Fly with your imajination

Wednesday, July 22, 2015

Happy for Ending

Remake dengan judul yang sama.

Pair: Sarada, Sasuke dan Sakura
Rate: T
Genre: Family & General
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU, OOC, OC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
Cici_Mickey
________________________________________

SUMMARY :

Sarada adalah seorang anak yang tumbuh tanpa didampingi oleh sang ayah. Walaupun ia bahagia bersama dengan ibunya, namun ia masih merasa kurang. Kebahagiaan yang ia rasakan tidaklah cukup hanya bersama dengan sang ibu. Sarada ingin merasakannya juga dengan ayahnya. Sarada memiliki rencana untuk menyatukan kembali kedua orang tuanya dalam waktu seminggu. Ia berbohong kepada ibunya agar ia dapat menjalankan rencananya. Akankah semua rencananya berhasil?
.
.
.
.
HAPPY FOR ENDING

~happy reading~
.
.
.
.
.
Kebahagiaan akan terasa saat kita merasakannya bersama. Bersama dengan ayah dan ibu.
::
::
::
::
::
::
::


Chapter 1 : Ayah

Sarada-chan, temani oka-san yah ke mall?!” pinta Sakura pada Sarada yang tengah mencari sesuatu di gudang belakang rumahnya.

Sarada adalah anak tunggal dari Haruno Sakura sejak 15 tahun yang lalu. Dia memiliki rambut berwarna merah maron dengan mata onix kelam yang dihiasi kaca mata ber-frame merah, hidung mancung, kulit putih, dan wajah yang cantik mirip ibunya. Ia adalah anak yang sangat dibanggakan Sakura, bagaimana tidak ia selalu mendapat prestasi di sekolahnya baik akademik maupun non-akademik. Ia juga merupakan idola di sekolahnya, dan walaupun umurnya baru menginjak 15 tahun, tapi saat ini ia sudah menduduki kelas XII di SMA Suna Gakuen dan baru saja menyelesaikan UN. Ia memang mengikuti kelas axelerasi sejak SMP.
Haioka-san.” Jawabnya malas. “Memang oka-san mau beli apa sih?, bukannya kemarin sudah ke mall yah, untuk membeli keperluannya oka-san.” Ucap sarada yang berada di belakang rumah.

“Hehehe…” Sakura nyengir, “Oka-san lupa beli─.. Ah… Sarada-chan antar Oka-san saja!”

“Baiklah. Tapi setelah aku menemukan tongkat baseballku…” Sarada malas berdebat dengan ibunya, lantas melanjutkan pencarian tongkat baseball-nya. Butuh waktu setengah jam untuk menemukan barang itu, karena barang-barang yang terdapat di gudang sangatlah banyak.

Sarada-chan, kau kan seorang gadis, kenapa suka sekali bermain baseball? Itukan olahraga laki-laki, sayang.” ucap Sakura setelah mendengar penuturan putrinya.

Sarada tak menyahut lantas segera beranjak untuk menemui ibunya. Ia tak mau mendengar omelan ibunya karena membuatnya terlalu lama menunggu. Sarada lantas melangkahkan kakinya keluar dari gudang. Akan tetapi, langkahnya terhenti karena telah menginjak sesuatu. Sebuah buku yang sudah tua dan usang. Buku yang belum pernah Sarada lihat. Dilandasi rasa penasaran Sarada lantas mengambilnya dan melihat isi dalam buku itu.

BUKU HARIAN HARUNO SAKURA

Senyum penuh arti terpancar di wajahnya, ‘ini buku harian oka-san. Aku mungkin bisa mengetahui siapa ayahku yang sebenarnya.’ Batinnya.

Sarada-chan!!!” Panggil Sakura.

Sarada cepat-cepat menutup bukunya lantas melanjutkan langkahnya.

“Sudah kau dapatkan apa yang kau cari?” Tanya Sakura ketika melihat sarada yang tengah berjalan ke kamarnya.

Sarada berhenti sejenak, mengangguk lantas memperlihatkan tongkat baseball-nya, tapi tidak dengan buku yang ia dapatkan.

“Kalau begitu mandilah, oka-san tunggu di depan.”

“Hai’.” Sahutnya kembali semakin mempercepat langkahnya menuju kamar.
Sarada memasuki kamar, dan menyimpan buku diary itu di dalam laci meja belajarnya. Setelahnya mengambil handuk dan memasuki kamar mandi. Senyum tersungging terus di bibir merahnya, dia tak bisa menyembunyikan perasaan bahagianya saat ini. mungkin dengan adanya buku itu dia bisa mengetahui siapa ayah yang hanya ada dalam imajinasinya saja.

Sarada tidak membutuhkan waktu yang lama untuk berbenah diri. toh tubuhya pada dasarnya tidaklah terlalu kotor dan juga ia tidak suka berlama-lama dalam kamar mandi. Lagi pula hari ini adalah awal musim semi, hawa dingin bekas musim dingin kemarin masih terasa.

Sarada memakai pakaian kasual dengan baju kaos putih tanpa lengan dengan gambar ‘The Beatles’ yang dipadukan dengan switer abu-abu dan celana jins hitam panjang, tak lupa sepatu convers black leather snacker-nya yang turut membungkus telapak kakinya. Dia kembali bercermin untuk memastikan penampilannya. Dirasanya sudah sempurna, dia kemudian menghampiri ibunya yang tengah menunggu di bawah.

Oka-san, aku sudah selesai. Kita bisa berangkat sekarang!” Kata Sarada menghampiri ibunya.

“Baik─ astaga Sarada-chan, kenapa pakaianmu seperti itu terus sih? Tak bisakah kau memakai gaun?” Ucap Sakura tampak tak suka melihat penampilan putrinya─ menurutnya putrinya itu tampak seperti laki-laki.

Sarada hanya memutar bola matanya bosan. “Sudahlah, oka-san. Kita berangkat saja. Kita hanya akan banyak membuang waktu dengan sia-sia jika menunggu Oka-san mengomentari penampilanku.” Tukas Sarada pelan sambil berlalu menuju bagasi mobil.

Sakura menghela nafas. Entah kenapa ada rasa penyesalan di benaknya saat ini. Seharusnya dulu ia tak pernah membantah apa yang dikatakan oleh orang tuanya, seharusnya dulu ia menjadi gadis baik yang penurut. Kini anaknya mengikuti jejaknya sewaktu muda, baik sifat pembangkangnya maupun penampilannya.



~*,)(,*~

Oka-san!” Panggil Sarada tapi tak berpaling dari jalanan di depannya.

“Hm.” Sakura menjawab tanpa minat. Entah apa yang ada di dalam benaknya saat ini. pandangannya terus telah pada jalanan mobil.

“Boleh aku tanya sesuatu?” Tanya Sarada ragu-ragu. Sedikit melirik ibunya yang tengah mencari ponsel ibunya yang sedari tadi bergetar di dalam tas.

“Tentu saja boleh. Memang apa yang Sarada-chan ingin tanyakan?” Tanya Sakura. Firasatnya tidak enak mendengar anaknya meminta izin untuk bertanya. Biasanya Sarada akan menyuarakan langsung apa yang ada di pikirannya tanpa perlu meminta izin terlebih dahulu.

“Sebetulnya...” Terdapat jeda dalam kalimatnya. “...Siapa ayahku?” Lanjut Sarada melirik ibunya dari kaca spion.

Sakura menegang mendengar pertanyaan anaknya. Detik berikutnya, ponsel yang dia gemgam terjatuh di lantai mobil. Sakura tercengang. Entah ia tak tahu harus bereaksi apa, saat kalimat itu keluar dari mulut anaknya. Ia terus terdiam. Mata emerald-nya menatap kosong penuh rasa tidak percaya dan keterkejutan. Gambaran-gambaran masa lalu kini berseliweran dalam benak. Sesuatu yang sudah lama ia coba kubur, kini menyeruak akibat pertanyaan anaknya.

Sakura menggigit bibir dalam guna meredakan sesak yang tiba-tiba menyeruak. “Apa ada yang mengganggumu Sarada-chan? Kenapa tiba-tiba menanyakan tou-san, hm?” Tanya Sakura menatap penuh kekhawatiran pada anaknya.

Sarada tahu ibunya sedang mengalihkan pembicaraan mereka, ia ingin menanggapi pertanyaan itu, namun ia sudah tidak bisa menahannya lagi. Sudah beberapa tahun ia berusaha mengabaikan cibiran orang lain tentang dirinya juga ibunya dan ia berhasil. Namun hati kecilnya tak kuasa lagi menahan rasa sesak sekaligus rasa penasaran akan sosok ayahnya itu yang semakin hari semakin memuncak, “Oka-san, ku mohon jangan alihkan pembicaraan!” Sarada menunduk dalam. Mobil yang dia kendarai sudah di tepikan. Mungkin dia salah menanyakan masalah ini sekarang, di waktu dan tempat yang tidak mendukung tapi dia sudah tak mampu lagi menahannya. Perasaan selama bertahun-tahun yang coba dia kubur, perlahan menyeruak dan ingin segera dibebaskan.

“Aku hanya ingin tahu bagaimana sosok ayah. Selama ini tak pernah sekali pun aku pernah mendengar dan melihat bagaimana sosok ayahku. Saat kecil aku selalu iri pada teman-temanku yang selalu dijemput oleh ayahnya setelah bermain, aku iri pada mereka yang dengan penuh suka cita bercerita tentang sosok ayahnya dan aku sangat iri saat melihat kebersamaan mereka. Aku sudah berusaha menahannya selama ini, tapi aku sudah tidak sanggup. Aku hanya ingin tahu bagaimana dia, bagaimana sosok ayahku, kaa-san.” Tutur Sarada. Matanya berkaca-kaca mengingat semua kenangan-kenangan masa kecil hingga saat ini.

Sakura menatap anaknya iba. Tak pernah ia kira, selama ini ternyata Sarada menyembunyikan kesedihannya. Penyesalan kembali dirasakan Sakura saat melihat setetes cairan bening jatuh dari pelupuk mata indah putrinya, “Maafkan kaa-san sayang. Kaa-san tidak bermaksud menyembunyikan tentang ayahmu, tapi kaa-san hanya menunggu waktu yang tepat untuk memberitahumu,” sekaligus menyiapkan hati menceritakan semuanya lanjut Sakura dalam hati.

Sarada tersenyum tipis mendengar kata ibunya, “Kaa-san aku sudah lama menyiapkan diriku untuk mengetahui semuanya. Apapun itu. Aku tidak peduli walaupun ayah adalah seorang penjahat, aku tak apa. Walau ayah adalah buronan atau seorang tawanan sel. Aku hanya ingin tahu bagaimana sosok ayahku itu.” Jelas Sarada menatap penuh keyakinan ibunya.

“Ayahmu bukanlah seorang penjahat Sarada malahan dia adalah seorang pahlawan namun... Ia sudah meninggal sejak kau masih dalam kandunganku.” Ucap Sakura menatap anaknya dengan menyesal. Dalam hati beribu penyesalan sedang berkecamuk. ‘Maafkan kaa-san sayang, sekarang belum waktunya kau tahu.’ Batin Sakura menyesal.

Sarada tak menjawab. Dia diam dengan perasaan yang berkecamuk. Rasanya sangat perih. Seolah tengah ditimpa berton batuan hingga membuatnya tak kuasa untuk tidak menitikkan setetes air mata. Kenyataan ini terlalu berat untuk anak serapuh dia. Padahal dia sudah menyiapkan hatinya untuk mendengar jawaban dari ibunya, namun kenyataan itu tetap saja terasa menyakitkan.

“Ayahmu adalah seorang tentara, walau terlihat dingin dan nampak tak membutuhkan seseorang, nyatanya dia tetaplah seorang manusia yang membutuhkan perhatian, dia sama sepertimu Sarada-chan. Kau pasti akan mengagumi sosoknya.” Ucap Sakura menerawang, membayangkan wajah seorang pria yang sampai sekarang pun masih menduduki peringkat teratas dalam hatinya. “Seandainya Oka-san punya fotonya. Ah... Maaf yah Sarada-chan, ibu tidak memiliki fotonya.” Lanjutnya seraya menatap lekat anaknya.

Sarada masih bergeming, tak membalas maupun menyahuti perkataan ibunya. Di matanya dia bisa melihat guratan kesedihan yang sangat jelas di mata ibunya. “Dia... Dia meninggal ketika menjalankan misinya. Waktu itu aku hamil 5 bulan dan ayahmu diperintahkan untuk menjadi relawan Negara lain yang sedang berperang. Ayahmu ingin sekali menolaknya, karena khawatir meninggalkan ibu dalam keadaan hamil muda yang pada masa-masa itu, adalah masa ngidamku. Tetapi ia tidak bisa. Hingga setelah dua bulan menunggu, kabar itu tiba. Para relawan kembali termasuk juga ayahmu. Ibu bergegas menuju stasiun, menunggu kedatangan mereka tanpa memedulikan keadaanku yang sedang hamil tua.”

Oka-san mencari-cari ayahmu di antara para tentara yang telah tiba, tapi…” Sakura menghentikan ucapannya. Matanya memanas. Ia menggigit bibir bawahnya untuk menahan air mata yang sudah menganak di pelupuk mata.

Setelah beberapa detik. Sakura tak kuasa lagi menahan sesak yang selama ini dia tekan. Dengan derai air mata yang membasahi kedua pipinya, ia melanjutkan cerita. “Tapi yang ibu dapat adalah raga ayahmu tanpa nyawa.”

Tak tahan melihat ibunya bersedih dan menangis, Sarada merengkuh lantas mengelus-elus punggung ibunya yang bergetar berharap ibunya merasa tenang dan tidak lagi bersedih. “Aku minta maaf oka-san! Aku tidak bermaksud mengingatkan Oka-san dengan hal itu. Aku hanya ingin tahu siapa ayahku. Aku tidak akan pernah lagi menanyakan tentang tou-san.” Ungkapnya dengan cemas. ‘tapi aku akan mencari tahunya sendiri, oka-san. Maafkan aku! Aku tahu Oka-san tengah berbohong. Itu semua terlalu terlihat untukku, oka-san.’ lanjutnya dalam hati.

Selama ini Sarada tak pernah menanyakan tentang ayahnya pada ibunya, karena takut hal ini akan terjadi. Dulu, ia pernah tidak sengaja melihat ibunya menangis dalam kamar, ia tahu apa yang membuat ibunya bersedih. Karena dulu setelah ibunya puas menangis yang berakhir dengan tertidur pulas tak henti-hentinya ibunya menyebutkan satu nama yang terdengar samar di telinganya yang ia yakini adalah nama dari ayahnya. Maka dari itu, ia menghilangkan semua niatnya untuk menanyakan siapa ayahnya.

Niat awalnya yang ingin tahu tentang ayahnya, harus dia tahan lagi karena kesedihan ibunya. Ia tak mau membuat ibunya kembali bersedih dan mengeluarkan air mata, dadanya terasa sakit. Maka dari itu, ia akan mencari tahunya sendiri, dan sekelabat memori penemuannya itu hadir membuat dirinya semakin yakin, ia akan segera mengetahuinya dan ia bertekad setelah pulang mengantar ibunya ia akan membacanya.

“Iya, gak apa-apa sayang.” Sakura menghapus air matanya dan tersenyum, senyum yang masih memancarkan kesedihan.

“Apa perjalanannya kita lanjutkan atau kita pulang saja?” Tanya sarada dengan khawatir. Ia merasa mereka tak perlu melanjutkan perjalanan itu, karena menurutnya ibunya tak akan sanggup bila berjalan dengan pikiran yang masih sedih.

“Kita lanjutkan saja, sayang. Ibu sudah tidak apa-apa. Kau jangan terlalu mengkhawatirkan ibu.” Jawab Sakura dengan senyum yang berbeda dengan yang tadi, namun masih terlihat menyembunyikan sesuatu.

“Baiklah!” Dengan tidak rela Sarada pun melanjutkan perjalanan itu.

...
...
...

“Oka-san sebetulnya mau beli apa, sih. Kenapa lama sekali?” Gerutu sarada yang menunggu ibunya di parkiran mall. Sarada tidak masuk ke dalam mall bersama ibunya, dia terlalu malas untuk berjalan, apalagi harus bertemu dengan orang-orang yang berisik di sana. Ia lebih memilih menunggu di dalam mobil yang menurutnya lebih nyaman, karena tak ada suara bising yang dapat mengganggunya. “Hah...” Desah Sarada yang sudah sangat bosan menunggu ibunya. “15 menit lagi, kalau tidak datang, aku akan menyusulnya.” Ucapnya pada dirinya seraya mengamati orang-orang di depan mall.

15 menit kemudian

Sarada membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam mall untuk mencari ibunya. Ia mengambil ponsel di saku celana lantas menghubungi ibunya.

“Moshi-moshi… Oka-san dimana?”

“Aku masih mencari benda yang ibu inginkan, sayang.” Terdengar suara bising di sekitar ibunya saat menjawab panggilan dari Sarada.

Sakura menghela nafas. “Baiklah aku akan menyusul Oka-san ke sana. Aku bosan menuggu di mobil, oka-san.”

“Sebaiknya tidak usah, tunggu Oka-san saja di Japanese Foods saja, kita akan bertemu di sana.”

“Baikalah. Cepatlah oka-san! Aku bosan di perhatikan terus.”

HaikHaik…”

Setelah sambungan terputus Sarada menuruti ibunya dan memasuki sebuah restoran yang menjual berbagai aneka makanan khas jepang. Anak itu kemudian duduk di salah satu bangku paling sudut, dekat dengan kaca transparan, akan tetapi tak terlihat dari luar. Ia menunggu ibunya sambil menopang dagu dan memandangi orang-orang di luar restoran dengan bosan. Minuman yang ia pesan sebelumnya hanya dibiarkan saja di atas meja.

Tiba-tiba matanya menemukan satu objek yang membuatnya tertarik. Dia memfokuskan pandangannya untuk dapat melihat jelas orang itu. walaupun orang itu dikerumuni banyak orang terutama perempuan namun Sarada masih dapat melihat pria itu. entah kenapa, melihat pria itu membuat perasaannya berdesir hangat. Ah... tidak mungkin Sarada jatuh cinta pada pria yang terlihat seumuran dengan ibunya itu. tetapi wajah laki-laki itu memanglah sangat tampan. Mata onix, hidung mancung, kulit putih, rambut raven, dan tatapan matanya seakan menariknya tenggelam dalam gelapnya malam.

Kegiatan memandanginya terus ia lakukan, hingga tanpa sadar seseorang telah duduk di hadapannya.

Sarada-chan, kau sedang memperhatikan apa?” Tanya orang tersebut. Sarada mengalihkan pandangannya dan melihat orang itu. “Kelihatannya menarik sekali, sampai-sampai kau tak sadar ibu sudah disini.” Lanjutnya.

“Ah… Oka-san, aku tadi hanya memperhatikan orang itu.” Sarada menunjukkan orang yang sejak tadi dia perhatikan.

“Yang mana?” Sakura mengikuti arah pandang Sarada.

“Hah… dia sudah pergi.” Jawabnya kecewa. Padahal ia ingin memperlihatkan orang itu pada ibunya karena wajah laki-laki itu yang tampan.

“Memangnya dia siapa?” Sakura penasaran dengan orang yang diperhatikan sedari tadi oleh anaknya. Jarang sekali Sarada memperhatikan seseorang sampai tak menyadari dirinya.

“Aku tidak tau. Wajahnya terlihat tidak asing. Entahlah. padahal aku belum pernah melihatnya.”

Sakura jadi penasaran dengan orang itu, “Apa maksudmu Sarada-chan? Ibu tidak mengerti. Kau bilang tidak pernah berjumpa namun kau merasa tidak asing dengan orang itu.” heran. Tentu saja. Sakura merasa aneh dengan perilaku dari anak semata wayang itu. Ia jadi penasaran dengan orang yang dimaksud anaknya. ingin sekali dia lihat rupa dari orang itu, barangkali dia mengenalnya. Tetapi jauh dari lerung hati yang terdalam perasaan aneh itu hadir. Rasanya sesak namun dia seakan merindukan. Entah bagaimana mendeskripsikannya dengan kata. Sakura juga tak tahu.

“Entahlah, oka-san. Aku juga tidak mengerti. Perasaan ini baru pertama kali ku rasakan.” Jelasnya. “aku merasa kami sudah sangat dekat dan anehnya aku tidak merasa pernah bertemu dengan dia sebelumnya.” Pandangan mata Sarada masih fokus untuk mencari orang itu, barangkali ia dapat menemukan dan memperlihatkannya pada ibunya.

‘Aneh, kenapa aku merasa seperti ini. Kami-sama mudah-mudahan orang yang dilihat anakku bukanlah dia! Aku tak mau lagi bertemu dengan mereka.’ Batin Sakura berdoa.

“Oya Sarada-chan, kau sudah memesan makanan?” Sakura mencoba mengalihkan perhatian anaknya. Ia tak mau Sarada mengingat orang yang menjadi objek perhatian anaknya itu. Entahlah walaupun ia sendiri tidak melihat orang itu, namun ia merasa tidak suka. Bayangan-bayangan beberapa tahun lalu yang telah ia kubur entah kenapa menyeruak keluar. Perasaan takut mulai menghinggapi, hingga tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca. Untungnya Sarada tak menyadari itu karena fokus anaknya bukan pada dia tetapi di luar restoran.

“Belum. Aku menunggu Oka-san tadi.”

Sakura tersenyum, pengalihannya sukses. “Mmm…. Baiklah.”


Sakura mencari-cari waitress. Setelahnya dia memanggilnya. “Pelayan…!” Panggil Sakura dengan menaikkan tangan kanannya.

Pelayan yang dipanggil Sakura datang menghampirinya, “maaf nyonya, ada yang biasa saya bantu? Nyonya mau pesan apa?” Tanya pelayan itu dengan sopan dan memberikan daftar menu yang tersedia.

“Kau mau makan apa Sarada-chan?” Tanya Sakura pada anaknya.

“Ramen saja dengan ekstra tomat, minumannya gak usah.” Jawab Sarada tanpa pikir. Ia masih memikirkan orang yang mirip dengannya itu.

“Saya pesan sashimi dan ramen, minumannya jus jeruk saja.”

Pelayan itu menuliskan pesanan Sakura, “Baiklah, satu sashimi dan ramen dengan minumannya jus jeruk satu.” Sakura mengangguk lantas tersenyum pada pelayan itu. “Baiklah silahkan tunggu 20 menit, pesanan kalian akan segera diantar!?” ucapnya membungkuk sebentar seraya menjauh dari mereka.

Sakura lantas melihat anaknya heran, dari tadi anaknya seperti mencari-cari sesuatu. “Sarada-chan, ada apa? apa kau masih mencari kebedaan orang itu?”

“Tidak ada apa-apa. aku tidak mencarinya kok oka-san. Jangan terlalu khawatir.” jawabnya masih memandangi orang-orang di luar. Berharap bisa melihat orang itu lagi. Yah dia berbohong pada ibunya jika dia tidak sedang mencari-cari orang itu. entah kanapa dia masih penasaran dengan orang yang baru dilihatnya itu.

“Tidak bisaanya kau memikirkan sesuatu. Kalau ada masalah ceritalah pada ibu.” ucap Sakura berharap anaknya bisa menceritakan permasalahannya.

“Tidak ada kok oka-san. Aku baik-baik saja.” Balas Sarada tanpa memandang ibunya. Bertopang dagu dan terus memperhatikan lalu-lalang di luar restoran. Pikirannya berkecamuk, penasaran namun enggan mencari tahu. ‘apa yang ku inginkan sebenarnya?’ pikirnya.

Sakura mendesah melihat kelakuan anaknya yang terlalu kentara menyembunyikan sesuatu. Ia pun membiarkan anaknya seperti itu hingga puas namun dalam hati ia berdoa agar anaknya itu tidak akan melihat orang itu, entah kenapa memikirkan orang itu buat perasaannya jadi tidak enak, tapa juga... rindu. ‘Aneh sekali. Sebenarnya apa yang ku inginkan?’ batin Sakura.

Hingga 20 menit kemudian pesanan mereka tiba, mereka masih tetap diam dan memakannya tanpa bersuara. Sakura makan sambil melihat anaknya yang makan seperti tidak berselera.

Sarada-chan!”

“Hn”

“Kau kenapa? Tidak bisaanya kau seperti ini. Kau ada masalah?”

“Aku baik-baik saja oka-san, jangan khawatir!”

“Hm… baiklah.” Sakura melirik anaknya, lantas mendesah pasrah. ‘bukannya tadi dia yang menenangkanku, kenapa sekarang dia terlihat risau.’ Batin Sakura.


Sarada dan Sakura kemudian beranjak dari mall itu untuk pulang ke rumah. Akan tetapi setelah tiba di parkiran Sakura meninggalkan anaknya dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil duluan.

Sarada-chan, kau masuklah ke dalam mobil duluan, ibu mau ke toilet dulu.”

“Hn”
...
...
...

“Sakura!”

Sakura berhenti, “hah” Sakura bingung dengan suara yang samar-samar didengarnya. ‘siapa? Apa tadi ada yang memanggil namaku?’ pikirnya. Ia pun berjalan lagi.

“Sakura!”

DEG

Sakura memegang dadanya. Entah kenapa perasaannya jadi tidak enak. Dadanya sesak, rasanya seperti perasaan yang dulu telah lama ia tinggalkan.

“Sakura!”

Sekali lagi suara itu terdengar di gendang telinganya dan kali ini terdengar lebih keras, ‘Suara itu, kenapa sangat mirip dengan suaranya. Suara dari laki-laki itu, tidak mungkin. Aku pasti salah dengar. Lagi pula tak hanya dia yang memiliki suara seperti itu.’ Batinnya.

“Sakura! Kau Sakura-kan!?” Panggilnya lagi membuat Sakura secara perlahan berbalik karena penasaran dengan orang yang telah memnggilnya. Kedua matanya sukses membulat sempurna ketika melihat orang itu. “Sasuke.” Lirihnya.

“Ternyata memang benar kau Sakura, aku senang sekali bisa melihatmu disini.” Orang itu berjalan semakin dekat dengan Sakura. Tampak di raut wajahnya, ekspresi bahagia, senang, dan penuh kelegaan. Seperti telah memenangkan sebuah tender yang sudah lama dia kerjakan.

“…” lagi-lagi Sakura tak menggubrisnya. Ia hanya diam dan melihat orang itu berjalan ke arahnya. Tapi itu tak lama, karena semakin orang itu mendekat, maka Sakura pun semakin menjauhinya.

“Apa kau lupa padaku? Aku Sasuke, sahabatmu dulu.” Tanya Sasuke penuh harap. Sasuke semakin mendekati Sakura.

“…” tanpa menjawab, Sakura kemudian berlari menghindari laki-laki itu. Berlari sejauh mungkin dari laki-laki itu. Ia tak peduli dengan orang-orang yang ia tabrak atau kaki yang ia injak. Ia hanya ingin pergi jauh dari sana dan tidak ingin melihat laki-laki itu lagi.

...

Sarada melihat ibunya berlari kearah mobilnya dengan ekspresi campur aduk antara sedih dan ketakutan juga terdapat raut khawatir. Ia kemudian turun dan menghampiri ibunya. Memegang bahu ibunya yang bergetar. Kemudian memeluknya berharap dengan begitu wanita itu dapat tenang.

Oka-san kenapa? Apa yang terjadi? Apa ada yang mengganggu oka-san?” Tanya Sarada dengan nada cemas. Rasanya sakit sekali melihat ibunya seperti itu.

“A..a..aku ba..baik-baik saja.” Jawabnya gugup.

“Apa maksud oka-san baik-baik saja dengan tubuh gemetar kayak gini?”
Sakura tidak memberi jawaban pada Sarada ia hanya memegang kedua lengan anaknya, dan menarik anaknya masuk ke dalam mobil, “ki…kita pulang saja Sarada-chan!”.

Tanpa membuang waktu, Sarada langsung membawa ibunya masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang samping kursi supir sambil menyandarkannya. Sebelum menyetir ia memeriksa keadaan ibunya. Ibunya masih tampak kacau, tak ada lagi sinar kelembutan yang terpancar dari mata ibunya hanya ada kesedihan dan ketakutan. Perasaannya tak enak, ia tak suka melihat ibunya dengan keadaan─ ekspresi sekacau ini. Dia lebih senang melihat ibunya memarahinya atau menghukumnya bila tak menghabiskan sayuran paprika dari pada melihat ekspresi ibunya seperti ini.

“Hah…” Helaan nafas terdengar dari mulut Sarada, ‘ada apa dengan oka-san?’ batin Sarada. Ia tak ingin bertanya langsung kepada ibunya. Ia tak ingin membuat ibunya mengingat masalahnya sewaktu berada di mall dan membuatnya semakin bersedih.

Perjalanan dari mall ke rumah mereka, terasa begitu lama. Tak satupun dari mereka yang memulai percakapan. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Sakura terus saja melamun sambil melihat jalanan di sampingnya dan Sarada focus dalam menyetir.
.
.
.

Setibanya mereka di rumah, Sarada membawa ibunya langsung ke kamarnya dan menidurkannya, tetapi sebelum itu ia memberikan minuman kepada ibunya.

Oka-san, minum dulu airnya setelah itu beristirahat, dan masalah yang tadi tidak usah terlalu dipikirkan, walaupun aku sendiri tak tahu masalahnya apa!”

Sakura tak menjawab apapun dan hanya mengambil air minum yang diberikan Sarada padanya. setelahnya membaringkan tubuh dan beristirahat. Ingatannya kembali ke kejadian yang tadi. Orang yang selama ini berusaha dia hindari entah kebetulan dari mana, mereka bertemu di mall. Untung saja dia bergegas lari dan tak menghiraukan panggilan pria itu dan Sakura berharap pria itu tidak melihat Sarada ketika menghampirinya. Entah apa yang akan dipikirkan oleh laki-laki itu jika melihat Sarada. Mereka sudah tak berkomunikasi selama lebih 15 tahun dan ketika bertemu tahu-tahu Sakura telah memiliki seorang anak yang memiliki sedikit rupa sepertinya. Dia tak mau itu terjadi. Sebisa mungkin dia akan menghindari pria itu. Semoga saja itu adalah pertemuan terakhir mereka.

Tanpa dia sadari hari inilah dimulai takdirnya dengan anaknya. Pertemuan yang ia anggap kebetulan telah ditakdirkan untuknya oleh Kami-sama. Pertemuan yang akan membawa perubahan pada mereka.

Setelah yakin bahwa ibunya sudah baik, ia turun dan mengambil barang-barang belanjaan ibunya dari bagasi mobil dan membawanya masuk ke dalam rumah. Sarada kemudian mengambil cemilan dan minuman dingin sebelum memasuki kamarnya untuk melanjutkan membaca buku harian yang tadi dia temukan. memasuki kamarnya lantas mengambil posisi yang nyaman untuk membaca, duduk di atas ranjang sambil bersandar di sandaran ranjang dengan bantal sebagai lapisannya. Dibukanya buku harian itu dan mulai membacanya.

KONOHA 23 April xxxx


Dear diary



Dia adalah lelaki yang sering kulihat sendiri di bangkunya sambil membaca novel yang biasa dia bawa. Dia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah yang pernah ku lihat. Memiliki wajah yang tampan bak seorang pangeran dalam cerita fiksi yang biasa ku baca. hidung mancung, mata onix kelamnya yang seakan menyerapku ke dalamnya ketika menatap mata itu, rambut biru tuanya yang mencuat ke atas membingkai wajahnya yang kata orang adalah emo style, tapi menurutku model itu lebih mirip dengan pantat ayam. Hehehe... Setiap ada gadis yang mendekatinya langsung diberikan tatapan dingin dan seolah mengatakan ‘pergi kau!’. Itulah sebabnya sampai sekarang aku tak pernah mau mendekatinya. Diary apa yang harus aku lakukan?


Sarada terus membaca buku itu. Entah mengapa dia memiliki firasat bahwa dengan membaca buku itu, dia dapat mengetahui siapa ayahnya. Jujur saja ketika melihat teman-temannya bersama keluarganya yang lengkap ia selalu merasa iri dan juga sedih. Ia ingin sekali ayahnya berada di rumahnya sekarang. Mendengarkan semua keluh kesahnya. Walaupun ibunya juga sering mendengarkannya tapi rasanya sangat beda. Pemikiran laki-laki itu sangat berbeda dengan perempuan, dia ingin sekali mendengarkan solusi yang keluar dari mulut ayahnya.

Selama ini ia belum pernah melihat bagaimana bentuk wajah ayahnya, walaupun dalam bentuk fotonya. Ibunya tak pernah memperlihatkan foto ayahnya, karena semua yang berhubungan dengan ayahnya dibuang atau mungkin telah dibakar oleh ibunya, karena tidak ingin terus mengingat-ingat ayahnya, terlalu sedih untuk ibunya jika mengenang kenangannya bersama ayahnya itu kata ibunya dulu.

Tadi dia memberanikan dirinya bertanya tentang sosok sang ayah pada ibunya, tapi bukan jawaban yang dia dapatkan keluar dari bibir ibunya, melainkan kesedihan yang ia lihat. Sebetulnya dia tahu bahwa tadi ibunya sedang berbohong mengenai cerita tentang ayahnya, namun kesedihan yang tergambar di wajah ibunya adalah asli. Entahlah, kenapa ibunya tadi menunjukkan ekspresi seperti itu. Mungkin ada sesatu yang tidak ingin aku ketahui tentang ayahnya.

Pernah ibunya memberitahunya tentang sifat-sifat ayahnya, juga tentang wajahnya. Akan tetapi, semua itu terjadi secara tidak sengaja (reflex). Ibunya berkata dengan lirih bahwa dia sangat mirip dengan ayahnya.

Ia mengambil beberapa keripik kemudian mengunyahnya sambil membuka lembaran pada buku itu.

KONOHA, 15 Mei xxxx

Diary, hari ini aku senang sekali… Akhirnya aku bisa bicara dengan orang yang kusukai. Hahaha… Terima kasih pada Orochiamru-sensei yang membuatku sekelompok dengannya. Dia juga tidak memberikanku tatapan dinginnya seperti gadis-gadis sebelumnya. Mungkin karena dia tahu aku bukan salah satu dari fans girlnya dan tidak pernah melihatku mendekatinya. Hahaha… Apakah ini adalah tandanya. Kya… aku Pe De sekali.

Sarada tersenyum membaca halaman itu, ternyata dulu ibunya sama seperti remaja-remaja ababil lainnya, jika sedang menyukai seseorang. Sarada kemudian membuka halaman selanjutnya.

Krieeeet…!!!


.
.
.
.

TBC

a/n : ini adalah fict hasil remake dengan judul yang sama.
kalau ada yang ingin di sampaikan silahkan isi paa kolom review :-)
Selanjutnya...........  Chapter 2
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com