Fly with your imajination

Saturday, September 5, 2015

Kaca yang Kembali Jadi Lebih Indah





Main : Taxy Driver
Rate: T
Genre: Slice of Life
WARNING: AU, OOC, OC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
MICKEY139

SUMMARY :

Dia selalu diam ketika kujemput, tetap diam sambil menyenderkan kepalanya di kaca mobil. Ekspresi sedih tetap bertahan di wajahnya sampai ia turun dari mobil.

~happy reading~



       Dia masih sama seperti beberapa waktu lalu ku temui. Dengan baju ketatnya yang kurang bahan duduk menyender di bangku penumpang sambil memperhatikan pemandangan luar kota Kendari dengan pandangan kosong seolah pikirannya tengah berkelana.

     Sebenarnya dia adalah seorang wanita yang cantik namun dandanannya yang tebal menutupi kelebihannya itu. Dia juga memiliki bentuk tubuh yang indah, yah lelaki normal mana pun pasti akan sependapat denganku. Tapi sayang, dia bukannya menutupi malah memamerkannya. Setiap malam dia selalu datang ke klub khusus para eksklusif dan keluar dengan lelaki yang berbeda. Entah apa yang dia kerjakan. Aku tak mungkin sembarang berspekulasi.

      Ku lirik dia dari kaca spion, dia masih dalam posisi yang sama. Guratan wajah yang sama dengan tatapan yang sama. “Maaf, mbak. Apa mbak gak kesakitan duduk dengan posisi itu terus? Punggung mbak bakalan sakit nanti.” Ku coba membuka sebuah percakapan. Mencairkan suasana di antara kami─ walau aku sudah tahu bagaimana reaksinya─ setidaknya atensinya berubah. Namun dia tetap diam, tak mengubah arah pandangnya padaku. Dia masih setia memperhatikan jalanan kota yang dipenuhi oleh kerlap-kerlip lampu dari beberapa kendaraan dan bangunan yang berdiri di pinggir jalan.

     Beberapa menit kemudian setelah tak mendengar suaranya, aku kembali memperhatikan dia lewat kaca spion di depanku. Kali ini dia sudah mengubah cara duduknya. Pandangannya tidak lagi fokus pada pemandangan luar, tetapi ke depan. Namun tetap kosong.

     Aku menghela nafas, dia selalu seperti itu. Selalu tertawa sebelum naik ke taxi mobilku, dan setelah berada di dalam, ekspresinya berubah. Tak ada tawa, tak ada sorot keceriaan yang ada hanya guratan kesedihan yang selalu saja membuat perasaanku tak nyaman. Seandainya bisa, aku ingin sekali membawanya ke dalam pelukanku, menenangkannya dan berkata bahwa semua akan baik-baik saja namun siapalah diriku. Aku hanya seseorang supir taxi yang bahkan tak mengingat wajahku.

    “Berhenti di depan, Pak.” Katanya dan aku hanya bisa mengangguk mengikuti kemauannya tanpa protes atau tanya.

Setelah membayar dia turun dan kembali berjaan kaki. Memakai jaket panjang yang menutupi lekuk tubuhnya hingga lutut. Dia juga menghapus dandanannya yang tebal dan mengganti sandal tingginya dengan sandal jepit. Andai dia memakai jilbab, aku yakin aura kecantikannya akan semakin nampak. Ingin sekali aku mengantarnya sampai benar-benar sampai di rumahnya, tetapi itu tidak mungkin. Lagi-lagi pemikiran itu muncul. Siapalah aku baginya.

       Keesokan harinya, seperti biasa aku menunggu dia keluar dari klub. Menunggunya hingga pukul 02.00 dini hari. Dia lagi-lagi keluar dengan lelaki yang berbeda, tersenyum centil bahkan tertawa yang dibuat-buat dan lagi-lagi mendatangkan perasaan tak nyaman padaku. aku ingin menjauhkan laki-laki itu darinya, tangan yang berada di pinggangnya dan juga wajah laki-laki itu yang sengaja di dekatkan pada wanita itu.

       Aku benci melihat itu. Wanita itu tak menolak dan menerima semua perlakuan laki-laki itu. Aku ingin keluar dan menghajar laki-laki itu, menyeret wanita itu dan membawanya menjauh. Tapi aku sadar, aku bukan siapa-siapa. Siapalah aku baginya, aku mengenalnya, tahu namanya, dimana dia tinggal, tapi dia? Tentu saja tidak. Aku sadar, aku hanyalah seorang supir taxi yang kebetulan selalu di tugaskan untuk mengantarnya. Dan aku adalah seorang laki-laki yang dengan bodohnya terperangkan dengan perasaannya sendiri. Yah, aku mengakuinya. Aku sudah jatuh hati pada wanita ini. Wanita yang tak tahu siapa aku.

      Dia masuk ke dalam taxi, duduk di tempat yang sama, posisi yang sama, dan pandangan yang sama. Aku selalu berpikir, sebenarnya apa yang tengah dia pikirkan. Sudah seminggu ini aku selalu mengantarnya dan dia selalu bertingkah seperti itu, walau ku ajak bicara tak pernah sekali pun dia menyahuti. Dia tetap sibuk dalam pikirannya sendiri dan barulah ketika sampai di tempat tujuan dia berbicara.

     Aku memikirkan sesuatu, mencari kata-kata yang tepat untuk memulai sebuah percakapan, “Mbak! apa mbak tahu bedanya kaca bening dengan kaca putih?” dia berbalik dan menatapku. Mungkin kali ini aku berhasil membuka percakapan yang menarik baginya.

         “Tidak.” Jawabnya sangat singkat dan tidak meminta penjelasan tetapi aku tahu dibalik jawaban singkatnya itu, dia juga menginginkan sebuah penjelasan.

        “Kaca bening seperti air sedangkan kaca putih seperti susu.” Jawabku. Ku akui penjelasanku itu sangatlah konyol. Mungkin dia merasa perbedaan itu berasal dari fiosofi, tetapi aku benar-benar tak tahu. Aku hanya mencari topic yang bisa mengubah atensinya.

      “Terima kasih, itu cukup menghibur.” Katanya sambil tersenyum. Aku tersentak mendengar suaranya namun mencoba tetap tenang. Baru kali ini dia menyahuti obrolanku. Ini benar-benar sebuah kemajuan.

        Dia kembali terdiam dengan posisinya semula. Entah apa yang dia pikirkan. Andai aku memiliki kemampuan untuk menyelami pikiran orang lain, aku ingin dia yang menjadi orang itu.

     “Apakah sebuah kaca yang pecah masih bisa diperbaiki dan kembali seperti semula?” Aku mengerutkan dahi, entah dia bertanya atau hanya sekedar bergumam. Namun aku mencoba untuk menjawabnya. Mungkin saja dia bertanya padaku.

       “Kaca yang pecah memang tidak bisa diperbaiki, Mbak, apalagi kembali kekeadaan seperti semula. Tapi kaca itu bisa di daur ulang dan menghasilkan kaca yang lebih indah.” Jawabku tetapi dia tidak bereaksi dan tetap diam memandang pemandangan jalan kota seperti biasa. Rupanya dia hanya bergumam dan jawabanku tidak mempengaruhinya. Setidaknya aku sudah berusaha.

     Keesokan harinya aku kembali melakukan pekerjaanku. Menunggunya dari luar klub malam kemudian mengantarnya pulang. Tetapi hingga pukul 03.45 dini hari dia tak kunjung keluar bahkan setelah semua lampu klub padam. Aku kemudian pulang dengan perasaan yang tak seperti biasa. Rasanya ada yang kurang ketika tidak melihatnya. Dia seperti sudah menjadi bagian dari diriku dan ketika tidak ada rasanya aneh. Tidak mengenakkan.

     Banyak pikiran buruk yang terlintas. Tetapi aku coba berpikir optimis. Barangkali dia punya urusan saat ini atau mungkin saja dia sudah pulang lebih dahulu sebelum aku tiba di tempat ini. itu mungkin saja.

      Namun keesokan hari ketika aku kembali dia tak kunjung nampak hingga berminggu dan berganti bulan, tak pernah lagi kutemui sosoknya itu. Dia sudah pergi. Pergi dengan membawa sebagian dari diriku.

     Hari ini tepat lima bulan setelah kepergiannya, namun tak sedikitpun aku bisa melupakan sosoknya. Wanita itu entah bagaiamana bisa dia mengubahku sampai seperti ini.

     Hari sudah beranjak dan digantikan malam. Aku menghentikan laju mobil di depan sebuah masjid. Masjid yang baru ku ketahui adanya ketika mengantarkan wanita itu pulang. Ah.. Aku jadi teringat kembali dengan wanita itu. Kira-kira bagaimana keadaannya saat ini? Apakah dia sudah melupakanku. Pertanyaan bodoh. Hal itu sangat jelas, bukan? Bahkan ketika mengantarnya tak sekalipun dia memperhatikan diriku, menatapku pun barangkali hanya beberapa detik saja.

     Aku melangkahkan kaki masuk ke dalam masjid setelah mengambil air wudhu. Melaksanakan kewajiban sebagai seorang muslim dan berserah diri pada-Nya.

Aku keluar setelah selesai dan kembali bergulat dengan pekerjaanku. Menjadi seorang supir taxi

     PUK

     Belum sempat membuka pintu mobil seseorang menepuk bahuku. Aku berbalik menatapnya. Awalnya aku bingung dengan perempuan itu barulah ketika melihat senyumnya aku langsung menyadari.

     Dia adalah wanita yang selalu kutunggu. Wanita yang sering mengganggu malam-malamku, mendatangi tiap mimpiku, dan wanita yang sdauh membawa sebagian dari diriku.

Penampilannya sangat berbeda. Dia tak lagi memakai pakaian kurang bahan yang ketat, tidak lagi menghias wajah dengan dandanan tebal dan tidak lagi memakai parfum yang menyengat. Dia sudah berubah. Pakaian gamis dengan hijab yang tidak mempertontonkan auratnya dan perlengkapan sholat di sanggahkan pada lengan tangan kanannya.

     Apa dia benar-benar wanita itu? Pikirku.

     “Hai, Mas. Sudah lama kita tidak bertemu. Bagaimana kabarmu?” Tanyanya dan aku tersenyum sebelum menjawab. Aku benar-benar senang melihat wanita ini lagi. Apalagi dengan penampilan barunya. Sungguh membuat sesuatu dari dalam diriku menari-nari kegirangan.

     Memang benar, kaca yang retak tidak bisa kembali seperti semula, tetapi jika di daur ulang kembali akan menghasilkan kaca yang lebih indah.


Sekian.

a/n : akhirnya aku bisa membuat sebuah cerita pendek. Hahaha... walau akhirnya jadi Gaje. KWAK :V.

Mickey139





Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:
Comments
Comments

5 comments:

  1. Masih banyak yang perlu diperbaiki.
    - rata-rata penggunaan "ku" di depan di pisah. Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, sedangkan -ku, -mu, dan -nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. contoh : "Tanah kakeh telah kujual." atau "Buku ini boleh kaubaca."
    - Lalu untuk kalimat dalam hati sebaiknya di italic atau diberi petik supaya pembaca mengerti
    - Penggunaan kata sambung 'Namun dan tetapi atau tapi" itu banyak kebalik. "Namun" adalah konjungsi antarkalimat untuk menyambungkan dengan kalimat sebelumnya. Ia diletakkan di awal kalimat dan diikuti oleh koma. "Tetapi" adalah konjungsi intrakalimat untuk menyambungkan dua unsur setara di dalam suatu kalimat. Ia diletakkan di tengah kalimat dan didahului oleh koma. "Tapi" adalah bentuk tidak baku dari tetapi.
    - Penguunaan dialog tag.
    1. Penggunaan tanda titik di akhir dialog (v),
    2. Penggunaan tanda koma di akhir dialog (tidak ada),
    3. Penggunaan koma (,), titik (.), tanda seru (!) di akhir kalimat (v),
    4. Tanda Elipsis/Titik tiga (…) (tidak ada),
    5. Penggunaan en dash (—) dalam dialog (x), nah, biasanya en dash ini digunakan untuk dialog yang terputus-putus atau terpotong. Sebaiknya, untuk penjelasan tambahan gunakan saja kalimat dalam kurung.
    6. Penggunaan kata dialog tag, seperti ucap, jawab, kata, dll (x). Penggunaan dialog tag, siawali dengan huruf kecil.

    Semoga bermanfaat yah :)
    salam literasi

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya kak. Makasih y sudah berkunjung 😊😊

      Delete
  2. tambahan Tanda Elipsis/Titik tiga (…) itu salah, harusnya pakai titik tiga dan bukan titik 2. Dan itu juga dispasi. Contohnya,
    - “Jadi … kau benar-benar akan ikut dengan dia?”
    - “Tolong, jangan pergi lagi. Kumohon ….”
    - “Tolong, jangan pergi lagi. Kumohon …” ucapnya lirih.
    Ket :
    Tiga titik pertama adalah elipsis, dan satu titiknya lagi adalah tanda baca. Nah, kalau elipsisnya ada di belakang dan ada narasi lagi setelahnya, maka gunakan yang elipsis 3 saja tanpa disertai titik lagi. Kalau tidak ada narasi, maka gunakan elipsis ditambah dengan tanda titik.

    ReplyDelete

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com