Fly with your imajination

Sunday, May 30, 2021

NOT PERFECT#13

 Sangat dianjurkan memberinsaran dan kritik.

Terima kasih 😊.

SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA

 

Yoga memejamkan mata, meredam semua kekesalan yang ia rasa akibat ulah Kenzo. Setelah dengan seenaknya mengikuti dirinya ke rumah makan kemarin-- karena tidak jadi makan di kantin, lalu duduk berhadapan bersama dengan seseorang yang tak ingin Yoga temui, laki-laki itu kemudian menyuruhnya mengantar pesanan. Memang Kenzo pikir Yoga ini kurirnya?

Yah, untungnya tempat itu bukan daerah asing yang tidak Yoga ketahui, jadi ia pasti gampang menemukan alamat tujuannya.

Yoga ingat, salah satu rumah di komplek tempatnya sekarang berpijak ini adalah rumah yang dulu ia tempati bersama sang nenek. Meski hanya sampai usia lima belas, tetapi kenangan tempat itu begitu terpatri di ingatan.

"Ah ... cakit ...."

"Eh?"

Yoga berpaling pada suara imut anak kecil di sampingnya. Pipi cabi dengan rambut ikal yang diikat dua itu tengah tersungkur dan membuat baju merah mudanya kotor oleh debu.

"Kamu gak apa-apa, Dek?" Yoga menghampiri, membantunya berdiri lalu menepuk bajunya yang kotor. Laki-laki itu juga memeriksa kaki si gadis cilik di depannya dan saat dirasa tak ada luka gores, Yoga tersenyum. "Untung gak ada luka. Apa masih sakit?"

Gadis cilik itu menggeleng. "Tidak, Om. Makasih."

Yoga mengangguk sembari tersenyum. "Mama kamu mana?"

Anak kecil itu menunjuk langit, "Papa bilang mama sudah ada sama kakak di atas langit." Dan Yoga mengerti maksud anak itu karena orang tuanya pun sudah berada di sana sekarang.
"Kalau papa kamu mana?"

Gadis kecil itu kembali menunjuk, tetapi bukan di langit melainkan ke arah toko es krim di seberang jalan taman.

Yoga kembali mengangguk. "Wah, pintar banget kamu." katanya sembari mengusap kepala gadis cilik itu dan tersenyum. "Kamu tunggu papamu di sini, yah?"

Gadis cilik itu mengangguk dan tersenyum. Entah kenapa tiap Yoga melihat anak kecil dan tertawa membuat perasaannya senang. Meski Yoga tidak kenal mereka.

"Mikaila!"

Yoga berpaling pada pria muda yang sudah berdiri tak jauh dari mereka. Ia menenteng paper bag di tangan kiri dan membawa dua es krim di kedua tangannya.

"Papa cini!"

Yoga kembali tersenyum. Melihat anak kecil itu menunggu papanya dengan semangat mengingatkan dirinya dengan sang papa yang sudah pergi. Dulu ia begitu. Ketika sang papa pulang dan membawa kantong, ia akan berlari lalu menubruk ayahnya dan memberikan pelukan erat.

"Ah, maaf ya mas, anak saya sepertinya sudah merepotkan." Lelaki itu kemudian memberikan es krim pada anaknya. Memperhatikan anaknya menjilat es krim lalu membersihkan bajunya ketik es krim anaknya meluber dan mengotori bajunya. Ia kembali berpaling pada Yoga. "Maaf ya mas kalau anak saya sempat mengganggu."

Sejujurnya, Yoga agak keberatan dipanggil mas oleh lelaki dewasa seperti ayah Mikaila, tetapi Yoga juga tak enak untuk protes.

"Anak bapak tidak merepotkan kok. Tadi kami cuma mengobrol sedikit. Ya, kan Mikaila?"

Mikaila mengangguk, lalu menatap ayahnya. "Tadi Mika jatuh, terus omnya nolongin Mika. Omnya baik, Pap."

"Ah, ya ampun anak papa. Ada yang sakit, Nak? Atau luka?"

Yoga bisa mendengar ada nada khawatir bercampur panik pada nada suara lelaki itu, maka dari itu Yoga menyahut tenang, "Untungnya, Mikaila gak luka atau lebam. Tadi saya sudah periksa."

"Ah syukurlah. Makasih sekali lagi karena sudah menolong anak saya."

Yoga tersenyum, "Iya ..." Entah kenapa Yoga tak seperti bisanya mau mengobrol dengan orang asing, apalagi ia bahkan sampai tersenyum seperti sekarang.

"Kalau begitu, kami pamit ya, Mas."

"Ya silahkan. Mikaila pegang tangan papanya ya, jangan sampai lepas, oke."

"Iya, Om. Mika pergi dulu ya. Dadah..."

"Iya hati-hati di jalan ya."

Setelah perpisahan itu Yoga tak lantas bergerak, ia masih menikmati waktu sore berdiam dan duduk di kursi taman. Entah kenapa kakinya enggan beranjak dari taman itu.
 
Hingga jam sudah menunjukkan angka lima kurang delapan menit Yoga baru bangkit. Berniat melangkah tetapi rintik hujan justru mendahuluinya. Refleks tubuhnya bergerak menuju bawah seluncuran di taman untuk berteduh, memposisikan dirinya sebaik mungkin agar terhindar dari percikan hujan.

Ia memandangi seisi taman. Tiba-tiba saja terlintas kenangan lama ketika umurnya masih sembilan belas.

Waktu itu Yoga singgah untuk menghilangkan penat karena bos yang baru saja naik pangkat di kantor memecatnya. Itu juga bukan karena masalah yang ia lakukan.

Dan seorang anak kecil datang menambah kekesalannya. Ia memakai seragam merah putih kas anak SD dengan rambut yang diikat kuda. Senyum anak itu manis, yoga akui anak kecil itu bisa jadi bibit unggul di masa depan, alias bakal tumbuh dengan cantik.

"Om?"

Yoga menatap anak kecil di hadapannya dengan kening menaut. "Kenapa?" tanyanya agak jegkel, sebab dari tadi anak kecil itu sudah membuatnyakesal. "Ada kotoran di jidatnya."

Yoga menyentuh jidatnya dan mencari kotoran yang dimaksud, tetapi tangannya tak menemukan kotoran yang dimaksud.

"Sudah hilang?"

Anak kecil itu menggeleng. "Belum."

Meski Yoga agak curiga, tetapi tangannya tetap mengusap jidatnya. Tak mau terlihat semakin menyedihkan.

"Nah!"

"Sudah bersih?"

"Belum."

"Terus?"

Anak itu menyeringai, "Selamat, Anda belum beruntung, Hahaha ...."

Yoga menarik nafasnya dalam. Anak kecil sialan. Yoga datang ke sini untuk menenangkan pikiran, bukan ingin menambah rasa kesal.

"Om, jangan marah. Keriputnya nanti nambah."

Sialan. Andai tidak ingat ia hanyalah anak kecil, Yoga pasti akan menghajarnya.

"Tapi kalau senyum, Om ganteng loh. Senyum Om."

Anak siapa sih?

Yoga bangkit. Dari pada ia semakin emosi dan lepas kendali lebih baik ia menghindar.

"Om, mau pergi?"

Berisik.

"Aku cuma mau menghibur karena Om kelihatan sedih. Maaf kalau aku bikin kesal." Anak itu menunduk, tampak menyesal.

Yoga meliriknya kemudian menghela. Anak itu hanya ingin menghiburnya, tetapi caranya salah. Yoga kembali duduk dan tersenyum "Aku gak marah."

Anak kecil itu tersenyum tampak senang dengan balasan Yoga.

"Benar?"

Yoga menggeleng. "Jadi nama kamu siapa?"

"Nayla."

Dan sepanjang sisa sore itu, Yoga bercengkrama dengan Nayla.

Yah, meski anak itu tetap menyebalkan, tapi anehnya Yoga agak terhibur.

Kira-kira bagaimana kabar anak itu sekarang?

 Tbc.

Mickey139


SEBELUMNYA CH LENGKAP SELANJUTNYA
Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com