Fly with your imajination

Thursday, October 29, 2020

THE MERMAID - SATU

 Sangat dianjurkan memberi saran dan kritik.

Terima kasih 😊.

SELANJUTNYA CH LENGKAP




THE MERMAID
WARNING: AU, OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe, (masih perlu banyak belajar)
@mickey139

Mohon maaf jika ada kesamaan ide cerita

DLDR

enjoy :)



BAGIAN 1

Daratan, tempat yang berbahaya.

Daratan, sarang makhluk kotor menjijikan.

Daratan, neraka yang diisi bongkahan daging dengan nafsu dan akal rendah.

Tiada kebaikan dari daratan.

Terutama bagi mereka.

Bagi dirinya.

Mereka tidak dianugerahi ekor seperti dirinya.

Mereka tidak bisa melihat betapa indah pemandangan dari bawah laut.

Dan, tentu saja.

Mereka tidak bisa memasuki Amethrine.

Tempat paling indah dari semua tempat.

...



Sumber gambar : pinterest
... 

"Apa yang kau lakukan, Ad?

Adrea mengerjap, menatap cahaya dari permukaan. Tangannya masih terjulur ke atas, merasakan hangat air yang membiaskan cahaya.

"Di sini enak, Coral! Airnya tidak dingin," sahut Adrea. Ekor birunya bergerak perlahan, menjaga tubuhnya tetap melayang pada tempat yang sama.

Kening Coral berkerut hingga menautkan kedua alisnya. Rambut ungunya yang diikat satu melayang pelan. "Tapi, di sini berbahaya. Kau tahu, kan?"

Tanpa memandang Coral, Adrea menjawabnya dengan tenang, "Aku tahu. Aku sudah menyuruh Dolpin untuk berjaga."

"Kalau begitu, bagaimana kalau kita ke sana?" Coral menunjuk pada bebatuan yang ditumbuhi koral. Tempat yang lebih aman dari tempat mereka sekarang. "Di sana koralnya banyak dan cantik."

Adrea menggeleng, rambut merahnya melayang pelan mengikuti gerak kepalanya. "Buat apa? Amethrine bahkan memiliki ratusan jenis batu koral yang lebih indah."

"Tapi—"

"Kalau kau mau pergi, pergilah." Adrea memotong ucapan temannya cepat, tak mau mendengar rengekan Coral lebih banyak. "Aku masih mau di sini."

Coral diam. Sedikit menghela napas. Tampak udara yang keluar menghasilkan gelembung-gelembung kecil.

Temannya— Adrea— adalah makhluk keras kepala yang tidak akan mendengarkan sebelum keinginannya terpenuhi.

"Baiklah. Aku akan menemanimu." Pada akhirnya Coral mengalah dan menemani Adrea, meski pun ia tak terlalu menikmati tempat itu seperti Adrea. Ia hanya ingin memastikan temannya tidak melakukan sesuatu yang berbahaya, seperti berenang ke atas dan semakin dekat dengan permukaan.

Sementara, di sisi lain, Adrea hanya melirik Coral lewat ekor matanya tanpa berniat mengusir, meski ia tahu, Coral akan mengganggu ketenangannya sebentar lagi.

Salah satu tujuan Adrea datang ke tempat itu adalah untuk menenangkan diri. Final penentuan Agrie sebagai kesatria pelindung kerajaan sudah semakin dekat. Dan semakin mendekati hari pertandingan itu, membuat Adrea gugup. Yah, bukan karena ia takut kalah, hanya saja ia tak mau kecewa jika nanti hasilnya tak memenuhi ekspektasinya.

"Ad, apa kau tidak mau pulang? Bukankah ini sudah terlalu lama?" Coral kembali bertanya setelah lama berdiam melihat Adrea yang hanya diam ditempatnya sambil memandang ke atas. Ia melirik di sekitarnya. Cahaya dari atas sudah semakin besar dan membuat tempat mereka lebih terang. Ia takut jika para manusia turun sampai pada mereka.

Adrea melirik temannya itu dan hanya menanggapi, "Ini masih belum seberapa." Karena sebenarnya Adrea menunggu saat benda hangat yang menyinari lautan dari atas semakin terang dan membuat tempat itu terasa lebih hangat. "Sebentar lagi. Tapi, kalau kau mau kembali, duluan saja."

Coral mendengus, gelembung-gelembung kecil tercipta dari napasnya. "Kau tahu aku tidak akan melakukan itu, bukan?" Namun, ia tak juga memaksa Adrea untuk pulang dan hanya mengawasi temannya itu dari tempatnya. Meski, memang ada godaan dari dalam dirinya untuk mengikuti Adrea, tetapi Coral lebih memilih berdiam di tempatnya. Bahaya selalu datang kapan saja.

"Kalau begitu, duduklah dengan tenang di situ." Adrea tetap tenang menyahut. Rasa hangat pada air itu semakin nyaman dan membuat dirinya enggan beranjak dari sana.

Coral semakin cemberut, bibirnya mencebik, "Apa sih bagusnya tempat ini? Selain, hangat dari benda di atas sana, tempat ini tak indah sama sekali. Para ikan saja sedikit sekali yang ke sini." katanya sambil memainkan ikan laternfish kecil yang bergerak di sekitarnya. Cahaya dari tubuh latenfish sedikit membuat pemandangan di sana lebih berwarna. "Lagipula, kita juga sudah sangat jauh dari rumah, bagaimana jika Asterio tahu, dia pasti sangat khawatir."

Adrea menurunkan kepalanya dan menoleh, "Yah..." Memberi jeda sejenak karena ia sedang berpikir, "yang penting dia tidak tahu. Jadi, tidak masalah." Lalu kembali menengadahkan kepala untuk merasakan hangatnya cahaya yang menembus air sampai ke tempatnya. Para ikan perlahan bergerak, melingkar di sekitar Adrea. Terlihat sama seperti Adrea yang menikmati air di sana.

Sekali lagi Coral menghela, namun tak ada kata-kata yang keluar dari mulutnya untuk membalas perkataan Adrea. Temannya itu sangat keras kepala jika menginginkan sesuatu, jadi yang bisa ia lakukan hanya menggerutu sendiri, karena apapun yang Coral katakan, Adrea pasti bisa membalasnya.

"Ya lakukan sesukamu."

Tanpa melirik Coral, Adrea tersenyum. Setidaknya dalam beberapa menit kedepan, Adrea tidak akan mendengar rengekan temannya itu.

Lalu tidak lama kemudian tiba-tiba terdengar suara. Seperti benda besar yang dijatuhkan ke lautan. Tetapi, bukan cuma satu melainkan banyak. Tiga, lima, tujuh, sampai belasan yang mereka dengar.

Para ikan yang merasakan pergerakan Adrea dan Coral tiba-tiba, segera berenang menjauh. Dan tidak butuh berpikir banyak, Coral langsung menarik tangan Adrea untuk pergi. Menggerakkan ekornya untuk berenang lebih dalam. Melawan arus yang kuat. Tekanan yang bisa membuat organ mereka meledak. Sampai tiba Adrea merasakan jika napasnya sudah semakin memberat. Adrea berhenti diikuti oleh Coral di depannya.

"Kau duluan saja." kata Adrea dengan suara berat. Napasnya masih menderu.

Adrea jadi sedikit menyesal karena sebelum pergi ke tempat tadi, ia sempat latihan. Latihan yang banyak menguras tenaganya, sampai-sampai berenang pada kedalaman ini saja ia sudah kelelahan.

Coral menggeleng. Rambutnya melayang dengan pelan ke kiri dan kanan. "Tidak bisa!" sahutnya tegas. "Kalau aku meninggalkanmu lalu kau ditangkap, kau pikir aku akan tenang?"

Adrea mendengus, "Aku bukan orang bodoh yang membiarkan dirinya ditangkap begitu saja oleh manusia. Lagipula Dolpin belum melaporkan apa-apa padaku."

"Tetap saja. Bahkan napasmu pun pendek. Berenang seperti ini saja kau sudah kelelahan. Bagaimana jika kau diburu oleh mereka?"

Jika situasi mereka tidak sulit seperti sekarang, Adrea pasti akan menertawakan kepanikan temannya itu. Bagaimana bisa Coral melupakan seberapa hebat dirinya, bahkan di kelas kesatria, Adrea memiliki nilai tertinggi di antara ratusan murid seangkatannya.

"Justru sebaliknya." Pelan, Adrea menjelaskan. "Jika kau bersamaku, aku akan sulit bertarung." Lalu ia menggerakkan tangannya seperti menadah sesuatu. Selanjutnya, pusaran air kecil terbentuk di telapak tangannya, semakin membesar hingga cukup menghasilkan pusaran air yang bisa menyeret seekor paus." Kau mengerti, kan?"

Dan bukannya mengangguk paham, atau takjub dengan kekuatan milik temannya, mata Coral justru membulat sempurna. Ketakutan jelas terbayang di wajahnya sekarang.

Ia memegang pundak Adrea, lalu mengguncang ke arah depan dan belakang. "Kenapa kau lakukan itu, Ad? Astaga, bagaimana jika mereka sampai datang ke sini, lalu mengetahui keberadaan kita?" serunya panik.

Sekali lagi, Adrea menghela. Meyakinkan temannya adalah satu hal yang sulit, mengingat sifat Coral yang penuh pertimbangan juga sulit mempercayai. "Kalau begitu kembalilah. Aku akan menahan mereka sementara kau memperingati yang lain."

"Tidak!" Coral menggeleng keras dengan kedua tangannya mengepal di kedua sisinya. "Aku tidak ingin kau tertangkap."

Mata Adrea terpejam, ia memikirkan kata-kata yang efektif dan bisa membuat temannya itu segera beranjak dari sana. Mengikuti rencana yang ia buat barusan agar mereka berdua, tempat tinggalnya, dan semua yang tinggal di Amethrine aman dan jauh dari jajahan tangan kotor manusia.

"Coral." Ia meraih kedua pundak temannya, memaksa mata mereka agar bisa saling memandang. "Ingat, kau masih punya tanggung jawab.” Sekali lagi, Adrea berusaha menjelaskan dengan tenang, “Ada adikmu yang harus kau lindungi." lalu kembali memposisikan tubuhnya berdiri tegak. Memandang temannya dengan mata sayu yang menenangkan. "Dan Sebagai calon kesatria, aku juga memiliki tanggung jawab untuk melindungi negeriku. Amethrine adalah rumah kita. Dan orang-orang yang hidup di sana adalah keluargaku. Aku tidak mungkin lari, bukan?"

Untuk beberapa detik berselang, Coral tak membuka mulutnya untuk bersuara. Membiarkan kelembung kecil yang tercipta dari mulutnya melayang ke atas lalu meletus.

"Baiklah."

Dan satu jawaban singkat yang keluar dari bibir Coral sudah cukup membuat Adrea bisa bernapas lega.

"Kalau begitu, aku akan pergi."

Adrea mengangguk, lalu memberikan senyum kecil kepada temannya.

"Jaga dirimu. Dan jangan memaksakan dirimu. Aku akan segera kembali dengan bantuan para kesatria yang lain."

Coral tak menunggu jawaban Adrea, ia langsung berbalik, mengibaskan ekornya lalu menjauh.

Sepeninggal Coral, laut menjadi hening. Tak ada suara aneh yang muncul, kecuali para ikan yang berbisik. Gelapnya dalam lautan, tak mengurangi intensitas penglihatan Adrea. Justru, ia bisa lebih berkonsentrasi dan semakin memfokuskan diri pada indranya yang lain.

Dengan gelombang, ia bisa merasakan pergerakan aneh dari sumber asing. Meski hanya berjarak tak lebih dari satu kilo.

"Drea!"

Suara Dolpin menggema di kepalanya, nada yang cukup menjelaskan bahwa bahaya tengah menghampiri. Tubuh Adrea refleks mengambil kuda-kuda. Bersiaga. Matanya awas menjelajah dengan konsentrasi tinggi pada gelombang di sekitarnya.

“Manusia datang!” sekali lagi Dolpin bersuara di kepalanya.


...

Mickey139


SELANJUTNYA CH LENGKAP


Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:
Comments
Comments

1 comment:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com