Fly with your imajination

Monday, November 12, 2018

SLEEPING BEAUTY ORI - Menyebalkan

CHAPTER LENGKAP

Chapter Sebelumnya Poltergeist
Edited 15.07.17
Jangan lupa Vote yah 😊

Aku hanya mengedit berdasarkan tanda baca, kelengkapan huruf pada kata-katanya, juga tanda baca, dan bukan pada alur.

Jangan lupa votement ya guys 😁

***


***
Pagi menjelang, ketika matahari sudah mulai menunjukkan kekuasaannya. Langit kelabu perlahan berubah dan manampakkan warna cerah yang indah, hasil bias cahaya mentari dan gumpalan air yang membentuk awan.

Sejak semalam, aku terus berdiri disini. Di balkon rumah Sean, mengamati perubahan alam dari malam hingga pagi menjelang. Tidak semenit pun mataku terpejam. Tentu saja, ini bukan karena kemauanku sendiri, tetapi takdir tiap roh gentayangan yang sudah digariskan. Selain itu, memang apa yang bisa diistirahatkan dari tubuhku sedangkan tubuhku saja sedang tidur saat ini?

Kalau bisa memilih takdir, aku pasti akan meminta tidak diberikan takdir malang seperti ini. Sungguh aku ingin kembali merasakan kehidupanku yang dulu.

Tapi aku tidak tahu, kapan kehidupan normalku bisa kudapatkan kembali.

.....




©©

Seperti biasa Sean si es balok berjalan dengan arogansi luar biasa, tak menoleh pada bawahannya, senyum bahkan sapaan mereka hanya dibalas "hn". Satu kata bernada ambigu yang benar-benar bisa membuat orang naik darah─ namun tentu saja para bawahannya hanya tersenyum menanggapi, menyembunyikan kekesalan mereka pada tingkah sang atasan yang menyebalkan.

Tapi beda lagi dengan para karyawati yang melihatnya. Mereka bahkan tersenyum kelewat batas menyapa atasannya itu. Tak jarang juga ada yang sampai mengeluarkan suara aneh hanya demi Sean dapat menatapnya. Mereka sungguh aneh.

"Apa mereka selalu seperti itu. Aku sampai merinding mendengar suara aneh mereka." ucapku sambil melayang di samping Sean.

"Tidak usah dipedulikan!" ucapnya seraya memasuki lift eksklusif khusus para direksi dan yang memiliki kedudukan tinggi di perusahaan ini. Sean menekan tombol lantai di mana ruangannya berada. Lantai 35, lima lantai sebelum ruangan CEO.

"Kau tidak merasa aneh pada mereka?" tanyaku yang hanya dibalas gumaman. "Mereka seperti terlilit ular. Ih... mengerikan." lanjutku sambil mendekap tubuh sendiri membayangkan seseorang menyapa orang lain ketika tubuhnya terlilit oleh ular.

Sean sedikit tersenyum mendengar penuturanku, barangkali dia juga sedang membayangkan apa yang sedang kuhayalkan. "Kau terlalu banyak berkhayal." Sahutnya menatapku geli. Dia tersenyum. Hal yang tak pernah kulihat sebelumnya. Andai dia selalu seperti itu, aku yakin wanita-wanita yang bekerja padanya akan semakin menyukainya bahkan para pria juga akan mengubah pandangan mereka terhadapnya.



TING...

Lift terbuka menampakkan beberapa ruangan dan sebuah lorong khusus menuju ruangan Sean seorang. Kami berjalan kearahnya, melintasi lorong itu hingga beberapa meter ke depan seseorang wanita dengan pakaian yang terbilang kekurangan bahan sudah menunggu Sean di depan pintu.

"Selamat pagi, pak Sean." sapanya agak centil sambil membukakan pintu untuk Sean. Lagi-lagi aku mendengar suara aneh itu. Apa suara aneh itu sedang tren di kantor ini?

Sean tak menjawab lantas masuk begitu saja di dalam ruangannya.

"Apa kau memerlukan sesuatu, Pak? Sarapan pagi misalnya atau kopi panas?" wanita yang pantang menyerah rupanya. Dan aku yakin dia tidak akan puas sebelum mendengar sahutan dari Sean.

"Tidak. Kembalilah ke tempatmu, Karin." balas Sean tak acuh namun dingin. Meletakkan tasnya di atas meja dan langsung menduduki mejanya.

Aku jadi teringat dengan beberapa novel yang pernah kubaca. Di mana bos arogan biasanya mendapat sekertaris yang centil. Nah, mereka berdua sangat mirip.

"Baik, Pak." sahut Karin dan lambat-lambat menutup pintu sambil terus menatap Sean yang mulai menyibukkan diri pada laptop kesayangannya.

Aku yakin, Karin pasti berharap kalau Sean bisa melihatnya dan berubah pikiran lalu mereka berdua akan menghabiskan waktu berdua di dalam ruangan ini. Pikiran wanita seperti itu gampang sekali ditebak.

Sementara orang yang menjadi objeknya malah tak peduli, dingin, dan sangat abai. Aku jadi curiga, jangan-jangan Sean benar-benar mengidap penyimpangan seksual? Tidak ada buaya yang menolak daging segar. Apalagi Karin adalah wanita cantik dengan bodi aduhai. Hanya orang impoten atau gai saja yang bisa tahan. Atau... apa yang semalam itu hanya imajinasiku saja?

"Jangan membayangkan aku seperti itu. Kau tahu aku bagaimana." sela Sean tiba-tiba memotong apa yang tengah ku pikirkan.

"Eh, kau bisa membaca pikiranku?" tanyaku heran namun disisi lain merasa terkejut juga kagum.

"Siapapun akan tahu dengan isi kepalamu itu jika saja mereka melihat ekspresimu. Bahkan dijidatmu pun sudah terpampang jelas apa apa yang kau pikirkan." Aku merenggut mendengar perkataannya itu. Andai aku bisa mengontrol kekuatanku, bantal sofa itu akan kulempar padanya. "Dan jangan membuat benda-benda di dalam ruanganku ini berterbangan dan membuat ruanganku jadi kacau." lanjutnya tak menatapku. Kurasa dia memang memiliki kemampuan untuk membaca pikiran. Buktinya dua kali dia bisa menebak pikiranku dan mungkin itu juga yang membuatnya bisa mendapatkan tender yang banyak.

"Kenapa kau menyebalkan sekali?" ucapku tak ada lagi yang bisa kuucapkan sebagai balasan. Aku pun pergi meninggalkan dia sendirian di dalam ruangannya itu.



©©

"─Hei, aku bahkan beberapa kali mendapati dia berbicara sendirian."

"Benarkah? Aku masih tidak percaya. Mana mungkin GM kita seperti itu."

Kudengar suara samar-samar beberapa karyawan perempuan tengah bercengkrama di dalam toilet. Aku pun menghampiri mereka. Well, lumayan untuk menghibur diri. Barangkali bisa kujadikan sebagai senjata untuk melawan Sean.

"─bahkan tadi sebelum memasuki lift dia sempat berucap 'tidak usah pedulikan'. Awalnya ku kira dia memakai headshet untuk berkomunikasi, tetapi tidak. Aku tidak melihat apapun terpasang di telinganya. Aku benar-benar tidak habis pikir GM kita yang tampan itu mengidap penyakit aneh." kata seseorang wanita. Wanita yang sama pagi ini kutemui di lobi. Tapi, kemana suara aneh yang dia pakai tadi?

"Jangan bercanda Diana. Kau bisa kena masalah jika berita ini sampai terdengar di telinganya." seseorang menyahuti perkataan wanita tadi. Wanita dengan pakaian tak kalah ketat dari temannya itu. Aku heran pada Sean, kenapa dia tak menegur mereka? Atau Sean sendiri yang menyuruh mereka berpakaian seperti itu?

"Aku tidak mungkin bercanda." bantah wanita yang bernama Diana, melirik tak suka temannya melalui cermin. Memakai riasan yang berlebih. Padahal jika dia tampil alami, dia akan terlihat manis.

"Kau mungkin salah mendengar. Kau tahukan GM kita seperti apa. Bahkan dengan kepala devisi saja tak pernah ku lihat dia berbicara banyak."

"Ta─"

"Sudahlah. Kau ingin kita kena masalah karena hal ini, kan?"

Well, itu benar gadis-gadis. Jika ucapan kalian sampai terdengar di telinganya, kalian akan kena masalah. Kalian pasti sudah pernah melihat bagaimana singa marah, kan? Sean bahkan melebihi itu.

Tapi kalau dipikir-pikir, bukankah yang salah adalah aku. Aku selalu mengajak dia bicara, bahkan tak peduli jika tempat itu sangat ramai. Astaga, jadi semua itu karena aku? Aku benar-benar harus meminta maaf pada Sean.

Tubuhku kembali melayang, kali ini tujuanku jelas, yaitu kembali di ruangan Sean dan meminta maaf padanya. Walau banyak benda menghalangi jalanku tetap saja tubuhku dengan mudah menembusnya. Inilah salah satu kelebihan dari jiwa tanpa tubuh atau bahasa halusnya roh gentayangan.

Aku melihatnya masih memainkan jari-jarinya di atas keyboard, "Sean, apa kau masih sibuk?"

"Hn"

Entah itu artinya apa, tetapi melihat kegiatannya kupikir dia sedang sangat sibuk. "Aku minta maaf karena aku kau jadi bahan gossip para bawahanmu." ucapku sambil menunduk di sampingnya. Cahaya mentari pagi hangat menerpa tubuh kami, membuatku semakin transparan.



Dia menghentikan aktivitasnya lantas mendongak menatapku heran, "Maksudmu?"

"Gara-gara aku, kau dikira orang gila karena menyahutiku."

Aku menunduk benar-benar menyesal telah membuatnya menjadi bahan gossip.

Aku mendengar helaan nafas pelan yang keluar dari hidungnya. "Kau baru sadar?" Aku mendongak menatap wajahnya. "Itulah kenapa aku jarang menyahutimu jika banyak orang dan kau malah menambah rasa kesalku dengan semakin banyak bicara." lanjutnya semakin membuatku merasa menyesal.

"Aku tidak akan melakukannya lagi." balasku dengan menatapnya bersungguh-sungguh.

"Tidak usah dipaksakan. Aku tahu walau kau berkata seperti itu, nantinya akan lain yang kau buktikan." sahutnya skeptis sambil menatap komputernya.

Orang ini benar-benar menyebalkan. Hilang sudah rasa bersalahku, yang ada hanya keinginan untuk melemparinya benda-benda yang ada di ruangan ini. Memang dia tidak bisa menghargai ucapanku sedikit, terima kasih sedikit kan tidak sulit? Dasar manusia es.

Tapi, memang benar sih ucapannya, ku akui aku memang orang yang spontan. Aku akan berucap jika melihat hal aneh atau memikirkan sesuatu. Bisa dibilang kecepatan mulutku lebih cepat daripada kecepatan berpikir.

Aku pernah mencoba menghentikan kelakuanku itu, namun sayang tidak pernah berhasil. Teman-temanku malah mengkhawatirkanku, ada juga yang menganggapku aneh dan menjauhiku, katanya aku sudah kerasukan.

"Hentikan keinginanmu itu, aku tidak mau ruanganku jadi kacau karenamu." celutuknya tiba-tiba hingga menghancurkan lamunanku.

"Apa?" tanya ku heran.

"Kau pikir aku tidak tahu, apa yang ada di kepalamu saat ini? Kau ingin melemparku dengan barang-barang di ruanganku, kan?"

Sial. Dia tahu niatanku.

Aku menatapnya kesal.

"Kau benar-benar mesum yah?"

Eh? Apalagi kali ini? bisa-bisanya dia mengataiku mesum.

"Hentikan memandangiku seperti itu. Kau menggangguku. Kalau kau mau lihat, sebentar saat kita sudah di rumah, aku akan membebaskanmu melihatnya."

Aku membencinya.

"Kau. Benar-benar menyebalkan."

"Hn."

Hah, aku menghela nafas. Lebih baik aku diam saja. Mengajaknya bertengkar sama saja dengan mencoba menguras air di laut, tidak akan pernah selesai dan hasilnya pasti akan menyebalkan.

Treet

Tidak lama bunyi intercome memenuhi ruangan, melenyapkan kesunyian dalam ruangan ini.

"Ada apa?" Tanya Sean setelah menekan tombol intercome.

"Bu Kiara dan pak Tio ingin menemuimu, Pak." sahut suara di seberang.

"Biarkan mereka masuk."

Tidak berapa lama setelah intercome mati, suara ketukan pintu mengalihkan kami.

Dua manusia dengan beda kelamin muncul. Mereka tersenyum ramah sambil menghampiri Sean.

Kulihat raut Sean berubah keras berbeda dari yang tadi, yang terkesan serius tapi masih menanggapi ocehanku. Namun cepat-cepat dia ubah ekpresinya jadi santai. Ia juga ikut tersenyum menyambut mereka. Aku jadi heran dan penasaran siapa mereka.

Oke, semalam dua nama itu yang sudah membuat Sean jadi berubah dan sekarang setelah melihatnya langsung, aku bahkan melihat raut wajah Sean lebih mengerikan.

"Kau terlalu serius Sean, sekali-kali kau juga harus betsantai." kata perempuan yang kutahu namanya adalah Kiara setelah Karin, sekertaris Sean memberitahukan. Nada bicara perempuan itu sangat lembut, penampilannya juga anggun. Khas perempuan berkelas yang menghabiskan uangnya untuk perawatan mahal.

"Itu benar, Sean." timpal lelaki yang kuketahui bernama Tio. Dia duduk sambil bersandar pada sofa.

"Hn. Nanti, kalau pekerjaanku sudah selesai."

"Ah, kapan kau berubah sih? Kau terlalu serius. Kau kan punya asisten yang hebat, karyawan terpilih, kenapa tidak kau alihkan saja pada mereka? Lagipula kau tidak kasihan dengan Kiara? Dia kesepian tahu."

Samar-samar raut wajah Sean berubah keras. Rahangnya terkatup rapat menahan emosi. Namun tidak kentara dan bila dilihat lebih dekat, ada kilat marah yang terpancar di sana.

Aku menghela nafas. Aku tidak suka melihat drama orang lain. Melihat mereka bertiga, entah kenapa aku bisa tahu apa permasalahan mereka.

Cinta segitiga.

Atau malah cinta yang sudah berubah arah dan karena itu pula yang menyebabkan Sean ingin mengakhiri hidupnya.

Melihat sorot mata mereka bertiga, aku yakin jika Sean sebenarnya mencintai Kiara─ wanita yang berstatus tunangannya, begitu pula sebaliknya. Namun, karena Sean yang terlalu sibuk dengan dunianya, cinta Kiara akhirnya berpaling pada sahabatnya sendiri. Tio orang yang dia sayangi yang juga cinta pada Kiara. Dan akhirnya mereka menjalin cinta di belakangnya, menghianatinya begitu dalam.

Ah, cinta. Lima huruf yang tidak memiliki definisi pasti bahkan mampu melululantahkan seorang berjiwa baja, berhati es abadi.

Eh, kenapa malah aku seperti seorang pujangga kesepian?

Kembali aku memeperhatikan mereka. Sean terlihat menuliskan sesuatu di kertas not dan menyuruhku mendekat dengan kode tangan lalu memperlihatkannya padaku.

"Jangan berpikir aneh!"

Aku memberenggut. Sial, dia tahu. Apa aku setransparan itu hingga apa yang kupikirkan bisa dia tahu?

Hah, dari pada jadi penonton drama yang entah kenapa sangat tidak kusukai, lebih baik aku pergi saja.

"Aku pergi." ucapku sebelum meninggalkan mereka.

"Hn..."

Idih dasar si pelit kata, hanya itu saja yang bisa dia ucapkan. Aku kutuk saja dia supa3ya benar-benar kata "hn" saja yang bisa dia ucapkan, baru tahu rasa.

Aku menatapnya sebelum benar-benar pergi meninggalkan mereka.

"Terserah." Katanya dengan bahasa bibir.

Arrggggh... dasar menyebalkan.



Tbc
...

Hahaha.. Oke akhirnya part 4 selesai.

Jangan lupa vote dan comen yah 😊

Btw, Happy new year all, moga tahun besok kita bisa jadi lebih baik, dan keinginan kita uang tertunda tahun ini bisa kita raih. Aamiin...

 
Mickey139



Chapter Selanjutnya GOSIP
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:
Comments
Comments

1 comment:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com