Fly with your imajination

Monday, August 2, 2021

FAKE N FATE : BAB ENAM

 Silahkan di baca pelan-pelan ya guys...

SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA
...

BAB ENAM : LEDAKAN AWAL

Langit masih sekelam tadi, tapi Alena tidak bisa tidur. Tubuhnya terus menggeliat, matanya pun tak bisa terpejam. Kantuk yang tadi dia rasakan hanya bertahan selama beberapa menit sebelum ia terbangun kembali.

Ada beberapa mimpi yang terus menghantuinya, berulang kali dan mengganggu tidurnya. Seharusnya mimpi itu sudah hilang beberapa hari yang lalu sebelum Alena ke mari. Tapi, entah kenapa mimpi itu kembali lagi.

Mimpi itu sulit dijelaskan, karena hanya ada teriakan, erangan, rintihan kesakitan dan terlihat kabur. Alena tidak tahu, apakah mimpi itu adalah bagian dari ingatannya atau hanya bunga tidur yang mengganggu tidurnya. Yang jelas, mimpi itu sudah membuatnya sulit untuk tidur.

Alena menghela nafas kasar, kemudian bangkit dan mengambil ponsel yang dihadiahkan oleh Rien lalu membuka browser untuk mencari cara agar kantuknya bisa datang kembali.

Setelah beberapa artikel yang Alena baca, Alena memilih satu cara yang mudah, yaitu dengan meminum susu hangat. Sepertinya, cara itu manjur.

Alena kemudian keluar dan berjalan menuju dapur untuk membuat susu hangat. Ia mengambil susu cair dalam kulkas lalu memanaskannya dalam panci kecil.

Hanya butuh beberapa menit hingga susu cair tersebut panas. Alena kemudian meminumnya hingga tandas.

Dalam keadaan malam seperti ini, tak banyak pencahayaan yang diberikan rumah mewah itu hingga membuat sepi menjadi menakutkan. Indra pendengar jadi lebih sensitif hingga bunyi sekecil apapun bisa terdengar.

Alena sedikit terperanjat ketika suara pintu depan rumah terdengar. Dengan takut-takut, Alena menghampirinya. Jantungnya bergemuruh karena adrenalin dan ketakutan yang dihasilkan oleh pikirannya sendiri.

Rumah yang gelap semakin menguatkan pikirannya. Alena ingin berlari, tapi rasa penasarannya juga tak mau berkompromi. Lagipula, ia juga punya kewajiban untuk menyelamatkan keluarga Roland, karena mereka sudah baik padanya.

Tap...

Tap...

Jantung Alena semakin berdegub tat kala langkah kaki itu semakin berderap mendekat ke arahnya.
Alena takut, tapi tak bisa langsung berlari dan meminta pertolongan. Penjahat itu sudah semakin dekat, jika ia langsung berlari, alih-alih menolong yang ada ia akan menjadi korban pertama.

Alena menguatkan hatinya sembari menarik nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Ia mengambil satu guci kecil di atas meja tempatnya bersembunyi, lalu pelan-pelan ia melangkah di balik tembok dan bersembunyi di balik bayang.

Alena memejamkan mata dan menguatkan dirinya. Merapal banyak doa sembari mendengarkan tiap derap langkah sang penjahat.

Dan ketika sang penjahat sudah berada di depan matanya, Alena sudah bersiap dengan gucinya.

Tapi,

Sayangnya, niatan Alena tak terealisasi ketika wajah penjahat itu terkena cahaya temaram dari jendela. Cepat-cepat Alena kembali menaruh guci tersebut. Ternyata penjahat yang ia maksud tadi adalah Rexa. Laki-laki yang entah kenapa selalu membuat jantungnya berdegub abnormal.

Kening Alena menyerngit ketika melihat keadaan Rexa yang tidak biasa. Laki-laki itu tampak kacau, keningnya mengkerut dengan keringat yang bercucuran dari tubuhnya, bahkan bajunya pun tampak basah.

"Re ... Rexa!?"

Rexa berbalik dan menatap Alena. Sangat sulit untuk fokus dengan keadaannya yang sekarang, apalagi dengan keadaan remang pada rumahnya. Keningnya menyerngit berusaha memfokuskan pandangannya pada Alena. "Alena, kah?" tanyanya memastikan.

Alena mengangguk pelan, tapi sepertinya Rexa memerlukan jawaban, maka Alena menyahut, "Iya. Ini aku, Alena. Apa kau baik-baik saja?" tanyanya khawatir.

Rexa menyanggah tubuhnya dengan merapat ke dinding, "Aku tidak bisa mengatakan kalau aku dalam keadaan baik-baik saja Alena." sahut Rexa dengan suara serak. Matanya berusaha fokus.

Mendengar jawaban Rexa semakin membuat Alena merasa khawatir. Ia tak pernah melihat laki-laki itu seperti ini sebelumnya, "A, apa kau sakit?" tanyanya, secara refleks menyentuh kening Rexa dan membandingkan dengan keningnya.

"Tapi, badanmu tidak panas. Apa terjadi sesuatu padamu sebelum kau pulang?"

Rexa menggeleng, "Tolong bantu aku naik ke kamarku, Alena."

Alena mengangguk. Tanpa banyak bertanya lagi, ia segera membantu Rexa naik ke kamarnya.

Tubuh Rexa memiliki bobot yang lebih berat dari Alena pun dengan bentuk tubuh lelaki itu yang kekar. Tapi, meski demikian Alena tetap berusaha. Namun, Rexa seperti ingin menyiksa Alena. Lelaki itu terus bergerak hingga Alena semakin dibuat kesusahan.

Alena menghela nafas legah ketika kamar Rexa hanya berjarak beberapa langkah darinya. Itu berarti penderitaan yang diselubungi rasa berdebar Alena sebentar lagi hilang.

Akan tetapi, sampai di dalam kamar, Alena dibuat tersentak oleh ulah Rexa. Entah kenapa laki-laki itu tiba-tiba menghimpitnya di pintu setelah mengunci pintunya.

Alena tidak mengerti dengan tindakan Rexa yang tiba-tiba. Tapi, satu hal yang Alena tahu, perasaannya saat ini jadi tidak karuan. Antara senang dan takut. Ia senang dengan degupan yang dihasilkan oleh perlakuan Rexa, tetapi di sisi lain ia juga ketakutan. Entah bagaimana, perasaan Alena bisa tahu kalau tindakan Rexa akan merugikan mereka berdua.

Dengan panik dan takut, Alena memberontak hingga akhirnya ia berhasil melepaskan diri. Tapi, itu hanya beberapa detik sebelum ia kembali diterjang oleh Rexa lalu kembali disudutkan.
 
Desah nafas mereka bersahutan, yang satu ketakutan, yang lain terlihat begitu bergairah. Entah kenapa Rexa tidak seperti dirinya yang biasanya.

Tubuh dan pikirannya seolah sudah dikuasai oleh nafsu. Apalagi Alena berada di dekatnya. Nafsu itu semakin menggebu dan ia harus menuntaskannya, entah bagaimana pun caranya.
Dengan gerakan impulsif Rexa membalikkan tubuh Alena. Dan semakin menekan tubuh Alena pada pintu kamar. Bibirnya maju untuk menyatukan dengan bibir Alena.

Sementara Alena, gadis itu terus berontak, ia menggelengkan kepalanya membabi buta, menghindari Rexa. Entah kenapa, laki-laki itu berubah jadi buas seperti sekarang.

Alena tak tahu apa yang sudah terjadi pada lelaki itu dan mengapa berubah seperti ini, yang jelas di dalam pikirannya ia harus segera pergi dari kamar Rexa, jika tak ingin sesuatu yang buruk terjadi padanya.

Mereka bergulat selama beberapa saat, Alena tak menyerah dan terus menghindari Rexa. Beberapa kata-kata Alena lontarkan agar lelaki itu bisa sadar. Tapi, semua kata-kata Alena bagai dengungan melodi yang semakin membangkitkan gairah Rexa. Lelaki itu terus saja menyerangnya.

Sampai kemudian, tenaga Alena sudah pada batasnya. Ia kelelahan terus berontak, dan Rexa tak membuang kesempatan itu. Dengan sekali gerakan, tangan rexa mengunci tangan Alena di atas tubuhnya dan segera memangut bibir Alena.

Ciuman itu begitu menggebu, kasar, dan penuh nafsu. Rexa mencium bibir Alena seolah itu adalah adiktif yang tak bisa ia lepas, seolah dengan mencium bibir Alena, ia akan sembuh dari dahaga yang tidak berkesudahan.

Alena terpaku, diam dan tak lagi memberontak. Pikiran dan akal sehatnya tak lagi bekerja. Ciuman ini, adalah ciuman intim yang baru pertama kali ia rasakan. Dan karena itu, Rexa memanfaatkannya. Ia semakin memperdalam ciumannya. Lidahnya menjelajah dalam mulut Alena, mencecap dan bermain-main dengan lidah Alena.

Gairah Rexa semakin menggebu ketika dengan malu-malu Alena membalas ciuman Rexa. Tangan gadis itu sudah menyanggah di pundaknya untuk menyanggah beban tubuhnya yang mulai lunglai.

Rexa membawa Alena di ranjang tanpa disadari gadis itu. Melepas penghalang yang menghalangi tangannya untuk menjelajah.

Bibirnya bergerak dan memberikan kecupan-kecupan lembut. Leher, dada, perut, tak luput dari jilatan lidah panasnya hingga membuai Alena untuk terus menikmatinya.

...

Alena tidak tahu kapan ia dibawa ke tempat tidur dan dalam keadaan tak mengenakan pakaian. Ia hanya merasa nyaman ketika Rexa melingkupi tubuhnya dengan rasa hangat yang membuai.

Hingga rasa sakit yang menyengat menyentak kesadarannya. Alena merintih kesakitan, refleks ia mencengkram pundak Rexa dan mencakarnya. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan berusaha menghindar ketika sebuah benda asing berusaha memasukinya.

Sayangnya, usaha Alena sia-sia. Rexa bahkan tidak menyadari kesakitan yang dihadapi Alena dan terus berusaha memasuki gadis itu, pikirannya sudah teralihkan dengan kenikmatan yang berada di ujung sana.

"Ku mohon, jangan." Alena terisak ketika Rexa tak menghiraukan penolakannya. Rasa sakit bertubi-tubi ia rasakan. Bukan hanya pada tubuhnya, hati dan jiwanya pun tersakiti dengan perbuatan yang Rexa lakukan pada dirinya.

Alena benar-benar tidak menyangka, orang yang ia kagumi melakukan perbuatan menjijikkan ini, terlebih pada dirinya sendiri. Bahkan Alena belum terhitung dua hari berada di rumah Rexa dan laki-laki itu sudah melakukannya? Bagaimana nanti?

"Tenanglah, Alena. Kalau kau terus bergerak, kau akan kesakitan. Kita berdua akan kesusahan." Rexa berusaha menenangkan Alena. Tangannya bergerak perlahan menuju pinggul Alena dan menahan pinggul gadis itu yang terus melakukan penolakan. "Tubuhmu nanti akan menerimaku dan kita berdua akan merasakan kenikmatan itu, Alena."

Lalu dengan satu hentakan kuat Rexa berhasil menembus penghalang yang tadi ia rasakan.

Alena berteriak kesakitan, tangannya semakin keras mencengkram pundak Rexa hingga menghasilkan goresan merah yang berdarah. Tapi, Rexa tidak memedulikannya. Ia sadar jika ia berhenti, bukan hanya Alena yang akan kesakitan, tetapi dirinya pun akan merasakan rasa sakit itu.

Sambil memberikan cumbuan pada tubuh Alena, perlahan Rexa mulai bergerak. Rasanya tubuh laki-laki itu mau meledak merasakan kenikmatan yang baru pertama kali ia rasakan. Alena sangat rapat, sangat nikmat, dan mencengkram miliknya seperti tak ingin melepasnya.

Dan Rexa benar-benar tidak bisa menahan diri untuk memuaskan dirinya dengan dorongan-dorongan brutal ketika melihat ekspresi yang ditunjukkan oleh Alena. Wajah gadis itu memerah, mengerang, dan merintih dengan nikmat karena perbuatannya.

Tapi, Rexa menahannya, ia tahu ini adalah pengalaman pertama Alena, gadis itu tak akan sanggup menerima kebrutalannya. Jadi, ia berusaha memberi dorongan selembut mungkin, meski tubuhnya terasa nyeri karena menahan diri.

"To ... tolong selesaikan. Kumohon selesaikan dengan cepat." Alena berucap bersamaan dengan air mata yang terus menetes.

Namun, bagi Rexa, kata-kata Alena seperti pemicu bom, membuatnya melupakan usaha yang tadi ia lakukan untuk bergerak lembut agar tak menyakiti Alena. Rexa tak lagi mengindahkan rasa sakit yang akan Alena rasakan. Ia bergerak dan berusaha mencapai kenikmatan. Lalu ledakan kenikmatan itu, akhirnya ia dapatkan bersamaan dengan Alena. Ia sadar kalau Alena pun akhirnya mendapatkan kenikmatan itu.

TBC. 

masih awal, silahkan comment yah 😊


Mickey139


07.06.17


SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com