinya tidak akan merasakan kesepian. Sebentar lagi dirinya akan ada yang menemani. Sebentar lagi hidupnya akan lebih berwarna dengan kehadiran buah hatinya─mungkin bila Sasuke juga sebagai salah satunya.

Sakura kembali mengelus perutnya, merasakan getaran-getaran Si calon junior. Kurang lebih enam bulan waktu yang dibutuhkan agar Si cabang bayi lahir menghiasi dunianya. Senyum kembali terlukis di wajahnya. Ia sudah amat sangat ingin melihat anaknya. Senyum, tangis, maupun ketawa riangnya, ingin segera ia lihat.
...

Sesmenjak kejadian itu, memang baik Sakura maupun Sasuke belum menikah. Bukan karena Sasuke yang tak mau bertanggung jawab. Dari awal Sasuke─setelah kejadian itu─sudah melamar Sakura dan mengundangnya ke rumahnya untuk dikenalkan kepada kedua orang tuanya. Jika saja Sakura mau menerimanya. Namun Sakura menolaknya. Bukan karena tidak melihat kesungguhan Sasuke. akan tetapi, dia masih ingin melanjutkan study-nya, dia masih ingin belajar, banyak hal yang masih belum diketahui olehnya dan juga Ia masih ingin melanjutkan cita-citanya menjadi seorang dokter─walau itu mustahil.

.
.
.
*.*.*.*.*.*.*.*
.
.
.
Sebuah mobil lamborgini hitam berhenti tepat di depan sebuah taman dekat Rumah Sakit. Pengendaranya kemudian turun dan masuk ke dalam taman. Dia memakai setelan jas kantoran dengan sepatu pan topel yang mengkilat. Pandangannya lurus ke depan ke sosok wanita yang sudah menghiasi hari-harinya selama lebih dari dua bulan.

Sepanjang perjalanannya tak henti-hentinya ia mendapatkan berbagai macam tatapan─dengan arti yang berbeda-beda. Tidak hanya ibu-ibu, gadis, bahkan anak-anak remaja pun memperhatikannya. Tidak peduli bahwa laki-laki itu sedang menuju ke wanita yang sedang duduk di salah satu kursi taman itu. Dengan langkah yang arogan, dia terus saja berjalan tanpa mempedulikan tatapan-tatapan yang dilayangkan kepadanya.

“Sakura!” Panggil Sasuke sambil menyentuh pundak Sakura yang sedang membelakanginya.

“Kau sudah sampai rupanya.” Tanpa berbalik pun Sakura tahu siapa laki-laki itu.

“Hn.” Jawab Sasuke.

“Ngomong-ngomong kau ingin membawaku kemana?” Tanya Sakura heran. Tumben-tumbennya Sasuke ingin membawanya ke suatu tempat─walau tempat itu masih belum diketahuinya. Sasuke sendiri tidak memberi tahunya, katanya sih rahasia. Rahasia tidak akan menjadi rahasia kalau sudah diketahui.

“Ikut saja!” Titah Sasuke, tanpa memberikan jawaban pada Sakura, dengan lembut Sasuke menuntun Sakura untuk menaiki mobil.

Sasuke pun membawanya ke sebuah padang bunga yang indah. Banyak jenis bunga yang tumbuh di sana. Dari bunga kosmos, kembang kertas, bunga anyelir, bunga tahi ayam, bunga tahi kucing-bunga pukul delapan, bunga jam Sembilan, bunga lilin, bunga dandelion dan masih banyak lagi bunga yang tumbuh dengan liar di taman itu. Mereka semua tumbuh dengan cantik dan tampak terawat walaupun tumbuh dengan liar. Bunga-bunga itu tumbuh seakan-akan telah diatur sedemikian hingga membentuk suatu panorama lukisan yang indah.

Wah….. Kirei....!!” Seru Sakura takjub pada pemandangan di depannya.

Sakura berlari-lari kecil ke tengah-tengah bunga tersebut. Taman bunga yang mereka datangi adalah taman yang belum banyak orang tahu. Taman itu terletak di daerah terpencil, namun terdapat jalanan yang bisa dilalui mobil. Akan tetapi, jalan masuk menuju taman itu harus melewati hutan yang tidaklah jauh dari taman.

Sakura bermain-main dengan wajah yang sangat bahagia, memutarkan tubuhnya, sambil mengadahkan wajahnya ke atas langit. Sambil menutup matanya Sakura meresapi segala ciptaan yang tersuguhkan di depannya. Angin sepoi yang memainkan rerumputan liar yang tumbuh di padang itu juga menambah poin-poin keindahannya. Hembusan angin yang menerbangkan dedaunan kering dan bunga-bunga dandelion menerpa Sakura, terlihat seperti sebuah lukisan dari seorang pelukis hebat.


...

Sasuke yang sedang menyandarkan dirinya di pohon mengambil inisiatif untuk mengabadikan momen itu. Ia mengambil handphene-nya kemudian memotret Sakura yang tampak sangat bahagia. Hatinya ikut senang melihat ekspresi wanita-nya, senang dan bergembira layaknya seorang anak kecil yang tengah bermain-main dengan hadiah barunya. Berbeda dengan beberapa bulan lalu, terlihat kacau dan depresi. Tiga jepretan nampaknya cukup untuknya. Disimpannya kembali handphone-nya itu ke dalam saku celana agar tak ketahuan oleh Sakura.

“Kau sering kesini Sasuke?” Tanya Sakura yang sedang memetik bunga-bunga didepannya dan menyusunnya membentuk rangkaian bunga.

“Tidak.” Jawab Sasuke yang tengah duduk dan menyandar di sebuah pohon. “Aku pernah diajak kakakku ke sini, katanya ini adalah tempat favoritnya”

“Owh…”

“Sakura, kemarilah! Ada yang ingi kutunjukkan padamu.” Sasuke memukul-mukul rumput disampingnya.

Sakura benjalan menghampiri Sasuke, “apa itu?” Lalu duduk disampingnya.

“Lihatlah!” Tunjuk sasuke pada matahari yang mulai tenggelam.

“Sasuke, ini sangat indah…!” Takjub Sakura melihat pemandangan itu. Pemandangan saat matahari akan terbenam di antara gunung-gunung. Ia tahu bahwa negaranya memiliki julukan matahari terbit, namun matahari terbenam di negaranya juga sangat indah.

Bersamaan dengan matahari yang mulai terbenam, warna langit ikut berubah. Merah, kuning, jingga, biru, dan ungu bersatu padu membentuk suatu pemandangan yang memanjakan mata. Indah dan romantis. Apalagi dirinya hanya berduaan dengan Sasuke─duduk dengan menyandarkan kepala di bahu ptia raven itu di bawah pohon. ‘Romantisnya’ batin Sakura girang.


...
...
...
...
...
“Sakura...─” Sasuke menggantungkan kalimatnya sesaat hingga Sakura menatapnya. “Besok kau sibuk tidak?” Lanjutnya sambil tetap focus pada jalan namun sesekali ia melirik Sakura.

“Tidak. Ada apa?” entah kenapa perasaan wanita musim semi itu jadi tidak enak. Ia kemudian menatap jalan samping mobil dari kaca jendela.

Sasuke tersenyum tipis mendengar jawaban Sakura. “Besok, kita akan ketemu orang tuaku.” Ucapnya tenang─tak mengalihkan pandangannya dari jalan raya.

Ohok…. Ohok…. Ohok…

Sakura tiba-tiba terbatuk dan sentak membuat Sasuke khawatir.

“Kau tidak apa-apa?” Ucap Sasuke setelah menepikan mobilnya kemudian menatap Sakura khawatir sambil memberikan air mineral. “Ini minumlah! Hah… kau tidak apa-apakan? kenapa kau tiba-tiba terbatuk?” Tanya Sasuke khawatir sambil mengelus-elus punggung Sakura, agar Sakura merasa lebih baik.

“Aku tidak apa-apa. aku hanya keselek ludahku sendiri kok. Hehehe...” cengir Sakura.

“Kau aneh sekali. Aku baru dengar ada orang yang bisa tersedak ludah sendiri?”

“Itukan gara-gara kau sendiri yang tiba-tiba mengatakan itu. Akukan masih belum siap bertemu dengan mereka..” Sakura cemberut dan memajukan bibirnya, tampak lucu di mata Sasuke.

Sasuke yang melihat itu kemudian mencubit pipinya, “tentu saja, kita sebentar lagi akan menikah, jadi kau harus bertemu dengan kedua orang tuaku. Tidak mungkinkan kau baru bertemu dengan orang tuaku setelah kita menikah?” Kekeh Sasuke kemudian kembali melanjutkan menyetir mobil untuk segera pulang.

“Tapi aku takut mereka tidak akan menyukaiku.” Sergah Sakura pelan. “Aku hanya sendiri di dunia ini, aku tidak tahu keberadaan keluargaku yang lain─dan apa yang akan nanti mereka pikirkan tentangku?” Ucap Sakura sendu. Mengingat kedua orang tuanya pergi mendahuluinya ketika dia masih menginjak masa-masa SMA, kecelakaan lalu lintas.

Sakura menundukkan kepalanya. Kembali ketika dirinya masih berstatus sebagai siswi senior high school, kedua orang tuanya meninggalkan dirinya sendiri tanpa pamit terlebih dahulu. Meninggalkannya pada saat masa pertumbuhannya dan masih membutuhkan kasih sayang mereka─walau pun sampai sekarang pun dia masih sangat membuthkan kedua orang tuanya.

Pernah terbesit dalam benaknya untuk mengikuti kedua orang tuanya, mengakhiri hidupnya dengan jalan bunuh diri. Namun niat itu tak pernah tersampaikan karena sahabat-sahabatnya yang selalu menemaninya. Mendukung dan menyokongnya. Hingga akhirnya dia bangkit dari keterpurukannya dan mulai menata kehidupan barunya.

Lain halnya dengan Sasuke yang menganggap perubahan Sakura itu adalah karena takut bertemu dengan kedua orang tuanya. Dia memang sudah mengetahui bahwa kedua orang tua Sakura telah lama tiada, namun ia tak mengetahui bahwa Sakura pernah melakukan percobaan bunuh diri karenanya.

Memang sehabis kejadian malam itu, Sakura mengalami depresi berat hingga dia tidak melakukan dinas malamnya seperti biasa yang untungnya sahabatnya Ino bisa mencari alasan untuk ketidak-hadirannya itu yang bisa ditolerin oleh Tsunade─selaku pemilik Rumah Sakit tempat Sakura dinas.

Dibelainya rambut wanita musim semi itu penuh kasih. Mengurangi─setidaknya sedikit kecemasan yang melandanya. Ia yakin Sakura sangat cemas akan pertemuannya besok dengan kedua orang tuanya. Dia pun juga sangat khawatir akan hal itu. Namun jika mereka tidak bertemu besok, ia tak yakin akan ada kesempatan yang bisa dia dapatkan.

“Tidak apa-apa, jangan khawatir! Apapun yang terjadi aku akan selalu disampingmu.” Ucap Sasuke menyemangati. tidak mengetahui, bahwa sebenarnya Sakura tidak terlalu mencemaskan hal itu. walaupun Sakura juga sedikit kawatir dengan pertemuannya besok. Akan tetapi, bersedih mengingat masa lalunya─orang yang sangat dikasihinya─orang tuanya sendiri yang telah meninggalkan dirinya sendiri.

“Baiklah!” Ucap Sakura kemudian.
...
...
...

Setelah sampai di depan aparteman Sakura, Sasuke memberikan kecupan di pucuk kepala Sakura, “masuklah! Aku tidak ingin kau sakit karena berlama-lama di luar. Dan─” Sasuke berhenti sejenak sambil menyentuh dan mengelus-elus perut Sakura, “aku tidak ingin dia kenapa-kenapa, Sakura.” lanjutnya kemudian yang membuat Sakura hanya bisa merona malu dan mengikuti perintah Sasuke.

“Oh ya, Sakura, jangan lupa besok?!” Ucap Sasuke sebelum beranjak keluar dari depan apartemen Sakura.

Sakura berbalik dan menganggukkan kepalanya. “Hati-hati dijalan!” Sakura kemudian masuk dan menutup pintu apartemennya. Sasuke yang sudah memastikan Sakura masuk kemudian pulang ke apartemennya.

.
.
.
.
*.*.*.*.*.*.*.*.*
.
.
.
.
Sasuke dan Sakura berjalan menuju mansion Sasuke, setelah sebelumnya Sasuke menjemput Sakura di apartemennya. Sakura mengenakan pakaian yang sederhana dengan baju dress selutut tanpa lengan bewarna biru muda dan dipadukan dengan cardigan. Sakura juga memakai sepatu yang tingginya hanya 5 cm. walau sederhana namun cukup elegan dilihat.

Sakura berjalan dengan gugup seakan-akan dia berjalan menuju tempat eksekusinya. Jantungnya semakin berdetak cepat tatkala Sasuke membuka pintu mansion itu dan menyuruh Sakura untuk masuk dan mempersilahkan Sakura duduk di sofa untuk menunggu kedua orang tua Sasuke.

Sambil menunggu kedatangan Sasuke dengan kedua oramg tua-nya, tak henti-hentinya Sakura memanjatkan doa pada Kami-sama agar pertemuan mereka lancar. Manutup mata sambil menangkupkan kedua tangannya di depan dadanya. Khusuk agar doanya tersampaikan pada Kami-sama.

Setelah selesai berdoa, Ia kemudian mengalihkan pandangannya ke segala penjuru ruangan itu. Tampak raut kekaguman yang terpancar di matanya. Ruangan itu sangat berbeda dengan apartemen miliknya atau bahkan rumahnya yang dulu. Ruangan itu tidak memiliki dinding pembatas dengan tangga menuju lantai kedua. Mirip seperti sebuah istana yang pernah ia lihat di TV. Perabotan-perabotan rumah itu terlihat sangat mewah dan diatur sesuai dengan tata letak yang tepat. Lukisan-lukisan karya dari pelukis terkenal turut menghiasi dinding-dinding dalam ruangan itu─yang ia tak tahu─seperti Michaelangelo Buonarotti, Pablo Ruiz Picasso, dan J. M. W. Turner, terlihat dari tanda tangan di sudut lukisan itu.

Tidak beberapa lama kemudian kedua orang tua Sasuke muncul. Pria di samping kanan Sasuke sangat mirip dengannya baik rambut maupun matanya juga ekspresi wajah datarnya sangat mirip dengan Sasuke. Dia adalah ayah Sasuke, Fugaku Uchiha, salah satu pemilik perusahaan yang sukses dan menempati tempat pertama dalam bursa saham international. Sedangkan wanita di samping kirinya, terlihat sangat anggun dan cantik walau di usianya yang terbilang tidak muda. Dia juga adalah sorang pengusaha. Pengusaha Fasion, memiliki butik-butik yang banyak diminati oleh orang-orang dengan kasta tinggi. Selain itu, dia juga adalah seorang designer terkenal dan telah menciptakan model-model pakaian yang paling diminati oleh para aktris dan actor holiwood.

“Sakura ini adalah orang tuaku.” Sakura kemudian melakukan oiji kepada kedua orang tua Sasuke.

“Oto-sama, oka-sama, ini adalah Sakura.” Ucap Sasuke, seraya memperkenalkan Sakura pada mereka.

“Perkenalkan, saya Harno Sakura!” Sakura kemudian menjulurkan tangannya ke ayah Sasuke.

“Hn.” Jawab ayah Sasuke seraya menerima uluran tangan Sakura.

“Oh... iya, silahkan duduk!” Jawab ibu Sasuke seraya menyuruh Sakura untuk duduk.

“Sasuke, siapa dia?” Tanya ayah Sasuke tegas dan tampak adanya raut ketidak sukaannya pada gadis itu─menurut pandangan fugaku─dan juga sedikit heran, pasalnya baru kali ini Sasuke membawa seorang gadis ke rumah mereka.

“Dia calon istriku, ayah” jawabnya mantap dan tanpa ada keraguan.

“Apa maksudmu? Calon istri?” Tanya Fugaku dengan raut kaget. Ibu Sasuke yang mendengar penuturan Sasuke juga kaget.

“Iya oto-sama!” Sasuke menjawab ayahnya sambil memegang tangan Sakura dan menatap ayahnya, “Aku ingin dia menjadi istriku.” Lanjutnya.

Fugaku dan Mikoto saling memandang, ada raut tak suka dari kedua orang tua Sasuke. Ibu Sasuke kemudian memandang Sasuke, “Sasuke, apa kau sudah yakin nak?” Tanyanya lembut dan menuntut kepastian dari Sasuke.

“Iya oka-sama, aku sangat yakin.” Jawabnya mantap.

Ibu Sasuke yang mendengarnya, merasa tak suka. Pasalnya keluarga Haruno tak pernah dia dengar sebelumnya, dia tidak mau anaknya mendapatkan seorang perempuan yang asal usulnya tidak jelas.
“Sakura-chan!” Panggil ibu Sakura.

“Iya.” jawabnya dengan ragu-ragu, “a..a..ada apa?” Lanjutnya dengan gugup.

Ibu Sasuke memperhatikan penampilan Sakura dari atas hingga bawah, “kau… kuliah atau bekerja sekarang?” Tanyanya kemudian.

Sakura yang dipandangi oleh ibu Sasuke hanya bisa menunduk malu, iya tidak tau kenapa ibu Sasuke melihatnya seperti itu. Baginya penampilannya kali ini bagus dan tidak ada yang salah, ‘apa ada yang salah yah, dengan penampilanku,? Kenapa ibu Sasuke melihatku seperti itu?’ batin Sakura. “Saya masih kuliah. Saya mengambil jurusan kedokteran di universitas kirin.” Sakura menjawab masih dengan malu-malu.

Sebetulnya Universitas Kirin yang ada di Konoha adalah salah satu Universitas terbaik di Dunia dan Sakura bisa masuk ke Universitas itu. Bukankah itu hebat. Banyak orang yang berusaha masuk di sana tapi tidak berhasil lolos. Di universitas Kirin, bukan hanya uang yang dibutuhkan melainkan juga otak, sehingga mahasiswa atau pun mahasiswi yang masuk haruslah pintar dan memiliki harta banyak. Selain itu, universitas Kirin juga menyediakan beasiswa bagi mahasiswa/mahasiswi yang membutuhkannya. Salah satunya adalah Sakura.

“Mmm…!” Mikoto sedikit mengangguk, “Kalau orang tuamu bekerja di mana?” Lanjutnya, ia penasaran dengan keluarga Haruno itu. Sebetulnya dia telah mencari tahu tentang Sakura ini.

“Yah…!” Sakura tersentak. “Ayah dan ibu saya sudah meninggal sejak saya masih SMA, dan sekarang saya tinggal sendiri di sebuah apartemen.”

Ibu Sasuke yang mendengarnya kemudian menatap Fugaku. ‘ternyata benar apa yang dikatakan Kabuto, anak ini sudah tidak punya orang tua’ batin Mikoto. Raut tak suka kemudian ditunjukkan kedua orang tua Sasuke. “Owh, jadi selama ini kamu hidup sendiri?” walaupun tutur kata yang dilontarkan ibu Sasuke lembut, namun terdapat nada meremehkan pada kalimatnya tersebut dan sangat jelas sekali.

“I…iya, Uchiha-san” Sakura semakin tidak enak hati dengan pertanyaan ibu Sasuke.

“Kau ternyata mandiri. Apa kau bekerja paruh waktu untuk membiayai kuliahmu?” Sakura mengiyakan sebagai jawabannya dan semakin menunduk. Ia tahu sebentar lagi pertanyaan ibu Sasuke itu akan mengarah kemana.

“Tapi bukankah membiayai kuliah dan kehidupanmu itu sangatlah membutuhkan biaya yang cukup banyak apalagi saat ini biaya kuliah semakin mahal. Kau tidak mungkin bekerja di tempat hiburan malamkan. Karena setahuku hanya ditempat itu yang memberikan gaji di atas rata-rata untuk pegawainya.” Baik Sakura maupun Sasuke yang mendengar pertanyaan Mikoto, terlonjak kaget. Sasuke yang lebih kaget, pasalnya dia belum pernah mendengar kata-kata kasar keluar dari ibunya walau pun nadanya terkesan lembut.

Sebetulnya ibu Sasuke tidak ingin berbicara seperti itu, tetapi karena kekhawatirannya akan pilihan anaknya itu, pertanyaannya meluncur begitu saja dari mulutnya. Mikoto hanya tidak ingin Sasuke memilih wanita yang salah. Jadi wajar pertanyaannya begitu─wajar dalam artian dirinya sendiri.

“Eh?” Sakura tercengang. Matanya memanas, namun ia tahan bulir air mata yang akan membasahi pipinya.

Sasuke yang merasa pertanyaan ibunya sudah keterlaluan, mengambil lengan Sakura, “Cukup ibu!” Bentak Sasuke pada ibunya. Ia berdiri dan hendak membawa Sakura keluar dari mansionnya. Rasa penyesalan timbul seketika setelah kata-kata itu keluar dari bibirnya, terlebih melihat raut wajah ibunya yang berubah sendu. Ingin rasanya ia meminta maaf atas ucapannya tadi, namun ia juga tidak bisa melakukannya. Mereka akan semakin memojokkan Sakura dengan perkataan-perkataan mereka.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
Next to [chapter 3]

Share:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com