Fly with your imajination

Sunday, July 19, 2015

Real of the Princess (3)

Baca : Chapter 2

Cerita sebelumnya

Sial. Apa yang harus ku lakukan? Apakah ini karma atau karena harapanku yang menjadi kenyataan? Sejujurnya aku menyesal telah berharap seperti itu. aku nampak sangat jahat sekali dan juga egois.

Guruku pergi menjadi utusan ayahanda, kakak masih sakit, nona Tsunade pergi mencari tanaman obat dan pulang setelah tiga hari kedepan, para prajurit pun banyak yang terluka dan masih belum pulih akibat pertandingan kemarin.

Apa ini semua berhubungan? Apakah sudah terencana? Siapa mata-mata itu?

Tanpa membuang waktu aku pun segera menuju istana. Aku tidak mau terjadi sesuatu pada... “Astaga!? Raja dan beberapa mentri menjadi sandera.” Pekikku tertahan. Sial. Pantas saja semakin banyak pengawal di kerajaan tadi.

~>O<~ 

Pair: Naruto & Hinata
Rate: T
DISCLAIMER : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey) 
 Real of Princess © Mickey_Miki

Real Of The Princess
.
.
.

PUK

Tepukan di punggungku membuat tubuhku refleks bergerak untuk menyerang pelaku itu, namun ketika pukulanku akan mengenainya dengan mudah dia tangkis dan malah mengunci tanganku lantas menyudutkanku di tembok. Dengan tiba-tiba pula dia membekap mulutku, meredam pekikan yang akan terlontar dari mulutku.

“Ssssttt....~” Desisnya tepat di depannku, matanya menatap waspada di sekeliling kami.

Aku menatapnya dan baru ku sadari bahwa dia adalah Naruto. Laki-laki yang baru ku temui kemarin. Ekspresinya tidak seperti kemarin, dia terlalu waspada. Apa ini ada hubungannya dengan kata-kata orang-orang tadi?

“Diamlah.” Bisiknya lantas melepaskan bekapan tangannya. “Mereka adalah pemberontak yang ingin menggulirkan kekuasaan raja.” Lanjutnya menatapku yang tengah terpaku.

Aku mengangguk tanda mengerti. Ku lirik lagi keadaan di sekitar arena di balik peunggung Naruto. Raja masih berada di tempat duduknya dengan dua orang yang ku yaini adalah para pemberontak menempelkan pedang di lehernya, tetapi Hanabi tak ada di sana, berarti Hanabi masih aman.

“Kalau begitu aku akan memeriksa istana. Mungkin saja pemberontak itu menuju istana untuk menguasainya.” Bisikku tiba-tiba setelah dia melepaskan bekapan tangannya di mulutku.

Naruto menyerngit, lantas mengangguk. “Baiklah. Aku akan mencari cara untuk menyelamatkan Raja dan rakyat yang menjadi sandra mereka.” Balas Naruto.

Aku pun kembali memacu kedua kakiku untuk segera pulang ke istana. Ternyata tak hanya di sekitar tempat pertandingan saja para pemberontak itu berulah, di luar beberapa pemberontak sedang menjajah penduduk. Mungkin jumlah pemberontaknya sekitar seratus hingga dua ratus orang.

Bukan bermaksud tak memedulikan mereka, namun aku harus memastikan sesuatu di istana, selanjutnya membuat rencana agar bisa mengalahkan para pemberontak itu.

Langkahku semakin dekat dengan istana. Banyak prajuruit yang menjaga istana, mereka mungkin sudah mengetahui keadaan di gedung pertarungan dan di perintahkan agar manjaga istana dan orang-orang yang berada di dalam istana terutama aku, Hanabi, dan kak Neji.

Aku terhenti tepat setelah berada di depan jalan masuk rahasia istana. Kebimbangan menyerangku. Memilih masuk ke istana untuk memastikan keadaan istana dan saudaraku baik-baik saja dan melindungi mereka atau kembali untuk membantu Naruto menyelamatkan penduduk serta raja.

Aku tidak tahu keputusan apa yang sudah ku ambil sehingga kakiku kembali berlari menjauhi istana padahal sudah ada Naruto di sana. Ini mungkin kedengarannya konyol karena aku dengan mudahnya mempercayai laki-laki itu yang mungkin saja termasuk salah satu dari pemberontak itu.

Guruku selalu mengatakan berfikirlah terlebih dahulu sebelum bertindak, namun dalam situasi ini siapa yang bisa berfikir. Berfikir hanya akan memakan banyak waktu dan kau tidak akan tahu sedetik kau berfikir apa yang sudah terjadi pada Raja dan penduduk yang menjadi sandra.

Lagi pula sepertinya kak Neji maupun Hanabi dalam keadaan aman sekarang. Banyak prajurit yang menjaga istana, dan kesemuanya terlihat lumayan kuat. Mereka juga tidak mengikuti pertarungan.

END HINATA POV
...
...

Hinata memasuki sebuah rumah yang dirasanya ada beberapa anggota pemberontak. Seorang dari pemberontak sedang menyiksa seorang kakek tua, membentaknya dan sesekali memukul juga menendangnya hingga terjungkal dan membentur meja juga tembok di belakangnya. Kakek itu meringis menahan sakit, tubuhnya yang sudah renta harus menerima siksaan itu. Di tubuhnya banyak terdapat lebam dan luka baru yang mengeluarkan darah. Tulang pipi yang membengkak dan membiru, di sudut bibirnya berdarah karena luka sobekan, juga pelipis yang terus mengeluarkan darah karena terkena benda tumbul.

Dengan badan yang gembul dan perutnya yang buncit bahkan bajunya pun sudah tak mampu memuat perutnya. Tiga kancing bajunya hampir terlepas lantaran tidak dapat memuat perutnya yang sangat besar. Seperti Ogre yang biasa dia dengar dari dongeng ibunya sewaktu kecil, tak pernah ia sangka kini bisa melihat Ogre dalam bentuk manusia. Laki-laki yang pantas tuk dihabisi.

Seorang lainnya berada di dapur, menghancurkan barang-barang yang berada di ruang itu. Kursi, meja, maupun lemari di ruangan itu dirusak, menjadi serpihan kayu-kayu yang biasa dijadikan kayu bakar. Ada juga pria kurus yang berada di dalam kamar, mencari harta kakek tua yang mungkin disembunyikan di sana.

Hinata yakin mereka melakukan itu karena kakek tua itu tidak memberikan apa yang mereka inginkan. Harta. Kerajaan Hyuga terkenal akan kekayaan alamnya dan membuat hidup penduduk makmur karena kelimpahannya yang tidak pernah kurang.

Tapi bukankah mereka melakukan kudeta? Buat apa merampok rakyat? Apa mereka bekerja sama dengan para perompak? Pikir Hinata.

Arrrrrghhhh..... Ampun Tuan!” Mohon kakek itu meminta belas kasihan. “Saya tidak mempunyai harta seperti yang tuan kira. Saya hanya seorang petani miskin tuan, ladang saya juga belum panen.” Jelasnya terbata dengan sesekali terbatuk yang mengeluarkan darah.

“Aku tahu kau berbohong. Kau kira aku tidak tahu, kerajaan ini banyak hartanya, hah? Dia sudah mengatakan itu. Kau pikir dengan berkata seperti itu, aku akan percaya padamu? Sekarang cepat katakan, dimana kau sembunyikan hartamu, Kakek Tua?” Bentaknya seraya maju, manarik rambut kakek itu ke belakang sehingga kepalanya mendongak secara paksa.

Hinata sudah tak kuat melihat kekejaman dari pria-pria bajingan itu. Tega-teganya mereka menyiksa dan merampok rakyatnya hanya karena harta─ meskipun yang sudah tua sekalipun. Tak ingin melihat kakek tua semakin disiksa, Hinata menghampiri mereka, “Hentikan ulah kalian dan lepaskan kakek itu?” Ucapnya lantang dan tegas hingga suaranya bergema di dalam rumah itu dan membuat para berontak itu sejenak berhenti.

“Siapa kau brengsek? Berani-beraninya mengganggu kami.” Ucap salah satu dari pemberontak masih tak membebaskan kakek tua itu.

“Hooo, ternyata kau banci juga yah, hanya berani pada kakek tua yang renta. Badanmu saja yang besar, ternyata nyalimu secuil. Dasar banci. Oh.. Atau kau takut melawanku, hm?” Ucap Hinata seraya maju menuju pemberontak itu. Di balik jubahnya tertengger seringai kejam yang tidak pernah dia tampakkan sebelumnya─mungkin hanya gurunya yang pernah melihat seringai itu. Dia memang terlihat anggun bahkan lemah lembut jika di dalam istana atau di depan rakyatnya, tetapi jika sudah dihadapkan dengan sebuah pertarungan, maka dia akan berubah. Layaknya dia memiliki dua kepribadian yang berbeda dan tersembunyi dalam satu tubuh.

Hinata yang anggun, Hinata yang lembut, Hinata yang imut, Hinata yang penurut, Hinata yang pendiam, saat ini telah sembunyi dan digantikan oleh Hinata yang haus akan pertarungan, namun bukan berarti dia telah kehilangan dirinya, dia haus akan pertarungan namun dia tidaklah kejam seperti pemberontak itu. Ingatkan? Sifat lembut ibunya masih ada di dalam tubuhnya.

“Baron siapa itu?” Si pria kurus bertanya dari dalam kamar.

“Bukan siapa-siapa. Aku akan membereskannya. Lanjutkan saja pekerjaanmu.” Sahutnya dan melepaskan jambakannya dari rambut kakek tua itu keras lantas maju ke arah Hinata untuk melakukan penyerangan.

Hinata yang sigap tak membuang banyak waktu dan segera diselesaikannya dengan sekali pukulan. Orang itu kemudian jatuh tergeletak dan mengakibatkan suara debuman cukup keras yang bisa di dengar satu rumah.

“Hei... suara apa itu, Bar─” suara itu berasal dari seseorang yang bereasal dari arah dapur. Dia keluar dan kaget melihat temannya yang sudah terlentang dengan seorang yang berada di atasnya sedang mengikat tubuhnya.

“Apa yang kau lakukan brengsek?” Bergerak maju dengan melayangkan pukulan ke arah Hinata yang dengan mudah dielak oleh Hinata. Hinata me-rol tubuhnya ke samping dan dengan menumpu berat badan ke tangan kanan kemudian menendang laki-laki itu hingga terjungkur ke samping. Belum cukup Hinata bengkit, membalikkan tubuh lawannya lantas menotok leher bagian belakang orang itu sehingga pingsan. Hinata kembali mengikat pemberontak itu dan masuk ke dalam kamar tempat dimana kawan lain penjahat itu mencari harta dari kakek tua itu.


KRIEET...

“Ba─” belum sempat pria itu menyelesaikan ucapannya, Hinata segera melayangkan pukulan tepat pada uluh hati orang itu hingga membuatnya jatuh tak sadarkan diri sama seperti teman-temannya yang lain. Hinata kembali mengikat pemberontak itu dan mengumpulkannya pada satu ruang.

“Kakek, jaga mereka dan jangan biarkan mereka lolos. Jika mereka bangun, jangan segan-segan menghajar mereka sampai pingsan kembali.” Ucap Hinata pada kakek tua itu dan dibalas anggukan.

“Maaf aku tidak bisa merawat luka-lukamu, aku harus bergegas menyelamatkan penduduk yang lain juga Raja.” Lanjutnya dan lagi-lagi dibalas anggukan, “Terima kasih, nak.” Ucap kakek tua itu.

Hinata keluar dan menuju rumah warga yang lain untuk menolong mereka dari para pemberontak. Melakukan perlawanan secara sembunyi-sembunyi, menghajar mereka dan mengikat mereka sama seperti di rumah kakek tua itu.

Banyak penduduk yang ikut membantu Hinata hingga dia tak perlu mengeluarkan tenaga ekstra untuk melawan mereka. Hampir semua pemberontak itu yang berada di sekitar rumah penduduk telah dilumpuhkan oleh mereka. Kini Hinata bergegas menuju ke arena pertarungan untuk menolong Raja dan membantu Naruto menyelamatkan mereka.

“Kami akan ikut bersamamu.” Ucap salah satu dari penduduk.

“Tidak. Aku ingin kalian menjaga para pemberontak itu. Ada kemungkinan teman-temannya akan datang dan membebaskan mereka.” Jelas Hinata dan menolak tawaran penduduk itu.

“Tapi kami juga ingin membantu.” Ujar salah seorang penduduk.

“Jika kalian ingin membantu, maka jagalah para pemberontak itu agar mereka tidak kabur atau ditolong oleh teman mereka. Aku mungkin akan membawa beberapa orang saja.” Sahut Hinata dan bersiap untuk pergi ke tempat pertarungan membantu Naruto dan menyelamatkan raja serta rakyatnya yang lain.

“Ayo!” Titahnya pada ketiga orang itu dan berlari menuju kolosium.

“Baik.” Jawab mereka serempak.
...

Tap Tap Tap

Hinata berlari di sepanjang lorong itu tanpa mengeluarkan bunyi keras. Dia dan ketiga orang yang dibawanya tadi sudah berpencar untuk melumpuhkan beberapa pemberontak itu.

Hinata terus berlari dan sepanjang lorong dalam benak kekhawatiran akan Raja dan rakyatnya yang menjadi sandra terus berseliweran. Ia takut bila terjadi sesuatu pada mereka terutama pada ayahnya. Walaupun ayahnya sangat keras bahkan tak pernah mempercayainya namun dia sangat menyayanginya.

Kami-sama tolong mereka.

Untuk saat ini, hanyalah kata itu yang melintas dalam otak. Tak ada satupun asa dan doa yang bisa dia pinta selain beberapa kata itu. Kakinya terus melangkah dengan cepat, memburu waktu yang semakin menipis.

Kakinya terhenti pada tempat yang dia gunakan untuk menonton pertandingan kemarin. Dari atas dapat dilihatnya Naruto yang sedang dikepung. Pemuda itu hanya diam menerima pukulan dan tendangan dari para pemberontak itu, tak ada perlawanan yang Hinata yakini disebabkan oleh para sandra.

BUGH

“Ahhh...” Pekik Hinata saat sebuah pukulan dilayangkan pada tengkuknya. Rupanya saat pikirannya kalut tadi dia tidak merasakan kehadiran seseorang tadi hingga dia lengah dan mendapatkan pukulan itu.

“Tangkap dia dan bawa ke tengah arena. Kita akan menjadikannya contoh sama seperti laki-laki itu.” Titah seseorang yang baru saja melayangkan pukulannya pada Hinata. Laki-laki yang tidak jauh beda rupanya dengan laki-laki yang kemarin dia kalahkan.

“Baik.” Jawab beberapa orang di belakangnya.
...

Hinata dihempaskan oleh mereka tepat di depan Naruto yang sedang berlutut. Jubahnya berkibar dan hampir saja penutup kepalanya terjatuh jika dia terlambat untuk menahannya. Dapat dilihatnya peluh dan darah Naruto menyatu di keningnya dan mengalir jatuh menetes di atas permukaan tanah.

Hinata menatap miris pada Naruto lalu memberinya kode lewat tatapan mata dan bibir yang dia gerakkan tanpa suara.

Bertahanlah. sebentar lagi kita bisa membalas mereka.

Hinata melirik ke arah samping tempat tiga orang pemuda yang dibawanya tadi. Mereka berjalan mengendap-endap menuju satu-satu pemberontak untuk dilumpuhkan.

SREK

Hinata terpekik saat jubahnya ditarik paksa oleh salah seorang pemberontak. Rambut indigonya seketika tergerai dan melambai saat tudung jubah itu terlepas dari rambutnya. Angin berhembus menerbangkan debu-debu di sekitaran arena. Tak ada yang bergerak barang sedikit pun melihat kejadian itu.

Apa yang harus kulakukan sekarang?’ Ucap Hinata dalam hati seraya terus menunduk tak berani menatap sekelilingnya.

Hening melanda arena tersebut. Tak ada yang menyangka bahwa di balik jubah itu menyembunyikan seorang wanita. Bahkan ketiga orang pemuda yang dibawanya tadi menghentikan langkahnya guna melihat sosok yang sudah menolong mereka.

“Hohohoho... Siapa yang menyangka seorang petarung yang mengalahkan hampir 120 petarung dalam sekali pertandingan adalah seorang wanita. Sepertinya kita mendapatkan sesuatu yang bagus kali ini. Kita adakan pertunjukan untuk hiburan terakhir raja dan kita semua.” Ucap seseorang yang diyakini Hinata merupakan pemimpin pemberontak itu.

“Aargh―” Hinata meringis ketika dirasakan tangan salah satu dari mereka menjambak helaian mahkota indigonya dan membuatnya mendongak menatap si penjambak secara paksa.

“Ssst...~” desis Hinata merasakan perih di sekitar kepalanya.

Dan detik itu juga semua membelalakkan mata ketika melihat orang yang sedang dijambak itu. Raja─ayah Hinata, berdiri tanpa memedulikan bahwa saat ini dia sedang dijadikan sandra oleh para pemberontak itu. Entah ia tak tahu harus berkata apa, saat melihat Hinata─putrinya─ yang berada di tengah arena pertarungan menjadi bahan pertunjukan oleh pemberontak itu. Ia terus terdiam. Mata almetish-nya menatap kosong penuh rasa tidak percaya dan keterkejutan yang tak mampu digambarkan oleh kata. Ia ingin menolong putrinya namun dia tak bisa meninggalkan tempatnya, rakyatnyalah sebagai taruhan.

Sedang Hinata hanya menatap ke sekelilingnya. Semua termasuk ayahnya menatapnya tak percaya. Yah mungkin sekaranglah saatnya untuk mereka mengetahui siapa dirinya yang sebenarnya. Masa bodoh untuk kedepannya, entah bagaimana pandangan mereka terhadapnya. Mungkin tak akan ada lagi yang akan memandangnya sebagai putri anggun nan lemah lembut, mungkin juga ayahnya akan semakin kecewa padanya. Dia tidak peduli, toh inilah dirinya. Tanpa topeng yang biasa bertengger di wajahnya. Seorang petarung yang mampu mengalahkan banyak para petarung.


“Kejutan apa lagi ini? Rupanya dia adalah Hinata-hime, anak dari raja Hiashi. Hahahaha... Sepertinya keberuntungan berada di pihak kami sekarang. Akan ku tunjukkan pada kalian pertunjukkan yang sangat menarik hari ini.” Ucap sang pemimpin pemberontak yang Hinata yakini pernah─ ah sering dia lihat sebelumnya.

Kakek tua dengan mata ditutup perban berjalan ke arahnya. Kakek tua yang biasa mengikuti rapat terkait masalah luar dan dalam istana─ walau Hinata tak bisa mengeluarkan pendapat dan hanya bisa melihat dan mengikuti saja. Jadi, dia seorang kakek tua yang picik juga licik.

Danzo. Salah seorang tetua yang juga seorang mantan menteri pertahanan dan keamanan kerajaan. Walaupun begitu dia masih selalu mengawasi semua keamanan kerajaan, dia juga memiliki beberapa prajurit rahasia kerajaan. Pantas saja dia tahu saat-saat terlemahnya kerajaan dan malah melakukan kudeta.

Benar dugaannya. Tsunade dan Gurunya, juga prajurit-prajurit yang terluka semuanya berhubungan. Semua sudah direncanakannya.

Hinata menatap garang Danzo yang sedang tertawa. “Apa kau menyewa para perompak untuk membantumu?” Tanya Hinata mencoba mengulur waktu hingga para pemuda yang tadi bersamanya melumpuhkan semua pemberontak yang menyandra rakyat juga Rajanya.

“Oh... Kau menyadarinya? Yah memang benar aku meminta bantuan mereka. Kau tahu, tidak sulit meminta bantuan mereka karena mereka juga dendam terhadap Raja.” Jelasnya tanpa menghentikan langkahnya yang semakin mendekat ke arah Hinata dan Naruto.

Hinata masih berlutut dengan rambutnya yang masih dijambak, dia masih membutuhkan sedikit waktu agar rencananya bisa berhasil dan bisa menyelamatkan penduduk serta Raja.

“Apa kau juga yang memberitahu tabib Tsunade tentang informasi tumbuhan yang selama ini dia cari-cari? Apakah kau yang mengusulkan agar paman Tobirama untuk menjadi wakil dari Raja? Atau apakah kau yang menyebabkan konflik di area bagian timur perbatasan agar jendral Neji yang menanganinya dan harus bertarung di sana?”

“Hahahaha... Tebakanmu semuanya benar Hime¬-sama. Aku yang melakukan itu semua. Aku muak dengan sistem pemerintahan ayahmu. Dia masih terlalu naïf untuk memutuskan sesuatu dan aku sangat membencinya.” Jelasnya. Matanya berkilat penuh emosi memandangnya layaknya seekor babi yang akan dia sembelih.

Hinata masih tetap pada posisinya, menunggu waktu yang tepat untuk membalas mereka. Sementara Naruto juga masih tetap bersimbuh karena mendapatkan pukulan dan tendangan para pemberontak itu. Jambakan rambutnya semakin terasa kian orang yang menjambakinya mempererat jambakannya. “Uh...~” Tanpa sadar Hinata mengerang kecil dan membuat Danzou dan anak buahnya tersenyum senang, seakan mereka telah memenangkan pertempuran itu.

“Apa kau kesakitan Hime-sama?” Tanya Danzou sambil menyeringai dan semakin dekat dengan Hinata dan Naruto.

Hinata melirik ke arah atribun memastikan bahwa rencananya sebentar lagi akan terlaksana. Para pemuda itu berjalan mengendap-endap tanpa diketahui oleh para penjaga dan melumpuhkan mereka satu persatu dengan dibantu oleh orang-orang di sana.

Danzou menyadari arah pandang Hinata dan ikut memandangi atribun. “Apa kau khawatir dengan ayahmu? Tenang saja sebentar lagi kau tidak akan pernah lagi melihatnya.” Ungkap Danzou.

Kata-kata dari Danzou tidak dihiraukan oleh Hinata. Hinata masih fokus pada mereka walau matanya masih menatap Danzou tajam.

“Bukankah kau sangat membenci ayahmu? Dia bahkan tidak mempercayaimu untuk menyelesaikan sesuatu yang bahkan sangat mudah diselesaikan. Baginya kau hanyalah pengganggu. Kau tahu. Bahkan ayahmu sangat senang mendengar usulanku untuk perjodohanmu dengan kerajaan lain, karena dengan begitu dia tidak akan pernah melihatmu lagi sekaligus kerajaan ini akan mendapatkan keuntungan dari perjodohan itu.” Ungkap Danzou mencoba mendokrin Hinata.

Mata almetish milik Hinata melebar tatkala kalimat Danzou menyentuh gendang telinganya. Semua itu terlalu menyakitkan untuk didengar. “Aku pernah mengusulkan hal yang sama untuk Hanabi dan kau tahu bagaimana sikap ayahmu saat itu. Dia menolaknya dengan tegas, karena Hanabi merupakan salah satu aset yang berharga bagi kerajaan, dia memiliki banyak kelebihan, kau sendiri menyadarinya bukan? Bagaimana perbedaan kasih sayang ayahmu antara kau dan saudara-saudarimu?”

Hinata masih terdiam dalam kesunyian yang menyakitkan. Ia dapat merasakan jantungnya serasa dihujam ribuan katana. Perih. Dadanya begitu sesak tak tertahankan. Ia tak bisa lagi fokus, perkataan Danzou benar-benar menohok perasaannya. Ternyata ayahnya benar-benar sangat membencinya, lalu apalagi yang akan dia lakukan sekarang? Ayah yang ingin dia selamatkan malah membencinya dan tak ingin melihatnya.


“Hinata...!” Teriak Naruto. “Jangan dengarkan perkataannya. Kau tahu itu semua tidak benar. Tidak ada orang tua yang tidak menginginkan anaknya.” Ungkap Naruto terengah.

BUGH

Naruto jatuh tersungkur setelah menerima pukulan dari Danzou. “Diam kau!! Kau tidak tahu apa-apa. Ayahnya memang sangat membenci Hinata. Karena Hinatalah penyebab kematian ibunya. Ratu yang dicintai oleh ayahnya.”

Sekali lagi jantung Hinata seakan diremas oleh tangan tak kasat mata. Sakit itu kembali lagi, kali ini lebih menyakitkan. Tak ada sepatah kata pun yang mampu diungkapkan dirinya saat ini. Semuanya sudah jelas, ayah membencinya dan tidak ingin melihatnya karena dialah yang menyebabkan ibunya pergi dan tak akan pernah bisa kembali lagi.

Ditundukkannya kepala─sekedar menyembunyikan bening air yang mulai membasahi mata. akhirnya sekarang ia tahu mengapa ayahnya seakan tak pernah menginginkannya.

Kebenaran itu begitu menyakitkan.

Danzou yang melihat Hinata seperti itu semakin menyeringai. Senang akhirnya dia bisa memperdaya putri itu. Putri yang sama naïf seperti ibu dan ayahnya.


“Hinata ku mohon sadarlah. Kau sudah diperdaya oleh tua Bangka itu.” Ungkap Naruto berusaha menyadarkan Hinata yang masih tertunduk dengan bulir-bulir air mata yang menetes jatuh ke tanah.




“Di─”

“Hahaha.... Ahahaha... Ahahaha...” Semua terdiam mendengar tawa dari Hinata. Tawa yang belum pernah mereka dengar sebelumnya. Tawa putus asa yang mewakili perasaannya saat ini namun mereka mengartikannya berbeda. Bagi mereka tawa itu seperti tawa pembunuh yang haus akan darah. “Aku sudah tahu itu. Kau tak perlu menjelaskannya lagi.” Ungkap Hinata setelahnya. Yah, benar saja dia sudah tahu kebenaran itu jauh sebelum Danzou memberitahunya.

Walau dia sudah menyiapkan jauh hari hatinya, namun tetap saja kebenaran itu begitu menyakitkan. Dia adalah penyebab kematian ibunya dan ayahnya sangat membencinya, kesedihan apalagi yang melebihi itu?

“Hooooo...~ aku tidak menyangka. Rupanya kau sudah mengetahuinya. La─” 

Hinata memotong perkataan Danzou sebelum dia mendengar kalimat yang lebih menyakitkan lagi dari pada kebenaran itu. “Kau tahu. Kau adalah manusia paling hina di dunia ini. Kakek tua bangka yang tak tahu diri, bahkan bumi dan langitpun tak akan ada yang mau menerimamu.” Ungkap Hinata penuh emosi. Tatapan matanya lurus dan menatap tajam Danzou.

“Lagipula kau tidak akan pernah berhasil menggulingkan tahta kerajaan dan menjadikanmu sebagai raja yang baru.” Imbuhnya setelah melihat ketiga pemuda itu telah berhasil melumpuhkan para pemberontak termaksud yang tadi sudah menyandra Raja.

Hinata langsung berdiri dan memutar tubuhnya menghadap seseorang yang tengah menjambak rambutnya, setelah itu dia tarik tangan laki-laki itu dan memelintirnya, memberinya sebuah tendangan tepat di uluh hati hingga jatuh.

Danzou yang melihatnya segera mengarahkan para pengawalnya untuk segera menghabisi Hinata.

Hinata terkepung oleh beberapa anak buah Danzou. Hinata pernah melihat mereka, saat latihan gabungan dengan prajurit Neji. Mereka adalah pasukan khusus Danzou yang kemampuannya setara dengan dua puluh orang anak buah Neji.

“Apa yang kalian lakukan? Bukankah kalian adalah prajurit yang sudah bersumpah untuk melindungi kerajaan?”

“Maafkan kami hime-sama, kami tidak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti perintah Danzou-sama. Kami semua tidak bisa menolaknya. Ada sesuatu yang sudah dia tanamkan dalam tubuh kami agar selalu menurutinya, hime.” Ungkap salah satu di antara mereka.

“Baiklah. maafkan aku karena aku tidak bisa mengalah pada kalian.”

Setelah mengatakan itu Hinata maju menyerang mereka. Tak mudah bagi Hinata untuk mengalahkan mereka. Mereka kuat berbeda saat melihat mereka latihan dulu. Semua gerakan mereka terarah hingga membuat Hinata sedikit tersudut. Melirik sekilas ke arah Naruto ternyata pemuda itu juga tengah bertarung namun anehnya Naruto tak merasa kesulitan, malah dia dengan mudah mengatasi mereka.

Tak mau kalah Hinata juga mulai menyerang mereka dengan sedikit gerakan yang berbeda. Dia menggunakan gerakan-gerakan saat melawan gurunya. Mata byakugannya aktif, kuda-kudanya pun berubah, pandangannya menajam menatap lawan-lawannya.

Hinata maju, menyerang sambil menghindar. Dia tak lagi menggunakan gerakan memelintir atau kote. Saat ini dia hanya memfokuskan untuk tendangan dan pukulan dengan sedikit gerakan tambahan untuk mengelabuhi mereka.

Seseorang maju untuk melayangkannya tendangan dari arah belakang dan dengan mudah Hinata menghindar dan membalasnya dengan pukulan yang lebih kuat sama seperti ketika melawan beruang. Namun tidak seperti beruang lawannya itu tak tumbang. Hinata kembali menyerangnya, memberikan tendangan arah samping, tetapi di tangkis dan memberikan tendangan pula pada Hinata hingga mengenainya.

Hinata mundur beberapa langkah akibat tendangan itu, buru-buru dia menyeimbangkan tubuhnya agar tidak terjatuh. Teman-teman pengawal danzou yang lain tak mau kalah, kemudian menyerang Hinata. Hinata kembali tersudut, beberapa kali dia terkena serangan mereka. Darah sudah mengalir dari sudut bibir Hinata akibat pukulan salah satu dari mereka.

Tak ingin dikalahkan mereka lantas Hinata menyerang mereka dengan lebih gesit dan cepat seperti saat melawan seekor orang utan hingga salah satu dari mereka tumbang. Tetapi walau pun salah satu dari mereka telah tumbang tidak membuat yang lain jadi gentar. Mereka malah tak memedulikan laki-laki itu dan terus maju menyerang Hinata hingga akhirnya Hinata berhasil mengalahkan mereka dengan gerakan yang sama.



...


Naruto pun juga berhasil mengalahkan mereka dengan mudah walau tubuhnya tadi telah dipenuhi oleh lebam dan luka-luka akibat ulah anak buah Danzou. Sekarang tiba saatnya dia menghadapi Danzou.

“Menyerahlah! Semua anak buahmu sudah dilumpuhkan termaksud para perompak di luar arena.” Ucap Hinata seraya maju ke arah Danzou.

“Jangan bercanda. Para perompak itu sangat banyak dan para prajurit istana rata-rata terluka dan tak ada yang bisa diandalkan kecuali para prajurit yang menjaga istana. Bagaimana bisa?” Ungkap Danzou. Raut wajah ketakutan kini jelas tergurat di wajahnya. Tak ada lagi seringai menjijikan yang tadi dia tunjukan pada Hinata.

“Aku yang mengalahkan mereka semua dengan dibantu para penduduk, termaksud para pengawalmu yang menyandra raja.” Jelas Hinata sambil melirik ke arah atribun di belakang Danzou tempat Raja duduki.

Danzou juga melihat ke atribun tempat Raja. Matanya membulat sempurna, “Kau...!” tunjuk Danzou.

“Yah aku. Aku adalah putri yang tidak bisa diandalkan, bukan? Namun saat penting seperti ini akulah yang paing berguna. Apalagi yang akan kau jelaskan? Menyerahlah sebelum aku memaksamu menyerah.” Ucap Hinata lantang dengan seringainya.
...


...

“Apa yang terjadi pada laki-laki itu sekarang?” Gumam Hinata sambil menerawang memandangi manik-manik di kolong langit kelam. Berdiri dengan kedua tangan yang menyanggah tubuhnya pada pagar balkon kamar. Angin malam berhembus mengibarkan helai-helai indigonya. Kelopak bunga sakura menari-nari bersama angin malam menemani kesunyian gadis itu.

Empat hari telah berlalu semenjak pertempurannya di arena pertarungan itu. Semuanya berubah. Sikap ayahnya jadi melunak, tak lagi dingin seperti dulu. Tak ada lagi perbedaan antara dirinya dan saudara-saudaranya. Hinata tak lagi menjadi seorang penonton dengan aksi kakak dan adiknya, kini dirinya juga telah diijinkan untuk menangani masalah-masalah kerajaan. Seharusnya dia senang namun entah kenapa ada sebagian dari dirinya yang merasakan kekosongan.

Setelah kejadian itu Danzou telah menerima ganjarannya. Para pengawalnya pun akhirnya terbebas dari kutukan Danzou namun saat dirinya ingin berterima kasih kepada Naruto─pemuda yang sudah menolongnya─ malah dia tak menemukannya. Ia hilang setelah semua masalah telah dibereskan.

Hilang tanpa jejak meninggalkan kekosongan pada Hinata. Entah apa yang telah diperbuat oleh laki-laki itu hingga pikiran Hinata tak pernah jauh dari sosoknya. Hanya berselang dua hari dengan percakapan normal antar petarung yang bahkan Hinata pun tak jarang megabaikannya namun mampu tertahan dalam otaknya dalam waktu lama.
...

...

Tok... Tok... Tok...

Suara ketukan pintu menyadarkan Hinata dari pemikirannya sendiri. “Yah!” sahutnya tanpa bergerak dari balkon.

Ohime-sama, Anda di tunggu Raja di ruang keluarga.” Ucap pelayan dari balik pintu.

Hinata terdiam memikirkan alasan Raja memanggilnya dan beberapa saat kemudian menyahuti pelayan itu. “Baiklah, aku akan ke sana sebentar lagi.” Jawab Hinata kemudian membenahi diri dan bergegas menuju ruang keluarga tempat ayahnya menunggu.

Langkahnya anggun, tak ada suara yang dihasilkan dari sepatunya. Dia berjalan layaknya berjalan di atas udara dengan ditemani oleh kesunyian. Para pengawal dan pelayan yang menemaninya tak ada satu pun yang membuka suara.

“Apa akan diadakan pesta?” Tanya Hinata memecah kesunyian di antara mereka. Matanya menatap ke depan tanpa memandang para pengawal dan pelayan yang menemaninya. Sepanjang perjalanan Hinata melihat hampir semua pelayan mondar-mandir dengan kesibukan mereka, ada yang membawa makanan, minuman, bahkan ada yang membersihkan lantai.

“Iya hime-sama. Akan ada tamu dari kerajaan lain. Beliau adalah pangeran Uzumaki dari negeri Konoha.” Jawab salah satu pelayannya.

Hinata tercenung hingga beberapa saat kemudian ia sedikit membelalak. Hari ini adalah hari pertemuannya dengan laki-laki yang akan dijodohkan dengannya. Betapa cerobohnya dirinya sampai lupa dengan hari besar ini. Bahkan dia tak menyiapkan sesuatu untuk menyambut pangeran itu. Apa yang harus dia lakukan? Dia tidak mungkin kembali dan mencari hadiah sebagai penyambutan calon suaminya itu.

Hime-sama, kita sudah sampai.” Bisik salah satu pelayannya, karena sedari tadi melihat Hinata yang sibuk dengan pikirannya sendiri.

Hinata sedikit tersentak kerika mendengar bisikan itu, “Hm... Aku sedikit gugup.” Dustanya kemudian masuk ke dalam ruangan itu tanpa diikuti oleh pelayan dan pengawalnya.

Hinata berjalan dengan beberapa pasang mata yang terus mengamati dirinya. Sedikit membungkuk memberi hormat pada Raja. “Maaf hamba terlambat. Ada beberapa urusan yang harus hamba selesaikan.” Ucapnya sesekali melirik pada tamu.

Seseorang laki-laki paruh baya dengan mata biru langit yang mengingatkan Hinata dengan Naruto dan di sebelahnya seorang wanita cantik dengan rambut merah yang disanggul ke atas.

“Ini adalah Hinata, putriku.” Ucap Raja memperkenalkan Hinata pada Raja dan Ratu Uzumaki setelah Hinata duduk di salah satu kursi.

Seseorang memasuki ruangan itu, laki-laki dengan rambut biru gelap dengan mata sehitam malam. Semua orang yang ada di sana memperhatikannya termaksud Hinata. Banyak pelayan yang merona melihat sosok laki-laki yang memiliki paras bak pahatan seorang seniman. Dia memiliki paras yang belum pernah dilihat oleh Hinata sebelumnya. Sangat tampan dan memiliki karisma kepempinan yang kuat.

apa dia yang akan dijodohkan denganku?’ pikir Hinata sambil menatap ke arah laki-laki itu.

Tidak lama kemudian dia menyingkir dan membungkuk seolah mempersilahkan seseorang untuk masuk. Beberapa detik kemudian seorang kembali masuk ke dalam ruangan mereka. seorang pemuda dengan rambut pirang serta mata biru sebiru langit berjalan ke arah mereka.
“Maafkan Yang Mulia, hamba datang terlambat!” Ucapnya membungkuk hormat.

Hinata bergeming mendengar suara laki-laki itu. tidak hanya wajah, bahkan suaranya juga mirip dengan laki-laki itu hanya saja penampilannya berbeda.

Mata bulannya membulat sempurna tat kala melihat senyum pangeran itu. Entah kenapa jantungnya tiba-tiba berdetak bak berlomba lari dengan seekor kuda. Tak tahu harus berekspresi seperti apa, Hinata hanya menatap laki-laki itu tanpa berkedip.

“Ehm” suara deheman dari Sang Panegran menyadarkannya. Hinata tertunduk malu ketahuan sedang memandangi laki-laki itu dengan intens.

Sedang sosok pemuda di hadapannya itu hanya menyengir melihat kelakuan Hinata.


“Hai...!”


.
.
.
END

Banzai.... banzai... banzai....

Akhirnya berakhir dengan Ga-Je-nya. Eits... sebelum cuap-cuap author mengucapkan selamat hari raya Idul Fitri 1436 H, maaf kalau author banyak melakukan kesalahan, baik sengaja maupun tidak. Baik yang terdapat dalam fict ini atau pun dalam fict yang lain.

Dan Yey... :-D akhirnya ter-update juga. kha...kha...kha... *ketawa ala Guy-sensei* hah... satu hutang telah terlunas. Gomen lama update-nya. Sebenarnya author pengen complete-kan ini dalam waktu seminggu, namun karena sebab dan akibat yang entah apa itu jadi tertahan terus. Hehehe... :-D


Aku tebak pasti di antara kalian ada yang bingung dengan deskripsi fict ini, hahaha... *author juga* tapi gak usah terlalu dipikirkan nanti kepalanya sakit. Kalian pasti baca ada satu kata dari dialog Hinata yang bilang “BANCI”, aku gak tahu istilah Jepang untuk kata itu. aku cari arti kata MAHO dan ternyata itu bukanlah istilah untuk banci dalam jepang, yah memang kepanjangannya itu MAnusia HOmo, tetapi itu adalah nama seorang di Jepang. SEME atau UKE juga bukan mereka lebih seperti FEME dan BUTCHI untuk perempuan. Istilah itu pasti kalian tahu. Ada juga kata KOTE. Bagi yang mengikuti olahraga beadiri KEMPO pasti tahu apa arti istilah itu. KOTE adalah salah satu gerakan dalam seni bela diri kempo yang mengandalkan tangan dan kaki untuk mengunci lawannya. *perempuan bagus untuk beladiri ini (sebagai saran doang) karena perempuankan tidak kuat seperti laki-laki, jadi baiknya mempelajari kuncian. Jaman sekarangkan tindak kriminalitas itu makin merajalela.* Hah... author banyak bacot yah... hehehe... abaikan saja.

Akhir kata, author ucapkan arigato gozaimas untuk para reader yang sudah mereview, client reader, yang mem-fav, atau yang mem-follow fict ini. dan bersediakah kalian memberikan kritik atau pun saran pada fict ini di kolom review atau di PM?
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com