Fly with your imajination

Showing posts with label Fanfict Onesoot. Show all posts
Showing posts with label Fanfict Onesoot. Show all posts

Tuesday, February 10, 2015

You


Pair: SasuSaku
Rate: K
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, typo, alur GaJe.
You © Mickey_miki

...


...

Hari itu pertama kali aku melihatmu. Kali pertama aku merasakan hujan di kota ini. Kau berjalan di trotoar dengan memakai sepatu boots coklat dan payung berwarna pink. Langkahmu anggun bagai seorang putri kerajaan, menghasilkan percikan air akibat sepatu bootsmu yang menapaki genangan air kecil.

Angin berhembus kencang, sedikit menerbangkan payungmu sehingga menammpakkan wajahmu samar. Rambutmu pink-mu yang tergerai menari mengikuti hembusan angin. Gaun selutut yang kau gunakan sedikit berkibar dan menampakkan paha putihmu. Wajahmu merona, mungkin karena banyak pasang mata yang memandangimu termaksud diriku.

Kau kembali berjalan, kali ini kau tapakkan kakimu lebih cepat. Mungkin karena kau berusaha menghindari orang-orang yang tadi memfokuskan pandangannya padamu.

Kau kemudian berhenti pada halte bus tempat yang sedang ku pijaki sekarang. mengatupkan payungmu sehingga wajah samarmu yang terlihat tadi kini nampak dengan jelas. Matamu yang indah, seperti batu permata emerald yang terkena cahaya bulan, bibir merah, hidung kecil namun mancung menghiasi wajahmu ditambah dengan dengan rambut pink yang tergerai indah membingkai wajahmu. Sungguh ciptaan yang sempurna.

Aroma cherry menguar dari tubuhmu dan menembus masuk ke dalam indra penciumanku ketika kau berdiri tepat di sampingku. Kau mengibaskan sedikit rambutmu yang sedikit lepek akibat percikan air. tidak memedulikan aku yang sedang memperhatikanmu─mungkin karena kau belum melihatku. Layaknya iklan sampo yang pernah ku tonton di TV, terlihat lembut. Bahkan aku hampir menggerakkan tanganku hanya untuk menyentuhnya.

Tidak hanya tubuhmu yang terukir indah, wajah yang cantik bak bidadari, namun wangi tubuhmu juga harum dan menenangkan.
Kau kemudian berbalik, menatapku yang tengah terpaku melihatmu. Kau tersenyum. Senyum yang sangat menawan di indra penglihatanku hingga membuatku terhipnotis untuk semakin mangagumi sosokmu.

“Hai...!” sapamu dengan suara khas seorang gadis remaja. Suara yang bahkan sama merdunya dengan dawai penghantar tidurku tiap malam.

Aku hanya terdiam, tak mampu mengucapkan sepatah kata. Mata onix-ku kemudian berpaling menghindari tatapan matamu. Kau mungkin heran melihat tingkahku, mungkin juga kau menganggapku orang yang sombong nan arogan yang bahkan balas sapa pun tak ku lakukan.
Kau diam, tak mengucapkan sepatah kata lagi. Menatap jalan di depanmu sambil menunggu bus. Mungkin. Hujan yang sedari tadi mengguyur kota ini semakin deras dan mengisi keheningan yang kuciptakan sendiri.

Sedikit ku geserkan irisku hingga ke sudut mataku hanya untuk melihatmu. Tiba-tiba kau berbalik menghadapku, mungkin juga menatapku, lagi dan itu membuatku sedikit kalut. Entah apa yang kau pikirkan tentangku. Aku sama sekali tak bisa membaca arti dari pandanganmu itu─mungkin karena kita baru pertama kali bertemu dan aku sama sekali tidak mengenalmu.

“Namaku Sakura. aku baru pindh ke kota ini. Maaf kalau aku membuatmu risih. Aku hanya ingin menghilangkan kebosanan. Kau tahu bagaimana orang yang baru pertama kali pindah? Tak ada seorangpun yang ku kenal di kota ini.” Tiba-tiba kau berucap sambil memperlihatkan senyummu. Senyum yang mungkin hampir sama hangatnya dengan mentari pagi dan membuat jantungku berdetak abnormal. Bahkan sekarang kuyakini sudah tercetak rona merah yang menyebalkan di wajahku.

Aku diam beberapa saat untuk menetralkan perasaan yang baru pertama kali kurasakan. “Hn. Aku Sasuke. aku juga orang baru di kota ini.” Balasku tanpa memandangmu. Aku takut jika memandangimu, aku tidak akan bisa lagi mengendalikan diriku. Aku tidak ingin terhipnotis lebih lama olehmu. Oleh pesonamu.

Kau semakin banyak berbicara. Tentang dirimu, keluargamu, bahkan tentang lingkungan tempat kau tinggali dulu. Kau tidak peduli padaku yang baru kau kenal. Seakan kita sdah mengenal sejak lama, terus saja kau ceritakan tentangmu dan membuatku sedikit-banyak tahu tentang dirimu. Dan untuk pertama kalinya aku juga bisa mengakrabkan diri pada orang lain─yang bahkan baru pertama kali bertemu.

Kita terus berbincang, bahkan hujan yang sudah berhenti dari tadi tidak kita rasakan─atau mungkin Cuma aku saja yang tidak menyadarinya karena terlalu terfokus padamu. Kau kemudian menghentikan semua kata-katamu saat bus yang kau tunggu telah datang. Kau beranjak memasuki bus itu dengan tidak memandangiku. Aku ingin mengikutimu dan ingin lebih lama bersamamu, jika bukan karena bus yang kita tunggu tidak sama.

“Sampai jumpa!” ucapmu sebelum pintu bus tertutup dan meninggalkan diriku yang terpaku akibat ucapanmu.

Sampai jumpa

Bukankah itu menandakan bahwa kita akan bertemu lagi? Bukankah itu artinya dia ingin bertemu denganku lagi? Entah kenapa perasaan jadi campur aduk. Bahagia, senang, dan juga sedikit penasaran.

Akankah kita bertemu kembali?

FIN.

a/n : hahahaha... Entah kenapa saya ingin sekali buat fict ini. Yang mungkin ceritanya sendiri tidak jelas. Tapi saya juga lega karena ide yang muncul dadakan bisa langsung rampung dan tertuang di fict ini. Memang sih idenya pasaran, pendiskripsiannya juga kurang, dan masih banyak kekurangannya. Saya sendiri bingung ini cerita atau apa? tapi.. sudahlah! Ceritanya juga sudah kubuat jadi silahkan dinikmati dan moga bisa terhibur.

Ah... satu lagi. Kalau berkenan, minta review ya, terserah apa saja. Saran, kritik (lebih baik) atau apapun itu saya terima dengan berbesar hati.

Akhir kata saya ucapkan terima kasih, karena menyempatkan diri membaca fict ini.
See u in another fict 
Share:

Tuesday, January 27, 2015

Foolish Question

Hai... Hai...
kembali lagi dengan miki. kali ini aku publish Fanfict Onesoot ketiga. Memang jauh dari kata bagus sih. Tapi semoga dapat menghibur.
hehehehe...
________________________________________

*.*.*.*.*.*.*.*.*

Pair: Naruto dan Hinata
Rate: K+ (M : untuk kata-kata)
Genre: Romance & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
Story by
Mickey_Miki
.
.
.


~Happy reading!!~
.
.
.
.

“Hinata, kenapa perasaanku jadi tidak enak? Aku takut ayahmu tidak akan memberikan restunya pada kita.” Keluh Naruto.

“Naruto-kun itu tidak mungkin. Ayah sudah tahu hubungan kita. Tidak mungkin ayah tidak merestui hubungan kita berdua.” Jelas Hinata menenangkan kekasihnya yang sedang dilanda kepanikan.

“Ta... Tapi... aku masih ragu. Aku masih belum siap bertemu dengan ayahmu. Dia sangat.... er.... menakutkan. Kau taukan aku sangat banyak kesalahan, takutnya aku juga nanti buat kesalahan pada ayahmu.” Jelasnya sendu.

Hinata terkekeh mendengar penuturan kekasihnya itu. Walau pun umur Naruto sudah tidak mudah lagi, tetap saja dia masih memiliki sifat kekanakan. “Kalau Naruto-kun tidak meminta restu oto-sama, kita tidak mungkin bisa menikah. Apa Naruto-kun tidak mencintaiku lagi? Tidak ingin menikahiku?” Tanya Hinata berpura-pura sedih.

“A... Apa maksudmu Hinata? Aku sangat mencintaimu. Aku juga ingin segera memilikimu. Jangan berkata seperti itu!” sergah Naruto mendengar penuturan kekasihnya itu. mana mungkin Naruto tidak mencintai Hinata. Sudah lima tahun mereka menjalin hubungan. Lagi pula Hinata adalah orang yang selalu mengerti dirinya, orang yang sangat dia butuhkan. Dan lagi Hinata sudah banyak berkorban untuk Naruto.

Beberapa kali Naruto mendapat masalah, Hinata selalu datang menolongnya. Waktu ujian cunin Hinata selalu mendukung Naruto, walau melawan timnya. Hinata juga memberikan Naruto obat untuk mengobati luka-lukanya ketika selesai melawan Kiba.

Dia juga ingat ketika invasi Pein di Konoha. Ketika dirinya sedang terpojok dan nyawanya dalam bahaya, Hinata tanpa takut datang menyelamatkannya sendirian. Padahal dia tahu akan kalah dan dia akan mati.

Ketika perang dunia yang lalu. Ketika Neji meninggal dan membuatnya jatuh terpuruk dalam keputus asaan, Hinata datang, lalu menariknya dengan kata-kata, sehingga dia kembali tersadar.

Jadi tidak mungkin dia tidak mencintai Hinata. Tanpa Hinata dirinya hanyalah seorang yang tidak bisa berbuat apa-apa.

“Kalau begitu besok Naruto-kun datang ke rumahku dan meminta restu dari Oto-sama!” keputusan final dari Hinata yang tidak bisa lagi di gugat oleh Naruto. Mau tidak mau Naruto harus datang ke rumahnya dan meminta restu dari Hiashi. Semenyeramkan apa pun dia harus bisa hadapi, toh cuman sekali saja.

“Baiklah.” Pasrah Naruto. ‘semoga saja besok berjalan lancar.’ Batinnya berdoa.

...
...
...

Di sinilah dirinya sekarang. berdiri di depan sebuah mansion yang berdiri tegak dengan gaya minimalis namun terkesan megah. Menunggu sang kekasih membukakannya pintu untuk segera bertemu dan meminta restu dari colan mertua untuk meminang nya.

Ceklek

Pintu terbuka menampakkan seorang gadis cantik dengan rambut indigo dan mata yang memancarkan kelembutan. “Naruto-kun!” sapanya lembut. Di wajahnya sangat jelas terpancar sinar kebahagiaan.

Dikiranya Naruto tidak akan datang ke rumahnya dan takut meminta restu dari ayahnya. Sangat bodoh memang pemikiran Hinata itu. Tidak mungkin Naruto tidak datang ke rumahnya, yang jelas-jelas kemarin dia sudah berjanji─walau dengan tidak ikhlas.

Aku tidak akan menarik kata-kataku, karena itulah jalan ninjaku.

Kenapa dia tidak mengingat itu saat pemikiran konyolnya datang? Padahal dirinya juga menganut prinsip itu.

“Ku kira kau tidak jadi datang Naruto-kun!?” Tanya Hinata.

“Aku tidak mungkin tidak datang Hinata-chan. Kemarin aku sudah janji denganmu. Walau bagaimanapun kondisinya aku harus bertemu dengan ayahmu, karena aku ingin segera memilikimu seutuhnya.” Jawab Naruto tegas, walau sedikit dibawa candaan.

“Iya Naruto-kun. Kalau begitu masuklah! Aku akan memanggil oto-sama kemari.” Dipersilahkannya Naruto untuk duduk kemudian beranjak untuk memanggil ayahnya.

Naruto yang telah ditinggal oleh Hinata hanya bisa terdiam, wajahnya tegang seolah menunggu detik-detik kematiannya. Duduk dengan tangannya yang dikatup di depan dadanya, seraya berdoa.

Astaga...!

Seburuk itukah ayah Hinata hingga dia bisa berwajah seperti itu, bahkan wajahnya mengalahkan ketika ia melawan Pein waktu invasi Pein dulu di Konoha?

“Naruto-kun!” panggil Hinata lembut membuyarkan pemikirannya. Di samping gadis itu tampak seorang pria yang tidak bisa lagi dikatakan muda. Seabagian wajahnya sudah memiliki keriput dengan rambutnya yang setengah beruban. Pancaran mata tegas, tanpa sedikit menunjukkan kelembutan.

Jantung Naruto semakin bertalu ketika berhadapan langsung dengan ayah Hinata. dia gugup, khawatir, sekaligus takut. Dia kemudian menundukkan kepalanya, tak berani menatap mata Hiashi secara langsung. Seraya berfikir memulai dari mana.

“Oto-sama, Naruto-kun ingin menyampaikan sesuatu.” Jelas Hinata lembut. Sebetulnya dia sudah memberitahukan ayahnya perihal kedatangan Naruto. Namun ayahnya tak mempercayai itu, karena dianggapnya Naruto takut berhadapan dengannya. Lagi pula sudah beberapa kali ia menyampaikannya, namun Naruto tak kunjung datang ke rumahnya.

Naruto belum mau menatap secara langsung Hiashi. Dia tidak mau mentalnya semakin jatuh sebelum dilontarkan berbagai macam pertanyaan oleh calon mertuanya itu.

“Kalau mau menyampaikan sesuatu, sebaiknya tatap mata lawan bicaramu! Kau tidak sopan.” tutur Hiashi tegas sambil melipat kedua tangannya di dada.

Naruto mendongak menatap kedua iris mata senada kekasihnya itu. “Ma... Af... Hiashi-sama! Aku tidak bermaksud tidak sopan.” Ucap Naruto gugup.

Hiasi menyeringai melihat kegugupan calon menantunya itu, “Jadi maksud kedatanganmu kemari itu apa?” Tanya Hiashi tegas.

Naruto meremas ujung bajunya dengan kencang guna mengurangi perasaan gugupnya “Ano... aku ingin melamar Hinata, Hiashi-sama.” jawab Naruto pelan. Ia benar-benar sangat gugup sekarang. harus menghadapi calon mertuanya itu sendirian tanpa ada walinya.

Salahkan guru Kakashi dan guru Iruka yang tak bisa menemaninya, karena kesibukan mereka. Padahal kalau ada mereka, mungkin ia sedikit berani menghadapi ayah Hinata itu.

“Kau benar-benar ingin menikah dengan Hinata? kenapa tidak meyakinkan yah?” Tanya Hiashi sedikit meremehkan.

Naruto tercekat, jantungnya semakin berdetak. “A..aku benar-benar ingin menikahi Hinata.” Jawabnya lantang dengan sorot mata yang tegas. Kali ini ia sedikit menghilangkan rasa gugupnya dengan berbicara lantang.

“Tapi dari cara bicaramu, kau bukannya ingin melamar, tetapi ingin merebut Hinata dariku dengan cara paksa.” Jawab Hiashi masih dengan seringainya.

Hinata yang melihat interaksi mereka juga ikut-ikutan gugup. Padahal dirinya tahu dia dan Naruto pasti akan direstui. Ayahnya tega sekali memperlakukan calon menantunya seperti itu.

“Maaf, Hiashi sama! Aku tidak bermaksud begitu.” Naruto jadi bertambah gelisah. Entah dengan cara apa ia harus berbicara. Kelihatannya sama saja, serba salah di mata calon mertuanya itu.

Sementara Hiashi yang melihat ekspresi wajah Naruto yang tegang jadi terkikik sendiri. Namun masih menampakkan wajah yang datar. Ia ingin tertawa, namun jika ia melakukan itu semua rencananya akan sia-sia.

“Hinata, masuklah ke dapur buatkan kami teh!” Titah Hiashi. Ia tak mau jika Hinata mendengar semua pertanyaan-pertanyaannya nanti. Apa yang akan Hinata pikirkan nanti tentangnya.

“Baiklah oto-sama.” jawab Hinata. kemudian segera beranjak dari duduknya. Namun sebelumnya ia menatap Naruto.

Seakan mengerti sorot mata itu. Naruto kemudian menggeleng dan tersenyum seakan mengatakan ‘tidak apa-apa semuanya akan baik-baik saja.’

“Ceritakan padaku, apa yang kamu lihat dari Hinata pertama kali?” Tanya Hiashi setelah Hinata masuk ke dapur. Permulaan pertama haruslah pertanyaan yang biasa ditanyakan oleh semua calon mertua.

Naruto yang diberikan pertanyaan seperti itu tampak lega. Dikiranya pertanyaannya nanti akan membuatnya sulit berbicara. “Hinata bagiku adalah gadis yang baik. Dia juga cantik. Awalnya ku pikir dia gadis aneh, karena selalu menunduk bila kami bertemu. Mukanya juga memerah jika ku ajak berbicara, dan kadang-kadang dia pingsan ketika aku menyentuhnya. Tetapi itu semua karena dia memang adalah seorang yang pemalu.” Jelas Naruto. Tampak raut kebanggan di wajahnya ketika melihat senyum calon mertuanya itu, walau Nampak samar.

“Dia juga banyak memiliki kelebihan. Selain cantik dia juga kuat. Dia selalu mengerti aku. Dia juga pandai mengembalikan semangatku. Dan aku sangat mencintainya.” Imbuhnya.

Hiashi tersenyum. Suatu kebanggan tersendiri untuknya, Hinata memang anak yang sangat hebat. Walau ia terlihat lemah, namun ia tidak pernah pantang menyerah dan terus berusaha. Hm... Ternyata tidak seburuk yang ia pikirkan jawaban dari Naruto itu. “Kalau begitu ceritakan, bagian tubuh mana yang paling kamu sukai dari Hinata?” tanyanya frontal tanpa adanya rasa malu pada Naruto.

“Ha...!” seru Naruto tak percaya. ‘Pertanyaan apa itu?’ batin Naruto heran.

“Kenapa? Wajarkan kalau aku bertanya seperti itu. Aku ayahnya. Kau juga pasti menyadarinya bagaimana bentuk tubuh Hinata.” Jelas Hiashi dengan seringai mengejeknya yang tentu saja terlihat samar. Walau begitu Naruto tentu dapat melihat seringai itu.

“Ta... tapi apa hubungannya dengan melamar?” Tanya Naruto dengan wajah terkejutnya.

“Jawab saja!” Titahnya tegas.

“Wa..wajahnya.” jawab Naruto bohong sambil menunduk, tak berani menatap wajah Hiashi.

“Jangan berbohong! Aku bisa mengetahui kalau kau berbohong. Kau tahukan klan Hyuga memiliki Byakugan?” Tuturnya sambil mengaktifkan Byakugannya, “Apakah....” Hiashi menjeda perkataannya. Melihat raut wajah Naruto yang sedang was-was bercampur khawatir. “Dadanya?” Seringai Hiashi makin bertambah ketika melihat perubahan ekspresi Naruto. Dan tampaknya tebakannya benar.

Sepertinya Hiashi mempunyai hobi baru. Menggoda calon menantunya sepertinya merupakan hiburan tersendiri untuknya sekarang.

Skak

Jantung Naruto semakin berdetak. Ia tak menjawab, toh Hiashi sendiri tahu akan jawabannya. Naruto memalingkan wajahnya, malu menatap calon mertuanya itu.

“Ternyata memang benar. Hahahaha....” tawa Hiashi yang membuat Naruto berbalik dan ternganga karena ekspresi Hiashi.

‘Apa ayah Hinata sering memperhatikan dada anaknya? Kalau begitu aku harus memiliki Hinata secepatnya’ batin Naruto semangat.

“Aku tidak pernah melakukan itu, Naruto!” Tutur Hiashi seolah tahu apa yang dipikirkan Naruto tentang dirinya.

“Ah...” Naruto tercengang mendengar penuturan hiashi itu.

“Pertanyaan selanjutnya, apa kamu pernah melakukan sex dengan Hinata? Oh tentu saja iya. Maksudku berapa kali kamu melakukan sex dengan putriku?” Tanya Hiashi semakin frontal. Ia tak peduli bagaimana tanggapan Naruto nanti tentangnya. Ia hanya ingin bersenang-senang dengan ekspresi Naruto yang berubah tiap pertanyaan yang ia ajukan.

Naruto berkedip hingga beberapa kali. Terkejut. Tentu saja. Seumur-umur ia belum pernah mendengar pertanyaan yang begitu frontal yang diajukan oleh calon mertua. Apalagi Hiashi yang terkenal ketegasannya dan kaku.

“Jawab saja! Kalau kau tidak menjawabnya, aku tidak akan pernah merestuimu dengan Hinata.” ucapnya tegas dan tak lupa pula dengan nada ancaman yang jelas dia tekankan.

Deg

Tidak. Ini tidak boleh terjadi. Ia tidak mau acara lamarannya batal hanya karena tidak menjawab pertanyaan calon mertuanya itu. Walau kedengarannya sangat frontal.

“Satu.”

“Bohong. Aku sudah bilang Naruto, aku bisa membaca kebohonganmu lewat detak jantungmu.”

“Dua.”

“Naruto!” Tegur Hiashi. Tentu ia tahu kebohongan Naruto.

“Baiklah. Mungkin er.... Tujuh kali.” Cicit Naruto. Takut Hiashi akan marah.

“Astaga!” Kaget Hiashi mendengar penuturan Naruto. “Kau...!” Tunjuk Hiashi. “Kau pikir Hinata itu apa? Astaga aku tidak percaya Hinata mau melakukannya hingga sebanyak itu. Kalian masih pacaran sudah melakukan sebanyak itu, bagaimana kalau kau sudah menikahinya nanti? Kau akan membuat Hinata sebagai pelampiasan nafsumu itu. Kau ingin membuat Hinata sebagai ladang spermamu hah? Aku tidak mau itu terjadi.” Jelas Hiashi marah.

Jelas saja marah. Mana ada orang tua yang tidak merasa marah ketika tahu yang akan dilakukan menantunya nanti terhadap anaknya. Bisa-bisa Hinata tak akan bisa berjalan selama sebulan, jika Naruto akan menagih jatahnya tiap hari.

Pemikiran berlebihan Hyuga Hiashi. Tidak mungkin Naruto akan berbuat seperti itu pada anakmu yang jelas-jelas sangat dicintai.

“To...tolong jangan lakukan itu Hiashi-sama. Aku sangat mencintai putrimu. Aku tidak bisa jika tanpanya. Ku mohon!” Mohon Naruto dengan segenap hati. “Aku akan melakukan apa pun agar anda mau menerima lamaranku. Ku mohon! Aku juga tidak akan meminta Hinata melakukan itu denganku, kecuali dia yang meminta. Ku mohon, Hiashi-sama...!” Mohon Naruto dengan puppy eyes-nya yang membuat Hiashi jadi merinding jijik.

“Hentikan rengekanmu itu. Kau tidak malu? Kau itu calon Rokudaime, tidak pantas melakukan itu. Dan,,, hentikan pandangan menjijikanmu itu!!” Titah Hiashi. Jijik karena pandangan mata Naruto.

“hah...” Hiashi menghela nafas. “Baiklah aku akan merestuimu. Tapi, jika jawabanmu kali ini tidak memuaskan... aku tidak akan merestuimu.” Ucapnya dengan nada mengancam.

“Baiklah Hiashi-sama.” Lega Naruto.

“Hn.. Kalau begitu jawab dengan jujur pertanyaanku ini! Siapa objek yang sering kamu pikirkan bila melakukan masturbasi? Apakah Hinata atau teman setimmu itu?” Tanya Hiashi dengan seringainya yang makin melebar.

Naruto terkesiap mendengar pertanyaan itu, apalagi langsung dari bibir calon mertuanya. “A... Apa maksudmu Hiashi-sama?” Tanya Naruto gugup. Bisa-bisanya laki-laki tua itu bertanya hal yang vulgar seperti itu.

“Jawablah!” tegas Hiashi tak menerima penyanggahan.

“Tentu saja objekku itu kekasihku sendiri. Hinata. Kenapa anda menanyakan hal seperti itu?” Emosi Naruto. Dia tak menyangka pikiran laki-laki tua itu seperti itu. Memang dia mau juga melakukannya? Sampai-sampai bertanya seperti itu padanya. Atau jangan-jangan dia sering melakukannya dan menjadikan Hinata sebagai objeknya? Astaga. Naruto semakin panic jika memikirkan itu semua.

“Hentikan pemikiran bodohmu itu Naruto. Dia itu putriku. Tidak mungkin aku melakukan itu. aku hanya ingin mengetahui kebiasaan calon menantuku nanti. Aku tidak mau Hinata salah memilih suami.” Jawab Hiashi sedikit berbohong. Menekankan kata ‘calon menantu’ dan ‘suami’. Padahal yang sebenarnya dia sebenarnya hanya ingin mengerjai Naruto. Dia sedikit jengkel terhadap sikap Naruto yang penakut dan membuat Hinata lama menunggu dirinya. Padahal waktu melawan pein dan madara dulu ia tak takut sama sekali.

“Oto-sama, Naruto-kun. Kalian terlihat akrab. Apa terjadi sesuatu saat aku tinggalkan?” Tanya Hinata penasaran. Menginterupsi percakapan antara calon suami dan ayahnya.

Padahal pertama kali Naruto menginjakan kakinya di rumahnya, sama sekali tak ada keakraban di antara mereka. Naruto yang gugup dan ayahnya yang kaku. Sama sekali terlihat sulit untuk memulai percakapan. Namun sekarang dapat dilihatnya Naruto yang tak lagi gugup menghadapi ayahnya, juga ayahnya yang menanggapi ucapan-ucapan Naruto dengan senyum yang dia tampakkan. Walau sebenarnya itu adalah sebuah seringai yang hanya Naruto dan Hiashi yang tahu.

“Oh.... Tidak ada Hime, kami hanya berbincang layaknya mertua dan menantu. Hehehe” kilah Naruto dengan cengiran di wajahnya. Dia kemudian mengamit pinggul Hinata intim dan membawanya duduk bersampingan dan memperlihatkan seringainya pada ayah Hinata.

Hiashi yang melihat itu, emosi juga. bisa-bisanya Naruto berbuat seperti itu di depannya, di tambah dengan seringai yang menurutnya menjijikan itu.

“Bagaimana oto-sama, lamaranku diterimakan!? Aku sudah menjawab semua pertanyaanmu.” Ucap Naruto dengan seringai di wajahnya dan juga penekanan pada kata ‘oto-sama’ yang dianggap sebagai ejekan.

Dasar calon menantu kurang ajar.

“Hn...” jawab Hiashi kesal. Kenapa Hinata datang di waktu yang tidak tepat. Padahal ia masih ingin melihat ekspresi Naruto yang berubah-ubah.

Ha... tapi bagaimanapun juga ia tidak bisa menolak lamaran itu. Hinata sangat mencintai Naruto, apalagi mereka sudah melakukan... uh... hiashi tidak mau lagi mengingat apa yang tadi di jelaskan Naruto padanya.

“Baiklah. Dua minggu depan kalian akan menikah.” Putus Hiashi seenaknya.

“Ha...!?” Seru Naruto dan Hinata bersamaan

Kaget! Tentu saja. Mereka memang ingin segera menikah, tapi kenapa secepat itu? bukankah dalam pernikahan itu dibutuhkan persiapan yang matang. Lagi pula itu adalah pernikahan pertama mereka sekaligus terakhir mereka. Mungkin.

“Kenapa? Kalian tidak setuju? Baiklah kalau begitu batalkan saja!” lagi-lagi Hiashi memutuskan seenaknya. Padahal dia sendiri tidak ingin jika Naruto dan Hinata tak jadi menikah.

“Baiklah.” Jawab Naruto. “Lebih cepat lebih baikkan? Hehehe...” cengir Naruto dan dibalas delikan tajam Hiashi.

Akhirnya setelah sekian tahun menjalin kasih, mereka akan menikah juga. yah walau pertanyaan-pertanyaan calon mertuanya itu, tidak dikategorikan sebagai pertanyaan yang biasa diajukan oleh calon mertua.

FIN.

a/n : hahahahahaha.... berakhir dengan GaJenya. Maaf kalau endingnya sangat..... sangat... buruk. Hehehehe... soalnya aku gak tahu harus nulis endingnya kayak gimana. Padahal idenya hanya pertanyaan-pertanyaan konyol itu saja.


*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*
Share:

Saturday, August 30, 2014

HADIAH TERINDAH

Pair : SasuSaku
Rate: K
Genre : Romance, Hurt/Comfort & Roman
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe (suka-suka Mickey)
Story by

Mickey_Miki 

Don't like don't read.

~Happy Reading~
 ________________________________________ 

HADIAH TERINDAH 

sumber gambar : Google

Angin berhembus memainkan daun-daun di sekitar taman dan berguguran tepat di atas tempatku duduk. Langit tampak cerah dengan awan yang bergulung-gulung layaknya bunga kol yang menemaninya. Sangat sesuai dengan acara kencan yang akan kulakukan bersama tunanganku. Dia adalah seorang pria yang sangat hebat dengan segudang kelebihan yang dimilikinya. Ia adalah keturunan Uchiha, bungsu dari keluarga Fugaku Uchiha dan Mikoto Uchiha. Namanya adalah Uchiha Sasuke, memiliki rambut biru tua dengan gaya rambut emo, bola mata berwarna hitam kelam, kulit seputih porselin, dan wajah yang tampan. Yah itu adalah kelebihan fisik yang dimilikinya. Namun demikian, dia adalah laki-laki yang dingin dan sulit sekali mengungkapkannya isi hatinya dengan baik.

Oh ya sampai lupa, perkenalkan namaku Sakura Haruno, biasa dipanggil Sakura. memiliki rambut berwarna merah muda, sama seperti warna bunga kebanggan negaraku dan kata tunanganku itu mataku seindah batu emerald. Aku sekarang adalah seorang mahasiswi jurusan kedokteran di subuah Unversitas Tokyo yang terkenal di kotaku bahkan salah satu Universitas terbaik di dunia. Aku beruntung bisa masuk di sana, selain itu tunanganku juga kuliah di sana, dia adalah mahasiswa jurusan arsitektur.

Ngomong-ngomong soal percintaan kami, bisa dikatakan sangat biasa, dimulai saat pertemuan pertamaku dengannya sampai saat kami bertunanganpun semuanya biasa saja. Awal perjumpaan kami, yaitu semasa masih senior high school, Saat itu aku berlari untuk sampai ke halte bus. Aku dan ia bertemu saat akan menaiki bus. Ketika itu, aku dan Sasuke bertabrakan saat akan memasuki bus karena baik aku dan dia terburu-buru, karena pintu bus akan tertutup dan itu adalah bus terakhir.

Aku pikir dia adalah orang yang tidak akan mengalah dengan perempuan dan akan memaksa masuk ke bus duluan. Dari raut wajahnya seakan memperlihatkan bahwa dia adalah orang yang tidak mau mengalah, ternyata tidak.

“Masuklah duluan!”

Walaupun ucapannya terkesan dingin, namun entah kenapa, aku tidak merasa takut sama sekali padanya yang ada hanya rasa senang. Kami duduk di bangku paling belakang. Aku memandanginya, dia memakai seragam sekolah yang sama denganku.

“Kau bersekolah di KHS juga?” Tanyaku memulai obrolan.

Tak ada jawaban yang keluar dari mulutnya. Ia hanya melihatku dan pakaian yang kugunakan. Lalu melihat keluar lagi.

Memang sedikit menjengkelkan juga karena tidak dipedulikan. Tak mau menyerah, akupun bertanya lagi, “Apa kau murid pindahan?”

Lagi-lagi ia hanya melihatku, tapi beberapa saat kemudian dia menjawab, “hn”.

Ada perasaan senang kerana akhirnya ia menjawab pertanyaanku. Namun tidak berapa lama rasa senangku menghilang, karena kupikir ia akan melanjutkan perkataannya, ternyata tidak. Ia hanya mengambil buku di dalam tasnya kemudian membacanya dan mengacuhkanku. Ternyata memang benar dugaanku, ia adalah pria dingin dan menyebalkan. Pertanyaan yang kuberikan hanya di jawab dengan dua huruf ‘hn’. Ah. Menyebalkan. Yah... Mungki karena kita baru pertama kali bertemu.

Selanjutnya pertemuan kedua kami juga sangat biasa. Hari itu aku ke perpustakaan untuk membaca buku. Aku memang tidak suka menghabiskan waktu istirahat di kantin, aku lebih suka menghabiskannya di perpustakaan atau di kelas untuk membaca buku. Namun bukan berarti aku adalah seorang anak yang cupu dan sering di bully yang seperti di film-film atau novel. Aku banyak tahu tentang fashion dan sedikit gaul, teman-temanku juga banyak. Di sekolahku juga tak ada orang yang suka membuly atau pun dibully.

Lanjut cerita, pada saat itu aku terlalu asik membaca buku, hingga aku tidak menyadari seseorang telah duduk di depanku. Aku tersadar, ketika ia tak sengaja menjatuhkan pulpennya dan membuat sebuah suara.

Aku mengalihkan perhatianku dari buku dan menatapnya. Deg. Aku terpana melihatnya. Ia sangat keren ketika membaca buku, aura yang terpancar dari dirinya sangat indah. Jantungku tiba-tiba berdetak cepat yang baru pertama kali kurasakan. Ku pikir aku mengalami sesuatu yang sering dialami oleh gadis remaja seumuranku. Hormonku mengatakan bahwa aku menyukainya dan tanpa sadar terus memperhatikannya.

“Bisakah kau hentikan itu?!”
Aku tersadar dari lamunanku karena suaranya yang─Astaga suaranya bagai simfoni yang memabukkan dan Aku sangat suka. Bukannya menjawab, aku malah bertanya balik padanya, berharap bisa mendengar kembali suara indah itu. “kau juga sering datang ke perpustakaan?” Tanyaku sambil membaca buku.

“Hn.” Jawabnya sambil matanya terus mengarah ke buku yang ia baca.

Sedikit kecewa karena tidak bisa mendengar suara indahnya lagi. Namun tidak apa-apa.

“Ka...─”

Treeeeet....

Perkataanku terpotong akibat bunyi bel yang telah usai. Aku kemudian bergegas mengembalikan buku yang kubaca tadi, tapi ketika kuhampiri tempatku tadi berniat ingin bertanya siapa nama laki-laki itu, dia telah pergi. Pertemuan singkat namun berdampak pada jantungku. Aku berharap dapat melihatnya lagi.

Pertemuan ketiga kami juga adalah kebetulan, aku yang ingin menghabiskan masa liburku pergi ke Taman Ria sendirian. Aku masuk ke taman itu dengan menggunakan dress selutut tanpa lengan dan memakai switer untuk menutupi lenganku. Aku berjalan menuju bangku panjang dekat taman bunga, di sana banyak terlihat orang dengan membawa pasangan. Aku memilih bangku paling jauh untuk memikirkan wahana apa yang akan kunaiki terlebih dahulu. Aku melihat ada seseorang tanpa pasangan yang mendudukinya dan sedang membaca buku.

“Mmm....permisi! Apa aku boleh duduk disini?” Tanyaku gugup. Entahlah kenapa tiba-tiba.

“Hn” tanpa mengalihkan pandangannya, dia menjawab pertanyaanku. Jawaban ‘hn-nya’ itu, kuanggap dengan ‘iya’ dan aku langsung mendudukinya. Saat aku menduduki bangku itu, jantungku berdetak lebih cepat sama seperti saat bertemu laki-laki yang sudah mencuri hatiku saat di perpustakaan dulu.

Seseorang laki-laki blonde berjalan kearah kami sambil melambaikan tangannya, “Temeeee....!”

Aku hanya memperhatikannya bingung yang berjalan ke arah tempatku duduk. ‘teme─brengsek. Apa orang yang sedang duduk di sampingku ini orang brengsek?’ tanyaku dalam hati. Ia menghampiri orang di sampingku, dan memegang pundaknya, “hehehe... Maaf yah! Aku terlambat”

“Hn” jawabnya. Ia menurunkan bukunya dan dapat kulihat orang yang beberapa bulan lalu membuat jantungku berdetak lebih cepat.
“Ka... Ka... Kamu?” Ucapku tergagap karena kaget dan menunjuknya.

Dia hanya menaikkan alisnya.

“Kau mengenalnya Teme? Wah jangan-jangan kau datang dengannya yah? Kau curang Teme, akukan sudah bilang datang sendirian.” Cerocos laki-laki blonde itu. Sepertinya ia merasa terhianati oleh laki-laki itu. Wajahnya terlihat lucu saat sedang marah.

“Aku tak mengenalnya dobe.” Jawabnya santai. Pria raven itu seakan tidak peduli. Padahal gara-gara dia aku tidak bisa tidur selama dua hari karena terus memikirkannya.

“Apa kau mengenal temanku ini?” Tanya pria blonde itu padaku. Senyumnya mengembang dan matanya menyipit.

“Tidak, kami hanya kebetulan bertemu beberapa kali dan aku terkejut melihatnya disini dan dari tadi ternyata dia berada di sampingku.”

“Oh...” Dia menganggukkan kepalanya dan menjulurkan tangannya, “perkenalkan, aku Uzumaki Naruto dan dia adalah Uchiha Sasuke, sahabatku.”

Aku membalas jabatan tangannya, “aku Sakura. Haruno Sakura. Salam kenal”

“Salam kenal Sakura-chan!”

“Eh...” Aku kaget, baru bertemu dia langsung memanggil nama kecilku dan Naruto hanya menyengir dan tersenym dengan memperlihatkan gigi-giginya, “gak apa-apakan kalau kami memanggilmu dengan Sakura-chan?”.

“I... Iya” jawabku malu-malu

“Apa kau kesini dengan temanmu?”

Aku menggelengkan kepalaku

“Kalau begitu ikutlah dengan kami!”
Aku tersenyum dan mengikuti kemana mereka bermain, kadang juga Naruto menanyakan wahana apa yang ingin kunaiki dan mengikutiku. Waktu terasa berjalan lambat, kami menghabiskan banyak waktu dengan bermain wahana-wahana di Taman Ria itu. Aku senang, akhirnya aku bisa memiliki teman baru dan lebih dekat dengan cinta pertamaku itu.

Kami dalam perjalanan pulang, kebetulan aku dan Sasuke searah sedangkan Naruto beda jalur. Sebelum pulang kami janjian akan bertemu lagi minggu depan di tempat itu, tetapi dengan aku yang membawa teman perempuanku.

Aku dan Sasuke menaiki bus yang sama dan duduk di bangku paling belakang sama saat pertama kali bertemu. Perjalanan pulang kami hanya dihiasi dengan keheningan. Sasuke sibuk dengan urusannya memandangi jalan dan aku juga tak ada niat untuk membuka suara. Bus berhenti di halte dan kami berdua turun lalu berjalan ke arah yang berlawanan.

Pertemuan kami selanjutnya, dapat kalian tebak sendiri dimana. Kami bertemu lagi di Taman Ria dengan aku yang membawa temanku. Temanku yang satu ini adalah seorang gadis pemalu yang berasal dari dari keluarga Hyuga. Hyuga Hinata. Dia juga memiliki hobi yang sama denganku, yaitu membaca dan sering menghabiskan waktu istirahat sekolah di kelas atau di perpustakaan. Ia kuajak sebetulnya, karena hanya ia satu-satunya temanku di kelas.

Kami menghampiri Sasuke dan Naruto yang sedang menunggu kami di tempat pertemuan pertama kami di taman itu. Aku memperkenalkan temanku itu pada Naruto dan Sasuke. Naruto terlihat sangat menyukai Hinata begitupun dengan Hinata. dan mulai memainkan wahana-wahana yang terdapat di Taman Ria itu. Naruto memutuskan untuk memasuki wahana rumah hantu dan Hinata mengikutinya, sedangkan aku dan Sasuke menunggu mereka di bangku taman. Kami berdua tidak banyak bicara, hanya sesekali aku bertanya Sasuke. Sasuke adalah orang yang tidak terlalu suka dengan kebisingan dan tidak banyak bicara.

Setelah Naruto dan Hinata keluar dari wahana itu kami memutuskan untuk ke Rumah Makan di Taman Ria itu. Satu hal lagi yang ku tahu dari Sasuke, ternyata dia adalah seorang yang menyukai segala hal yang berhubungan dengan tomat. Baik makanan maupun minuman yang ia pesan banyak mengandung tomat.

“Uchiha-san, kau benar-benar menyukai tomat yah?”

“Hn”

“Sakura-chan, dia bukan menyukai, tapi mencintai.”

“Mmm...” Aku hanya mengangguk untuk jawaban dari naruto. Sedangkan Sasuke yang mendengarnya hanya diam tak berkomentar.
Pertemuan-pertemuan kami selanjutnya adalah saat di sekolah. Aku lebih sering bertemu dengannya di perpustakaan saat jam istirahat. Aku dan dia juga lebih sering pulang bersama atau keluar untuk membeli buku.

.
.
.

“Sakura!” Langkahku terhenti saat dia memanggil namaku. Entah kenapa jantungku berdetak lebih cepat. Aku jadi gugup dan malah menundukkan wajahku.

Dia membalikkan badannya lalu menatapku, “jadilah pacarku!” ucapnya lantang dan tegas seolah tidak menerima sebuah penolakan. Namun dapat kulihat sebuah rona merah tercetak di pipinya walau tipis.

Aku sedikit ternganga mendengar pernyataan itu, terlalu kaget hingga tak bisa mengatakan apapun. Dia tampak cemas melihatku yang hanya diam tak bergeming, walau hanya berkedip. Dia hampiri aku sekedar melihat keadaanku karena cemas.

Aku masih tetap diam hingga sebuah sentuhan dingin dari jari-jarinya mengenai kulit wajahku. Sentak aku menatapnya dan dia terlihat semakin terlihat khawatir.

“Sakura kau tidak apa-apa!” Tanyanya khawatir.

Aku mengadah menatapnya. Namun tak berkata apa-apa.

“Lupakan yang tadi!” lanjutnya lagi. Entahlah. Mungkin karena melihat sikapku barusan yang seperti orang bodoh.

“Eh...! tidak... aku... aku mau kok.” Ucapku cepat. Setelah itu aku kemudian tertunduk. Malu. Rona merah dengan nakalnya menghiasi kedua pipiku.

Aku tidak percaya, orang yang kusukai menyatakan cintanya padaku dengan cara seperti itu. sangat tidak romantis sekali. Biasanya jika seorang pria menyatakan cintanya pada seorang gadis yang ia sukai, mereka akan melakukan hal-hal yang romantis, misalnya saja, memberikan mereka bunga atau boneka sambil berlutut, membawa ke tempat yang indah dan menyatakan cintanya, atau bahkan menyatakan cintanya dengan merangkai mawar-mawar merah dengan gambar love di tanah. Aku tahu Sasuke bukanlah orang yang akan melakukan itu, tetapi pengakuannya itu sangat membuatku senang. Perempuan mana yang tidak akan senang bila orang yang disukai menyatakan cintanya pada mereka? Gak ada.

Seiring berjalannya waktu, aku dan Sasuke telah berhubungan selama dua tahun, baik keluargaku ataupun keluarga Sasuke tidak menolak bahkan kami ditunangkan. Hari inipun tepat menginjak tiga tahun hubungan kami dan tepat hari ini juga adalah hari ulang tahunku. Aku senang tiap tahun aku pasti mendapatkan hadiah dari Sasuke. Hadiah yang bagi orang biasa namun bagiku sangat luar biasa. Hari ini dia janji akan memberikan hadiah yang katanya tidak akan pernah kulupakan dan akupun akan menunggunya sampai ia datang.

Ku lirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tanganku. Waktu menunjukkan pukul lima sore, sudah dua jam Sasuke telat dari janji kami. Ia tidak pernah terlambat sebelumnya saat janjian denganku, paling akulah yang biasa terlambat.

Drrrrt..... drrrt.... drrrt...

Ponselku bergetar menandakan ada panggilan masuk. Ku lirik nama orang itu dan ternyata itu adalah ibu Sasuke. Perasaanku menjadi tidak enak. Entahlah. Aku tidak tahu itu apa. Aku pun menjawab panggilan itu.
“Moshi... Moshi...”

“Halo... Sakura, bisakah kau ke RS Konoha sekarang!” Ku dengar suaranya bergetar seolah ia tengah menahan isak tangis.

“Maaf oka-san” aku tidak bisa sekarang. Aku sedang menunggu Sasuke, kami sudah janjian.”

“Aku tahu Sakura, maka dari itu datanglah ke RS Konoha sekarang, Sasuke ada disini.”

Perasaanku semakin tidak enak, aku mematikan sambungan dan bergegas ke RS Konoha. Dalam perjalanan, pikiranku dipenuhi oleh rasa khawatir yang sangat besar terhadap Sasuke, aku berusaha mengindahkan perasaanku, namun semakin aku berusaha menyingkirkannya pikiranku itu semakin liar dan meraja lela. Aku semakin takut.

Sesampainya disana, aku melihat orang-orang yang kukenali sedang menunggu di depan sebuah ruangan. Ruangan dengan lampu yang berwarna merah menyala, menandakan ada orang yang sedang dioperasi didalamnya. Bibi mikoto langsung memelukku sambil terisak.
“Sakura...! Kau harus sabar ya sayang!” Aku hanya terdiam, air mataku seketika itu juga keluar. Aku dipandu untuk duduk di kursi depan ruangan operasi itu. Aku terus terisak dipelukan ibu Sasuke.

“Mobil yang Sasuke kendarai kecelakaan pada saat akan ke tempatmu.” Sakura hanya terdiam sambil mendengarkan perkataan ibu Sasuke.

“Saat itu Sasuke terlambat karena mengambil pesanannya, jadi dia mengemudikan mobilya dengan kecepatan yang sangat tinggi.”

Aku terus terisak, jadi hanya karena hadiah untukku, Sasuke mengalami kecelakaan, aku semakin terisak. Orang-orang di sekitarku berusaha membuatku tenang.

Lampu ruangan itu berubah hijau tanda bahwa operasinya telah selesai. Dokter keluar dari ruangan itu dan kami semua menghampirinya.

“Bagaimana keadaan anak saya, dok?” Tanya bibi mikoto
Dokter hanya menggelengkan kepalanya tanda bahwa Sasuke dalam keadaan yang tidak baik. Aku jatuh terduduk air mataku semakin deras yang keluar.

.
.
.
.
Tiga bulan telah berlalu setelah peristiwa kecelakaan itu, Sasuke masih terbaring koma di atas tempat tidur. Dipergelangan tangannya masih menempel jarum imfus, namun tidak dengan alat bantuan pernafasan. Aku meraih telapak tangannya sambil menggenggamnya erat.

“Sasuke-kun apa kau tak capek tidur terus?”

Tanpa menunggu jawaban aku melanjutkan perkataanku, “apa kau tak kasihan pada ayah dan ibumu, juga padaku?” Mataku terasa panas, air mataku akan keluar.

“Kau tak sedih, membuat kami semua sedih begini?” Suaraku semakin serak, “ibumu sering sakit karena memikirkanmu. Kau sudah tak sayang ibumu yah?” Dia hanya diam.

“Ayo cepatlah bangun!” Air mataku tak bisa lagi dibendung, akhirnya jatuh mengenai pergelangan tangan sasuke.
“Kau sudah janji padaku akan memberikan hadiah yang tak akan pernah kulupakan. Apa kau mau jadi orang yang ingkar janji?” Aku semakin terisak.

“Aku sayang padamu, aku juga mencintaimu, aku sering mengatakannya padamu, tapi apa kau mana pernah mengucapkannya padaku?” Dia masih terdiam di balik selimut hangatnya.

“Selama ini aku selalu menunggumu untuk mengucapkan tiga kata itu. Aku tak pernah tahu bagaimana perasaanmu padaku, kau hanya mengatakan untuk menjadi kekasihmu, menjadi tunanganmu, tapi apa kau pernah mengucapkan kau mencintaiku? Kau selama ini selalu memberiku hadiah saat ulang tahunku, dan itu membuatku senang. Tapi apa kau tahu hadiah yang selama ini kuinginkan hanyalah satu, yaitu kau mengucapkan tiga kata itu untukku.” Air mataku semaki banyak yang terjatuh.

“Sekarang kau semakin membuatku sedih, kau lebih memilih tidur ketimbang berada disampingku.” Bibirnya tak kunjung memberikan jawaban, tapi terdapat sedikit pergerakan di tangannya. Aku terus melanjutkan ucapanku. Semua emosi yang kusimpan selama ini harus kuluapkan saat ini juga.

“Aku selalu menyiapkan diri untuk apapun itu, karena kau yang selalu memberitahuku, tapi untuk kali ini aku tak akan pernah menyiapkannya. Aku tak akan sanggup bila kau tinggalkan.” Genggaman tangannya sudah semakin terasa. Aku berniat memanggil dokter dan berdiri. Namun langkahku terhenti oleh genggaman erat sasuke. Perlahan mata sasuke terbuka dan memperlihatkan mata indahnya.

“Ja...jangan pergi Sakura!” ucapnya lirih dengan susah payah sambil menggenggam tanganku.

Aku berbalik dan langsung memeluknya. Aku meluapkan semua emosiku dan semakin terisak. Aku bahagia dia telah sadar, ku raba tombol di bawah tempat tidurnya lalu menekan tombol itu untuk memanggil dokter.

“Sakura, maafkan aku!” Ucapnya sambil mengangkat kepalaku menghadapnya. Aku menghapus air mataku sambil menunggu apa yang ia lakukan selanjutnya.

“Aku mencintaimu.” Ucapnya lalu mengecup keningku, “selamat ulang tahun” lanjutnya sambil tersenyum dan memberiku sesuatu yang selama ini terus tersimpan dia atas meja. Itu adalah hadiah yang selalu kutunggu untuk dia berikan padaku. Aku tak pernah mengintip isinya, kubiarkan saja terus tersimpan di sana, karena aku ingin dia yang memberiku hadiah itu.

Hadiah itu cantik sekali perpaduan antara Uchiha dan Haruno. Bandulnya berbentuk kelopak bunga Sakura dengan berhiaskan permata berwarna biru tua dengan lambing Uchiha. Hadiah-hadiah yang selama ini dia berikan tak seindah dengan hadiahnya kali ini. Aku bahagia menerima hadiahnya ini. Ini adalah hadiah terindah yang pernah kudapatkan. Bukan kalungnya yang membuatku bahagia, tetapi perkataan indahnya.

“Aku juga mencintaimu Sasuke-kun.”

FIN.

a/n : cerita ini kutulis pada saat lagi ada masalah dengan tugas. Hahahaha... anehkan... masalah di tugas dapat ide dengan judul yang berbanding terbalik. Hahahaha...
yah.. semoga saja gak mengecewakan.
Arigato sebelumnya karena sudah bersedia membaca fic abal ini.
Share:

Monday, August 25, 2014

Hadiah Kecil Untukku

Hai... kembali lagi dengan mickey...
ini lagi fanfict Onesoot.
semoga dapat memuaskan.
Pair: Sai-Ino
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita semau penulis
Mickey_Miki

~> Hadiah Kecil Untukku <~
__________________________________________________________________

sumber gambar : Pinterest

~Happy Reading~

~.~
Awalnya kita tak saling kenal
Awalnya kita bukan siapa-siapa
Awalnya tak ada rasa
Awalnya hanya ada aku dan kau
~.~

Pig…! Panggil Sakura.

Forehead…”

“Kenalkan ini tetanggaku, Sai!” ucap Sakura sambil memperkenalkan temannya.

Sai menjulurkan tangannya. “Watashi wa Sai. Shimura Sai, yoroshiku onegaisimasu.”

“A…a…aku ino” jawabnya gugup kemudian menjabat uluran tangan Sai, “Yamanaka Ino.” Entah kenapa tiba-tiba jantung Ino berdetak lebih cepat sama seperti ia akan naik sidang.

“Heh... Kenapa mukamu memerah Ino?” Kekeh Sakura. Sesekali menggoda sahabatblonde-nya itu rasanya tidak buruk juga. Selama ini Ino-lah yang sering menggodanya.

“A.. Apa maksudmu Sakura. Wajahku tidak memerah kok.” Bantah ino sambil menundukkan wajahnya berusaha menyembunyikan rona merah di wajahnya, walaupun itu hanya sia-sia karena Sakura sudah terlanjur melihatnya.

“Ah.. sudahlah. Aku harus pergi sekarang. Sasuke tadi menelponku, katanya dia ingin bertemu. Lagi pula aku juga sudah sangat merindukannya, sudah sebulan sejak kepergiannya ke Suna. Jaa Ino pig, Sai! Sai ingat jaga sahabatku baik-baik dan hati-hati.” Ucap Sakura seraya bergegas pergi sebelum mendapat semprotan Ino.

“Apa maksudmu Forhead?” teriak Ino. Walau mungkin tak akan dipedulikan Sakura.

Ino berbalik dan menatap Sai yang senyum akibat tindanya tadi. “hehehe.... maaf yah, aku berteriak!” ujar Ino canggung.

“Tidak apa-apa kok. Kau lucu.” Puji sai pada ino yang membuat Ino kembali tersipu malu.

~.~
Kau datang dengan kehangatan
Menggodaku dengan harapan manis
Membuaiku dengan kasih
Memberiku hari-hari indah
Tak terlewatkan satu haripun tanpamu
~.~

Udara berhembus lembut menerpa wajahnya. Angin sepoi memainkan rambut blondenya yang ia kuncir ekor kuda. Rumput-rumputan liar yang tumbuh di pinggir jalan menari-nari akibat angin yang sengaja mengajaknya bermain.

Lagi hembusan angin datang dan menerbangkan dedaunan kering hingga jatuh berguguran, mengotori jalan setapak berbatu dan tempat duduknya yang ia duduki. Langit tampak cerah. Suasana yang cukup mendukung untuk kencannya.

Aquamarine-nya bergulir menatap jam tangannya, sudah lebih lima belas menit berlalu sejak kedatangannya, namun sampai sekarangpun orang yang ia tunggu itu belum menampakkan tanda-tanda akan tiba. Ponsel yang dia bawa sedari tadi belum sekali pun berbunyi untuk menandakan orang yang ia tunggu memberinya kabar.

Tap.... tap.... tap....

Tanpa dia sadari seseorag tengah berjalan ke arahnya. Kaki-kaki jenjangnya berjalan dengan suara pelan hingga tak menimbulkan bunyi apapun.

Puk

Sai─orang yang ditunggu Ino sedari tadi tiba-tiba memegang bahu Ino dan sentak membuatnya kaget. “Sai... Kau membuatku kaget.” Sergah Ino pelan “Kenapa kau lama sekali. Aku sudah dari tadi menunggumu tahu.” Cibir Ino membuat Sai terkekeh pelan.

“Kau manis sekali kalau begitu. Aku tambah menyukaimu.” Ucapnya seraya mencubit pipi Ino.

“Aw... sakit Sai.” Keluh Ino sambil mengelus-elus pipinya. “Ngomong-ngomong ada apa, kau mengajakku jalan hari ini. Tumben-tumbennya. Biasanya juga kau mengajakku pas malam minggu.”

“Apa kau tak menyukainya? Baiklah kalau begitu aku pulang.” Ucapnya berpura-pura marah.

“Heh... Kau ini. Aku hanya bercanda tahu. Ada apa memangnya, hm?” Kekeh ino sambil menjawil hidung Sai.

“Aku hanya merindukanmu.” Senyum Sai sambil mengelus-elus kepala pirang Ino. “Ino...!” ucapnya memegang tangan Ino. “Kau ada waktu malam sabtu besok?” tanyanya sambil mencium punggung tangan Ino.

Ino menggeleng pelan. “Tidak Sai. Ada apa?” Ino balik bertanya dengan rona merah menghiasi pipinya akibat perlakuan Sai.

“Aku akan menjemputmu, jadi bersiaplah! Jam tujuh aku ke rumahmu.” Ucap Sai dengan senyum yang mengembang di wajahnya.

“Baiklah, tapi kau akan membawaku kemana?” Tanya Ino penasaran.

“Ra-ha-si-a.” Ucap Sai eja. Bermaksud membuat Ino lebih penasaran lagi.

“Ayolah Sai! Beri tahu aku!” Rengek Ino.

“Kalau ku beri tahu, itu namanya bukan rahasia. Sudahlah! Tunggu saja, oke!”

~.~

Tiap hari kau torehkan senyum hanya untukku
 Memberiku sejuta sinar kebahagiaan 
Kata-kata indah penutup hari 
Kecupan selamat tidur
 Kau memberiku hari-hari dengan sejuta kenangan manis
~.~

“Astaga Sai, apa benar ini untukku?” Tanya Ino dengan wajah berbinar, bahagia. Tepat setelah Sai menjemputnya, Sai membawanya menuju galeri tempat lukisan-lukisannya di pajang.

“Tentu saja! Kamu pikir wajah dalam lukisan itu siapa, hm?”

Ino kemudian menghambur ke pelukan Sai, “terima kasih Sai. Kau sangat romantis. Aku sangat mencintaimu. Aku... aku...” Ino tak bisa lagi melanjutkan kata-katanya, dia teramat sangat bahagia. Make up-nya yang susah payah ia pakai luntur akibat liquid bening yang seenaknya meluncur dari kedua mata indah Ino. Namun untunglah riasan yang dipakai sangat tipis dan tidak membuat wajahnya jadi jelek.

CUP

Sebuah kecuapan ringan berasal dari Sai mendarat di atas keningnya. “Aku juga mencintaimu. Akan kujadikan lukisan ini dipajang paling depan agar semua orang tahu bahwa kau adalah seorang malaikat yang diberikan untukku. agar semua orang tahu kau adalah milikku─milik seorang Shimura Sai dan tak ada yang berani mendekatimu.”

“Mmmm.... Kau harus menjaganya, agar kau tak pernah melupakanku. Agar kau tahu aku selalu ada di sampingmu dan selalu mengawasimu.” Candanya di sela-sela tangisnya.

“Mmmm.... akan kupastikan itu.”

“Ino-chan,” gumaman pria di hadapannya bagaikan alunan merdu yang menjalar perlahan melalui gendang telinga milik Ino.

Ino mendongak, mencoba memberanikan diri menatap pria yang sangat dicintainya. “Y-ya, Sai-kun?” sahutnya lembut.

Sai menyunggingkan senyum, senyum yang sangat bisa membuat Ino menahan napas dan membuat jantungnya berdegup kencang. Senyum yang sangat berbeda yang biasa diberikan pada orang-orang.

Tangan kokoh milik Sai bergerak menyentuh dagu Ino. Perlahan dia memajukan wajahnya untuk menutup jarak di antara mereka dan memagut lembut bibir gadis yang sangat dicintainya itu lembut. Saling menyesap rasa masing-masing di antara getaran memabukkan mereka.

Pria kismis itu menghentikan kegiatannya dan menarik pinggang Ino semakin mendekat. “Aku menginginkanmu, Ino” bisiknya tepat di telinga Ino, lalu menggigit cupingnya perlahan, hingga membuat membuat wajah gadisnya semakin memerah dan bergetar penuh hasrat.
Sai menurunkan wajahnya untuk menyesap leher jenjang milik Ino. Menghisapnya dengan lembut seakan takut Ino akan hancur jika dia salah bergerak. Tangan milik pria itu tidak tinggal diam, perlahan bergerak ke atas untuk menyentuh bagian kenyal tubuh lain milik gadisnya, memberikan rangsangan yang lebih.

“Sss... Sai-kun,” desis Ino tertahan. Matanya terpejam, menghayati semua kenikmatan yang secara perlahan diberikan Sai untuknya. Hanya untuknya. Tidak ada yang lain.

Ino sedikit terlonjak, lalu merasa wajahnya semakin memanas dan jantungnya berdegup kencang ketika tangan Sai bergerak nakal, menarik turunkan resleting gaunnya ke bawah membuat gaunnya jatuh ke lantai dan mengekspos tubuh porselinnya yang belum pernah ia perlihatkan sebelumnya kepada pria lain.

Sai sedikit melepaskan pelukannya pada Ino dan menatap lama sepasang mata aquamarine di hadapannya. “Aku tahu kau sangat cantik,” kata Sai pelan. Tangan kanannya menyentuh leher jenjang Ino, untuk kemudian menuruni lekukannya menuju bahu yang sudah ditandai oleh hisapan penuh kasihnya.

Melihat Ino yang hanya menatapnya dengan rona merah yang menjalar di pipi, Sai kembali memeluk gadisnya. “Tapi aku tidak pernah melihatmu secantik ini,” bisiknya seraya membaringkan Ino di lantai perlahan.

Suara-suara desahanpun bergema dalam ruangan itu. Lantai dan lukisan-lukisan yang berada di dalamnya menjadi saksi bisu akan kegiatan panas mereka.

~.~
Bertahun-tahun kita bersama
Menghabiskan waktu bersama
Canda, tawa, air mata, dan duka kita lewati bersama
Berjanji tuk selalu bersama, walau jalan penuh duri
Bersama kita bisa lalui apa saja
Tanpamu, aku hanyalah rangka kosong, robot tak bermesin
Dan
Tanpaku kau hanyalah mesin tak berkerangka, tak dapat bergerak
Kita berdua berfungsi bila bersama
Menjadi fosil bila berpisah
~.~

“Aa… Apa maksudmu Sai…? Kau bohongkan! Jawab! Kau… hiks.. Bilang kita akan selalu bersama. Kau bilang kalau kau mencintaimu.”

Hiks…. Hiks…. Hiks….

Air mata itu meluncur dengan derasnya di wajah cantik Ino.

“Maafkan aku, Ino! Bukan aku yang melakukannya! Dia menjebakku! Ah… bukan, pasti dia telah tidur dengan laki-laki lain dan menuduhku. Percayalah padaku, kumohon!” Ucapnya sambil berlutut di hadapan Ino tak lupa juga dengan air mata yang mangalir dari matanya.

Ino yang melihat itu, entah mengapa sudah tak ada rasa iba, kabut penuh emosi menguasainya. Ia sudah tak bisa mempercayai laki-laki di depannya itu lagi. Berulang kali pemuda itu mengecewakannya. Sudah berulang kali pula ia melihat pemuda itu menghianatinya.

PLAK

Tamparan itu dilayangkan Ino untuk Sai. Tamparan dengan penuh emosi. Kekecewaan dan rasa benci.

“KAU PIKIR AKU TAK TAU, KALAU SELAMA INI KAU SUKA TIDUR DENGANNYA” ucapnya keras dan penuh penekanan.

Sai hanya diam membisu sambil menunduk dan menangis. Beribu-ribu penyesalan yang ia rasakan kini. Seharusnya dulu dia tidak tergoda oleh perempuan itu. seharusnya dulu ia menolak semua rayuan perempuan itu. padahal dia sangat mencintai Ino.

“Maaf-…!” Perkataan Sai terpotong, karena Ino melanjutkan lagi kata-katanya.

“Kau memang brengsek Sai…” Ino tak memperdulikan keadaan Sai saat ini. Iya tahu Sai juga tertekan akan keadaan itu. tapi itu semua juga karena kesalahannya. Seharusnya sejak dulu ia tak memperdulikan perempuan itu. jika laki-laki itu benar-benat mencintainya, tak seharusnya ia menghianatinya.

Sai tak bisa membalas ucapan Ino. Karena kenyataannya adalah benar. Dia memang adalah hanya seorang laki-laki brengsek.

Sai hanya menunduk menerima semua luapan emosi Ino. Karena pada kenyataannya dirinyaah yang bersalah di sini. Ia juga menangis. Ia juga sangat sedih. Ia juga tak mau berpisah dengan Ino. Ia terlalu mencintai perempuan di depannya itu.

“Apapun yang kau lakukan aku selalu memaafkanmu, menganggap semuanya tidak pernah terjadi, karena aku mencintaimu.” Ino menekankan kata ‘aku mencintaimu’ saat mengucapkannya. Seharusnya jika wanita melihat pria menangis, hatinya akan tersentuh, tapi tidak bagi Ino, kali ini Sai sudah keterlaluan, apapun yang dilakukan Sai, semuanya sia-sia di mata Ino, dia tidak akan lagi mempercayai laki-laki itu─tangis buaya laki-laki itu.

“Tapi kau menganggap bahwa aku tidak peduli dengan sikapmu, kau memanfaatkan cintaku, selama bertahun-tahun kita bersama. Aku selalu bersabar dengan semua sikapmu.” lanjutnya.

“Kau tahu, bagaimana perasaanku Sai saat aku mendapatinya keluar dari apartemenmu?, Rasanya sakit sekali…” Ino memegang dada kirinya. “Selama ini aku selalu diam, karena kupikir kau dan dia telah berakhir, dan tak ada hubungan apa-apa lagi. Aku selalu menahan diriku. Aku tak mau berfikir negatif saat melihatnya bersamamu, tapi nyatanya sekarang ini, kau sudah keterlaluan.” Ino mengeluarkan semua yang ia pendam selama ini.

“KAU MENGHAMILINYA, BRENGSEK…!” Ino memukul-mukul pundak Sai yang berlutut di depannya.

“Aku benci kau, AKU SANGAT MEMBENCIMU, aku tak mau lagi melihatmu…!” teriak ino, malmpiaskan semua amarahnya.

“Pergi kau! PERGI! PERGIii….!” Ino mendorong tubuh sai keluar kamarnya.

“Maafkan aku ino, aku sangat mencintaimu.” Ucap sai lirih sebelum pintu tertutup.

~.~
Namun semuanya hanya semu
Tak lebih dari impian omong kosong belaka
Kau membuangku setelah mendapatkan yang baru
Kau meninggalkanku disaat aku sangat membutuhkanmu
Meninggalkan aku dengan berjuta perih
Tanpa kau simpankan obat penawarnya
~.~

“Astaga!” Kagetnya setelah melihat hasil tes pack, “tidak mungkin. Aku tidak mungkin hamil!” Ino jatuh terduduk setelah melihat alat tes kehamilan itu. Air matanya tak bisa lagi ia bendung dan jatuh begitu saja di lantai kamar mandi. Ia terisak, bahkan tangisannya berubah pilu. Dia kemudian membungkam mulutnya dengan kedua tangannya untuk mereda agar tangisnya tak sampai terdengar keluar.

Tok…. Tok…. Tok….

Ino tersentak karena suara ketukan pintu itu.

“Ino...! Kau tidak apa-apa sayang?” Tanya suara di seberang pintu.

Ino mengalirkan air keran agar suaranya tak sampai membuat orang tuanya khawatir. “Tidak apa-apa ibu, aku baik-baik saja.” Ucapnya liring dengan susah payah.

“Oh… yah sudah sayang. Cepatlah keluar! Ada undangan untukmu. Ibu harap kau tidak apa-apa.” Ucap ibu Ino khawatir.

Sebuah undangan pernikahan ditujukan untuknya.

18 Februari 20XX

UNDANGAN PERNIKAHAN, SHIMURA SAI DAN UZUMAKI KARIN

Hancur!
Kau buat hatiku hancur berkeping-keping
Tak kau sisakan tuk kurangkai kembali
Kau membawaku terbang ke langit
Kemudian kau hempaskan aku ke bumi hingga tak kau sisakan diriku
Kau datang padaku dengan sejuta impian
Namun,
Kau tinggalkan aku dengan berjuta siksaan
Luka yang kau buat ini
Membekas dan tak dapat disembuhkan
Aku hanya bisa termenung sendu, meratapi luka yang kau beri
Menunggu hingga luka ini dapat sembuh


5 tahun kemudian

Kelopak bunga sakura melayang bebas di udara. Tiupan angin sepoi membuat kelopak itu berbelok menuju sang wanita, dan mendarat tepat diatas rambut blonde-nya. Membelai lembut, mendamaikan jiwa. Tanpa disadari, seulas senyum pedih terpeta dalam bibirnya. Ini mengingatkannya pada musim semi beberapa waktu silam. Kenangannya bersama dengan orang yang sangat ia cintai dan kasihi. Laki-laki brengsek yang sudah tega menghancurkan cintanya.

Dulu mereka berdua terkadang habiskan waktu disini. Sekedar mengobrol sambil menikmati pemandangan senja yang memesona. Sai memeluknya dari belakang, menumpukan kepalanya diatas bahu Ino. Sambil bersenangdung menyanyikan lagu kesukaan, Sai sangat menyukai itu, karena baginya itu sangat nyaman dan menenangkannya.

Kelopak bunga sakura kembali berayun anggun. Membentuk gesekan simfoni merdu saat terlepas dari rantingnya. Angin kembali berhembus menerbangkan kelopak-kelopak bunga menjamah udara. Sesaat semilir angin mempercepat tempo irama hembusannya. Kelopak-kelopak bunga merah jambu tersebut berkumpul─menari riang bersama angin.

Wanita itu tersenyum tipis. Kepalanya bergoyang kecil, mencoba menikmati hiburan di hadapannya. Sudah lebih dari empat tahun ia tak pernah lagi bertemu dengan laki-laki itu. ah... rasanya sangat menyenangkan.

Bibirnya kembali menyunggingkan sebuah senyuman ketika melihat malaikat kecilnya yang sedang bermain-main dengan kupu-kupu. Sepertinya malaikat-malaikat kecilnya itu sudah menemukan teman bermain baru untuk diajak bermain.

“Ma…ma…” lamunan wanita itu pun buyar akibat suara anaknya. Ia menunduk, mensejajarkan tingginya, lalu mengelus-elus kepala anak kecil itu.

“Ada apa sayang? Apa kau lapar, hm?” Tanyanya pada anak gadisnya yang masih berumur dua tahun lebih itu.

Anak itu hanya mengangguk sebagai jawabannya. “Ma... ma..., Liyu juga lapal...” Timpal anak lelakinya yang lain.

Tangan Ino yang lain juga turut mengelus-elus kepala anaknya yang satu lagi.

“Baiklah sayang. Kita pulang. Jadi kalian mau makan apa, hm?” Tanya Ino seraya mengamit lengan kedua putra-putrinya.

“pelmeeeen” jawab anaknya berbarengan.

“eeeeh.... kok permen sayang!” kekeh Ino mendengar jawaban kedua anaknya itu.
~.~

Luka yang selama ini kurasa
Sakit yang mendalam di hati
Kini telah terobati
Biarlah kau bersama dirinya
Dan aku bersama hadiah yang kau beri
Lebih indah dibanding harta yang paling berharga di dunia ini.

FIN.

A/N : hahaha aku gak tahu ini cerita atau apaan. Baru kali ini buat fic dengan model kayak gini. Hehehe... tapi─yah sudahlah. Sudah terlanjur jadi.
Sebenarnya ini fic berdasarkan kisah nyata dari seorang teman. Yah walau sedikit dilebaykan. Hehehe...
Untuk temanku, semoga bisa diterima.


Share:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com