Pair: Naruto dan Hinata
Rate: M
Genre: Romance & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini
WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
Story by
Mickey_Miki
.
.
SUMMARY
Bagaimana jika apa yang kau lihat tidak sesuai dengan aslinya. Hanya cover yang menutupi sifat asli dari seseorang. Tapi bagusnya, karena hal itulah dia bisa mendapatkan orang yang dia sukai.
.
.
.
20++
NOT FOR CHILD
BAGI YANG MASIH DI BAWAH UMUR, SILAHKAN DI CLOSE DAN JANGAN COBA-COBA DI BUKA.
.
20++
NOT FOR CHILD
BAGI YANG MASIH DI BAWAH UMUR, SILAHKAN DI CLOSE DAN JANGAN COBA-COBA DI BUKA.
Hari menunjukkan semakin petang, hampir semua karyawan kantor Ucihara Corp. telah kembali ke rumahnya. Mungkin hanya ada beberapa karyawan yang masih berada di kantor termasuk mereka yang tengah lembur. Hinata berjalan sendiri di koridor kantor karena mendapat tugas dari sang atasan. Entah apa yang dipikirkan Naruto menyuruh Hinata mengambil berkas di ruang yang jaraknya sangat jauh dengan ruang kantornya, bahkan ruangan yang menurut Hinata bukanlah sebuah tempat untuk menyimpan berkas-berkas. Ruangan itu bahkan tak pernah terpakai lagi, tak terawat dan mungkin juga sudah penuh sarang laba-laba dan tikus. Para OB yang tugasnya membersihkan pun enggan untuk membersihkan ruangan itu.
Hinata berjalan sambil menggurutu. Atasannya satu itu sering sekali membuatnya kerepotan bahkan terkadang sangat menyebalkan sama seperti saat ini. Menyuruhnya turun dari lantai delapan ruang kantornya ke lantai tiga tempat ruang penyimpanan berkas itu. Andai kata bosnya itu tidak meyuruhnya membawa berkas itu dalam beberapa menit di hadapannya yang bahkan dengan menggunakan lift pun tidak akan bisa sampai tepat waktu, dia pasti tidak usah bersusah payah turun tangga darurat sambil berlari sampai membuat kakinya kesakitan.
Seharusnya saat ini dia sudah berada di rumah, berendam air hangat dalam bath up sambil mendengarkan musik dan setelahnya makan malam dengan ramen cup baru yang kemarin dia beli. Seharusnya saat ini dia sudah beristirahat dan menikmati film roman dari video yang baru saja dia sewa dari toko depan apartementnya, yah seharusnya, jika tidak ada bos menyebalkan itu yang dengan seenaknya menyuruhnya ketika dia baru saja akan beranjak dari mejanya.
Uzumaki Naruto, pria dingin, menyebalkan, dan suka seenaknya yang sayangnya memiliki rupa yang sangat tampan dengan rahang kokoh khas lelaki dewasa, mata biru bening yang sangat indah seindah batu safir yang disinari sinar rembulan juga tubuh bak model pakaian dalam yang semakin memperindah fisiknya dan membuat hampir seluruh karyawan perempuan di perusahaan itu akan rela membukakan selangkangannya secara cuma-cuma untuk lelaki itu termasuk dirinya. Mungkin. Sebelum dia diperlakukan seperti itu.
Drrrrrt......
Posel Hinata bergetar menandakan satu panggilan masuk.
Kening Hinata mengkerut, ketika nomor tanpa nama tertera di layar ponselnya. Dan tentu saja ia tidak akan mengacuhkan si penelpon dan terus melangkahkan kakinya menuju tujuannya. Dia tentu tidak ingin mendapatkan kata-kata yang lebih menyakitkan karena keterlambatannya. Tapi, sepertinya si penelpon tidak akan berhenti menggetarkan ponsel itu dan akan terus menganggunya kalau ia tidak menjawabnya.
Hinata baru saja menempelkan ponsel itu ditelinganya dan suara menyebalkan milik atasannya-lah sebagai sambutannya.
“Apa yang kau lakukan, kenapa lama sekali? Itu hanya beberapa lembar berkas yang beratnya tidak sampai satu kilo dan kau membutuhkan waktu sebanyak ini untuk membawanya.”
Ingin sekali Hinata berteriak dan memaki kepala kuning itu. Seenaknya saja membentaknya, memang dia pikir perjalanan dari sana sampai ke ruang itu dekat? Bahkan dia tidak memakai lift untuk mengambil berkasi itu.
“Maaf, Sir. Sebentar lagi aku akan sampai ke ruangan Anda.” Dan melemparmu dengan berkas ini, tambahnya dalam hati.
“Cepatlah!”
“Iy─”
Klik
“─a, Sir.”
Dan belum selesai Hinata mengucapkan kalimatnya, panggilan itu terputus. Sebenarnya Hinata merasa heran, dari mana laki-laki itu mendapatkan nomornya, apa mungkin laki-laki itu─ ah, Hinata menggeleng karena pemikiran itu tiba-tiba muncul di kepalanya. Mana mungkin. Hinata pasti sudah gila saat ini. Mana mugkin laki-laki itu mencari tahu tentang dirinya karena punya ketertarikan khusus padanya.
Hinata menghela nafas, saat ini bukan waktu yang tepat memikirkan hal gila itu. Atasannya itu pasti sudah menunggunya dengan kata-kata mutiara yang siap dimuntahkan di wajahnya.
Benar-benar sangat melelahkan kerja di tempat ini, batin Hinata dan terus melangkahkan kakinya menuju ruang atasannya. Satu bulan bekerja di perusahaan ini serasa sudah bertahun-tahun dia menjalaninya. Bukan karena tuntutan pekerjaan ataupun pekerjaannya yang terasa sulit. Hey, bahkan dia sangat mudah memahami semua pekerjaan yang diberikan, tapi karena atasannya yang sangat menyebalkan dan dengan semua perintah tidak masuk akalnya pada Hinata.
Ini memang belum seberapa dibandingkan dengan perintahnya yang dulu. Seperti ketika meyuruh Hinata membuatkan kopi yang benar-benar harus pas dilidah sang atasan dan membuat Hinata harus pulang balik di dapur dan kantor atasannya itu sampai beberapa kali. Yang benar saja, kan? Padahal ada OG atau OB yang siap kapanpun jika diminta dan yang jelas mereka pasti sudah hapal bagaimana selera atasannya itu. Atau ketika saat jam istirahat berlangsung, Hinata bahkan belum sempat sarapan pagi dan giiran istirahat siang pun dia tak dapat jatah hanya karena sang atasan ingin dibelikan ramen di warung Ichiraku yang letaknya hampir 30 menit berkendara ke sana. Padahal, sekali lagi ada OB atau OG yang siap sedia jika di minta alhasil sepanjang kerja perutnya tidak berhenti menggerutu karena tak dapat jatah dan semua pekerjaannya berantakan dan kembali lagi kena omelan dari atasan menyebalkannya itu. Entah memang atasannya itu benar-benar butuh bantuannya atau hanya ingin mengerjai Hinata hingga membuat seperti itu. Hinata benar-benar dibuat kesal oleh ulah atasannya itu.
...
“Maaf─”
“Taruh saja di situ.”
Lagi-lagi laki-laki itu memotong ucapannya. Dan apa yang dia dapat dari usaha kerasnya untuk mengambil berkas itu... bentakan dan malah berkas itu tak diacuhkan sama sekali. Dia malah sibuk dengan berkasnya yang lain. Menatap Hinata saja tidak. Dasar atasan tampan yang menyebalkan. Rutuknya dalam hati.
Ingin sekali Hinata menarik rambut bosnya itu, lalu mencakar wajahnya dan menendangnya keluar jendela dari lantai ini. Tapi sayangnya itu tidak akan pernah terjadi, yang ada jika dia berusaha lakukan itu, malah bosnyalah yang akan mewujudkannya. Well, tenaga wanita tidak sebanding dengan pria. Itu sudah jelas, bukan.
“Kalau begitu aku permisi, Sir.” kata Hinata sopan lalu berbalik dan meninggalkan pria itu sendirian.
Sepertinya Hinata butuh alkohol untuk meredakan emosinya dan semoga tawaran Sakura masih berlaku untuknya.
“Apa kau masih berada di Bar itu?” ketiknya sebelum mengirimnya pada Sakura.
“Tentu. Apa kau mau ke sini?”
“Iya.”
Setelahnya dia menaruh ponsel itu dan segera menyusul Sakura.
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Tes
ReplyDelete