Fly with your imajination

Thursday, January 16, 2025

MANHWA - Return of the Mount Hua Sect

Judul : Return of the Flowery Mountain Sect
Penulis : Biga
Komikus : LICO
Genre : Action, Comedy, Fantasy, Manhwa, Project, Shounen
Status : End Season 2


Sinopsis

Manhwa Return of the Flowery Mountain Sect yang dibuat oleh komikus bernama λΉ„κ°€, bercerita tentang Chung Myung, Murid ke-13 dari Mount Hua Sect. Salah satu dari 3 Pendekar Pedang Besar, Pedang Suci Bunga Plum, juga orang yang telah mengalahkan Chun Ma, sosok yang telah membawa kehancuran dan kekacauan ke dunia.

Setelah pertempuran, Chung Myung menghembuskan nafas terakhirnya di atas gunung, markas dari Sekte Penyembah Iblis. Setelah 100 tahun berlalu ia terlahir kembali di dalam tubuh seorang anak kecil. Sayangnya, ketika ia kembali ke sekte Mount Hua, sekte itu telah jatuh.

...

Manhwa Return of the Flowery Mountain Sect/Return of the Mount Hua Sect/Return of the Blossoming Blade adalah manhwa dengan latar dunia murim. Meskipun tanpa sihir, jurus-jurus dari pertarungannya memiliki efek seperti sihir.

Saya pertama kali tahu manhwa ini adalah karena tidak sengaja melihat thrailer manhwa ini. Kupikir ini adalah anime terbaru, ternyata manhwa. Karena animasi pertarungannya betul-betul bagus. Baik grafik dan pewarnaan tidak kurang sama sekali. Dan, ketika membaca manhwa ini, saya seperti menemukan harta karun yang lain.

Karakter utama dalam manhwa ini adalah Chun Myung. Sosok kuat yang berhasil menang melawan Chun Ma. Sayangnya, kini ia hanya murid biasa dari perguruan yang hampir bangkrut. Dan sebab itulah, ia kembali melakukan latihan-latihan keras untuk menempa tubuhnya.

Manhwa ini bertema Murim-Second Chance. Tentang kelahiran kembali sang tokoh utama di masa depan. Selain perkembangan Chun Myung untuk bertambah kuat juga perjalanannya untuk mengembaikan kejayaan sektenya seperti di masa lalu.

Selain alur ceritanya unik, manhwa ini menambahkan beberapa elemen dan genre lain sehingga tidak hanya ada ketegangan, tetapi juga ada humor yang sangat menghibur. Ada juga pengetahuan dan sejarah sehingga bisa memberikan sedikit pengetahuan.

Karakter

Chung Myung adalah karakter pria yang cerdas dan berambisi. Ia akan berusaha mencapai sesuatu ketika menginginkannya. Sayangnya, pembawaannya seperti laki-laki bebal yang suka bermain-main. Favoritnya adalah minum alkohol. Berapapun uang yang ia dapatkan, akan ia pakai untuk makan dan minum alkohol.

Chun Myung juga suka memprovokasi orang lain. Membuat orang-orang salah paham dan jengkel terhadap sikapnya hingga membuat orang-orang di sekitarnya jadi was-was. Untung saja, Chun Myung adalah sosok yang kuat dan cerdik. Ia juga memiliki perhitungan baik sehingga bisa menyelesaikan masalahnya.

Karakter pendukungnya tidak begitu banyak sehingga mudah dikenali. Sebagian karakter diperkenalkan dengan cara unik hingga pembaca akan mudah mengenali mereka. Dan, karena karakter pendukung sering ditampilkan di seluruh manhwa, maka tidak kehilangan relevansinya.

Sejauh episode yang sudah terbit, belum ditampilkan penjahat sesungguhnya, selain pada prolog. Hanya ada beberapa masalah yang diluruskan.

Grafik

Grafik dalam manhwa ini pun benar-benar memanjakan mata. Dari segi komposisi warna, gaya gambar, dan ekspresi. Warna-warna yang digunakan pun sangat banyak dan tidak hanya monokromatik. Baik latar belakang atau pelengkap digambar sangat apik dan membantu memahami alur ceritanya.

Salah satu yang sangat menghibur adalah ekspresi Chung myung ketika sifat bebalnya keluar.
Kesimpulannya, manhwa ini sangat bagus. Baik dari segi alur maupun grafik. Bagi penikmat manhwa dengan aksi dan pertarungan juga sisi humor yang menghibur, ini adalah manhwa wajib dibaca.

Rate : 9,5



Mickey139

Share:

Friday, December 20, 2024

NOT PERFECT#20

 

 Sangat dianjurkan memberi saran dan kritik.

Terima kasih 😊.

SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA



Yoga berdehem salah tingkah. Sedikit melebarkan jaraknya agar tak terlalu berdekatan dengan Nayla lalu berjalan mendahului gadis itu.

Jujur saja setelah mengucapkan kata-kata receh barusan ia jadi gugup. Padahal kalau dipikir, Nayla juga tak mungkin mengartikan sesuatu pada ucapannya itu.

Apa ini yang disebut pubertas kedua?

Tetapi Yoga masih cukup muda untuk merasakan hal itu. Atau jangan-jangan Yoga belum merasakan puber, dan saat inilah fase itu.

Astaga.

Yoga mendengus jengah. Kenapa pula ia memikirkan itu?

"Loh Mas, kok jalan duluan?"

Nayla menjajari langkah Yoga di sampingnya, lalu menatap heran pria itu.

"Cepat banget jalannya."

Tetapi Yoga tak menyahut. Laki-laki itu sibuk memikirkan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaannya. Tak mau menganggap apa yang ia alami itu adalah fase pubertas.

Sampai di persimpangan jalan, barulah Yoga berhenti. Bukan karena sudah mendapatkan jawaban, namun ia bingung kenapa bisa di sana.

"Nay..."

"Akhirnya berhenti juga."

Suara Nayla terdengar ringkih. Gadis itu menunduk guna menghirup udara lebih banyak. Langkah kaki Yoga terlalu lebar untuk dirinya, akhirnya ia harus berjalan lebih cepat.

"Kenapa kmu ngos-ngosan, Nay?"

"Ngejar kamu."

"Kenapa mengejar saya? Bukannya kita tadi sama-sama jalan?"

Nayla menggeleng, "Memang. Tapi, kakimu terlalu panjang. Jadi, aku harus jalan cepat."

"Kamu kan bisa bilang supaya saya jalan lebih lambat."

Nayla menegak. Ia menatap Yoga kesal, lalu mendengus. "Dari tadi aku bilang. Cuma mas gak peduli."

"Ah, yang benar?" Kening Yoga mengkerut, "Saya tidak dengar apa-apa."

"Yah jelas kamu gak dengar. Mas kan sibuk melamun." Lalu Nayla mengangkat tangan lalu mengibaskan, "Ah, sudahlah. Mending kita istirahat dulu."

Yoga mengangguk. Tiba-tiba perasaannya jadi tak enak melihat kondisi Nayla sekarang. Tetapi, ada perasaan aneh juga yang berdesir ketika melihat penampilan gadis itu. Keringat yang mengalir perlahan dari keningnya, helai-helai rambut yang keluar dari ikatan yang sebagian menepel di pipi juga napas ringkihnya. Entah kenapa yoga melihat Nayla sangat mempesona.

Secara spontan tangan Yoga bergerak perlahan untuk memperbaiki rambut Nayla hingga membuat gadis itu tersentak. Jantunganya berdatak cepat, semakin cepat ketika tangan yoga berhasil menyentuh pipinya. Namun, Nayla tidak menampik tangan Yoga dan hanya membiarkan Yoga melakukan apa yang ia mulai sembari memperhatikan wajah laki-laki itu. Wajah yang dipahat begitu sempurna, seolah Tuhan sedang tersenyum ketika menciptakannya.

Beberapa detik setelahnya, Yoga tersadar dan menarik tangannya. Matanya terbelalak karena perbuatannya benar-benar sangat tidak sopan.

"Ah, maaf, maaf Nayla saya sudah tidak sopan."

Nayla menggeleng. "Tidak apa-apa." Nada suaranya meninggi. Terdengar aneh bahkan di telinganya sendiri. Padahal apa yang dilakukan Yoga bisa masuk dalam tindak kejahatan, tetapi ia malah merasa senang.

"Kalau mau diperbaiki yang lain juga, tidak masalah kok." lanjutnya sambil menyengir dan membuat Yoga terkekeh.

Gadis itu berhasil membuat perasaannya kembali membaik.

"Ngomong-ngomong, mas kerja di sekitar sini?"

"Iya."

Nayla melihat jam tangannya, "Mas, sudah makan siang?"

"Belum."

Nayla tampak senang mendengar jawaban Yoga. Ia tersenyum, "Bagaiaman kalau kita makan siang sama-sama."

Yoga menatap jam tangannya lalu mengangguk. "Boleh. Di mana?"

"Di sana." Nayla menunjuk penjual minuman pinggir jalan. "Mau?"

Yoga mengangguk pelan, "Boleh." Kemudian mereka mendekat. Tetapi, belum sampai lima langkah kaki mereka bergerak, mereka dihentikan oleh seorang lelaki.

Mendadak perasaan Yoga jadi tidak enak.

 Kendari, 20 Desember 2024

Mickey139



SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA

Share:

Wednesday, May 29, 2024

ANAK TOKO - Sesosok yang Tak Sadar


Sangat disarankan memberi kritik dan saran.

Main : Tini, Mila, Mulyadi, Agus, Ridho
Rate: T
Genre: Slice of Life
WARNING: AU, OOC, OC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
MICKEY139




SUMMARY :

Kisah para kacung alias anak toko yang ditempatkan di minimarket desa. Desa itu agak sepi, apalagi saat malam. Rata-rata aktivitas di lakukan saat pagi hingga jam delapan malam. Di sana tidak ada hiburan. Jadi, hiburan satu-satu nya anak toko adalah ketika pembeli datang ke toko.

~happy reading~



Bulan sudah semakin menanjak, sementara pelanggan di luar sudah tak terlihat lagi. Agus tengah memajang beberapa item yang stoknya sudah kosong di rak, juga memenuhi rak agar tampak rapi, sementara Mila mengatur stok rokoknya.

"Gus!"

Agus menghentikan kegiatannya kemudian menoleh pada Mila. "Kenapa, Mil?"

"Aku mau ke toilet, tolong jaga dulu."

"Iya."

Setelah mengatakan itu, Agus kembali mengatur stoknya sembari berjaga.

Hanya beberapa menit kemudian, angin dingin berhembus dari luar mengenai tengkuk Agus. Dia menoleh dan melihat seorang pelanggan masuk. Pelanggan yang tidak biasa.

Namun begitu, Agus tidak lantas takut. Sudah beberapa kali dia mendapatkan pelanggan seperti mereka. Lagipula, penampilan mereka tidak menyeramkan. Berbeda dari beberapa minggu yang lalu. Sosok itu membuat Agus tidak bisa tertidur sampai pagi hari.

"Ada yang bisa saya bantu, Kak?" Agus tersenyum sembari mendekati pelanggan itu.

"Popok bayi, ada?"

Agus sekali lagi tersenyum, pelanggannya ternyata tak sadar dirinya siapa. "Ada, Kak. Ukuran apa ya?" Tetapi, Agus tetap melayaninya dengan baik.

"Anak saya sudah tiga bulan, Mas. Itu ukuran apa?"

Agus tampak berpikir, lalu berjalan ke arak rak popok lalu kembali ke pelanggan tak biasa itu. "Bisa dicoba ukuran S, kak."

Pelanggan itu mengangguk, dan tersenyum. "Boleh, Mas. Saya mau itu."

"Popoknya hanya ada yang isi 26. Mau kak?"

"Tidak apa-apa, Mas. Itu saja."

Agus kembali ke arah rak kemudian mengambilkan popok yang dimaksud pelanggannya.

"Silahkan, kak. Harganya Rp 20.000."

Pelanggan itu memberikan Agus uang kemudian berlalu setelah mengucapkan terima kasih.

Agus menghela, kemudian melihat apa yang diberikan pelanggannya tadi. Bukan uang, hanya selembar daun berwarna hijau.

Mila datang dengan kening mengkrut melihat agus yang diam mematung sembari melihat daun di tangannya.

"Kamu kenapa Gus?"

"Oh, tidak apa-apa."

Agus memasukkan daun itu ke celananya kemudian melanjutkan pekerjaannya.

Mickey139


Share:

Friday, March 22, 2024

NOT PERFECT#19

 Sangat dianjurkan memberi saran dan kritik.

Terima kasih 😊.

SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA





***

"Sudah kamu serahkan titipan saya yang kemarin?"

Yoga menatap kesal Kenzo. Jika ia tahu akan bertemu masa lalunya, ia tak akan mau mengantarkan pesanan laki-laki itu. Terlebih ia juga terjebak hujan dan pulang sangat terlambat.

"Sudah. Pak." Yoga sengaja menekan kata-katanya.

Tetapi, pada dasarnya Bos tak suka disalahkan, Kenzo menaikkan sebelah alisnya sebagai respon.

"Aku akan pura-pura tak mendengar nada jawaban kamu."

Terserah. Mau dipedulikan pun Yoga tidak peduli. Malah bagus jika ia dipecat. Yoga bisa lebih fokus menjalankan bisnisnya.

"Apa ada lagi yang bapak butuhkan?"

Kenzo diam beberapa detik, tampak menimbang apa yang ingin dia katakan pada Yoga. Sebelum membuka suara, "Yog," dan kembali menjeda ucapannya.

Yoga menaikkan sebelah alisnya ketika Kenzo menjeda ucapannya. Tetapi, ia tetap diam dan menunggu sampai Kenzo menyelesaikan ucapannya. "lo bisa... ketemu kakek?"

Dan Yoga menyesal membiarkan Kenzo meneruskan kata-katanya.

"Sebulan sekali kita bertemu." Yoga menyahut dingin.

"Personal. Tidak dengan keluarga yang lain."

Yoga tak menyahut lantas berdiri, bersiap pergi dari ruangan Kenzo.

"Yog, sejujurnya gue penasan, apa yang lo pikirkan. Sebenarnya lo bisa, tapi lo malah..."

"Ada lagi yang Bapak butuhkan? Kalau tidak, saya akan kembali ke ruangan saya." kata Yoga, tak mau mendengar ocehan Kenzo yang mungkin akan membuatnya lepas kendali

Tak mendapat sahutan dari Kenzo, Yoga segera berjalan dan meraih gagang pintu. Ia benar-benar tak menyukai cara Kenzo yang mengingatkan dirinya dengan mengungkit masa lalu.

Terlebih pada orang yang membuangnya. Orang yang membuat dirinya kesepian.

Tidak mengapa jika itu hanyalah Yoga, masalahnya hanya karena nenek memedulikan dirinya, orang itu juga membuang nenek. Wanita yang selalu setia dengan cintanya.

Yoga tak bisa memaafkannya. Meski tiap bulan ia bertemu dengan kakeknya, tak pernah sekali pun ia bertegur sapa. Yoga akan berpura-pura melakukan sesuatu atau bahkan mengabaikan kakeknya secara terang-terangan.

"Apa lo masih akan bersikap seperti itu kalau tahu apa yang sebenarnya kakek lakukan buat lo?" Yoga tidak merespon apa-apa dan membiarkan udara yang menyahut pertanyaan Kenzo. Kakinya terus melangkah hingga hilang di balik pintu ruangan kenzo. ...

Semilir angin menerbangkan debu-debu di jalan yang dilalui Yoga. Meski tidak banyak debu, tetapi masih bisa mengganggu hidungnya. Cuaca hari itu tidak terlalu terik dan membuat Yoga memilih jalan kaki menuju rumah makan langganannya di dekat perusahaan. Tomatoz, rumah makan yang dikelola oleh sepupunya Regan dan Hana.

Yoga memang tidak terlalu dekat dengan mereka. Meski rata-rata keluarganya menganggap Yoga adalah sesuatu yang aneh, dan lebih memilih menghindar, tidak begitu dengan mereka. Kepribadian mereka pun bisa dibilang sangat baik. Padahal ayah dan ibu Regan sangat keras. Mereka sering menyapa Yoga, meski Yoga tidak peduli. Bahkan mereka juga selalu mengajak dirinya mengobrol ketika perkumpulan keluarga diadakan.

Hanya beberapa langkah sebelum pembelokan seseorang menepuk pundaknya dan membuat Yoga tersentak. "Mas Yoga?"

Yoga berbalik dan mendapati Nayla di hadapannya tengah menyengir. Yoga benar-benar tak menyangka akan bertemu gadis itu di dekat kantornya. Dan entah dari mana datangnya, Yoga menganggap bahwa semesta ingin menghiburnya dengan kehadiran Nayla.

Penampilan gadis cantik namun tomboy itu sekarang berbeda. Ia memakai almamater universitasnya.

"Kebetulan banget Mas." kata Nayla sekali lagi menyengir.

"Kok kamu bisa di sini?"

"Aku gak ngikut loh." Lagi-lagi Nayla menyengir ketika menjawab Yoga. Nayla benar-benar senang bertemu Yoga. Dan, ia jadi membayangkan kalau pertemuan mereka adalah rencana semesta.

Bukan tanpa Alasan Nayla berpikir begitu. Pasalnya kebetulan semacam itu benar-benar sering mereka alami.

Dimulai dari tahun baru, kemudian semalam ketika pulang dan ia berencana pergi ke rumah sakit, dan terakhir adalah di waktu sekarang. Kalau bukan takdir, apa namanya? Yah, kecuali laki-laki itu penguntit. Tetapi, tentu saja tidak mungkin. Selain karena mereka tak pernah bertemu sebelumnya, Yoga juga tak menunjukkan tanda-tanda seperti seorang penguntit.

Pertama karena wajah Yoga sangat tampan. Hanya dengan menunjuk, ia bisa mendapatkan perempuan dengan mudah. Dan yang kedua adalah, ekspresi ketika mereka bertemu. Nayla tak pernah melihat wajah Yoga berseri-seri atau senang. Laki-laki itu justru selalu menunjukkan ekspresi kebalikannya. Mana ada penguntit begitu?

Seperti saat ini, Yoga seperti punya beban yang sangat berat di punggungnya. Padahal tadi dia sudah memanggil laki-laki itu beberapa kali, tetapi Yoga tak menyahut dan lebih memilih berjalan sambil melamun.

Yoga terkekeh melihat tingkah Nayla seolah tersinggung dengan kata-katanya.

"Bukan saya loh yang bilang."

"Ih beneran."

"Iya... iya... saya percaya."

"Tapi, kita sering ketemu secara kebetulan. Jangan-jangan..."

"Iya, kita jodoh."

"Eh..."

Dan Yoga kembali terkekeh, seolah ia tak memiliki masalah tadi.

 Kendari, 22 Maret 2024

Mickey139



SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA




Share:

Thursday, February 29, 2024

ANAK TOKO - Khodam


Sangat disarankan memberi kritik dan saran.

Main : Tini, Mila, Mulyadi, Agus, Ridho
Rate: T
Genre: Slice of Life
WARNING: AU, OOC, OC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
MICKEY139




SUMMARY :

Kisah para kacung alias anak toko yang ditempatkan di minimarket desa. Desa itu agak sepi, apalagi saat malam. Rata-rata aktivitas di lakukan saat pagi hingga jam delapan malam. Di sana tidak ada hiburan. Jadi, hiburan satu-satu nya anak toko adalah ketika pembeli datang ke toko.

~happy reading~



Malam makin larut. Bulan di luar makin menanjak. Untungnya, cuaca sedang aman. Tidak dingin atau panas, sehingga tidak ada gerakan tambahan seperti mengipas atau malas bergerak karena kedinginan.

Tidak ada suara selain binatang malam yang saling bersahutan. Toko benar-benar sangat sepi pelanggan. Yah, wajar saja karena minimarket mereka berada di pelosok yang kalau malam orang-orang lebih memilih beristirahat ketimbang keluyuran atau sekedar nongkrong di kafe pinggiran.

Selamat datang di April Mart. Mila menyapa pelanggan sambil tersenyum. "Ada yang bisa saya bantu, Nek?"

Nenek itu diam sejenak. Dia memperhatikan Mila dengan pandangan menyelidik. Lalu tidak lama dia menunduk seperti memberikan salam.

"Salam saya, Nyai." celutuk nenek itu tiba-tiba.

Mila menaikkan salah satu alis, tidak mengerti. Namun, hanya beberapa detik setelah kebingungannya, Mila kemudian mengabaikan kata-kata nenek itu karena berpikir kalau nenek itu ingin mengerjainya.

"Ada yang bisa saya bantu, Nek?" Sekali lagi Mila bertanya dengan nada yang ramah. Namun, nenek itu tidak lagi menyahut dan memilih diam. Sampai seorang pemuda masuk lalu menghampiri nenek itu.

"Nek, ngapain ke sini? Kan bisa minta ke Aan." kata pemuda itu lembut.

Nenek itu tak menyahut dan memilih menunjuk ke arah Mila. "Ada Nyai."

Pemuda itu melihat Mila dengan kening mengkerut sebelum mengangguk pelan.

Sementara Mila yang jadi objek kedua orang di hadapannya sudah mulai merasa agak risih.

"Ah, maaf ya, Mbak. Jangan hiraukan nenek saya. Dia memang begitu."

Mila mengangguk memaklumi. "Tidak apa-apa." katanya sambil tersenyum.

"Kalau begitu kami permisi, Mbak. Nyai."

"Eh?"

Nyai?

Tiba-tiba saja Mila jadi merinding.

Mickey139


Share:

Monday, February 26, 2024

THE MERMAID - EMPAT

 Sangat dianjurkan memberi saran dan kritik.

Terima kasih 😊.

SEBELUMNYA CH LENGKAP



THE MERMAID
WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
@mickey139

Mohon maaf jika ada kesamaan ide cerita

DLDR

enjoy :)



"Kenapa datang ke sini lagi?"

Aata menggeleng kepala melihat kelakuan temannya yang tidak bisa bosan datang di tepi batu karang untuk melihat laut ketika latihan usai.

"Kau ingin sekali ke sana?" Aata menunjuk laut yang diangguki oleh Mac.

"Kenapa?"

Mac ingin sekali menyahut, "Karena dari sanalah aku berasal dan aku ingin pulang." Namun, Mac tahu Aata hanya akan menertawakannya jika menjawab seperti itu. Maka dari itu, ia hanya tersenyum dan menanggapinya dengan singkat. "Di sini nyaman."

Aata menghela, kemudian berlalu dari sana setelah mengatakan, "Jangan sampai terlambat jika tak ingin dihukum." karena ia tahu, Mac tidak akan kembali bersamanya jika Mac belum memuaskan dirinya.

Mac sebenarnya ingin jujur pada temannya mengingat bagaimana sifat temannya itu yang setia kawan. Sayangnya, ajaran para tetua sudah tertanam jelas di kepalanya, bahwa manusia daratan adalah manusia tamak yang akan melakukan apa saja untuk memuaskan nafsunya. Apalagi Mac tahu, jika manusia bisa hidup abadi hanya dengan mengekstrak duyung.

Kembali ingatannya melayang pada kejadian beberapa tahun lalu, saat dirinya dipenuhi oleh ambisi dan rasa ingin tahu. Melupakan peringatan para tetua dan orang-orang yang ia sayangi dan melanggar hukum kerajaan. Sampai ia sadar dan semuanya sudah terlambat. Ia berakhir dengan kesedihan yang terus memenjaranya.

Mac menghela nafas. Ia hanya butuh satu kesempatan untuk kembali ke sana. Ia benar-benar sudah lelah menjalani kehidupannya yang sekarang dan ia ingin kembali.

Dewa Casios.

Amethrine.

Dua kata itu adalah kuncinya.

Mac tersenyum kemudian bangkit dari sana. Berlalu. Sampai ia mendengar suara rintihan lirih dari seseorang. Langkah kakinya berubah arah yang kemudian membawanya di ujung tepi batu karang. Matanya menyipit guna memfokuskan pandangannya pada satu titik. Di sana, Mac melihat ada seorang gadis yang merintih. Wajah dan sebagian atas tubuhnya menyandar pada bebatuan, sementara bagian tubuh ke bawah tertutupi oleh air.

Tanpa membuang waktu, Mac merapalkan sesuatu hingga akar-akar di sekitar batu karang yang ia pijaki bergerak membentuk tangga hingga ke bawah. Ia menuruninya dengan cepat sampai pada gadis itu.

"Hei, kau- akh!" Mac menarik kembali tangannya bingung. Suhu gadis itu terasa panas di kulitnya. Sangat kontras dengan suhu kulitnya yang dingin karena suhu udara di sekitar mereka. Benar-benar aneh. Namun, bagaimana pun perasaannya terhadap manusia, ia juga tak mungkin membiarkan gadis itu sekarat dan mati di sana.

Setelah merapalkan sesuatu, Mac melepaskan sweater-nya dan membungkus tubuh bagian atas gadis itu yang hanya menggunakan kerang dan rumput laut untuk menutupi dadanya. Selanjutnya, ia menyisipkan tangannya di bawah punggung gadis itu lalu di bawah ... tidak ada kaki.

Mata Mac melebar ketika menyadari bahwa gadis itu bukanlah manusia, melainkan duyung. Kebingungan menyelimutinya. Ia sangat ingin menyelamatkan gadis itu, namun di sisi lain, ia takut apabila gadis itu ditemukan oleh orang lain. Dan saat ini, waktunya tak banyak untuk kembali ke asrama.

Dalam waktu yang singkat, dipenuhi oleh kebingungan, Mac memutuskan untuk menyelamatkan putri duyung itu. Membawanya pada tempat yang aman lalu menyembunyikan keberadaan putri duyung itu. Kembali ke asrama untuk mengambil poison.

Putri duyung itu harus selamat. Hanya ia yang mampu menolongnya.

Mac kembali pada putri duyung itu. Menggunakan sihir air, ia membentuk bola air lalu memasukkan putri duyung itu ke dalamnya dan menuangkan possion tersebut. Perlahan namun pasti luka menganga pada ekor dan luka-luka goresan di tubuh putri duyung itu berangsur menghilang.

Mac tersenyum ketika menyadari putri duyung itu hampir pulih dari luka-lukanya.

Akhirnya ia bisa ke Amethrine. Akhirnya ia bisa bertemu dewa Casios. Akhirnya ia bisa pulang.

Sampai mata gadis itu terbuka lebar, harapan Mac pupus. Alih-alih berterima kasih, gadis itu justru menyerang Mac hingga tubuh Mac terhempas pada karang di belakangnya.

Bola air yang dibentuk Mac pecah dan membuat putri duyung itu jatuh di atas pasir.

"Apa yang kau lakukan?" Mac bangkit. Untung saja tubuhnya refleks membuat perlindungan hingga rasa sakit akibat hempasan itu tak sampai menyakiti tubuhnya.

"Manusia!"

Sekali lagi putri duyung itu menyerangnya. Tak peduli pada tubuhnya yang tak bisa bangkit di atas pasir. Dengan tangan kiri ia menyanggah tubuhnya agar tegak dan tangan kanan ia gunakan untuk membentuk sihir berupa jarum-jarum air kecil lalu menghempaskan pada Mac.

Mac melompat lalu menghindar. Kemudian menggunakan akar yang ada di belakangnya untuk mengekang gadis itu. Mengikat kedua tangan dan ekornya agar tak bergerak. Lalu dengan sihir lain, ia membuat gadis itu tak bisa menggerakkan tubuhnya.

"Tenanglah!" kata Mac seraya menghampiri gadis itu. "Aku tidak akan melakukan sesuatu yang bisa membahayakanmu." Lanjutnya.

Putri duyung yang masih tetap mencoba menggerakkan badannya itu, mendongak dan menatapnya dengan pandangan membunuh, "Bagaimana bisa aku mempercayaimu?" sentaknya keras.

Mac memejamkan mata seraya menghela. ia tentu tidak bisa menyalahkan putri duyung itu yang tetap waspada di hadapannya. ia juga tahu bagaimana bencinya para duyung terhadap manusia.

"Aku memang tidak bisa membuktikan jika aku tidak akan membuatmu dalam bahaya sekarang." Mac melihat lilitan akarnya yang sudah menyakiti tangan gadis itu lalu melonggarkannya sedikit, "Tapi, membiarkanmu sekarat dan ditemukan manusia lain, bukan pilihan baik juga, bukan? Aku tidak yakin, jika mereka bisa berbuat lebih baik dari aku. Kau tahu, kebanyakan manusia yang melihat duyung akan memanfaatkan mereka untuk memperoleh keabadian." Jelasnya dengan tenang.

Raut wajah putri duyung itu berubah. Ia tentu tidak ingin tubuhnya diperlakukan buruk oleh mereka, maka dari itu gesturnya berubah. Ia tak lagi memberontak dan pasrah pada perlakuan Mac yang kembali membuatnya berada di dalam bola air.

"Jadi, namamu siapa?" Mac bertanya namun konsentrasinya tetap berada pada bola air yang ia buat. Poison yang ia ambil dari asrama masih tersisa sedikit dan cukup untuk mengobati sisa luka putri duyung itu.

Putri duyung itu masih memejamkan mata, merasakan luka di sekujur tubuhnya satu per satu sembuh. Bahkan pada sayatan panjang di ekornya. Ia menggerak-gerakkan ekornya untuk meyakinkannya.

Bola air yang Mac buat berangsur menyurut, menyisakan air hingga sebatas pinggang putri duyung itu.

"Adrea." sahut putri duyung itu. Masih tetap waspada pada tiap pergerakan Mac.

Tanpa memedulikan reaksi Adrea, Mac kembali bertanya, "Lalu kenapa kau bisa terluka seperti itu?" Mac belum melepaskan putri duyung itu dan masih tetap menahannya. Meski kelihatan jika ia hanya ingin membantu, namun kenyataannya dalam air yang tadi ia gunakan untuk penyembuhan putri duyung itu, ia sudah menyisipkan mantra pengekang yang aktif apabila gadis itu melakukan sesuatu padanya dan berniat kabur.

"Bukan urusanmu. Aku juga tidak memiliki tanggung jawab untuk menyahutnya." Putri duyung itu masih berbicara sarkas pada Mac, tetapi tak juga berniat melarikan diri.

"Baiklah kalau kau tidak ingin menjawabnya. Setidaknya aku tahu siapa dirimu dan mungkin juga karena itu pula kau bisa mendapatkan luka seperti itu." Mac mengangkat bahunya acuh. Masih mengabaikan sikap Adrea.

Ini adalah kesempatannya.

Mac terdiam beberapa detik, membiarkan angin laut menyusup di sela-sela antara dirinya dan putri duyung itu, sebelum menarik nafas panjang dan menatap putri duyung itu dengan tekad yang besar.

"Sebelum aku melepasmu kembali ke lautan, aku ingin kau memberitahuku satu hal." Mac memulainya dengan pelan. Namun, tidak dengan basa-basi yang bisa menghabiskan banyak waktu.

Adrea mengangkat kepalanya dan menatap sepasang mata biru di depannya. Masih dalam posisi bersiaga, ia menyahut, "Apa?" dengan pertanyaan lain.

"Kau tau Dewa Casios?"

Gestur tubuh Adrea berubah. Tubuhnya menegang dengan wajah yang menyiratkan kewaspadaan. Ia belum menyahut, membiarkan suara deru ombak mengisi kebisuan di antara mereka. Matahari sudah mulai menghilang, menyisakan warna lembayung pada senja di langit.

"Tidak." sahut Adrea tidak lama kemudian setelah melihat tatapan Mac berubah.

Ia tahu ada yang salah pada laki-laki di hadapannya itu. Meski Mac sudah menolongnya dengan menyembuhkan semua lukanya, laki-laki itu pasti punya tipuan di balik kebaikannya.

"Kau juga tahu Zerzura?"

Tubuh Adrea semakin menegang karena kata-kata Mac. Dengan gerak refleks, tubuhnya mengambl posisi bersiaga. Adrea sudah siap menyerang Mac kapan saja.

Mac menampakkan senyumnya, tidak terpegaruh pada sikap Adrea. Ia tahu mengapa putri duyung itu bertindak demikian. Karena ia pun akan bertindak seperti itu jika melihat sesuatu yang dapat mengancamnya. Namun, satu hal yang pasti, Adrea tahu tentang Dewa Casios dan Zerzura.

"Kau tahu, Adrea. Aku sudah menolongmu, maka dari itu kau wajib membalas budi." kata Mac pelan namun cukup untuk menekan Adrea. Mac tahu, harga diri seorang kesatria bagaimana tingginya dan ia akan memanfaatkan harga diri itu untuk keinginannya. "Aku hanya memintamu untuk mempertemukan aku dengan dewa Casios. Antarkan aku ke Zerzura." tutupnya dengan tegas.

Sementara Adrea di tempatnya tak menyahut, justru kuda-kudanya semakin mantap. Ia menatap Mac semakin tak bersahabat. Ia seorang kesatria. Pejuang yang bertugas melindungi kerajaan. Negerinya. Harga dirinya tidak ada apa-apanya dibanding dengan keselamatan rakyat di Negerinya.

"Kalau begitu bunuh aku sekarang!" sahut Adrea tegas. Tak ada keraguan dalam tiap kata yang ia lontarkan pada Mac, "Aku tidak akan pernah membalas budi dengan cara seperti itu."

Mac tahu, setelah mengetahui siapa putri duyung yang ia tolong, ia tak akan mudah mendapatkan keinginannya. Jadi, ia memilih jujur dan menjelaskan siapa ia dan tujuannya bertemu dengan Dewa Casios.

Mac kemudian membuka bajunya, perlahan menarik paksa sesuatu yang menyerupai kulit di punggungnya hingga memperlihatkan tatto yang tidak pernah ia perlihatkan kepada orang lain, sekali pun Aata yang menjadi teman sekamarnya lebih dari tiga tahun.

Tatto itu sangat sederhana menyerupai tombak dengan tiga mata runcing di ujungnya, dililit oleh rumput laut, namun Adrea tahu arti tattoo itu. Tattoo seorang pejuang. Meski tiap Negeri memiliki gambar berbeda, namun tetap ada kesamaan.

"Dari mana kau dapat tattoo itu?" Adrea bertanya dengan rasa tidak percaya yang sangat jelas di matanya.

"Kau pernah dengar pangeran Silian dari Negeri Neofito yang menghilang?" Mac berujar pelan, memaksa matanya agar tetap lurus menatap Adrea yang menatapnya penasaran.

"Pangeran Silian, mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan kerajaan Neofito dari manusia." sahut Adrea, "Dan ia mati karena itu."

Mac menggeleng, "Salah."

Kening Adrea menyerngit, namun tidak lama kemudian matanya membulat, "Jangan katakan kau adalah..."

Mac mengangguk kemudian tersenyum miris, "Iya. Aku adalah pangeran itu. Karena kebodohanku, aku berakhir seperti ini. Dan aku ingin kembali pada Negeriku."

"Jangan membohongiku!" Adrea membentak. "Aku tahu kau hanya ingin memasuki Zerzura untuk menghancurkannya, sama seperti Neofito." Dan Adrea tidak mungkin membiarkan Negerinya hancur.

"Aku tidak membohongimu." suara Mac menjadi lebih pelan dari sebelumnya. Tidak lagi menekan Adrea. Satu hal yang ia inginkan sekarang adalah Adrea menyetujuinya dan ia bisa kembali pada lautan yang tenang.

Mac sangat merindukan keluarganya, istana dan Negerinya.

Jika Adrea tidak menyetujuinya, Mac tidak tahu harus melakukan apalagi selain berusaha menerobos lautan yang dalam hingga paru-parunya meledak dalam tekanan yang menyesakkan.

"Kumohon tolong aku. Aku ingin pulang." Dan Mac tidak lagi menyembunyikan kesedihan yang selama ini ia sembunyikan. Suaranya semakin lirih dengan mata yang sudah berkaca-kaca.

"Bagaimana jika kau membohongiku? Negeriku yang kupertaruhkan saat ini." suara Adrea juga melirih. ia tidak tahu mengapa ketika melihat Mac, membuat dadanya berdesir tak nyaman. Empati yang tidak pernah ia rasakan pada manusia sebelumnya kini ia rasakan pada Mac.

Mac tahu, bagaimana dilema yang dirasakan oleh Adrea saat ini, namun ia juga tidak berbohong. Mac hanya ingin pulang ke rumahnya. "Kau bisa mengekangku dengan menggunakan rumput laut Melion. Jika aku berusaha menghancurkan Negerimu, kau bisa langsung membunuhku."

Adrea tak lagi berucap, tidak banyak yang tahu mengenai rumput laut Melion. Hanya mereka para kesatria yang diberitahu, karena sifat toksik yang dihasilkan rumput laut itu yang sangat membahayakan. Apalagi terhadap manusia, hanya sentuhan kecil bisa melumpuhkan.

"Baiklah." Adrea mengalah. "Kapan kita berangkat?"

"Sekarang." cepat dan tegas. Mac terdengar tidak sabar. Pandangannya mengarah pada langit yang sudah gelap. Artinya, para penjaga akan mencarinya karena ia belum kembali dan jika mereka berdua ditemukan, maka ia dan Adrea tidak memiliki kesempatan untuk kembali.

"Kalau begitu kita bergerak."

Mac menggerakkan bola air yang mengekang tubuh bagian bawah Adrea menuju lautan, diikuti olehnya di belakang. Ketika mereka sudah berada di dalam lautan, Mac melepaskan bola air miliknya dari Adrea dan membuat bola air berisi udara untuk dirinya sendiri. Selanjutnya, Adrea mengeluarkan rumput laut yang ada di tas kecil di pinggulnya lalu melilitkan pada tubuh Mac hingga membuat tubuh Mac lemas dan hampir membuat bola air Mac pecah. Namun, Adrea melapisi bola air tersebut hingga tak pecah.

Mereka bergerak, berenang semakin dalam, melawan arus air dan tekanan yang kuat. Telinga Mac berdengung dengan rasa sakit juga dadanya yang semakin sesak ketika mereka berada pada kedalaman yang jauh.

Adrea hanya melirik Mac yang semakin melemah, namun tidak juga mencoba membantunya. Itu adalah resiko yang harus Mac terima untuk mendatangi Negerinya. Untuk bertemu dengan Dewa Casios.

.

.

.

Mickey139

SEBELUMNYA CH LENGKAP

Share:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com