Fly with your imajination

Monday, October 15, 2018

SLEEPING BEAUTY ORI - Poltergeist

CHAPTER LENGKAP
Chapter Sebelumnya Sean

Edited 13.07.17
Enjoy 😊

...

Aku hanya mengedit berdasarkan tanda baca, kelengkapan huruf pada kata-katanya, juga tanda baca, dan bukan pada alur.

Jangan lupa votement ya guys 😁

***



***


Kami beriringan memasuki sebuah pekarangan rumah mewah (sebenarnya akulah yang lagi-lagi mengikutinya, mana mau dia mengikutiku) setelah pagar di buka oleh petugas keamanan. Rumah bergaya mediterania dengan pilar yang berukir naga kembar di pintu masuknya. Halamannya luas, bisa memuat beberapa mobil dengan tanaman bonsai yang diukir berbagai jenis hewan juga bunga yang mengelilingi bonsai itu yang ditanam berdempet sepanjang pagar. Di tengah-tengahnya ada air mancur dengan patung putri duyung yang sedang menuangkan air dari guci.

Lain di luar, lain pula di dalam. Interiornya sangat menakjubkan, beberapa lukisan karya pelukis terkenal dipajang untuk menghiasi dindingnya dan juga perabotan dengan harga yang mahal tertata rapi dalam rumah ini.

Jadi, beginikah istana yang biasa ku baca dalam dongeng. Benar-benar menakjubkan. Laki-laki ini benar-benar orang yang kaya.

"Kau gila. Kau tidak punya otak, hah? Teganya kau lakukan itu padaku, pada kami."

Aku tersentak mendengar suara teriakan dari ruang tengah rumah ini. Aku berhenti, sekilas melirik Sean. Raut wajahnya mengeras. Rahangnya terkatup rapat menahan emosi.

Tepat di ruang tengah, kami melihat pertengkaran dua orang dewasa dengan Si wanita yang kuperkirakan sudah berusia setengah abad namun tetap terlihat cantik melemparkan vas kaca pada pria didepannya hingga menimbulkan suara nyaring dan pecahan kaca yang bertebaran di lantai, sebagian malah ada yang mengenai pria itu hingga menimbulkan garis kecil di wajahnya. Titik darah perlahan keluar dari luka sayat itu. Namun, pria itu tak lantas menghapusnya dan membiarkannya begitu saja.

Mereka adalah orang tua Sean.

Baru kali ini aku melihat mereka juga pertengkaran mereka. Biasanya mereka tidak ada di rumah, dan membuat rumah ini jadi sepi.

"Aku tidak melakukan apapun. Kenapa kau selalu menuduhku yang tidak benar?"

"Lalu, ini apa, hah? Kau masih ingin menyangkalnya?" sahut ibu Sean sambil melemparkan beberapa gambar di wajah ayah Sean di depannya.

Salah satu gambar tidak sengaja kulihat ketika jatuh tidak jauh dari kami.

Di gambar itu menunjukkan kalau ayah Sean sedang merangkul seorang wanita sambil tersenyum bahagia. Sangat berbeda dengan saat ini.

Ada juga gambar yang menunjukkan seolah-olah ayah Sean tengah mencium wanita.

Aku hanya bisa melihat mereka dengan tatapan miris. Jadi, beginikah kehidupan orang kaya itu? Mereka bisa mencari kepuasan batin di luar rumah jika mereka tak mendapatkannya di dalam rumah. Yah, apapun jika ada uang yang menopang.

Kulirik Sean. Rautnya semakin gelap dengan aura dingin yang menusuk. Aku bahkan bisa merasakannya.

Aku benar-benar kasihan padanya.

"Kau salah paham."

Langkah Sean semakin dekat dengan mereka. Namun masih belum mengeluarkan sepatah kata untuk melerai.

Hingga beberapa langkah lagi sampai ia benar-benar berada di dekat mereka dan bisa melerainya, namun ia tidak melakukannya. Ia malah langsung berbelok dan menaiki tangga di depannya tanpa memedulikan pertengkaran tersebut.



"Hei... kenapa kau melewati mereka seolah mereka itu tak ada. Kenapa kau tak mengentikan mereka? Kau tahu perbuatanmu itu adalah perbuatan tidak baik."

"Diamlah! Saat ini aku tidak mau mendengar ocehanmu. Sudah cukup mereka yang membuatku pusing, jangan mengikuti mereka dengan ocehanmu itu." Sean tidak menghiraukanku dan terus saja bejalan. Sampai suara tadi tak terdengar lagi.

Dia berjalan menuju balkon. Raut wajahnya sendu.

Aku tahu bagaimana perasaannya, entah bagaimana. Melihat orang tua bertengkar di depan mata benar-benar membuat tak nyaman terlebih ada orang lain yang melihatnya.

Aku terus memperhatikannya yang tengah menatap angkasa dengan tatapan kosong. Apa yang tengah dia pikirkan? Batinku menggeliat ingin mengetahui isi pikirannya. Aku tidak ingin dia melakukan hal-hal konyol seperti di rumah sakit waktu itu.

PUK

Sean berbalik dan menatapku tidak suka, "Apa yang kau lakukan?" tanyanya sedikit membentak.

Aku juga bingung dengan kejadian barusan. Bantal itu tiba-tiba saja bergerak dengan sendirinya dan menumpuk kepala Sean.

"Aku bahkan tidak mengerti apa yang barusan terjadi." sahutku menatapnya dengan bingung. "Kau kan tahu aku tidak bisa menyentuh sesuatu."

"Kalau bukan kau yang menggerakkan bantal itu lalu siapa? Hantu lain selain dirimu?" balasnya ketus dan kubalas dengan anggukan bahu. "Entahlah. Mungkin kau benar. Ada hantu lain selain aku yang tinggal di sini." balasku tak acuh.

"Aku pasti akan gila." sahutnya kesal dan berlalu menuju kamar mandi.

Aku termenung di atas kasur memikirkan apa yang sudah ku lakukan barusan. Bagaimana bisa aku menggerakkan bantal itu tanpa menyentuhnya? Apa aku memiliki kekuatan poltergeist? Ataukah hanya kebetulan? Tapi kebetulan itu terasa aneh. Lagipula jika ada makhluk lain selain diriku di sini, aku pasti bisa merasakannya.

Aku menghela nafas, sebaiknya aku tidak memikirkannya. Jiwa sepertiku yang masih terombang-ambing tidak boleh berpikir banyak nanti bisa-bisa menghilang sebelum kembali ke tubuhku.

Ah, pikiran bodoh. Otakku semakin aneh saja.

Tiga puluh menit berselang Sean keluar dari kamar mandi. Andai aku masih berada di dalam tubuhku, hidungku pasti sudah mengeluarkan darah. Bagaimana tidak, Sean keluar hanya dengan menggunakan handuk pendek. Dengan tubuhnya yang atletis, dada bidang, perut yang membentuk kotak-kotak, juga otot lengan yang padat. Siapapun gadis itu pasti akan meluruh bahkan nosebleed saat ini juga. Sial laki-laki ini pasti sengaja melakukannya.

"Ada apa dengan tatapanmu itu? Kau terpesona dengan tubuhku?" aku membenci sikapnya ini. Dia bertanya dengan seringai menyebalkannya itu. Sial. Dan aku lebih membenci diriku sendiri karena sudah mengakui kalau aku memang benar-benar terpesona dengan tubuhnya. Hei, kemana dia yang dingin?

"Apa kau tidak memiliki sopan santun? Seharusnya kau keluar dengan menggunakan pakaian lengkap dan tidak setengah-setengah. Kau tidak lihat ada seorang gadis yang duduk di sini?" sungutku mengalihkan tatapanku dari tubuhnya. Andai aku bisa melakukan hal tadi, ku pastikan seluruh benda di sini akan melayang ke arahnya.

"Tidak usah mengalihkan topik, aku tahu kau terpesona." dia tersenyum setelah mengucapkan itu dan lagi-lagi membuat sesuatu dalam diriku berdesir namun anehnya aku menyukai itu.

"Kalau kau tahu, kenapa malah melakukannya? Kau sengaja ingin membuatku malu?" sergahku semakin dongkol. Laki-laki ini benar-benar menyebalkan, licik seperti ular. Andai seluruh karyawan di kantornya tahu tentang dirinya ini, apa yang akan mereka pikirkan, terlebih untuk yang karyawatinya?

"Hei... Kenapa kau marah? Seharusnya kau bersyukur, aku sudah memperlihatkan tubuhku yang indah ini." Rasanya dia semakin bersemangat menggodaku. Laki-laki ini─

"Kau... menyebalkan." usai mengatakan itu, bantal-bantal bertebrangan dan menyerang Sean.

"Apa yang kau lakukan? Hentikan! Berhenti membuat bantal-bantal ini menimpukku." kata Sean seraya menangkis bantal-bantal yang berdatangan ke arahnya. Handuk yang dia gunakan semakin meluruh dan akhirnya terjatuh.

Mataku membulat, "Kyaaa....., apa yang kau lakukan? Cepat tutup." teriakku panik sambil menutup mataku sebelah tangan dan tangan yang lain menunjuk bagian pangkal pahanya. "Apa kau sudah menutupnya?" tanyaku.

"Kau bisa membuka matamu sekarang dan berhentilah menimpukku dengan bantal-bantal ini."

Ragu-ragu aku membuka mata dan melihatnya. Aku menghela nafas, untunglah mataku tak sempat melihat sesuatu di balik handuknya itu.

BLUSH

Apa yang ku pikirkan? Kenapa malah jadi itu yang terbayang. Ah.... Sean bodoh, gara-gara dia pikiranku jadi mesum.

"Cepat hentikan!"

"Kak... Kau sedang apa? Ini sudah malam, aku tidak bisa belajar." suara adik Sean terdengar dari balik pintu. Rupanya kekacauan ini sampai terdengar di kamarnya.

"Ah... maaf Hana. Aku akan menghentikannya." sahut Sean tanpa membuka pintu. Bantal-bantal masih melayang ke arahnya. Dia melihatku tajam, "Hentikan. Sekarang. Juga."

Tidak berselang lama, bantal-bantal itu berhenti dan jatuh. Aku tidak yakin bahwa akulah yang sudah menghentikan benda-benda itu. Melakukannya saja aku tak tahu apalagi menghentikannya.

"Kau! Tidak bisakah kau mengontrol kekuatanmu itu. Menyebalkan." Sean mendumel lantas segera memakai baju dan membereskan kekacauan yang sudah ku buat. Dia terlihat akan membuka handuknya.

"STOP"

Sean menghentikan gerakan tangannya dan menatapku aneh namun beberapa detik kemudian dia kembali menampakkan seringainya, "Apa yang kau pikirkan, hm?" tanyanya lantas berjalan ke arahku sambil memegang handuknya.

"A... Apa yang kau lakukan? Menjauh dariku." sadar atau tidak aku jadi gugup. Memikirkan jika dia melepaskan handuknya dan memperlihatkan padaku sesuatu di balik handuk itu. Membuat kepalaku jadi panas. "A... aku akan melakukan hal yang tadi padamu jika kau tidak berhenti." Lanjutku melihat dia tak berhenti.

Sean menghembuskan nafas. "Kau serius sekali." Katanya lantas menanggalkan handuk yang dia pakai.

"Ap─"

"Aku memakai boxer. Malam ini panas sekali jadi aku hanya memakai ini untuk tidur. sebenarnya apa yang tengah kau pikirkan? Kau kira aku akan memperlihatkanmu?" ucapnya sambil naik ke atas tempat tidur dan menyelimuti dirinya sebatas pinggang. "Kau... kau harus mengontrol kekuatanmu itu. sangat menyebalkan jika hal tadi terulang lagi." lanjutnya sebelum menutup mata.

"Akan ku coba." ucapku seraya keluar menuju balkon rumahnya. Menatap angkasa sampai mentari menggantikan tugas bulan. Hantu memang tak bisa tidur, memang apa lagi yang mau distirahatkan jika organ-organ dalam tubuh sudah tidak berfungsi lagi.

Keesokan harinya, masih tetap sama. Layaknya sekor anak ayam yang terus mengikuti induknya aku kembali mengikuti dia menuju kantornya. Aku juga heran mengapa tubuhku selalu mengikuti kemana dia pergi. Well, kecuali ke kamar mandi, tentu saja. Tidak mungkin aku mengorbankan mataku yang masih polos ini.

"Sean kau tahu mengapa aku tidak bisa kembali ke tubuhku? Aku bukanlah hantu gentayangan, tubuhku hanya tertidur dengan rohku yang keluyuran sambil mengikutimu. Ku rasa kau tahu bagaimana aku bisa kembali atau setidaknya kau bisa membantuku kembali pada tubuhku."

Sean menatapku, namun aku tidak mengerti dengan arti tatapannya itu. Tatapannya berbeda dengan tatapan biasanya. "Baiklah. Aku akan membantumu, lagipula aku sudah bosan mendengar ocehanmu. Tiap hari, mulai pagi hingga aku tertidur suaramu selalu menghiasi telingaku hingga membuat sebagian fungsinya berkurang." sahutnya skeptis. Entah kenapa aku malah merasa dia mengatakan hal yang sebaliknya dengan apa yang dia rasakan.

"Terima kasih." sahutku sambil tersenyum.

...

Tbc

A/N : kalau kalian suka, kalian bisa klik tombol bintangnya. 😁

 

Mickey139


Chapter Selanjutnya Menyebalkan
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com