Main : Raka, Naya
Rate: T
Genre: Teenfict
WARNING: AU, OOC, OC.
Rate: T
Genre: Teenfict
WARNING: AU, OOC, OC.

SUMMARY :
Cerita ini mengisahkan Naya, siswi SMA yang cuek dan suka baca novel alien, yang tanpa sengaja bertemu Raka, cowok nyentrik dan jenaka, saat sama-sama naik angkot. Pertemuan mereka yang awalnya konyol—karena tas jatuh—berlanjut jadi kebiasaan duduk bersama di baris ketiga angkot yang sama setiap pagi..
~happy reading~
Bab 3: Rebutan Kursi, Rebutan Hati
Pagi itu, Naya berangkat lebih awal. Bukan karena semangat sekolah, tapi karena satu misi penting: mengamankan kursi baris ketiga sebelum cowok ikan asin itu datang lagi.
Dia tidak mau lagi duduk di sebelah manusia absurd yang hobi makan keripik laut sambil mengomentari novel alien. Walaupun… diam-diam, bagian dari dirinya mulai menantikan pertemuan itu.
Saat angkot datang, Naya langsung lompat masuk dan—YES!—kursi baris ketiga masih kosong. Ia duduk manis dan tersenyum menang.
Tapi tak lama kemudian, suara itu terdengar lagi.
“Wah wah wah... kayaknya hari ini saya harus duduk di pangkuan alien girl nih,” ujar Raka yang entah muncul dari mana, berdiri di depan Naya sambil mengacungkan bungkusan plastik.
“Jangan bilang itu ikan asin lagi,” kata Naya curiga.
“Bukan. Kali ini inovasi baru—kerupuk udang level pedas dua belas.”
“Lo kira kita syuting acara kuliner di angkot?”
Raka hanya nyengir. Tapi belum sempat dia duduk, seseorang dari belakang mereka memotong antrean dan langsung duduk di sebelah Naya.
“Wah, udah ada yang ambil duluan,” kata Raka, nada suaranya pura-pura kecewa. “Oke deh. Saya... akan duduk di belakang. Sendiri. Ditemani kenangan.”
Naya pura-pura cuek. Tapi saat Raka lewat di belakangnya dan mulai batuk-batuk keras karena kerupuk udangnya pedas, dia tidak bisa menahan tawa. Sial. Kenapa cowok ini selalu berhasil bikin dia ketawa?
Beberapa menit berlalu. Saat penumpang lain turun, kursi sebelah Naya akhirnya kosong. Raka langsung lompat pindah tanpa permisi, nyaris menjatuhkan kerupuknya ke pangkuan Naya.
“Hai lagi,” sapanya dengan gaya sok cool.
Naya melirik. “Lo bener-bener nggak punya konsep malu ya?”
“Konsep malu sudah ketinggalan zaman. Gue hidup dengan prinsip: ‘Kalau malu, nggak dapet kursi.’”
Naya tak tahan. Dia tertawa lepas, dan Raka ikut tertawa juga. Untuk sesaat, angkot yang panas dan sumpek itu terasa seperti tempat paling nyaman di dunia. Mereka berbincang soal hal-hal remeh—tentang guru killer, soal mimpi buruk ketemu alien bawa cincin lamaran, hingga siapa yang lebih menyebalkan: temen satu kelas yang sok tahu, atau tukang parkir fiktif.
Lalu Raka bertanya pelan, “Eh, Nay… lo tiap hari naik angkot ini?”
“Sejak SMP,” jawab Naya. “Kenapa?”
“Berarti... gue telat tiga tahun buat duduk di sebelah lo.”
Naya menoleh cepat, tapi Raka sudah menatap ke depan, pura-pura fokus lihat jalan.
Deg.
Bukan karena jalanan berlubang. Tapi karena kalimatnya barusan. Garing? Iya. Basi? Mungkin. Tapi... manis? Sedikit. Oke, banyak.
Dan sejak hari itu, kursi baris ketiga resmi menjadi arena rebutan, baik kursi maupun hati.

sumber gambar : pinterest
SEBELUMNYA | CH LENGKAP | SELANJUTNYA |
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
0 komentar:
Post a Comment