Fly with your imajination

Showing posts with label Fanfict Naruto. Show all posts
Showing posts with label Fanfict Naruto. Show all posts

Monday, March 16, 2015

Earthland (Sakura and The Magical World) : Terbangun Di Tempat yang Asing


Hallo minna balik lagi dengan Mickey. Mungkin ada beberapa di antara kalian yang pernah baca fict ini sebelumnya. Hehehe... Yap, karena dulu gaya bahasa fict ini sangat membosankan, jadi mickey menghapusnya dan sekarang merepublishnya kembali dengan gaya bahasa yang berbeda.

Fict ini sendiri terisnpirasi dari film Oz the Great and Powerful, Harry Potter, dan anime-anime yang bertema sihir juga film-film yang bergenre fantasi yang lain. Tapi ceritanya gak ada yang sama, alurnya juga beda sekali. Mungkin hanya ada beberapa saja. Hehehe.... dan lagi mungkin aka saya bagi ke dalam beberapa part. Part I, tentang perjalanan Sakura untuk belajar ilmu sihir., part II, tentang Tim Sakura yang mengikuti pertandingan, dan part III, Akhir. Pertempuran dan perpisahan.

Semoga cerita ini dapat memuaskan. Mickey juga minta maaf karena beberapa fict Mickey belum diselesaikan (karena ada sedikit masalah) dan saya sudah mempublish cerita yang lain lagi.
.
Maaf jika ada kesamaa cerita saya dengan cerita yang lain, tapi ini benar-benar asli karangan Mickey dan berasal dari imajinasi Mickey sendiri.
.
DON’T LIKE DON’T READ
.
.
.
Pair : Sakura.
Rate : M
Genre: Fantasy, Adventure, & Friendship
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, OC (sedikit) typo (mungkin banyak), alur GaJe
Story by
Mickey_Miki
.
.
.

.
________________________________________


Kita tidak akan pernah tahu apa yang terjadi ketika kita tidur. Kita juga tidak akan tahu apakah kita masih berada di tempat kita tidur atau di tempat lain.
.
.
.
.
.
Hoam....

Sakura bangun dari tidurnya. Membuka mulutnya lebar untuk menguap. Dia lalu merentangkan tangannya kuat-kuat meregangkan semua otot-ototnya yang kaku karena efek tidur.

“Silau sekali.” Gumamnya ketika matanya terbuka sedikit. Mengangkat salah satu tangannya untuk menahan intensitas cahaya yang berlomba memasuki kedua matanya. Beberapa kali dia kedipkan mata agar membiasakan matanya untuk menerima cahaya.

Matanya masih belum terbuka sepenuhnya saat Sakura beranjak berusaha mencari pintu kamar mandi─ well, itu adalah kebiasaannya saat bangun tidur, menuntaskan hasrat yang sedari tidur dia tahan. Beranjak dengan tangan yang berusaha dia tumpukan pada dinding kamar.

“Mana dindingnya?” Gumamnya merasa heran namun tetap melangkahkan kakinya. “Aneh. Perasaan kamarku tidak seluas ini. Lagi pula, ada apa dengan lantainya─seperti tumpukan daun-daun kering? Kasar sekali. Apa ini yang disebut efek bangun tidur..?”

Aneh. Satu kata yang menggambarkan apa yang dirasakan saat ini. Rasanya dia tidak lagi berada di dalam kamarnya, udara pagi yang berhembus dalam kamarnya terlalu sejuk, bahkan AC pun kalah dengan kesejukannya. Badannya menggigil hingga membuat giginya menggemeretak. Bau aneh yang keluar dari tempat itu sangat berbeda dengan bau kamarnya yang didominasi bau cerry blossom. Bau tanah bercampur lumpur dan samar-samar ada bau busuk yang tercium seiring dengan hembusan angin.

Sakura memaksa matanya agar terbuka sepenuhnya, sedikit menguceknya agar dapat melihat dengan jelas. Ia merasakan angin berhembus menerpa wajahnya dan memainkan rambutnya yang tergerai.

Sakura berhenti melangkah ketika sadar jika dirinya memang sudah tidak lagi berada di dalam kamarnya, rumahnya, bahkan mungkin tidak lagi berada di sekitar rumahnya. Akal sehat dan otaknya tidak lagi sejalan. Sangat sulit mempercayai keadaannya saat ini. Melihat apa yang ada di depannya yang belum pernah sekalipun dia dapatkan. Tanaman-tanaman merambah di pohon-pohon besar dengan bentuk yang aneh dan diselimuti oleh lumut-lumut hijau. Seperti pohon-pohon yang sengaja dirangkai untuk menakut-nakuti orang─seperti pohon hias yang terdapat dalam rumah hantu, namun dalam ukuran yang jauh lebih besar, berwarna hitam seperti habis terbakar dengan kulit epidermis yang banyak terkelupas.

“Apa aku masih bermimpi?” Kata Sakura meneliti keadaan hutan itu. Tak ada suara burung yang menyambut pagi hari atau pun suara binatang lain, tak ada bunga-bunga cantik yang bermekaran hanya ada tumbuhan menyerupai pakis kecil juga alga warna-warni berlendir yang menjijikkan─merah hati dan hijau toska dengan bentuk aneh dan langkah yang baru pertama kali dilihatnya─dihiasi oleh tetesan embun pagi yang tumbuh di sudut pohon besar itu, “Aku pasti masih bermimpi. Tidak ada tumbuhan seperti ini di dunia nyata.” Mencoba meyakinkan dirinya namun ketika udara berhembus lagi, seketika itu keyakinannya pudar. Bukan karena hembusan pagi yang beradu dengan udara disekitarnya yang menyebabkan daun-daun bergesekan dan menghasilkan suara desisan aneh yang membuat rambut-rambut di tubuhnya merinding tapi seperti perasaan saat kau sedang nonton film horror tengah malam, bahkan lebih tidak tenang lagi seakan sesuatu mencoba menarikmu ke dalam sesuatu yang tidak diketahui.

Takut, kalut, dan tidak tenang adalah perasaannya saat ini. Pikiran-pikiran negatif mulai merambah. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Mencoba menenangkan diri pun percuma, sebab hanya ketakutan yang dirasanya saat ini.

Wush....

Angin kencang tiba-tiba menerpanya, ia menyilangkan kedua tangan di depan wajahnya agar matanya tidak sampai dimasuki kotoran, juga untuk melindunginya. Pertahanan sia-sia. Angin itu seolah sengaja menyerangnya karena menganggap dirinya adalah seorang penyusup. Tubuhnya kemudian di terbangkan jauh dan terhempas hingga menabrak pohon besar di belakangnya.

Dia mencoba menggerakan tubuhnya, namun tidak berhasil. Seluruh tubuhnya sakit dan beberapa bagian seperti mati rasa, tak bisa digerakkan. Tulang-tulangnya seakan telah remuk. Apalagi tulang bagian belakangnya.

Dia hanya bersandar dengan posisi yang tidak mengenakkan untuk tubuhnya yang habis menubruk pohon besar. Menunggu akan ada orang yang datang untuk menolongnya. Namun beberapa lama dia sadar tidak akan ada orang yang akan datang menolongnya. Itu adalah hutan dengan aura yang sangat tidak biasa, mencekam dan menakutkan mana ada orang yang akan menelusuri daerah hutan seperti itu. Air mata keluar dari pelupuk mata, mengaliri pipinya dan akhirnya dia hanya pasrah sampai kegelapan menariknya untuk turut serta kedalamnya.

.
.
.
.
.
.
.

Gelap. Apa yang terjadi? Kenapa gelap sekali? Di mana aku? Kenapa aku bisa berada di sini?’ Tanya Sakura pada dirinya sendiri.

“Bangunlah!” Sebuah suara masuk ke gendang telinganya

Siapa? Siapa itu?’ tanya Sakura pada suara itu.

“Bangunlah! Buka matamu!” Titah suara itu lagi.

Perlahan Sakura membuka kedua matanya. Tidak ada rasa sakit pada tubuhnya seperti tadi. Tak ada rasa silau yang ia rasakan ketika kedua matanya dipaksa menerima cahaya. Dia berusaha bangkit untuk melihat sosok yang memiliki suara itu, namun lagi-lagi tidak bisa. Tubuhnya tak bisa digerakkan seolah tubuhnya tengah diikat dengan rantai besi tak kasat mata lalu dimasukkan ke dalam peti mati. Kepalanya hanya bisa menengok ke arah suara tersebut.

Samar-samar ia melihat sebuah sosok hitam berwujud seperti manusia. Tubuhnya tertutupi oleh kabut putih dan tudung yang ia pakai hingga wajahnya pun slit terlihat. Tak ada rasa takut yang ia rasakan pada sosok itu yang ada hanya rasa penasaran. “Siapa kau?” Tanyanya pada sosok itu.

Sosok itu berjalan mendekat. Tapi Sakura tidak bisa bergerak. Dia hanya menatap sosok itu yang semakin mendekatinya. “Aku? Kau sangat mengenalku Saku.” sosok itu membuka tudung yang menutupi wajahnya.

“Si...⎯”

Sakura tak melanjutkan perkataannya setelah melihat sosok di balik tudung itu. Jantungnya berpacu layaknya sedang tanding lari dengan kuda. Nafasnya memburu, kedua bola mata emeraldnya membulat sempurna. Perasaannya campur aduk antara kaget, senang, bahagia, rindu, juga sedih.

Air mata kembali mengalir ke kedua pipinya sebagai luapan perasaannya. Dia rindu dengan sosok itu. Sosok yang selama beberapa tahun telah menghilang entah kemana, sosok yang sering menyanyikannya lagu pengiring sebelum tidur, sosok yang selalu membuatnya tersenyum dan tertawa. Sosok yang akan membuat keluarganya kembali lengkap. “Ayah.” ucap Sakura serak berusaha menggapai sosok itu.

“Sakura!” Ujar Kisazhi seraya membantu Sakura untuk duduk. Menghapus titik-titik air di kedua pipi Sakura. Entah apa yang dilakukannya sehingga Sakura dapat bergerak dan bisa memeluknya.

Sakura meluapkan segala perasaannya─perasaan yang selama ini ia tahan karena kepergian ayahnya itu. “Ayah.” ucap Sakura di sela-sela tangisnya. “Kenapa... Kenapa... Ayah ada di sini? Aku dan Ibu sangat merindukanmu... Ayah selama ini... Kau pergi kemana? Kenapa tidak memberikan kami kabar?” Tanya Sakura sesengukan karena tangisnya.

“Maafkan aku, saku!? Aku tidak bisa memberitahumu. Saku ingat pesan ayah...! Ini...” Jeda sejanak. Kisazhi memberikan Sakura sebuah buku yang cukup tebal dengan sulur-sulur akar yang melingkupi dan mengunci buku itu seperti induk yang melindungi anaknya hingga tidak membiarkan seorang pun bisa membukanya, ditengah-tengahnya terdapat tonjolan dengan bentuk segi lima dengan lambang aneh di setiap sudut segi lima itu dan ditengah-tengahnya terdapat gambar abstrak warna-warni yang selalu berubah-ubah, seperti aurora yang menyala indah. “Buku ini⎯ Kau.. Harus menjaganya, Saku! Apapun yang terjadi jangan sampai ada orang yang mengambilnya darimu. Jaga ini seperti kau menjaga nyawamu sendiri. Kau mengertikan, Saku!?” Kisazhi tak menghiraukan raut bingung Sakura.

“Tapi... Ini buku apa ayah?” Tanya Sakura bingung sambil melihat ayahnya.

“Berjanjilah, Saku!?” Kata Kisazhi , memegang kedua tangan Sakura. Sorot matanya menunjukkan kesedihan dan keputus-asaan. Berbeda dengan sorot matanya yang dulu, tegas namun lembut. Sakura seakan merasakan kesedihan dan keputus-asaan itu.

“Ta..tapi...⎯”

“Berjanjilah saku!?” potong Kisazhi. Perlahan membebaskan genggamannya pada tangan Sakura.

Sakura mengangguk, ia memegang buku itu kuat. “Baiklah, Ayah” jawab Sakura dengan rasa penasaran yang belum terjawab. Ia menunduk memperhatikan buku itu. Buku dengan sampul aneh dengan tulisan yang belum pernah ia lihat sebelumnya.

“Saku, aku harus pergi sekarang.” Sakura mendongak memperhatikan ayahnya dengan raut tak percaya. Dia baru bertemu dengannya tetapi ayahnya akan meninggalkannya lagi. Sakura masih masih ingin melepas rindu masih banyak pertanyaan yang ingin ia diajukan pada ayahnya. Ia tak mau lagi kehilangan ayahnya untuk yang kedua kalinya. Sakura menggelengan kepalanya, menolak agar ayahnya pergi lagi. Namun ayahnya tak menghiraukannya, ia tetap berdiri dan menegakkan tubuhnya.

“Ayah... Tunggu! Ayah....! Ayah..!” Teriak Sakura. Air mata yang telah kering kini kembali lagi dengan jauh lebih deras. Perlahan kabut putih datang dan menyelimuti ayah Sakura hingga tak ada ruang untuk melihat sosok dihadapannya itu. sosok itu kemudian menjauhi Sakura yang masih duduk dan tak bisa bergerak.

“Aku selalu menyayangi kalian berdua” setelah kalimat itu terlontar, ayah Sakura pun menghilang.
.
.


.
.

Hah... hah... hah...

Sakura membuka matanya dengan paksa. Nafasnya memburu, biji-biji keringat keluar melalui pori-pori tubuh. “Jadi, itu semua hanya mimpi. Ah... sial, badanku sakit semua.” Kata Sakura memegangi punggungnya yang terasa keram dan sakit.

Sakura rasa ada yang aneh dengan punngungnya. Punggugnya jadi lembab dan basah, lengket dan terasa menjijikkan, tapi bukan karena keringatnya. Bau busuk juga perlahan menusuk di indra penciumannya seiring dengan tangannya yang mendekati wajah.

Emeraldnya membulat. Perasaannya kini campur aduk, kaget, takut, dan tidak percaya. Entahlah. Sulit untuk mendeskripsikan perasaannya saat ini.



Sakura mengedarkan pandangannya ke seluruh arah. Masih sama, sebelum mimpi bertemu dengan ayahnya.

Hutan yang sama dengan pohon-pohon yang tumbuh menjulang tinggi dengan lumut dan tumbuhan rambat yang menghiasinya. Tanaman pakis juga masih setia menemani poon-pohon itu.

“Hahahaha...” tawanya garing, “Apa-apaan ini? Masa mimpinya sama. Astaga aku pasti sedang berhalusinasi. Halusinasi saat baru bangun tidur sering terjadi pada banyak orang, bukan?. Mmmm... yah... Lebih baik aku tidur lagi...!” ucapnya sambil menutup mata kemudian. Namun usaha yang dilakukannya itu sia-sia karena matanya tak bisa di tutup. Lagipula aura mencekam dan bau busuk yang semakin kuat mau tidak mau menampar kesadarannya jika apa yang sedang terjadi saat ini bukanlah sebuah mimpi─bunga tidur yang selalu datang setiap kali tidur.

“Oh Tuhan, apa-apaan ini?” Ucapnya putus asa sambil menjambak rambutnya sendiri. Air mata sudah menggenang dipelupuk mata yang siap tumpah kapan saja. Ia tak pernah menduga sesuatu seperti itu terjadi padanya. Hanya dalam waktu satu malam ia berpindah tempat tanpa dia ketahui. Tempat yang belum pernah ia datangi ataupun lihat sebelumnya.

Sakura yakin, sangat yakin. Ia semalam tidur di atas tempat tidurnya. Dan lagi ia juga tidak memiliki penyakit yang bisa membuatnya jalan sambil tidur jadi tidak mungkin ia dengan sendirinya bisa berada di tempat itu. Lagi pula tidak mungkin juga ada orang yang sengaja memindahkannya, ibunya, apalagi. Itu lebih mustahil. Ibunya sangat menyayanginya, dan lagi hanya dirinya yang dimiliki oleh ibunya karena ayahnya menghilang sejak beberapa tahun silam. Kalau orang lain pun itu adalah sesuatu yang paling tidak mungkin, banyak satpam dikompleks tempatnya tinggal dan berjaga selalu selama dua puluh empat jam.

Tak ingin terlalu berlarut, Sakura memaksakan tubuhnya berdiri dan berjalan berharap menemukan seseorang untuk di Tanya dan sepanjang perjalanan ia hanya menemukan pepohonan besar yang tumbuh menjulang tinggi dengan akar yang timbul juga merambat sampai kedaun dan menjuntai juga semak belukar dengan berbagai macam bentuk dan warna.

Srak... srak... srak...

Sakura tersentak mendengar suara semak-semak yang beradu. perlahan langkahnya berjalan mendekati semak itu.

“Ha.. Halo...! Apa ada orang di sana?” Tanya Sakura takut-takut. Hutan itu saja sudah membuatnya merinding dan kini ditambah dengan suara semak-semak itu. Sakura jadi ingat saat menonton film horror dulu dan kini dialah yang menjadi korban dalam film itu. Rasa takut yang sangat mendominasi dan rasa penasaran yang akan menentukan jalan nasibnya.

“Ha... Haloo...!” Sekali lagi dia bertanya. Kali ini dia menaikkan satu tingkat oktaf suaranya barangkali saja mereka tidak mendengarnya.
Srek... Srek... Srek...

Tak ada sahutan, suara semak malah makin banyak terdengar. Tidak hanya di depannya saja, kiri dan kanannya pun bergerak-gerak dan menghasilkan bunyi. Tubuhnya gemetar, keringat dingin bercucuran dari wajahnya. Seolah di depannya kini berjalan malaikat maut yang siap menariknya dan membawanya bersama. Ini mungkin efek dari kebanyakan nonton film horor. Dalihnya. Namun tetap saja rasa takutnya tidak hilang.

Well, biasanya rasa penasaran akan lebih dominan dan mengalahkan rasa takut. Tapi Sakura malah sebaliknya, dia lebih memilih berlari dan menghindari apapun yang berada di sekitarnya. ‘Sial gara-gara film horror itu aku jadi penakut’ rutuknya dalam hati.



Tanpa sadar langkahnya membawa dia semakin jauh memasuki hutan. di depannya kini terdapat tumbuhan menjalar dari atas ke bawah dan membentuk seperti tirai besar dengan dahan pohon besar sebagai tiang penyangganya. Ditiap-tiap tumbuhan ada bunga putih yang berbau menjijikkan seperti bekas air pel yang dicampur dengan blerang. Padahal bunganya indah, tapi baunya menjijikkan, gumamnya.

Sakura memberanikan diri menghampiri tumbuhan itu, menutup hidungnya dengan sebelah tangan dan tangan lainnya mencoba melerai. Mungkin ia akan menemukan peri lucu dan imut yang bisa diajak bermain atau bahkan membantunya pulang ke rumah seperti di film-film fiksi, bau busuk ini bisa saja hanya sebagai kamuflase supaya rumah mereka tidak diganggu. pikirnya.

Akan tetapi, itu hanya ada dalam bayangnya saja, ketika melihat makhluk buruk rupa di depannya. Sakura jadi sulit menghirup udara, seolah oksigen enggan memasuki paru-parunya dan membuat jantungnya terasa sakit seakan diikat oleh rantai tak kasat mata hingga menyebabkan peredaran darahnya tidak sampai di kepala. Warna wajahnya berubah total. Pucat pasi, bahkan serupa dengan warna mayat dalam lemari pendingin.
Tubuhnya melorot jatuh ke tanah. Air matanya kini mengalir lagi dan dia harus membungkam mulutnya agar isakannya tak sampai terdengar oleh makhluk yang ada di depannya.

Kali ini apa yang dilihatnya benar-benar tak bisa ia percaya, bahkan dalam mimpi sekali pun tak pernah ia lihat kecuali dalam buku-buku dongengnya. Bukan peri kecil nan imut yang ia temui namun peri yang lebih besar dan mengerikan. Goblin. Memang salah satu bangsa peri. Akan tetapi, ukuran tubuhnya lebih besar, dengan tinggi berkisar 50 cm sangat berbeda dengan penggambaran pada buku-buku. Kulit mereka berwarna hijau dan bertelinga runcing. Banyak bentolan-bentolan ditubuhnya seperti kutil yang dipelihara.

sumber : argankencana.blogspot.com

Ia tentu tahu dongeng tentang makhluk itu, karena ia sering membaca cerita fiksi dengan imajinasi luar biasa. Makhluk itu adalah termaksud makhluk yang buas dan ganas juga merupakan makhluk jahat dan petarung yang brutal. Mereka juga dikisahkan kadang menculik bayi dan memangsa manusia. Lagi pula mereka seoalah sedang merayakan sesuatu, terbukti dari darah yang berceceran di tanah dan banyak tulang serta tengkorak bekas mereka makan.

Sakura diam bergeming, tubuhnya tak bisa ia gerakkan. Seolah tubuhnya telah dikutuk menjadi batu dan tak bisa digerakkan barang sesenti pun. Ia tetap diam di tempat sambil mengawasi gerak-gerik makhluk itu.

Sakura semakin panik ketika salah satu makhluk itu berjalan ke arahnya. Ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Di dalam kepalanya tak ada ide yang bisa ia pakai, pikirannya buntu akibat ketakutannya sendiri. Ia kemudian menutup matanya, berdoa dalam hati agar keberadaannya tak sampai diketahui.
...



....
....
....

a/n : semoga memuaskan. kalian pastitahukan kalau cerita ini sudah berulang kali ku publish. Nah kali ini saya publish ulang karena saya merasa penuisan seelumnya sangat buruk-sebenarnya saya juga kurang yakin dengan penulisan ceritaku kali ini. Mungkin banyak terdapat TYPO atau pun ppenulisan EYD yang buruk.

saya harap kalian menyukainya.

Share:

Friday, January 2, 2015

Hinata

Pair: Naruto, Hinata, Sasuke, dan Sakura
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga-je dan lain-lain (suka-suka Mickey),

Story by

Mickey_Miki

________________________________________ 

.
.
.
.
.
.

Hinata
Setiap kali kulihat senyummu. Senyum itu seakan mengikat kuat dadaku, merebut setiap nafasku, dan menghentikan aliran darahku.
.
.
.

.
.
~Happy Reading~
.
.
.
.
Byur....

Siraman air bekas pel kembali dilayangkan padanya. Kali ini lebih kotor dari pada yang kemarin.

Lebih banyak lumpur dan lebih keruh. Seragam sekolah yang tadinya bersih kini kotor dan bau. Kepangan rambut indigonya menjadi basah dan lepek dipenuhi oleh bekas kotoran dari air pel. Kaca mata bulatnya menjadi buram dan membuatnya semakin sulit melihat.

Hinata- Gadis yang menjadi korban itu hanya bisa menunduk tak berani melawan siswi-siswi yang sudah melakukan itu padanya. Ia tak tahu sebenarnya apa yang sudah dilakukannya hingga ia bisa menjadi bahan bully dari teman-temannya.

Padahal awal masuk sekolah semuanya baik-baik saja. Menjalani rutinitas sebagai seorang siswi, menaati semua aturan sekolah, menjadi siswi yang teladan, tidak menganggu siswa-siswi sekolahnya, bahkan terkadang ia membantu teman sekelasnya untuk mengerkajan tugas. Semua ia lakukan tanpa ada suatu masalah.

Namun, semenjak menginjak kelas XI, insiden itu baru terjadi dan lebih parahnya lagi yang menjadi biang dari semua itu adalah teman sekelasnya sendiri- salah satu dari pangeran di sekolahnya- Uchiha Sasuke- seseorang yang memiliki wajah rupawan dengan mata onixnya yang kelam, berasal dari keluarga terhormat yang menjadi salah satu donator sekolahnya. Tanpa sebab yang jelas, laki-laki itu menjadikan dirinya sebagai sasaran empuk untuk menjadi bahan bullyan. Ia tak tahu apa yang sudah ia lakukan sehingga Sasuke menyuruh murid-murid di sekolahnya untuk membullynya.

Setiap hari ia harus menerima siksaan dari murid-murid disekolahnya, tidak hanya para siswi, para siswa juga melakukan itu padanya. Dan untungnya di antara banyaknya siksaan itu, ia tak pernah dilecehkan oleh murid-murid itu. Setidaknya pangeran sekolah itu masih punya hati untuk tidak menyuruh para murid melakukan itu padanya.

Seakan mereka tak punya hati, mereka dengan gilanya menyiksa gadis itu dan anehnya tak ada satupun di antara mereka yang ingin membantunya. Mereka terlihat bahagia saat melihat gadis itu tersiksa. Mungkin ada sebagian dari mereka yang ingin membantunya, namun tak ada yang berani karena harus berhadapan dengan pangeran sekolah sekaligus salah satu dari keluarga donator di sekolahnya.

OoO

Hinata berlari menuju belakang sekolah, duduk di bawah pohon untuk menangis. Merenungi semua nasibnya. Tidak hanya tubuhnya yang tersiksa, tetapi batinnya juga menderita. Seolah dirinya berada di dalam penjara Alcatraz. Setiap hari ia harus mendapatkan siksaan dari temannya dan juga menjadi bahan gunjingan satu sekolah.

Ia terus menangis, meluapkan segala sesak di dadanya. Segala kenangan akan siksaan yang ia dapatkan kini bermain dalam kepalanya. Setiap hari harus bersabar dan menerima segala siksaan mereka. Setiap hari dilewatinya dengan hinaan, caci maki, layaknya binatang liar yang hidup dijalanan. Mungkin jika ia menghilangkan rasa kemanusiaannya, ia juga bisa berbuat seperti itu.

Membalas perbuatan mereka, menyiksa, bahkan membuat mereka merasakan lebih baik mati dibanding hidup dengan siksaannya yang bagaikan sebuah neraka. Namun sayang, itu semua tidak akan pernah terjadi. Sifat lembut dan kasih sayang milik ibunya diturunkan padanya.



...

Tap... Tap... Tap...

Hinata yang terlaru larut dalam pikirannya tak menyadari seseorang yang tengah berjalan mendekatinya. Langkah kaki itu kian mendekat, namun Hinata tetap bergeming, tak menyadarinya. Hingga orang itu duduk di sampingnya dan menepuk pundaknya.

“Hinata, kau tidak apa-apa?” Tanya Naruto khawatir.

Hinata berbalik, terkejut mengetahui siapa yang sudah menepuk pundaknya, “Na...Naruto-kun!” Ucapnya tergagap mendapati Naruto yang sudah duduk di sampingnya.



“Apa yang terjadi? Kau dibully lagi dengan mereka?” Tanya naruto khawatir. Ia sendiri juga tak tahu kenapa Sasuke tega memperlakukan hinata seperti itu. Menyuruh murid-murid membully hinata.

Hinata hanya bisa mengangguk lemah sebagai jawabannya. “Naruto-kun boleh aku bertanya?” Tanya Hinata lirih suaranya bergetar. Ia ingin menangis─menumpahkan seluruh emosi yang sedari tadi berkelana dalam benak.

“Hm. Silahkan!” Naruto mengangguk seraya memperhatikan hinata.

“Sebetulnya apa salahku? Kenapa Uchiha-san memperlakukanku seperti ini?” Ujarnya lirih seraya terus menenggelamkan kepala─berupaya menyembunyikan perasaan sedih yang menggelayut hati.

Naruto bergeming. Ia terdiam beberapa saat- tampak menyesal. “maaf Hinata! Aku sendiri juga tak tahu, kenapa Teme melakukan itu padamu.” Jawab Naruto pelan. Ia menatap Hinata nanar. Kasihan akan keadaan gadis itu. Ia ingin menolong, namun ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Hinata bukanlah siapa-siapanya. Ia tak mau dianggap sebagai pahlawan kesiangan, karena sudah terlambat menolong gadis itu.

“Naruto-kun, boleh aku meminta sesuatu?” Pinta Hinata lirih. Ia menundukkan kepalanya, takut dengan kemungkinan yang akan terjadi. Tolakan atau pun kata-kata kasar yang akan dilontarkan pemuda itu untuknya. Walaupun pemuda itu terkenal dengan keramahannya, namun bukan tidak mungkin jika pemuda itu akan melakukan hal kasar itu padanya. Naruto adalah sahabat Sasuke, orang yang tega membully-nya.

“apa itu Hinata?” Tanya Naruto lembut, masih tetap melihat keadaan Hinata. Naruto akan melakukan permintaan Hinata, apa pun itu jika bisa meringankan beban gadis itu.

Hinata melirik Naruto sekilas, tekejut dengan jawaban dari pemuda itu. Ia tak menyangka ternyata Naruto tidak memarahinya atau memakinya, malah ia mengindahkan permintaannya. “bolehkah aku memelukmu? Hanya untuk sekali ini saja. Mungkin ini permintaanku yang egois, Namun bolehkah aku?” Pintanya lirih. Terdengar keraguan saat Hinata mengucapkan kalimat itu. Entahlah, Ia tak tahu kenapa tiba-tiba bibirnya mengatakan hal itu pada Naruto. Padahal bukan itu yang ingin diucapkannya, ia hanya ingin sendiri dan tak ingin diganggu oleh siapapun, termaksud Naruto.

Naruto tidak menjawab. Ia hanya menggerakkan tubuhnya sebagai jawaban atas permintaan Hinata. Ia merengkuh ke dua pundak Hinata dan membawa ke dalam pelukannya. Naruto tak peduli dengan pakaian Hinata yang kotor dan bau, yang ada dalam pikirannya hanya ingin menenangkan gadis itu, menghilangkan setidaknya sedikit kesedihannya atas perbuatan sahabatnya.

Naruto merasa empati pada gadis dalam dekapannya itu. Ia sangat yakin bahwa Hinata tak pernah melakukan satu kesalahan pun pada Sasuke. Ia sering memperhatikan gadis itu. Setiap hari ia selalu melihatnya di dalam kelas jika sudah jam istirahat atau kalau tidak gadis itu akan ke perpustakaan. Hinata tak memiliki teman dekat, walau begitu ia tetap baik pada semua. Namun ia sendiri juga tak tahu kenapa Sasuke berbuat seperti itu pada Hinata. Entahlah. Naruto tak tahu dengan jalan pikiran sahabatnya itu.



Perasaan Naruto entah kenapa menjadi hangat. Sangat berbeda saat bersama dengan Sakura. Orang yang ia kejar-kejar sejak setahun yang lalu. Perasaan itu sama, ketika dipeluk oleh ibunya. Dan untuk pertama kalinya dia merasakan hal itu dari perempuan lain selain ibunya.

Entah apa yang diperbuat Hinata hingga perasaan itu timbul. Padahal hanya sebuah pelukan, namun rasanya sangat menenangkan jiwanya. Niat awalnya ingin membantu Hinata agar sedikit lebih tenang, namun yang ada dirinyalah yang merasakan sebuah kenyamanan.

Hati Naruto meringis, ketika serpihan masa lalu tentang Hinata menyeruak di kepalanya. Saat ketika dirinya melihat kekejaman dari murid sekolahnya menyiksa Hinata dan hanya bisa menonton tanpa melakukan sesuatu untuk menolong gadis itu.

Ia sudah muak dengan keadaan sekolahnya, ia sudah muak dengan kelakuan murid-murid sekolahnya terutama dengan sahabatnya sendiri. Entah kenapa dalam diri Naruto timbul rasa ingin melindungi gadis itu, ia tidak ingin Hinata dibully lagi, apalagi dengan Sasuke. Ia ingin agar gadis itu bisa menjalani kehidupan sekolahnya dengan damai. Ia akan melakukan sesuatu untuk gadis itu. Dan entah dari mana datangnya, sebuah ide gila tiba-tiba menghampiri kepalanya untuk melakukan sesuatu agar Hinata tak lagi dibully.

Hinata yang di peluk seperti itu oleh orang yang sudah lama ia sukai merasakan sebuah kehangatan.

Semua kesedihannya menguap entah kemana. Tak pernah ia duga sebelumnya, jika Naruto akan menerima permintaannya. Padahal ia sudah mempersiapkan batinnya kalau-kalau ia di tolak ataupun di maki.

Namun, yang terjadi adalah sebaliknya, Naruto malah memeluknya erat.

Naruto-kun, kau memang seperti seorang malaikat. Kau tidak peduli siapa aku. Kau selalu menolongku. Menarikku dalam gelapnya hatiku. Aku yang selalu menangis dan mencoba untuk meyerah, tapi kau malah menunjukkanku apa itu arti usaha dan kerja keras. Aku sering melangkah ke jalan yang salah, tapi kau menuntunku ke jalan yang benar.'

Aku selalu mengejarmu, ingin berjalan bersamamu, ingin memilikimu. Kau telah mengubahku, senyummu telah menyelamatkanku. Aku mencintaimu Naruto-kun. Selalu dan selalu mencintaimu. Andai kau tidak ada di sini, mungkin... aku tidak akan bisa bertahan. Terima kasih Naruto-kun’ batinnya.

Hinata merasa nyaman dalam dekapan Naruto, kesedihan yang dia alami perlahan menguap menyisakan rasa bahagia yang menyeruak hingga ke relung hatinya. Perlahan kedua kelopak matanya menutup, meresapi kebahagiaan singkatnya bersama dengan pemuda yang ia cintai. Hingga tanpa sadar dirinya sudah terlelap dalam dekapan pemuda itu.

....

“Hinata!” Panggil Naruto. Merasa heran karena sedari tadi Hinata tak bergerak dalam dekapannya.

Tak ada jawaban yang didapatkan oleh Naruto, hanya suara dengkuran halus yang didengarnya. Naruto pun melepaskan dekapannya untuk melihat keadaan Hinata. Gadis itu rupanya sudah terlelap. Mungkin karena lelah. Lelah dengan semua siksaan yang diterima fisik maupun batinnya. Ia kemudian menggendong Hinata dengan gaya bridle style menuju UKS agar Hinata dapat beristirahat.

Sepanjang jalan banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Iri, kesal, benci, dilayangkan pada Hinata oleh sisiwi-siswi di sepanjang koridor. Bagaimana tidak, Hinata adalah gadis cupu, jelek, norak, dan orang yang selalu mereka bully digendong oleh salah satu pangeran sekolah, seperti dalam sebuah kisah dongeng. Layaknya kisah putri tidur, di mana sang pangeran menggendong seorang putri cantik yang tengah tertidur dan membawanya ke dalam istana. Namun Hinata bukanlah seorang putri cantik itu, ia lebih tepat disamakan sebagai tokoh monster dalam dongeng si cantik dan si buruk rupa.

Setelah sampai di UKS Naruto membaringkan Hinata di ranjang dan menyelimutinya. Ia kemudian mengambil sebuah kursi dan duduk samping ranjang Hinata.

Naruto menatap nanar Hinata. Raut penyesalan terpatri di wajahnya. Seharusnya ia menolong Hinata sedari dulu, seharusnya ia bisa meyakinkan sahabatnya untuk tidak melakukan itu semua. Seharusnya Hinata dapat menjalani semua kehidupan smanya dengan damai. Andai ia melakukannya dulu. Hal semacam ini tak akan mungkin pernah terjdi. Namun apa boleh dikata, penyesalan memang selalu datang di akhir cerita dan dirinya sangat menyesal tak bisa menolong gadis itu sedari dulu.

Naruto mengelus pipi hinata sambil menyingkirkan anak rambut di pipi gadis itu. Layaknya seorang kekasih yang tengah menunggu gadisnya untuk segera sadar. Naruto terus saja menunggu Hinata di ruang UKS itu.

Naruto terus memperhatikan wajah Hinata. Wajah yang selalu ditemani dengan Kaca mata bulatnya yang besar hingga menutupi sepertiga wajahnya. Entah kenapa timbul rasa ingin melihat wajah gadis itu tanpa kaca mata bulat di wajahnya. Ia penasaran kenapa Hinata selalu memakai kaca mata itu.

Padahal sekarang sudah zaman modern, banyak terdapat alat bantu untuk melihat, termaksud salah satunya adalah soft lens yang bisa gadis itu gunakan untuk mengganti kaca matanya atau kalau tidak ia bisa menggunakan kaca mata yang lebih kecil dan lebih modis. Namun, ia sadar. Itu semua tidak akan terjadi, karena jika diperhatikan, nampaknya Hinata tak memiliki cukup uang untuk membeli alat-alat itu. Karena gadis itu, tidak berasal dari kasta yang sama dengan dirinya.

Perlahan, Naruto mengarahkan tangannya untuk menyentuh kaca mata milik Hinata. Jujur selama mereka sekelas, tak pernah sekalipun ia melihat Hinata menanggalkan kaca matanya barang sedetik pun, bahkan saat dibully pun ia tak juga melepaskan kaca matanya untuk dibersihkan. Jadi selagi ada kesempatan, ia akan memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan itu.

Naruto tertegun setelah melihat wajah Hinata tanpa kaca matanya. Dadanya berdesir hangat melihat wajah Hinata yang seperti malaikat. Cantik, sangat cantik bahkan melebihi Sakura.



Andai semua orang melihat wajah Hinata seperti ini, dipastikan mereka akan menyesal sudah memperakukan Hinata seperti itu, bahkan akan berbalik memuja gadis itu.

Naruto terus mengelus pipi Hinata. Mengagumi setiap ukiran yang tercetak di wajah gadis itu. Dari mata hingga bibir gadis itu tak luput dari belaiannya.

Mata Hinata agak bengkak karena keseringan menangis. Walau demikian, mata itu masih terlihat indah. Saat ini mata Hinata masih tertutup, namun jika terbuka dipastikan akan ada suatu keindahan yang akan terpancar keluar dari mata itu. Hinata memiliki hidung yang mancung namun kecil, sangat cocok di wajahnya. Dan juga bibir Hinata yang kecil dan berwarna merah muda walau tanpa di poles oleh pemerah bibir.

Naruto terus membelai bibir Hinata. Hingga tanpa sadar wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Hinata. Ia kemudian menghentikan kegiatannya itu. Sadar akan apa yang terjadi bila diteruskan. Namun, rasa penasaran mengalahkan kesadaranya, ia ingin mencicipi bibir gadis itu, ia juga ingin merasakan, rasanya berciuman dengan seorang gadis. Walaupun ia sangat terkenal, tetapi ia tak pernah mencium atau dicium oleh seorang gadis, walau banyak gadis yang mengaguminya dan bersedia memberikan sebuah ciuman.

Naruto ingin merasakan bibir itu. Bibir Hinata sangat menggoda untuk dikecup. Perlahan Naruto mendekatkan bibirnya pada bibir Hinata. Satu kecupan tepat mendarat di bibir mungil Hinata. Namun,Naruto belum merasa puas. Ia pun mengecupnya lagi namun bukan sekali, tetapi berkali-kali.

...

Hinata yang masih tertidur bermimpi tengah dicium oleh seorang pangeran yang sangat tampan dan taka sing baginya. Pangeran itu terlihat sangat mirip dengan Naruto. Seolah dalam kisah putri tidur, ia berperan sebagai seorang putri yang terlelap dan dicium oleh pangeran yang sudah ia tunggu-tunggu. Namun aneh, jika hanya sebuah mimpi, tak mungkin ia bisa merasakannya secara langsung.

Perlahan kelopak mata Hinata terbuka. Ia terbelalak kaget mendapati seseorang tengah menginvasi bibirnya.

Dadanya sesak, seakan ada sesuatu yang menghantam dan membiarkannya menimbulkan rasa menyakitkan yang teramat sangat. Hatinya sangat sakit, ia pikir kekerasan itu tak akan sampai pada pelecehan. Namun pikirannya salah. Saat ini ia sedang berbaring dengan tubuh yang tak bisa digerakkan tengah dicium oleh salah satu siswa sekolahnya.
...
...

Naruto menghentikan kegiatannya saat dirasanya ada pergerakan lain dari tubuh gadis itu. Ia membuka kedua matanya untuk melihat. Ia bergeming, kaget mendapati kedua mata Hinata yang sudah terbuka.

Berusaha menyembunyikan kegugupannya, Naruto mencari kata yang tepat untuk menyamarkan kegiatannya tadi. “A..Ah... Hime kau sudah bangun. Syukurlah. Ternyata dongeng itu benar yah, jika sang pangeran mencium sang putri yang tengah tertidur, maka putri tersebut akan terbangun.” Kilah Naruto. Ia tak mau disangka seorang pengecut dan juga menjadi salah seorang dari mrid-murid yang tega menyiksanya. Apalagi yang ia lakukan ini lebih parah dibandingkan dengan murid-murid itu.

“na..Naruto-kun, apa yang kau lakukan? Kenapa kau menciumku?” Hinata tergugu. Timbul suatu perasaan bahagia yang menyeruak dari dalam dadanya. Ia bahagia saat mengetahui siapa yang sudah mencuri ciumannya. Apalagi ia sudah meniatkan dari dulu bahwa ciuman pertamanya akan ia berikan pada orang yang ia cintai dan Naruto yang mengambil ciuman pertamanya itu adalah orang yang ia cintai.

Naruto diam, menyimak kata-kata Hinata. “loh... Hinata kau bisa melihatku? Ku pikir matamu rabun”. Naruto tak menjawab, malah memberikan sebuah pertanyaan pada Hinata.

Hinata memiringkan kepalanya, ia bingung dengan pertanyaan Naruto. “a..apa maks─” Hinata tak melanjutkan perkataannya ketika ia meraba wajahnya. Ia tercengang ketika dirasanya kaca mata yang selalu bertengger di wajahnya telah tiada. “a..ano.. Itu karena suara Naruto-kun.” Jawabnya Hinata asal. Ia gugup mengetahui Naruto telah melihat wajahnya. Sebenarnya Hinata memiliki mata yang normal, ia memakai kaca mata itu karena sebuah alasan.

Naruto yang mendengar jawaban dari Hinata hanya mengangguk dan menerima begitu saja tanpa menaruh curiga pada hinata. Ia tak bisa berfikir karena wajah Hinata. Terlalu mempesona untuk diabaikan.

Tanpa Naruto dan Hinata sadari, sedari tadi seseorang tengah mengintip kegiatan mereka dengan ekspresi wajah yang sulit terbaca. Dia adalah Sasuke Uchiha, orang yang selalu menyiksa Hinata. Ia mengepalkan tangannya dan segera menjauh dari tempat itu. Ia tak mau ada orang lain yang melihatnya. Apalagi dengan ekspresi wajahnya yang sekarang.



Dan tanpa ia ketahui, seseorang juga tangah melihatnya dengan perasaan campr aduk. Antara sedih, kecewa, dan juga cemburu. Ia kemudian berlari sambil menitikkan air mata.



OoO

Bel berbunyi menandakan pergantian jam tengah berlangsung. Murid-murid yang tadinya berkeliaran, kini satu per satu memasuki kelasnya masing-masing. Termaksud dengan mereka berdua.

Hinata yang sudah sadar kemudian bangkit dari tidurnya untuk kembali ke dalam kelas. Ia berpura-pura untuk meraba sesuatu berusaha mencari kaca matanya. Naruto yang melihat gerak-gerik Hinata yang mencari sesuatu kemudian membantunya.

“Ini kaca matamu. Aku tadi menyimpannya. Ku rasa kau tidak nyaman tadi sewaktu tidur dengan kaca matamu itu.” Kilah naruto.

“terima kasih Naruto-kun” ucapnya sambil mengambil kaca mata itu dari Naruto.

“Mmmm... Hinata kenapa kau terus menggunakan kaca mata itu?” Tanya naruto penasaran. Ia ingin membantu hinata. Kalau pun hinata tak bisa membeli alat bantu melihat itu, ia akan membelikannya. “ibu dan Neji-nii yang menyuruhku memakainya. Aku juga tak tahu apa alasannya. Aku hanya mengikuti permintaan mereka.”

Naruto hanya mengangguk sebagai tanggapan, “apa kau ingin memakai kaca mata yang lebih baik dari itu? Maaf, aku bukan bermaksud untuk menyindirmu, tapi akan lebih baik jika kau memakai kaca mata yang lebih kecil dan tidak menutupi sebagian dari wajahmu. Kan sayang wajahmu sangat cantik, tapi tertutupi oleh kaca mata itu.” Ungkap Naruto panjang lebar.

DEG

Jantung Hinata berdegup menerima pujian dari Naruto. Hinata menunduk tak kuasa membalas tatapan Naruto yang sejak tadi terus mengarah padanya “a..aku tidak bisa. I..ibu dan neji-nii menyuruhku untuk memakai kaca matai ini. Aku tidak mau mengecewakan mereka, karena menolak permintaan mereka.” Ucapnya sedih. Ia tahu. Ia dibully karena penampilannya, ia dihina juga karena penampilannya. Namun, semua itu adalah konsekuensi untuk tidak membuat ibu juga kakaknya kecewa padanya.

“Tapi hinata─”

“Maaf, aku tak bisa.” Potong hinata cepat. Ia tak mau mendengar ucapan naruto yang menurutnya akan membuat dirinya menimbang kembali keputusannya.

Naruto tak bertanya lagi. Ia tak mau berdebat dengan Hinata. Ia tahu jika gadis sudah mengambil keputusan, maka ia akan tetap kokoh mempertahankannya. Apalagi itu adalah keinginan ibu dan kakaknya yang pastinya Hinata tak ingin mengecewakan mereka. Mereka adalah keuarga Hinata.

...

Naruto dan Hinata kini berjalan menuju kelas mereka, namun di tengah perjalanan Naruto menghentikan langkah mereka, karena dirasanya seragam Hinata sangat kotor dan bau. Ia tak mau Hinata mengganggu aktivitas belajar di kelasnya. Maka dari itu, ia kemudian membawa Hinata ke kamar mandi perempuan di ruang olah raga mereka setelah mengambil pakaian olah raga Hinata di lokernya.

Naruto menunggu Hinata di luar bilik kamar mandi, berjaga-jaga apabila seseorang berniat masuk ke dalam. Ia terus menunggu hingga beberapa siswi berjalan menujuke dalam kamar mandi itu. Ia tak ingin terjadi sesuatu dengan Hinata, karena mereka termaksud siswi-siswi yang sering membully Hinata. Ia kemudian masuk ke dalam, berniat memberi tahu Hinata untuk bersembunyi. Namun, karena Hinata yang masih membersihkan tubuhnya, tanpa sengaja Naruto melihat tubuh Hinata yang polos. Ia kemudian segera menghampiri Hinata dan membekap mulut Hinata dengan tangannya.

“tenaglah Hinata-chan! Aku tidak akan berbuat jahat padamu. Di luar ada beberapa siswi yang sering membullymu nampaknya akan memasuki kamar mandi ini. Jadi kau harus tenang dan jangan bersuara! Aku tidak ingin mereka melihatmu dengan keadaan seperti ini.” Titah Naruto melihat gelagat Hinata yang ingin berteriak. Dalam diri Naruto, ia juga berusaha mati-matian untuk menghilankan ketegangannya.

Mereka diam dengan posisi Naruto yang menghimpit Hinata di antara dinding dengan dirinya sambil terus membekap mulut Hinata.

Hinata bisa merasakan deru nafas Naruto yang menerpa wajahnya. Ia terpana melihat ketampanan Naruto yang sangat dekat dengan dirinya. Mengindahkan posisi mereka saat ini, Hinata terus memperhatikan Naruto. Hingga Naruto sedikit menjauh dari tubuhnya barulah ia sadar dengan keadaannya sekarang. Seketika ia membalikkan tubuh Naruto cepat.

“Naruto-kun jangan berbalik dulu!” Ucapnya sambil memakai handuknya.



“Naruto-kun bisa berbalik sekarang!”

Naruto berbalik, dia terperangah melihat tubuh Hinata yang hanya dibalut dengan handuk yang sangat minim. Ia menatap Hinata lekat. Memandanginya dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.

‘hi...Hinata..!” Ucap Naruto terbata. Sulit sekali baginya ntuk mengeluarkan kata-kata ketika melihat tubuh Hinata seperti itu. Bagaimana pun juga dia adalah seorang laki-laki normal yang jika disuguhkan pemandangan indah di depannya, otomatis akan membuat sesuatu di bagian bawahnya akan menegang.

Hinata yang dipandangi seperti itu merasa malu, apalagi orang yang memadanginya adalah orang yang ia sukai. Rasa malunya bertambah saat menyadari bahwa saat ini ia hanya mengenakan handuk, itu pun hanya bisa menutupi sepertiga dari tubuhnya.

“Kau tidak apa-apa naruto-kun?” Tanya hinata cemas karena melihat naruto yang tiba-tiba terdiam. Naruto menggelengkan kepalanya, berusaha mengindahkan semua pikiran kotornya. “a..a..ku.. Ti..tidak.. Apa-apa hinata-chan” ucapnya gugup. “sebaiknya kau jangan dulu keluar, nampaknya mereka masih berada di luar!” Lanjutnya.

Kami-sama sampai kapan aku di sini? Aku bisa gila jika terus di sini. Astaga kenapa juga Hinata memiliki tubuh seindah itu?’ batin Naruto teriak frustasi.

“I..iya. Baiklah naruto-kun” jawabnya gugup. Ia tak tahu apa yang harus dia lakukan di dalam kamar mandi bersama naruto. Baginya ini terlalu mendadak dan ia belum belum menyiapkan sesuatu untuk itu.

Kami-sama, mohon kuatkan aku. Aku tidak ingin pingsan di hadapan Naruto saat ini.’

Setelah dirasa sudah aman, perlahan Naruto membuka pintu kamar mandi dan mengintip di celah-celah pintu untuk melihat suasana di luar kamar mandi.

“Sudah aman hinata, mereka sudah pergi. Aku akan menunggumu di luar. Cepatlah memakai baju agar kita bisa segera keluar dari sini!” Titah naruto. Tak ingin berlama-lama di dalam sana apalagi dengan Hinata yang keadaannya terlalu menggoda untuknya. Bisa-bisa dia tak bisa menahannya dan akan menyerang Hinata. Waktu di UKS saja dia mencium Hinata yang sedang tertidur walaupun dia memakai pakaian yang lengkap, apalagi sekarang yang keadaannya hanya memakai handuk sangat minim.

...

Mereka berdua sekarang tengah berjalan menuju ke kelas bersama. Setelah berada di depan pintu, baik Hinata maupun Naruto merasa ragu untuk masuk pasalnya mereka sudah terlambat lebih dari setengah waktu mata pelajaran itu.

Naruto kemudian memberanikan diri untuk masuk terlebih dahulu.

Tok..tok..tok...

Sebagai formalitas maupun sopan santun, Naruto mengetuk pintu sebelum masuk. “ano... Sensei maaf kami terlambat! Apa boleh kami masuk” ujar Naruto. Mereka berdua sekarang menjadi objek perhatian di kelas itu.

Hinata yang dipandangi oleh teman-teman kelasnya merasa risih. Berbeda dengan Naruto yang tampak tak peduli. Pandangan mereka seakan-akan ingin mengulitinya hidup-hidup. Ia mengerti kenapa mereka memandanginya seperti itu. Ia yang notabenenya hanya seorang gadis berpenampilan jelek masuk ke kelas bersama dengan salah seorang pangeran mereka.

“dari mana saja kalian? Kalian tahukan dari tadi sudah jam pelajaran berlangsung, kenapa kalian baru muncul? Dan lagi, ada apa dengan pakaianmu Hinata? Di mana seragammu? Kenapa kau memakai pakaian olah raga?” Tanya sensei mereka yang otomatis membuyarkan pikiran Hinata.

“Gomenasai sensei, tadi saya tidak sengaja menumpahkan minuman saya ke Hinata dan membuat baju Hinata kotor dan berbau, jadi saya menemani Hinata untuk mengganti seragamnya.” Kilah Naruto. Ia tahu jika ia jujur, maka Hinata akan mendapat masalah dari murid-murid lain yang suka membullynya dan lagi pasti sahabatnya akan mendapatkan masalah.

“ya sudah, apa boleh buat. Kalian boleh masuk. Tapi ingat! Jangan pernah mengulangnya lagi.”

“haik” jawab Naruto dan Hinata berbarengan. Membungkuk dan kembali ke bangku mereka.

Proses belajar mereka dilakukan dalam keadaan hening. Bukan karena sibuk menyimak materi pelajaran, namun karena peristiwa barusan. Naruto sang pangeran berjalan beriringan dengan Hinata, yang notabenenya adalah seorang yang jauh untuk menjadi pasangan dari Naruto.

Mereka semakin membenci Hinata, apalagi mengingat kejadian sewaktu jam istirahat tadi. Naruto menggendong Hinata seperti putri dalam kisah dongeng.

Lagi-lagi mereka merencanakan sesuatu yang buruk pada Hinata. Layaknya agen mereke saling memberikan kode lewat tatapan mata mereka untuk menyiksa Hinata sepulang sekolah.

OoO

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Baik siswa maupun siswa di sekolah itu bergegas untuk pulang ke rumah masing-masing. Namun berbeda dengan mereka, yang telah menunggu Hinata pulang sekolah. Mereka dengan setianya menunggu Hinata di depan gerbang sekolah.

Hinata yang berjalan menuju pagar tak merasa curiga terhadap murid-murid yang berkumpul di depan gerbang sekolah. Ia menganggap mereka sedang menunggu jemputan seperti biasa. Dengan langkah ringan ia berjalan tak mempedulikan mereka.

Belum sempat ia keluar gerbang, tangannya telah ditarik paksa oleh salah satu murid itu. Mereka membawanya ke belakang gudang yang tak pernah lagi digunakan. Dengan keras mereka kemudian membantingnya hingga ia terjerembap dan menghantam tanah yang ia pijaki.

Hinata hanya bisa meringis nyeri saat melihat lutut dan dengkulnya terluka hingga mengeluarkan darah. Ia berusaha duduk dan mendongak menatap beberapa pasang mata yang menatapnya sinis, juga benci. Hinata sangat ketakutan dengan mata berkaca-kaca karena lagi-lagi ia harus dibully.

Entah apa lagi yang telah ia lakukan sehingga lagi-lagi ia harus dibully, ia merasa tak melakukan kesalahan hari ini. Lagi pula tadi pagi mereka sudah membullynya, menyiksanya, bahkan ia harus berganti baju karena bajunya yang kotor. Apa mereka masih belum puas? Apa mereka tak punya hati terus menyiksanya? Entah di mana hati mereka, sehingga menyiksanya seakan-akan dia adalah kuman yang harus dibasmi.

Hinata kembali menunduk saat ada sepasang kaki yang berjalan menghampirinya dan menjambak rambutnya keras sehingga rambutnya seakan ingin terlepas dari kulit kepalanya. Membuat ia meringis kesakitan lalu memohon ampun pada gadis itu.

“Gomenasai, tolong lepaskan rambutku, sakit…” rintih Hinata kesakitan. Tapi seolah tuli, gadis itu menatapnya dengan sorot meremehkan dan malah semakin mengeratkan jambakannya.

“ini adalah pelajaran untukmu karena berusaha mendekati pangeran kami.” Ucapnya sambil mendongakkan wajah Hinata agar melihatnya.

“a...apa maksudmu? Aku tidak mengerti. Apa yang sudah kulakukan?” Belanya. Ia memang tak mengerti apa yang telah dilakukannya.

Plak

Sebuah tamparan mendarat di pipinya hingga membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah. Tidak hanya satu tamparan yang dilayangkan namun banyak tamparan dengan murid-murid lain yang juga ikut menamparnya.

“sakit” lirih Hinata. Ia sudah tak kuasa melawan. Bahkan berbicara pun terasa sulit baginya. Ia hanya diam menerima semua yang dilakukan oleh mereka.

“ah... Sudahlah! Kawan-kawan!” Panggilnya.

Hinata dapat melihat beberapa murid membawa ember yang diduganya berisi air kotor.

Tidak berapa lama ia merasakan sesuatu yang basah mengenai dirinya. Lagi-lagi mereka menyiramnya dengan air kotor, bahkan lebih parah dari yang tadi pagi, karena air yang disiramkan lebih hitam dan berbau. Ia yakin air itu pasti berasal dari selokan sekolahnya.

“dasar… menjijikan, tak tahu diri!” Mereka kemudian memakinya bahkan meludahi puncak kepala Hinata. Membuat gadis itu hanya bisa menelan ludah sakit sambil menahan isak tangisnya. Membiarkan air matanya menetes deras menyusuri kedua pipi putihnya. Hinata memejamkan mata berusaha menetralisir rasa sakit di tubuhnya, rasa sakit yang lebih dominan ia rasakan di hatinya.

“kau itu hanya sampah bagi sekolah ini. Tidak pantas untuk mendekati pangeran kami.” Hina salah satu dari mereka.

Hinata hanya bisa terdiam, menunuduk, sambil menangis.

Tidak sampai di situ siksaan yang mereka berikan pasa Hinata, mereka juga dengan teganya menyeret Hinata masuk ke dalam gudang tua dan menguncinya dari luar.

“hahahaha....” Tawa mereka berbarengan. “rasakan itu. Itu akibatnya jika kau mendekati salah satu pangeran kami.” Ujar salah satu di antara mereka sebelum meninggalkan Hinata di sana. Sendirian.

“tolong buka pintunya! Tolong buka!” Ucap Hinata sambil menggedor-gedor pintu gudang itu. Tangisnya semakin pecah tatkala melihat keadaan di dalam gudang itu. Gelap tak ada cahaya sedikit pun yang menerangi tempat itu. Ia takut. Ingatan masa lalunya kembali menghantuinya, pengalamannya yang mengerikan.

“tolong!” Teriaknya frustasi. Ia menangis, meraung di dalam gelapnya gudang itu. “Naruto-kun tolong aku!” Lirihnya sebelum jatuh pingsan.

.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
Next........... Chapter 2
Share:

Saturday, August 30, 2014

fanfict Naruto : Asam, Asin, Manis, Pahit - Awal

....................................................................
Fanict baru yang pertama di publish oleh author, moga dapat diterima...
...................................................................
Terkadang cinta datang tak mengenal waktu atau pun tempat. pertemuan tak terduga pun bisa menjadi salah satu penyebabnya. Tapi bukan berarti cinta juga bisa datang pada saat pandangan pertama.
...
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

ASAM ASIN MANIS PAHIT
Chapter1
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

Pair: SasuSaku Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort & Roman
Disclaimer :NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
Mickey_Miki
~Happy Reading~ 
________________________________________ 

Asam, Asin, Manis, Pahit


Chapter 1

Seorang gadis cantik yang memiliki rambut sewarna dengan bunga sakura dan mata emerald tengah terbaring lemah di atas sebuah kasur dengan seorang pemuda di atasnya. Tubuhnya terhentak-hentak akibat sang pria yang terus-terusan menghentakkan tubuhnya di atas wanita itu. Matanya sembab karena terus mengeluarkan air mata, pipinya bengkak karena tamparan dari pria diatasnya.

Aroma alcohol tercium dari mulut pria itu, seiring dengan desahan yang keluar dari mulutnya. Kulit putihnya tengah mengkilat akibat dari cahaya lampu yang meneranginya, mata onixnya yang kelam dan dingin, jauh lebih dingin dan penuh nafsu akibat mabuk, menatap wanita yang dia tindih.

Desahan demi desahan meluncur dari bibir sang pria akibat kenikmatan yang didapatkannya dari wanita yang dia tindih. Sentakannya semakin cepat, hingga sang wanita dapat merasakan sesuatu yang hangat menyomprot ke bagian dalam kewanitaannya. Pria itu kemudian ambruk di atas wanita itu dan tertidur.

Hatinya hancur, harapannya, dunianya seakan telah runtuh dan berakhir, masa depannya telah tiada, impian dan cita-citanya semuanya kini tinggal angan-angan, sesuatu yang berharga yang telah dia jaga selama hampir 22 tahun, dan hanya akan diberikan kepada suaminya sekarang telah direnggut paksa oleh lelaki yang tak dikenalnya. Apakah itu adalah hadiah untuknya karena telah menolong pria itu, menyelamatkan nyawanya dan membawanya ke Apertemen pria itu.

FLASH BACK ON

Kota Konoha adalah kota yang memiliki empat musim. Salah satunya adalah musim salju. Ketika malam pada musim itu, suhu udara sangat dingin, sangat dingin. Seorang perempuan dengan rupa yang bisa dikatakan cantik, memiliki rambut yang sewarna dengan gulali, dan mata seindah emerald. Sakura itulah nama perempuan itu. Ia adalah mahasiswa jurusan kedokteran semester akhir. Ia baru pulang setelah menyelesaikan dinas malamnya di RS Konoha. Ia ingin segera pulang ke Apartemennya, karena cuaca semakin dingin. Di tengah perjalanan pulang tiba-tiba saja Sakura menghentikan laju motornya dengan paksa, karena mobil di depannya berhenti tiba-tiba dan menabrak sisi belakang mobil itu.

Sakura itu kemudian turun, niatnya untuk memarahi pengendara itu, karena telah seenaknya saja berhenti di depannya dan mengakibatkan motor bagian depannya rusak. Ketika dia telah sampai di samping mobil itu dan mengetok pintu mobil itu, dia semakin marah karena pengendara itu tidak membuka kaca jendela mobilnya. Diintipnya mobil itu dan alangkah terkejutnya ketika melihat pengendara itu pingsan dan mengeluarkan darah di pelipisnya. Diapun meminta tolong kepada orang-orang yang lewat dan dengan terpaksa menghancurkan kaca mobil orang itu.

Sakura kemudian membawa orang itu ke apartemen milik laki-laki yang ia tolong setelah membawa motornya ke bengkel terdekat. Sakura memapah orang itu dengan langkah yang terseok. Setelah sampai di kamar laki-laki itu, dia membersihkan dan merawat luka-luka pria itu. Dan semuanya terjadi, waktu berjalan cepat hingga tubuhnya sekarang tengah ditindih oleh pria itu, dengan tubuh telanjang yang dipenuhi dengan bercak-bercak merah dan sperma yang mengalir di antara kedua paha putihnya. Dia sudah melawan dengan sekuat tenaga akan tetapi tubuh pria besar itu memiliki tenaga yang jauh lebih kuat dari Sakura. Sakura memang ikut pelatihan beladiri, tapi itu semua tidak berguna kala melawan pria yang menindihnya itu.

 

Iris emeralnya beralih ke pria yang menindihnya, wajah rupawan, rambut mencuat berwarna dark blue, mata onix yang telah tertutup oleh kelopak mata. Sakura mengenal orang itu. Orang itu sering muncul di TV, dia adalah seorang pengusaha muda yang sukses, Uchiha Sasuke, umurnya baru menginjak 25 tahun. Dia juga pernah melihatnya di RS tempatnya dinas, dia adalah kenalan pemilik RS nona Tsunade.

“dulu aku sangat mengagumimu, bahkan bermimpi menikah dengan pemuda seperti kau. Kau merupakan inspirasiku, seorang pekerja keras, dan tak kenal lelah dalam berusaha.” dia mengelus pipi pemuda itu. “tapi kenapa kau lakukan ini padaku?, apa salahku padamu?”

Kini bukan lagi isakan yang terdengar, malah raungan pilu yang keluar dari bibirnya. Seiring dengan kelelahan akibat tangis dan sakit hatinya akhirnya Sakura ikut terlelap.

FLASH BACK OFF

Pagi cerah telah tiba. Cahaya bulan yang lembut telah tergantikan oleh mentari yang penuh semangat. Kicauan burung menemani seiring mentari yang terbit. Nampak orang-orang telah melakukan aktivitasnya. Seorang pria dengan tubuh atletis dan telanjang, dengan rambut yang tak lagi rapi dan mencuat ke atas perlahan membuka kedua matanya. Ia mengedarkan pandangannya dan menyerngit heran kala ia sudah berada di dalam kamarnya.

“aku, kenapa bias ada di kamarku?” tanyanya pada dirinya sendiri sambil memija-mijat kepalanya. Ia kemudian berniat turun dari ranjangnya, tetapi gerakannya terhenti ketika merasakan sesuatu di sampingnya. Alangkah terkejutnya ia, ketika ia melihat ke samping tempatnya tidur dan mendapati seorang perempuan tengah tertidur dengan penampilan yang acak-acakan. Rambut kusut dan tak berbentuk, pipi bengkak dan masih meninggalkan bekas telapak tangan, dan terdapat bekas aliran air mata di pipinya. Sasuke kemudian menepuk bahu wanita itu.

“hei, bangun!”

Sakura kemudian membuka matanya perlahan dan memperlihatkan mata emerald yang tak telihat keindahannya lagi. Ia kemudian duduk dengan menaikkan selimut dan menutupi kedua dadanya.

“Siapa kau? apa yang kau lakukan di kamarku?” tanyanya

PLAK

Sebelum menjawab Sasuke, Sakura melayangkan sebuah tamparan ke pipi Sasuke. Sasuke yang mendapat perlakuan itu tentu saja tak menerimanya, mana ada laki-laki terhormat yang diam saja ketika ditampar oleh seorang wanita dan tak merasa memiliki kesalahan. Ia kemudian memegang pipinya.

“apa ya-…” tak sempat menyelesaikan perkataannya, sakura membentaknya.

“KAU… BRENGSEK!” ucap sakura dengan menunjukkan raut penuh luka dengan aliran air mata yang telah membasahi kedau pipinya.

“seharusnya aku yang bertanya padamu…” air matanya semakin banyak yang keluar, sakura melayangkan tatapan benci kepada Sasuke.

“apa salahku padamu?, kenapa kau lakukan ini padaku?”

Masih tak mengerti apa yang terjadi, Sasuke menyerngit “apa maksudmu? Melakukan apa? Siapa kau dan kenapa kita berada di kamarku?”

PLAK

Sebuah tamparan lagi didapatkan sasuke dari tangan sakura. “hei… apa yang kau lakukan? Kau sudah menamparku dua kali. Sebetulnya apa yang sudah terjadi?” sasuke memegang pipi yang kena tamparan. Sasuke ingin membalas perlakuan sakura, tetapi ia urungkan, karena sakura adalah seorang wanita dan ia adalah seorang pria jentle men.

“BRENGSEK! JANGAN BERPURA-PURA TAK MENGINGATNYA..!” teriaknya penuh emosi

“sungguh aku tidak mengerti, apa yang terjadi.”

“KAU SUDAH MENGAMBIL APA YANG TELAH KUJAGA SELAMA INI, BRENGSEK! Kau memperkosaku.”

sasuke membulatkan matanya, “a..a..apa?”, kagetnya, “jangan buat lelucon seperti ini! aku tidak mungkin melakukan itu.” Sangkalnya. “kau pasti salah satu wanita dari wanita pelacur itu, yang menjebakku dan berpura-pura telah kuperkosa dan meminta tanggung jawabku.”

Sakura melayangkan tangannya lagi ke pipi sasuke, tapi sasuke menghentikannya, “hei… kau pikir aku senang dengan tamparanmu?”

“dasar brengsek, perempuan mana yang mau memberikan harga dirinya kepada lelaki yang baru ditemuinya, hah!?” sakura makin terisak mendengar ucapan sasuke. Ia tahu sasuke memang tidak akan percaya pada semua penuturannya. Sasuke adalah pria kaya yang banyak diincar oleh wanita-wanita. Melakukan segala cara untuk mendapatkan sasuke, termaksud menjebaknya dengan tidur satu ranjang dengan keadaan telanjang dan seakan-akan telah melakukan hubungan intim. Jadi sasuke pasti menganggap sakura adalah salah satu dari wanita itu.

Sasuke tidak percaya, “sudahlah…! Jangan berbohong lagi, rencanamu telah kuketahui karena bukan Cuma kau yang melakukan ini padaku. Aku juga pernah mendapati kebohongan dari wanita yang lain. Menuduhku talah memperkosanya dan ternyata lelaki lainlah yang melakukannya. Jadi tidak mungkin aku percaya padamu.”

“Berapa yang kau minta?” sasuke mengambil dompetnya dan mengambil beberapa uang tunai dan berniat melemparkannya kepada sakura. Sakura mendongak melihat sasuke dengan tatapan pilu dan benci, “kau pikir aku perempuan murahan yang sengaja buat kau meniduriku dan meminta pertanggung jawabanmu? Jangan samakan aku dengan wanita murahan yang pernah kau temui, yang mau memberikan harga dirinya demi uang!”

Gerakan sasuke terhenti kala melihat mata sakura. Ekspresi wajah sakura berbeda dengan wanita-wanita yang berniat menjebaknya. Mata sakura mencerminkan luka yang sangat perih bahkan sasuke dapat merasakannya hanya dengan melihat mata sakura.

Sasuke tahu perempuan itu tidak bohong, dia melihat mata sakura yang penuh dengan kebencian padanya yang tidak dibuat-buat. Sakura memang benar, tidak ada wanita di dunia ini yang mau memberikan dengan suka rela kesuciannya kepada orang yang tidak dia kenal, hanya perempuan murahanlah yang melakukan itu.

Entah mengapa Sasuke menjadi diam dan mengalihkan pandangannya dari sakura. Tapi pandangannya berhenti kala melihat noda darah dan bekas sperma di sprei kasurnya. Perasaan bersalah kemudian muncul, samar-samar dia mengingat tangis perempuan itu ketika ia memperkosanya.

Sakura makin terisak kemudian memukul-mukul Sasuke. “aku membencimu! Aku membencimu! Aku sangat membencimu!”

Sakura menghentikan tindakannya dan menatap Sasuke itu, “kau tahu, aku memang mengidolakanmu, tapi aku tak pernah berniat untuk manjebakmu apalagi memintamu untuk menihaku.”

“…”

“semalam, kau hampir membunuhku, kau menghentikan mobilmu di tengah jalan yang aku lalui juga, motorku menabrak bagian belakang mobilmu dan aku hamper mati jika tidak mengeremnya dan terlempar ke belakang mobimu.”

“…”

“kau tahu, aku bias saja melaporkanmu ke polisi, tapi aku melihatmu pingsan dan pelipismu berdarah.”

“…” sasuke memegang keningnya yang dibalut.

“aku menolongmu, membawamu ke sini, dan merawat luka-lukamu, tapi kau…” sakura tak bias melanjutkan kata-katanya, karena sasuke membawanya ke dalam pelukannya.

“maaf!” hanya kata itu yang dapat Sasuke utarakan, karena dia pun tak ingat dengan jelas apa yang telah terjadi padanya, “maaf! Aku tak ingat apa yang terjadi, tapi entah mengapa aku merasa akulah yang salah.” seingatnya ayahnya terus-terus saja menyalahkannya akan kecelakaan yang memimpa kakaknya, kemudian dia ke bar untuk menghilangkan stresnya, lalu selanjutnya dia pulang, dan tak mengingat apa-apa lagi.

Sasuke adalah pria yang bertanggung jawab, walaupun dia dingi, tapi jika melakukan kesalahan dia akan bertanggung jawab, apalagi ini menyangkut masalah harga diri seorang wanita. Dekapannya semakin erat, “maaf, aku juga menuduhmu sebagai pelacur!?”

 

“kau memang salah!” sakura terisak dalam dekapan sasuke.

“aku akan bertanggung jawab! Aku akan menikahimu!” masih merengkuhnya, diapun mengelus-elus rambut pink Sakura.

Sakura yang mendengarnya melepaskan pelukan laki-laki itu, “tidak! Aku tidak membutuhkan tanggung jawabmu”.

Sasuke heran, “apa maksudmu? Bukankah ini yang kau butuhkan?” sebetulnya apa yang diinginkan oleh wanita yang didekapnya itu

“kau salah! Aku tidak ingin menikahiku karena tanggung jawab, aku hanya akan menikah dengan orang yang aku cintai dan juga mencintaiku.”

“tapi-…”

“apa kau pikir, pernikahan itu main-main? Jika kau hanya menikahi seseorang karena tanggung jawab, bukankah setelah tanggung jawabmu selesai kau akan meninggalkannya? Dan aku tidak mau itu terjadi padaku. aku hanya akan menikah dengan pria yang kucintai dan yang mencintaiku”

Sasuke kembali mendekap sakura, “kalau begitu belajarlah mencintaiku, dan akupun akan mencintaimu” 


Sakura yang mendengarnya hanya bisa terisak dalam dekapan pria itu. Mungkin impiannya untuk menikahi pria yang seperti Sasuke tidak akan terwujud, malah Sasuke sendiri yang ia dapatkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
Share:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com