Fly with your imajination

Monday, August 15, 2016

My Secret Feeling 9

BACA : BAGIAN 8

MY SECRET WEDDING © mickey miki
Rate: M
Genre: Romance & drama
WARNING: typo, alur kecepatan, ga⎯je dan lain-lain (suka-suka Mickey),
Story by
Mickey_Miki
.
.
SUMMARY

Apakah dalam sebuah perjodohan akan menghasilkan sebuah cinta?
Walau awalnya tak saling mengenal dan memulainya bukan dengan tak saling mencintai?
Bisakah?
Apakah dalam sebuah perjodohan akan menghasilkan sebuah cinta?
Walau awalnya tak saling mengenal dan memulainya bukan dengan tak saling mencintai?
Bisakah?
.
.
.
.

.
.
.

BAGIAN 9

Jadi seperti inilah pandangan yang kudapat ketika berada di depan pintu ruangannya yang tengah terbuka. Pemandangan yang mampu menyayat hatiku hingga menghasilkan luka sayatan panjang dan lebar. Kelakuan yang tidak pantas dilakukan oleh seorang bos di depan karyawannya terlebih di depan istrinya sendiri.

Suamiku yang menjadi bosku sendiri dengan tega melakukan ini semua padaku. Padahal aku sudah melakukan yang terbaik sebagai seorang istri, padahal aku sudah berusaha untuk membuatnya melihatku, peduli padaku dan lebih terbuka. Dan inilah yang kudapat.... Sebuah perselingkuhan.

Ah.. Sial. Ternyata inilah sebabnya dia tidak juga membuka dirinya padaku. Inilah yang membuat dirinya selalu mempertahankan tembok es itu. Karena wanita yang kemarin ku lihat adalah kekasihnya. Terima kasih pada pak Doni yang menyuruhku membawakan laporan bulanan ini, berkat dia aku bisa tahu alasan semua sikap suamiku.

Bunyi dari gesekan pintu yang terbuka menyadarkan mereka dan secara refleks mereka berdua menjauhkan diri. Ada raut khawatir dari wanita yang tadi sedang memeluk bosku tapi aku tidak peduli. Mereka adalah sepasang kekasih yang diam-diam tengah menjalin kasih dibelakangku, atau mungkinkah akulah yang menjadi seorang perebut?

Sejenak aku memejamkan mata, mencoba menguatkan diri kemudian melanjutkan langkahku untuk memasuki ruangan suamiku─ ah, tidak tetapi bosku. Langkah yang terasa berat seperti ada berton berat yang menjadi bebanku. Dadaku sesak oleh rasa sakit dan rasanya air mataku ingin keluar ketika melihat wajahnya yang menyiratkan kemarahan. Yah, kemarahan karena sudah mengganggu mereka.

Sebisa mungkin aku mencoba bersikap profesional, menenangkan degup jantung yang menggila akibat rasa marah dan kecewa yang menggebu dalam dada. Melangkah seakan tidak melihat satu kejadian apapun antara mereka. Poker face, yah hanya itulah ekpresi yang sangat baik untuk sekarang. Ekpresi yang sudah kupelajari dari dia.

“Maaf mengganggu, pak. Laporan yang anda minta.” Ucapku sambil meletakkan laporan yang dia minta di atas meja.

Ku lihat matanya nyalang menatapku. Aku meringis dalam hati. Semarah itukah dia karena ketidaksengajaanku yang memergokinya? Ataukah karena aku yang membuat wajah khawatir yang terpatri di wajah wanitanya?

Dadaku semakin sakit oleh ulahnya. Kurasakan mataku sudah perih dan ingin segera mengeluarkan tumpahan beningnya. Aku ingin segera lenyap dari sini. Aku sudah tidak tahan.

“Kalau begitu aku permisi.” Kataku sedikit serak namun tidak kentara dan segera melangkahkan kakiku dari hadapan mereka, tidak membiarkan mereka membuka mulut untuk mengklarifikasi apa yang sedang mereka lakukan tadi dan kupikir mereka memang tak akan membuka mulut untuk itu. Siapalah aku bagi mereka? Bukankah aku disini yang sudah menjadi orang ketiga yang masuk ke dalam kehidupan mereka. Mungkin.

Aku berjalan dengan perasaan sesak luar biasa. Perasaan yang baru pertama kali kurasakan. Sakit dan kecewa bahkan rasanya tak akan ada obat yang bisa mengobati rasa sakit ini.

Suamiku memiliki kekasih dan aku menjadi orang ketiga. Aku sungguh bodoh. Sangat bodoh memperjuangkan sesuatu yang memang tidak diperuntukan untuk kumiliki dan mungkin tak ditakdirkan untukku.

.....

Aku berjalan dengan gontai menuju ruanganku, setelah beberapa menit menangis di dalam toilet. Sepanjang jalan entah sudah berapa orang ku tabrak. Aku tidak peduli, bahkan saat Gina membentakku dan memakiku di depan lift─ yang pada saat itu banyak orang─ aku hanya diam dan menunduk.

“Apa kau tidak punya mata, hah? Sudah beberapa kali menabrak, tidak puas juga? Apa sih yang kau pikirkan? Atau kau hanya ingin menyentuh orang lain dan berdalih menabraknya?......”

Pikiranku masih melayang memikirkan kejadian barusan. Suamiku sendiri tengah memeluk atau bahkan mencium seorang wanita di dalam ruangannya. Yang aku sendiri pun hanya bisa membayangkannya tanpa tahu apakah suatu saat nanti akan terwujud atau hanya akan bertahan di dalam benak.

Memang tidak secara jelas terlihat apa yang sedang mereka lakukan, tapi melihat reaksi mereka, itu membuatku yakin jika mereka memang melakukan seperti apa yang ku pikirkan.

Sakit. Rasanya lebih sakit dari pada di abaikan dan mendapatkan sikap dinginnya. Bagai gemuruh dari angin yang menyesakkan baru saja menghempas dadaku, bahkan rasanya sulit bernafas dan aku hanya bisa berpura-pura tidak terjadi apa-apa.

Katakanlah aku bodoh, begitu naif yang masih tetap bertahan berada di sisinya yang bahkan selalu dia abaikan, tapi mau bagaimana lagi ketika rasa cinta itu sudah mengalahkan akal sehat, otak pun tidak bisa diajak bekerja sama. Dan akhirnya aku seperti ini.

Gina masih memakiku di depan lift, banyak pegawai yang sudah mengerubungi kami, dan aku bisa melihat begitu banyak macam pandangan yang melihat kami. Ada yang kasihan juga tersenyum sinis melihatku seperti anak kucing yang digonggongi anjing betina.

Tapi aku tidak begitu peduli. Hatiku lebih perlu diperhatikan, karena rasa sakit yang diakibatkan oleh perilaku suamiku tadi.

“Apa yang kalian lakukan di sini, hah? Bukankah ini masih jam kantor? Sekarang bubar! Jika sekali lagi ku lihat kalian bergerumul seperti ini, aku benar-benar akan mengeluarkan SP untuk kalian”

Ucap seseorang yang menghentikan kegiatan Gina juga mereka yang tengah memperhatikan kami.

Mereka serentak membubarkan diri, termasuk aku, berjalan gontai menuju ruang kantorku.

“Za!”

Aku tersentak ketika seseorang menyentak tanganku dan memaksaku berhenti. Sedikit mendongak, rupanya dia pak Januar dari Departemen Personalia sekaligus teman sewaktu sekolah menengah atas dulu.

“Maaf, Za.” Katanya lalu melepas lenganku, “Dari tadi aku memanggilmu, tetapi kau hanya menunduk.”

“Maaf, aku sedang banyak tugas, makanya tidak memperhatikan panggilanmu. Jadi ada apa?” Tanyaku. Kedua mataku menatapnya, ada gerakan yang memperlihatkan kegugupannya entah karena apa.

“Mmm... Tidak apa-apa. Aku hanya ingin tahu, gosip yang beredar di kantor itu benar atau tidak.” Aku menyengit mendengarnya berbicara mengenai gosip yang beredar tentangku.

“Gosip?” Tanyaku, nada penasaran tidak kusembunyikan, “Gosip apa?”

“Ku dengar, kau pernah berjalan dengan seorang pria tua.....”

“Ya, benar.” Jawabku, membuatnya menghentikan ucapannya. “Dia kenalanku, ada apa?”

“Bukan begitu, Za.”

“Lalu?”

“Yang aku dengar...” Dia menghentikan ucapannya sejenak lalu menggaruk belakang kepalanya dan melihatku ragu, kebiasaannya dari sekolah dulu ketika dia merasa gugup. Dia kemudian menarik nafas panjang, “Katanya pria tua itu adalah ayahnya pak Jonathan dan.... Dan...”

“Astaga Januar, tidak bisakah kau itu bicara yang jelas! Kau itu kerja di bagian HRD yang artinya ucapanmu haruslah tegas, bukan seperti kucing yang kebelet pipis...” Kataku sedikit jengah melihat tingkah dan ucapannya yang tidak jelas.

“Ish... Kau ini, aku kan hanya mencari kata-kata yang bagus supaya kau itu tidak tersinggung.” Katanya menyela ucapanku.

“Hah... Sebaik apapun rangkaiakan kata-katamu yang nanti ku dengar, kalau intinya sama, yah, pastinya perasaanku juga akan sama. Kalau tidak senang, yah sedih. Dan sekarang beritahu aku mengenai gosip itu. Mood ku sedang jelek, kau tidak ingin ku jadikan samsak-kan?”

Postur tubuhnya berubah, aku yakin ancamanku tadi berhasil. Dia menatapku. Ada binar ragu juga kasihan yang kentara dari matanya. “Ya, seperti yang kuberitahu tadi dan kau pun membenarkannya juga, kalau kau itu pernah jalan bersama pak tua yang sebenarnya adalah pak Joshua, ayahnya pak Jonathan.”

“Tunggu… tunggu dari mana kau tahu kalau itu adalah pak Joshua, ayahnya pak Jonathan? Belum tentu kan orang yang bersamaku jalan itu adalah beliau…”

“Maka dari itu Za, aku ingin mendengar sendiri dari mulutmu, kalau yang mereka katakan itu adalah salah. Dia bukan pak Joshua, kan?”

“Memang kalau itu adalah pak Joshua, kenapa?”

“Jadi pak Tua itu benar-benar pak Joshua, ayahnya pak Jonathan?”

Aku menatapnya sejenak, lalu menghembuskan nafas. “Katakan gossip apa yang sebenarnya sudah tersebar? Dan kenapa mereka memperlakukanku berbeda?” Tanyaku jengah. Sebenarnya gossip apa yang sudah beredar hingga mereka mendeskriminasi ku. Seolah aku adalah virus yang harus dibasmi.
“Kau tahukan di sini? Kehidupan saat SMA kita dan sekarang sudah berbeda. Masyarakat dan karyawan di sini lebih cenderung mempercayai keburukan seseorang yang baru di lingkungan mereka dari pada mencari tahunya sendiri. Tetapi aku sudah mengenalmu sejak SMA dan aku percaya padamu. Kau tidak mungkin melakukan hal itu─”

Aku menghembuskan nafas jengah, “Januar…” Ucapku penuh penekanan.

“Ish… iya… iya… tapi jawab dulu, orang itu pak Joshua atau bukan?”

Aku tidak menjawab hanya melihatnya. “Jadi itu benar, yah Za? Tanyanya. Namun aku sama sekali tak menjawabnya. Aku hanya diam sambil menatapnya. “Kau tahu kan betapa susahnya orang-orang ingin mendekati pak Joshua, dan kau malah mendapatkan kesempatan itu. Dan karena itu pula gosip jika kau tengah mencari muka di depan pak Joshua agar membantumu menjadi menantunya beredar.” Ucapnya cepat.

“Tapi aku percaya padamu, kok. Kita ini sudah lama mengenal, kau teman SMA ku dulu, dan sifat mu yang terlalu kentara tidak mungkin berubah cepat. Kau itu acuh, bagaimana bisa kau mencari perhatian dari pak Joshua, iya kan?”

Aku menghela nafas. Jadi selama ini mereka terlihat membenciku karena gosip murahan itu. Memang siapa juga yang ingin mencari perhatian pak Joshua. Tidak mencari pun aku sudah mendapatkannya, dia kan mertuaku, jadi wajar jika kami dekat.

“Terima kasih Januar, tapi aku harus segera pergi. Kita lanjutkan saat istirahat makan siang.” Ucapku kemudian melanjutkan langkahku yang tadi sempat terhenti.

....

TBC

a/n : Lagi cari waktu buat lanjutkan. Jadi untuk kelanjutannya, bersabarlah... hehehe...
See U next chapter
Mickey 15.07.2016

Next : BAGIAN 10



Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com