Fly with your imajination

Sunday, January 31, 2021

Not Perfect#11

 

SEBELUMNYA CHAPTER LENGKAP SELANJUTNYA

Guntur bergemuruh dengan hujan yang senantiasa mengguyur kota. Kilat pun saling bersahut dan membuat suasana sangat mencekam. Terlebih ketika mobil yang dikendarai keluarga Yoga berhenti di tepian jalan sepi tanpa penerangan.

"Ma ..." Yoga kecil tak berhenti gemetar di pelukan sang mama. Suara guntur di luar benar-benar keras, seperti ingin membelah jalan.

"Tidak apa-apa, Sayang. Gunturnya bentar lagi hilang kok." Dan sang mama terus menenangkan dirinya dengan tepukan-tepukan pelan di punggung Yoga.

Yoga mengangguk, tetapi tubuhnya masih meringkuk di pelukan sang mama.

"Ingat gak, papa suka bilang apa ke Yoga?" Anisa bertanya dengan suara lembut yang menenangkan. Tetapi, sesekali matanya melirik keluar dan memastikan keadaan mereka juga sang Suami yang belum kembali.

"Hm..." Yoga mendongak, menatap wajah sang mama, tetapi hanya beberapa detik saja sebelum dibenamkan kembali di dada mamanya ketika kilat dan guntur menyambar.

"Yoga gak ingat, Ma." Yoga menyahut dengan suara lirih disertai gelengan pelan. Yoga sebenarnya bisa saja mengingat perkataan sang ayah jika dia mau. Tetapi, keadaan di luar membuat pikiran Yoga kalut dan tidak bisa berpikir apa-apa.

Anisa terus menepuk punggung Yoga pelan untuk menenangkan. "Itu loh yang papa suka bilang ke Yoga."

Yoga menggeleng sekali lagi. "Gak ingat."

Dan Anisa tahu kalau anaknya bukan tidak ingat, tetapi tidak mau mengingat karena suara guntur di luar menakutinya.

"Mama bantu deh. Papa suka bilang, kalau laki-laki itu... apa, Nak?"

"Anak laki-laki itu gak boleh cengeng." Yoga menyahut lancar. "Tapi, Yoga gak nangis. Yoga bukan anak cengeng." sanggahnya.

Sang Mama mengangguk, "Yoga memang gak menangis. Makanya mama bangga." Lalu ia mencium kening anaknya. "Terus, papa bilang apa lagi?"

Yoga tak menyahut selama beberapa detik. Anak kecil itu diam dan mengingat. Hujan di luar masih deras, tetapi tidak seperti tadi yang disertai angin kecang sampai menggoyangkan pohon besar. Yah, meski bunyi guntur masih menakutkan.

Sesekali kilat menyambar, membuat keadaan di luar terang selama seperkian detik dan membuat Yoga bisa melihat keadaan ayahnya yang bergerak mencari sesuatu.

"Yoga, papa bilang apa, Nak?" Sekali lagi Anisa bertanya. Berusaha mengalihkan perhatian anaknya dari suara guntur.

Yoga berpaling pada mamanya. Matanya terpejam, mencoba mengingat. "Papa bilang..." Jeda beberapa detik, anak itu kembali mengingat. Kepalanya bergerak ke arah leher sang mama lalu memeluknya erat. "Papa bilang, kalau Tuhan selalu menjaga anak baik."

"Benar, Sayang. Dan Yoga anak baik. Jadi, Yoga jangan takut lagi yah, Sayang."

Yoga mengangguk, "Iya, Ma."

Anisa terus menepuk pundak sang anak, membuat Yoga semakin nyaman dalam dekapannya.

"Ma ...."

"Ya, Nak?"

"Papa kenapa belum kembali?"

"Papa bentar lagi kembali kok. Yoga tidur aja ya. Nanti kalau papa datang, mama bungunkan."

Yoga mengangguk, semakin menyamankan dirinya dalam dekapan mama.

Tidak berapa lama kemudian, Yoga terlelap. Meski di luar guntur masih menggelegar, nyamannya dekapan sang Mama mengalahkan ketakutan anak itu.

Anisa mengintip lewat jendela mobil, memastikan suaminya baik-baik saja, tetapi keadaan di luar terlalu gelap hingga menyulitkan pandangan.

Rasa cemas perlahan menyelimuti Anisa. Pasalnya, sudah lebih dari lima belas menit mereka berada di sana dan suaminya itu belum kembali dari mengecek keadaan di luar.

Anisa kemudian membuka jendela, memanggil suaminya, tetapi tak ada jawaban. Hanya ada suara guyuran hujan deras yang menyahut panggilannya.

Perlahan ia meletakkan Yoga di sebelahnya lalu mengambil payung di belakang kursi dan membuka pintu. Berniat menghampiri Sang Suami sebelum Yoga bangun dan menghentikannya.

"Mama mau pergi ke mana?" Yoga menggeliat, matanya ia kucek sambil menguap.

"Mama mau samperin ayah. Yoga tunggu di mobil saja ya, Nak."

Yoga menggeleng. "Yoga ikut, ma."

"Gak boleh dong, Sayang. Kalau Yoga keluar nanti sakit. Kalau Yoga sakit, Yoga gak bisa ketemu kakek loh. Yoga gak mau kan kalau gak ketemu kakek?"

Yoga menggeleng, tetapi anak itu juga tak mau ditinggal.

"Yoga mau ketemu kakek, tapi mau ikut mama."

Anisa menggeleng, "Ingat apa yang dibilang papa, kan? Laki-laki itu gak boleh cengeng. Dan anak baik selalu dijaga sama Tuhan."

Yoga menggeleng. Air matanya sudah menggenang, tak ingin dibiarkan sendiri, Yoga kembali merengek. "Ma ...."

Anisa mengelus kepala anaknya. Menenangkan dari rasa takut. "Yoga kuat kok."

"Ma ...."

Pada akhirnya Yoga menangis, tetapi itu tak menghentikan Anisa untuk pergi menghampiri suaminya.

"Gak apa-apa yah. Mama bakal cepat kok. Tunggu ya, Sayang."

Lalu Anisa menutup pintu mobil dan pergi meninggalkan Yoga sendirian di dalam mobil.

Namun, satu hal yang tidak mereka ketahui, malam itu adalah kali terakhir mereka bersama.

 

Mickey139



SEBELUMNYA CHAPTER LENGKAP SELANJUTNYA

Bagaimana pendapatmu dengan cerita ini?
Share:

0 komentar:

Post a Comment

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com