Fly with your imajination

Showing posts with label Multichapter. Show all posts
Showing posts with label Multichapter. Show all posts

Friday, January 2, 2015

Hinata

Pair: Naruto, Hinata, Sasuke, dan Sakura
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort & drama
Disclaimer : NARUTO © MASASHI KISHIMOTO dan semua character yang ada di dalam cerita ini WARNING: AU,OOC, typo, alur kecepatan, ga-je dan lain-lain (suka-suka Mickey),

Story by

Mickey_Miki

________________________________________ 

.
.
.
.
.
.

Hinata
Setiap kali kulihat senyummu. Senyum itu seakan mengikat kuat dadaku, merebut setiap nafasku, dan menghentikan aliran darahku.
.
.
.

.
.
~Happy Reading~
.
.
.
.
Byur....

Siraman air bekas pel kembali dilayangkan padanya. Kali ini lebih kotor dari pada yang kemarin.

Lebih banyak lumpur dan lebih keruh. Seragam sekolah yang tadinya bersih kini kotor dan bau. Kepangan rambut indigonya menjadi basah dan lepek dipenuhi oleh bekas kotoran dari air pel. Kaca mata bulatnya menjadi buram dan membuatnya semakin sulit melihat.

Hinata- Gadis yang menjadi korban itu hanya bisa menunduk tak berani melawan siswi-siswi yang sudah melakukan itu padanya. Ia tak tahu sebenarnya apa yang sudah dilakukannya hingga ia bisa menjadi bahan bully dari teman-temannya.

Padahal awal masuk sekolah semuanya baik-baik saja. Menjalani rutinitas sebagai seorang siswi, menaati semua aturan sekolah, menjadi siswi yang teladan, tidak menganggu siswa-siswi sekolahnya, bahkan terkadang ia membantu teman sekelasnya untuk mengerkajan tugas. Semua ia lakukan tanpa ada suatu masalah.

Namun, semenjak menginjak kelas XI, insiden itu baru terjadi dan lebih parahnya lagi yang menjadi biang dari semua itu adalah teman sekelasnya sendiri- salah satu dari pangeran di sekolahnya- Uchiha Sasuke- seseorang yang memiliki wajah rupawan dengan mata onixnya yang kelam, berasal dari keluarga terhormat yang menjadi salah satu donator sekolahnya. Tanpa sebab yang jelas, laki-laki itu menjadikan dirinya sebagai sasaran empuk untuk menjadi bahan bullyan. Ia tak tahu apa yang sudah ia lakukan sehingga Sasuke menyuruh murid-murid di sekolahnya untuk membullynya.

Setiap hari ia harus menerima siksaan dari murid-murid disekolahnya, tidak hanya para siswi, para siswa juga melakukan itu padanya. Dan untungnya di antara banyaknya siksaan itu, ia tak pernah dilecehkan oleh murid-murid itu. Setidaknya pangeran sekolah itu masih punya hati untuk tidak menyuruh para murid melakukan itu padanya.

Seakan mereka tak punya hati, mereka dengan gilanya menyiksa gadis itu dan anehnya tak ada satupun di antara mereka yang ingin membantunya. Mereka terlihat bahagia saat melihat gadis itu tersiksa. Mungkin ada sebagian dari mereka yang ingin membantunya, namun tak ada yang berani karena harus berhadapan dengan pangeran sekolah sekaligus salah satu dari keluarga donator di sekolahnya.

OoO

Hinata berlari menuju belakang sekolah, duduk di bawah pohon untuk menangis. Merenungi semua nasibnya. Tidak hanya tubuhnya yang tersiksa, tetapi batinnya juga menderita. Seolah dirinya berada di dalam penjara Alcatraz. Setiap hari ia harus mendapatkan siksaan dari temannya dan juga menjadi bahan gunjingan satu sekolah.

Ia terus menangis, meluapkan segala sesak di dadanya. Segala kenangan akan siksaan yang ia dapatkan kini bermain dalam kepalanya. Setiap hari harus bersabar dan menerima segala siksaan mereka. Setiap hari dilewatinya dengan hinaan, caci maki, layaknya binatang liar yang hidup dijalanan. Mungkin jika ia menghilangkan rasa kemanusiaannya, ia juga bisa berbuat seperti itu.

Membalas perbuatan mereka, menyiksa, bahkan membuat mereka merasakan lebih baik mati dibanding hidup dengan siksaannya yang bagaikan sebuah neraka. Namun sayang, itu semua tidak akan pernah terjadi. Sifat lembut dan kasih sayang milik ibunya diturunkan padanya.



...

Tap... Tap... Tap...

Hinata yang terlaru larut dalam pikirannya tak menyadari seseorang yang tengah berjalan mendekatinya. Langkah kaki itu kian mendekat, namun Hinata tetap bergeming, tak menyadarinya. Hingga orang itu duduk di sampingnya dan menepuk pundaknya.

“Hinata, kau tidak apa-apa?” Tanya Naruto khawatir.

Hinata berbalik, terkejut mengetahui siapa yang sudah menepuk pundaknya, “Na...Naruto-kun!” Ucapnya tergagap mendapati Naruto yang sudah duduk di sampingnya.



“Apa yang terjadi? Kau dibully lagi dengan mereka?” Tanya naruto khawatir. Ia sendiri juga tak tahu kenapa Sasuke tega memperlakukan hinata seperti itu. Menyuruh murid-murid membully hinata.

Hinata hanya bisa mengangguk lemah sebagai jawabannya. “Naruto-kun boleh aku bertanya?” Tanya Hinata lirih suaranya bergetar. Ia ingin menangis─menumpahkan seluruh emosi yang sedari tadi berkelana dalam benak.

“Hm. Silahkan!” Naruto mengangguk seraya memperhatikan hinata.

“Sebetulnya apa salahku? Kenapa Uchiha-san memperlakukanku seperti ini?” Ujarnya lirih seraya terus menenggelamkan kepala─berupaya menyembunyikan perasaan sedih yang menggelayut hati.

Naruto bergeming. Ia terdiam beberapa saat- tampak menyesal. “maaf Hinata! Aku sendiri juga tak tahu, kenapa Teme melakukan itu padamu.” Jawab Naruto pelan. Ia menatap Hinata nanar. Kasihan akan keadaan gadis itu. Ia ingin menolong, namun ia juga tak bisa berbuat apa-apa. Hinata bukanlah siapa-siapanya. Ia tak mau dianggap sebagai pahlawan kesiangan, karena sudah terlambat menolong gadis itu.

“Naruto-kun, boleh aku meminta sesuatu?” Pinta Hinata lirih. Ia menundukkan kepalanya, takut dengan kemungkinan yang akan terjadi. Tolakan atau pun kata-kata kasar yang akan dilontarkan pemuda itu untuknya. Walaupun pemuda itu terkenal dengan keramahannya, namun bukan tidak mungkin jika pemuda itu akan melakukan hal kasar itu padanya. Naruto adalah sahabat Sasuke, orang yang tega membully-nya.

“apa itu Hinata?” Tanya Naruto lembut, masih tetap melihat keadaan Hinata. Naruto akan melakukan permintaan Hinata, apa pun itu jika bisa meringankan beban gadis itu.

Hinata melirik Naruto sekilas, tekejut dengan jawaban dari pemuda itu. Ia tak menyangka ternyata Naruto tidak memarahinya atau memakinya, malah ia mengindahkan permintaannya. “bolehkah aku memelukmu? Hanya untuk sekali ini saja. Mungkin ini permintaanku yang egois, Namun bolehkah aku?” Pintanya lirih. Terdengar keraguan saat Hinata mengucapkan kalimat itu. Entahlah, Ia tak tahu kenapa tiba-tiba bibirnya mengatakan hal itu pada Naruto. Padahal bukan itu yang ingin diucapkannya, ia hanya ingin sendiri dan tak ingin diganggu oleh siapapun, termaksud Naruto.

Naruto tidak menjawab. Ia hanya menggerakkan tubuhnya sebagai jawaban atas permintaan Hinata. Ia merengkuh ke dua pundak Hinata dan membawa ke dalam pelukannya. Naruto tak peduli dengan pakaian Hinata yang kotor dan bau, yang ada dalam pikirannya hanya ingin menenangkan gadis itu, menghilangkan setidaknya sedikit kesedihannya atas perbuatan sahabatnya.

Naruto merasa empati pada gadis dalam dekapannya itu. Ia sangat yakin bahwa Hinata tak pernah melakukan satu kesalahan pun pada Sasuke. Ia sering memperhatikan gadis itu. Setiap hari ia selalu melihatnya di dalam kelas jika sudah jam istirahat atau kalau tidak gadis itu akan ke perpustakaan. Hinata tak memiliki teman dekat, walau begitu ia tetap baik pada semua. Namun ia sendiri juga tak tahu kenapa Sasuke berbuat seperti itu pada Hinata. Entahlah. Naruto tak tahu dengan jalan pikiran sahabatnya itu.



Perasaan Naruto entah kenapa menjadi hangat. Sangat berbeda saat bersama dengan Sakura. Orang yang ia kejar-kejar sejak setahun yang lalu. Perasaan itu sama, ketika dipeluk oleh ibunya. Dan untuk pertama kalinya dia merasakan hal itu dari perempuan lain selain ibunya.

Entah apa yang diperbuat Hinata hingga perasaan itu timbul. Padahal hanya sebuah pelukan, namun rasanya sangat menenangkan jiwanya. Niat awalnya ingin membantu Hinata agar sedikit lebih tenang, namun yang ada dirinyalah yang merasakan sebuah kenyamanan.

Hati Naruto meringis, ketika serpihan masa lalu tentang Hinata menyeruak di kepalanya. Saat ketika dirinya melihat kekejaman dari murid sekolahnya menyiksa Hinata dan hanya bisa menonton tanpa melakukan sesuatu untuk menolong gadis itu.

Ia sudah muak dengan keadaan sekolahnya, ia sudah muak dengan kelakuan murid-murid sekolahnya terutama dengan sahabatnya sendiri. Entah kenapa dalam diri Naruto timbul rasa ingin melindungi gadis itu, ia tidak ingin Hinata dibully lagi, apalagi dengan Sasuke. Ia ingin agar gadis itu bisa menjalani kehidupan sekolahnya dengan damai. Ia akan melakukan sesuatu untuk gadis itu. Dan entah dari mana datangnya, sebuah ide gila tiba-tiba menghampiri kepalanya untuk melakukan sesuatu agar Hinata tak lagi dibully.

Hinata yang di peluk seperti itu oleh orang yang sudah lama ia sukai merasakan sebuah kehangatan.

Semua kesedihannya menguap entah kemana. Tak pernah ia duga sebelumnya, jika Naruto akan menerima permintaannya. Padahal ia sudah mempersiapkan batinnya kalau-kalau ia di tolak ataupun di maki.

Namun, yang terjadi adalah sebaliknya, Naruto malah memeluknya erat.

Naruto-kun, kau memang seperti seorang malaikat. Kau tidak peduli siapa aku. Kau selalu menolongku. Menarikku dalam gelapnya hatiku. Aku yang selalu menangis dan mencoba untuk meyerah, tapi kau malah menunjukkanku apa itu arti usaha dan kerja keras. Aku sering melangkah ke jalan yang salah, tapi kau menuntunku ke jalan yang benar.'

Aku selalu mengejarmu, ingin berjalan bersamamu, ingin memilikimu. Kau telah mengubahku, senyummu telah menyelamatkanku. Aku mencintaimu Naruto-kun. Selalu dan selalu mencintaimu. Andai kau tidak ada di sini, mungkin... aku tidak akan bisa bertahan. Terima kasih Naruto-kun’ batinnya.

Hinata merasa nyaman dalam dekapan Naruto, kesedihan yang dia alami perlahan menguap menyisakan rasa bahagia yang menyeruak hingga ke relung hatinya. Perlahan kedua kelopak matanya menutup, meresapi kebahagiaan singkatnya bersama dengan pemuda yang ia cintai. Hingga tanpa sadar dirinya sudah terlelap dalam dekapan pemuda itu.

....

“Hinata!” Panggil Naruto. Merasa heran karena sedari tadi Hinata tak bergerak dalam dekapannya.

Tak ada jawaban yang didapatkan oleh Naruto, hanya suara dengkuran halus yang didengarnya. Naruto pun melepaskan dekapannya untuk melihat keadaan Hinata. Gadis itu rupanya sudah terlelap. Mungkin karena lelah. Lelah dengan semua siksaan yang diterima fisik maupun batinnya. Ia kemudian menggendong Hinata dengan gaya bridle style menuju UKS agar Hinata dapat beristirahat.

Sepanjang jalan banyak pasang mata yang memperhatikan mereka. Iri, kesal, benci, dilayangkan pada Hinata oleh sisiwi-siswi di sepanjang koridor. Bagaimana tidak, Hinata adalah gadis cupu, jelek, norak, dan orang yang selalu mereka bully digendong oleh salah satu pangeran sekolah, seperti dalam sebuah kisah dongeng. Layaknya kisah putri tidur, di mana sang pangeran menggendong seorang putri cantik yang tengah tertidur dan membawanya ke dalam istana. Namun Hinata bukanlah seorang putri cantik itu, ia lebih tepat disamakan sebagai tokoh monster dalam dongeng si cantik dan si buruk rupa.

Setelah sampai di UKS Naruto membaringkan Hinata di ranjang dan menyelimutinya. Ia kemudian mengambil sebuah kursi dan duduk samping ranjang Hinata.

Naruto menatap nanar Hinata. Raut penyesalan terpatri di wajahnya. Seharusnya ia menolong Hinata sedari dulu, seharusnya ia bisa meyakinkan sahabatnya untuk tidak melakukan itu semua. Seharusnya Hinata dapat menjalani semua kehidupan smanya dengan damai. Andai ia melakukannya dulu. Hal semacam ini tak akan mungkin pernah terjdi. Namun apa boleh dikata, penyesalan memang selalu datang di akhir cerita dan dirinya sangat menyesal tak bisa menolong gadis itu sedari dulu.

Naruto mengelus pipi hinata sambil menyingkirkan anak rambut di pipi gadis itu. Layaknya seorang kekasih yang tengah menunggu gadisnya untuk segera sadar. Naruto terus saja menunggu Hinata di ruang UKS itu.

Naruto terus memperhatikan wajah Hinata. Wajah yang selalu ditemani dengan Kaca mata bulatnya yang besar hingga menutupi sepertiga wajahnya. Entah kenapa timbul rasa ingin melihat wajah gadis itu tanpa kaca mata bulat di wajahnya. Ia penasaran kenapa Hinata selalu memakai kaca mata itu.

Padahal sekarang sudah zaman modern, banyak terdapat alat bantu untuk melihat, termaksud salah satunya adalah soft lens yang bisa gadis itu gunakan untuk mengganti kaca matanya atau kalau tidak ia bisa menggunakan kaca mata yang lebih kecil dan lebih modis. Namun, ia sadar. Itu semua tidak akan terjadi, karena jika diperhatikan, nampaknya Hinata tak memiliki cukup uang untuk membeli alat-alat itu. Karena gadis itu, tidak berasal dari kasta yang sama dengan dirinya.

Perlahan, Naruto mengarahkan tangannya untuk menyentuh kaca mata milik Hinata. Jujur selama mereka sekelas, tak pernah sekalipun ia melihat Hinata menanggalkan kaca matanya barang sedetik pun, bahkan saat dibully pun ia tak juga melepaskan kaca matanya untuk dibersihkan. Jadi selagi ada kesempatan, ia akan memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan itu.

Naruto tertegun setelah melihat wajah Hinata tanpa kaca matanya. Dadanya berdesir hangat melihat wajah Hinata yang seperti malaikat. Cantik, sangat cantik bahkan melebihi Sakura.



Andai semua orang melihat wajah Hinata seperti ini, dipastikan mereka akan menyesal sudah memperakukan Hinata seperti itu, bahkan akan berbalik memuja gadis itu.

Naruto terus mengelus pipi Hinata. Mengagumi setiap ukiran yang tercetak di wajah gadis itu. Dari mata hingga bibir gadis itu tak luput dari belaiannya.

Mata Hinata agak bengkak karena keseringan menangis. Walau demikian, mata itu masih terlihat indah. Saat ini mata Hinata masih tertutup, namun jika terbuka dipastikan akan ada suatu keindahan yang akan terpancar keluar dari mata itu. Hinata memiliki hidung yang mancung namun kecil, sangat cocok di wajahnya. Dan juga bibir Hinata yang kecil dan berwarna merah muda walau tanpa di poles oleh pemerah bibir.

Naruto terus membelai bibir Hinata. Hingga tanpa sadar wajahnya sudah sangat dekat dengan wajah Hinata. Ia kemudian menghentikan kegiatannya itu. Sadar akan apa yang terjadi bila diteruskan. Namun, rasa penasaran mengalahkan kesadaranya, ia ingin mencicipi bibir gadis itu, ia juga ingin merasakan, rasanya berciuman dengan seorang gadis. Walaupun ia sangat terkenal, tetapi ia tak pernah mencium atau dicium oleh seorang gadis, walau banyak gadis yang mengaguminya dan bersedia memberikan sebuah ciuman.

Naruto ingin merasakan bibir itu. Bibir Hinata sangat menggoda untuk dikecup. Perlahan Naruto mendekatkan bibirnya pada bibir Hinata. Satu kecupan tepat mendarat di bibir mungil Hinata. Namun,Naruto belum merasa puas. Ia pun mengecupnya lagi namun bukan sekali, tetapi berkali-kali.

...

Hinata yang masih tertidur bermimpi tengah dicium oleh seorang pangeran yang sangat tampan dan taka sing baginya. Pangeran itu terlihat sangat mirip dengan Naruto. Seolah dalam kisah putri tidur, ia berperan sebagai seorang putri yang terlelap dan dicium oleh pangeran yang sudah ia tunggu-tunggu. Namun aneh, jika hanya sebuah mimpi, tak mungkin ia bisa merasakannya secara langsung.

Perlahan kelopak mata Hinata terbuka. Ia terbelalak kaget mendapati seseorang tengah menginvasi bibirnya.

Dadanya sesak, seakan ada sesuatu yang menghantam dan membiarkannya menimbulkan rasa menyakitkan yang teramat sangat. Hatinya sangat sakit, ia pikir kekerasan itu tak akan sampai pada pelecehan. Namun pikirannya salah. Saat ini ia sedang berbaring dengan tubuh yang tak bisa digerakkan tengah dicium oleh salah satu siswa sekolahnya.
...
...

Naruto menghentikan kegiatannya saat dirasanya ada pergerakan lain dari tubuh gadis itu. Ia membuka kedua matanya untuk melihat. Ia bergeming, kaget mendapati kedua mata Hinata yang sudah terbuka.

Berusaha menyembunyikan kegugupannya, Naruto mencari kata yang tepat untuk menyamarkan kegiatannya tadi. “A..Ah... Hime kau sudah bangun. Syukurlah. Ternyata dongeng itu benar yah, jika sang pangeran mencium sang putri yang tengah tertidur, maka putri tersebut akan terbangun.” Kilah Naruto. Ia tak mau disangka seorang pengecut dan juga menjadi salah seorang dari mrid-murid yang tega menyiksanya. Apalagi yang ia lakukan ini lebih parah dibandingkan dengan murid-murid itu.

“na..Naruto-kun, apa yang kau lakukan? Kenapa kau menciumku?” Hinata tergugu. Timbul suatu perasaan bahagia yang menyeruak dari dalam dadanya. Ia bahagia saat mengetahui siapa yang sudah mencuri ciumannya. Apalagi ia sudah meniatkan dari dulu bahwa ciuman pertamanya akan ia berikan pada orang yang ia cintai dan Naruto yang mengambil ciuman pertamanya itu adalah orang yang ia cintai.

Naruto diam, menyimak kata-kata Hinata. “loh... Hinata kau bisa melihatku? Ku pikir matamu rabun”. Naruto tak menjawab, malah memberikan sebuah pertanyaan pada Hinata.

Hinata memiringkan kepalanya, ia bingung dengan pertanyaan Naruto. “a..apa maks─” Hinata tak melanjutkan perkataannya ketika ia meraba wajahnya. Ia tercengang ketika dirasanya kaca mata yang selalu bertengger di wajahnya telah tiada. “a..ano.. Itu karena suara Naruto-kun.” Jawabnya Hinata asal. Ia gugup mengetahui Naruto telah melihat wajahnya. Sebenarnya Hinata memiliki mata yang normal, ia memakai kaca mata itu karena sebuah alasan.

Naruto yang mendengar jawaban dari Hinata hanya mengangguk dan menerima begitu saja tanpa menaruh curiga pada hinata. Ia tak bisa berfikir karena wajah Hinata. Terlalu mempesona untuk diabaikan.

Tanpa Naruto dan Hinata sadari, sedari tadi seseorang tengah mengintip kegiatan mereka dengan ekspresi wajah yang sulit terbaca. Dia adalah Sasuke Uchiha, orang yang selalu menyiksa Hinata. Ia mengepalkan tangannya dan segera menjauh dari tempat itu. Ia tak mau ada orang lain yang melihatnya. Apalagi dengan ekspresi wajahnya yang sekarang.



Dan tanpa ia ketahui, seseorang juga tangah melihatnya dengan perasaan campr aduk. Antara sedih, kecewa, dan juga cemburu. Ia kemudian berlari sambil menitikkan air mata.



OoO

Bel berbunyi menandakan pergantian jam tengah berlangsung. Murid-murid yang tadinya berkeliaran, kini satu per satu memasuki kelasnya masing-masing. Termaksud dengan mereka berdua.

Hinata yang sudah sadar kemudian bangkit dari tidurnya untuk kembali ke dalam kelas. Ia berpura-pura untuk meraba sesuatu berusaha mencari kaca matanya. Naruto yang melihat gerak-gerik Hinata yang mencari sesuatu kemudian membantunya.

“Ini kaca matamu. Aku tadi menyimpannya. Ku rasa kau tidak nyaman tadi sewaktu tidur dengan kaca matamu itu.” Kilah naruto.

“terima kasih Naruto-kun” ucapnya sambil mengambil kaca mata itu dari Naruto.

“Mmmm... Hinata kenapa kau terus menggunakan kaca mata itu?” Tanya naruto penasaran. Ia ingin membantu hinata. Kalau pun hinata tak bisa membeli alat bantu melihat itu, ia akan membelikannya. “ibu dan Neji-nii yang menyuruhku memakainya. Aku juga tak tahu apa alasannya. Aku hanya mengikuti permintaan mereka.”

Naruto hanya mengangguk sebagai tanggapan, “apa kau ingin memakai kaca mata yang lebih baik dari itu? Maaf, aku bukan bermaksud untuk menyindirmu, tapi akan lebih baik jika kau memakai kaca mata yang lebih kecil dan tidak menutupi sebagian dari wajahmu. Kan sayang wajahmu sangat cantik, tapi tertutupi oleh kaca mata itu.” Ungkap Naruto panjang lebar.

DEG

Jantung Hinata berdegup menerima pujian dari Naruto. Hinata menunduk tak kuasa membalas tatapan Naruto yang sejak tadi terus mengarah padanya “a..aku tidak bisa. I..ibu dan neji-nii menyuruhku untuk memakai kaca matai ini. Aku tidak mau mengecewakan mereka, karena menolak permintaan mereka.” Ucapnya sedih. Ia tahu. Ia dibully karena penampilannya, ia dihina juga karena penampilannya. Namun, semua itu adalah konsekuensi untuk tidak membuat ibu juga kakaknya kecewa padanya.

“Tapi hinata─”

“Maaf, aku tak bisa.” Potong hinata cepat. Ia tak mau mendengar ucapan naruto yang menurutnya akan membuat dirinya menimbang kembali keputusannya.

Naruto tak bertanya lagi. Ia tak mau berdebat dengan Hinata. Ia tahu jika gadis sudah mengambil keputusan, maka ia akan tetap kokoh mempertahankannya. Apalagi itu adalah keinginan ibu dan kakaknya yang pastinya Hinata tak ingin mengecewakan mereka. Mereka adalah keuarga Hinata.

...

Naruto dan Hinata kini berjalan menuju kelas mereka, namun di tengah perjalanan Naruto menghentikan langkah mereka, karena dirasanya seragam Hinata sangat kotor dan bau. Ia tak mau Hinata mengganggu aktivitas belajar di kelasnya. Maka dari itu, ia kemudian membawa Hinata ke kamar mandi perempuan di ruang olah raga mereka setelah mengambil pakaian olah raga Hinata di lokernya.

Naruto menunggu Hinata di luar bilik kamar mandi, berjaga-jaga apabila seseorang berniat masuk ke dalam. Ia terus menunggu hingga beberapa siswi berjalan menujuke dalam kamar mandi itu. Ia tak ingin terjadi sesuatu dengan Hinata, karena mereka termaksud siswi-siswi yang sering membully Hinata. Ia kemudian masuk ke dalam, berniat memberi tahu Hinata untuk bersembunyi. Namun, karena Hinata yang masih membersihkan tubuhnya, tanpa sengaja Naruto melihat tubuh Hinata yang polos. Ia kemudian segera menghampiri Hinata dan membekap mulut Hinata dengan tangannya.

“tenaglah Hinata-chan! Aku tidak akan berbuat jahat padamu. Di luar ada beberapa siswi yang sering membullymu nampaknya akan memasuki kamar mandi ini. Jadi kau harus tenang dan jangan bersuara! Aku tidak ingin mereka melihatmu dengan keadaan seperti ini.” Titah Naruto melihat gelagat Hinata yang ingin berteriak. Dalam diri Naruto, ia juga berusaha mati-matian untuk menghilankan ketegangannya.

Mereka diam dengan posisi Naruto yang menghimpit Hinata di antara dinding dengan dirinya sambil terus membekap mulut Hinata.

Hinata bisa merasakan deru nafas Naruto yang menerpa wajahnya. Ia terpana melihat ketampanan Naruto yang sangat dekat dengan dirinya. Mengindahkan posisi mereka saat ini, Hinata terus memperhatikan Naruto. Hingga Naruto sedikit menjauh dari tubuhnya barulah ia sadar dengan keadaannya sekarang. Seketika ia membalikkan tubuh Naruto cepat.

“Naruto-kun jangan berbalik dulu!” Ucapnya sambil memakai handuknya.



“Naruto-kun bisa berbalik sekarang!”

Naruto berbalik, dia terperangah melihat tubuh Hinata yang hanya dibalut dengan handuk yang sangat minim. Ia menatap Hinata lekat. Memandanginya dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.

‘hi...Hinata..!” Ucap Naruto terbata. Sulit sekali baginya ntuk mengeluarkan kata-kata ketika melihat tubuh Hinata seperti itu. Bagaimana pun juga dia adalah seorang laki-laki normal yang jika disuguhkan pemandangan indah di depannya, otomatis akan membuat sesuatu di bagian bawahnya akan menegang.

Hinata yang dipandangi seperti itu merasa malu, apalagi orang yang memadanginya adalah orang yang ia sukai. Rasa malunya bertambah saat menyadari bahwa saat ini ia hanya mengenakan handuk, itu pun hanya bisa menutupi sepertiga dari tubuhnya.

“Kau tidak apa-apa naruto-kun?” Tanya hinata cemas karena melihat naruto yang tiba-tiba terdiam. Naruto menggelengkan kepalanya, berusaha mengindahkan semua pikiran kotornya. “a..a..ku.. Ti..tidak.. Apa-apa hinata-chan” ucapnya gugup. “sebaiknya kau jangan dulu keluar, nampaknya mereka masih berada di luar!” Lanjutnya.

Kami-sama sampai kapan aku di sini? Aku bisa gila jika terus di sini. Astaga kenapa juga Hinata memiliki tubuh seindah itu?’ batin Naruto teriak frustasi.

“I..iya. Baiklah naruto-kun” jawabnya gugup. Ia tak tahu apa yang harus dia lakukan di dalam kamar mandi bersama naruto. Baginya ini terlalu mendadak dan ia belum belum menyiapkan sesuatu untuk itu.

Kami-sama, mohon kuatkan aku. Aku tidak ingin pingsan di hadapan Naruto saat ini.’

Setelah dirasa sudah aman, perlahan Naruto membuka pintu kamar mandi dan mengintip di celah-celah pintu untuk melihat suasana di luar kamar mandi.

“Sudah aman hinata, mereka sudah pergi. Aku akan menunggumu di luar. Cepatlah memakai baju agar kita bisa segera keluar dari sini!” Titah naruto. Tak ingin berlama-lama di dalam sana apalagi dengan Hinata yang keadaannya terlalu menggoda untuknya. Bisa-bisa dia tak bisa menahannya dan akan menyerang Hinata. Waktu di UKS saja dia mencium Hinata yang sedang tertidur walaupun dia memakai pakaian yang lengkap, apalagi sekarang yang keadaannya hanya memakai handuk sangat minim.

...

Mereka berdua sekarang tengah berjalan menuju ke kelas bersama. Setelah berada di depan pintu, baik Hinata maupun Naruto merasa ragu untuk masuk pasalnya mereka sudah terlambat lebih dari setengah waktu mata pelajaran itu.

Naruto kemudian memberanikan diri untuk masuk terlebih dahulu.

Tok..tok..tok...

Sebagai formalitas maupun sopan santun, Naruto mengetuk pintu sebelum masuk. “ano... Sensei maaf kami terlambat! Apa boleh kami masuk” ujar Naruto. Mereka berdua sekarang menjadi objek perhatian di kelas itu.

Hinata yang dipandangi oleh teman-teman kelasnya merasa risih. Berbeda dengan Naruto yang tampak tak peduli. Pandangan mereka seakan-akan ingin mengulitinya hidup-hidup. Ia mengerti kenapa mereka memandanginya seperti itu. Ia yang notabenenya hanya seorang gadis berpenampilan jelek masuk ke kelas bersama dengan salah seorang pangeran mereka.

“dari mana saja kalian? Kalian tahukan dari tadi sudah jam pelajaran berlangsung, kenapa kalian baru muncul? Dan lagi, ada apa dengan pakaianmu Hinata? Di mana seragammu? Kenapa kau memakai pakaian olah raga?” Tanya sensei mereka yang otomatis membuyarkan pikiran Hinata.

“Gomenasai sensei, tadi saya tidak sengaja menumpahkan minuman saya ke Hinata dan membuat baju Hinata kotor dan berbau, jadi saya menemani Hinata untuk mengganti seragamnya.” Kilah Naruto. Ia tahu jika ia jujur, maka Hinata akan mendapat masalah dari murid-murid lain yang suka membullynya dan lagi pasti sahabatnya akan mendapatkan masalah.

“ya sudah, apa boleh buat. Kalian boleh masuk. Tapi ingat! Jangan pernah mengulangnya lagi.”

“haik” jawab Naruto dan Hinata berbarengan. Membungkuk dan kembali ke bangku mereka.

Proses belajar mereka dilakukan dalam keadaan hening. Bukan karena sibuk menyimak materi pelajaran, namun karena peristiwa barusan. Naruto sang pangeran berjalan beriringan dengan Hinata, yang notabenenya adalah seorang yang jauh untuk menjadi pasangan dari Naruto.

Mereka semakin membenci Hinata, apalagi mengingat kejadian sewaktu jam istirahat tadi. Naruto menggendong Hinata seperti putri dalam kisah dongeng.

Lagi-lagi mereka merencanakan sesuatu yang buruk pada Hinata. Layaknya agen mereke saling memberikan kode lewat tatapan mata mereka untuk menyiksa Hinata sepulang sekolah.

OoO

Bel pulang sekolah pun berbunyi. Baik siswa maupun siswa di sekolah itu bergegas untuk pulang ke rumah masing-masing. Namun berbeda dengan mereka, yang telah menunggu Hinata pulang sekolah. Mereka dengan setianya menunggu Hinata di depan gerbang sekolah.

Hinata yang berjalan menuju pagar tak merasa curiga terhadap murid-murid yang berkumpul di depan gerbang sekolah. Ia menganggap mereka sedang menunggu jemputan seperti biasa. Dengan langkah ringan ia berjalan tak mempedulikan mereka.

Belum sempat ia keluar gerbang, tangannya telah ditarik paksa oleh salah satu murid itu. Mereka membawanya ke belakang gudang yang tak pernah lagi digunakan. Dengan keras mereka kemudian membantingnya hingga ia terjerembap dan menghantam tanah yang ia pijaki.

Hinata hanya bisa meringis nyeri saat melihat lutut dan dengkulnya terluka hingga mengeluarkan darah. Ia berusaha duduk dan mendongak menatap beberapa pasang mata yang menatapnya sinis, juga benci. Hinata sangat ketakutan dengan mata berkaca-kaca karena lagi-lagi ia harus dibully.

Entah apa lagi yang telah ia lakukan sehingga lagi-lagi ia harus dibully, ia merasa tak melakukan kesalahan hari ini. Lagi pula tadi pagi mereka sudah membullynya, menyiksanya, bahkan ia harus berganti baju karena bajunya yang kotor. Apa mereka masih belum puas? Apa mereka tak punya hati terus menyiksanya? Entah di mana hati mereka, sehingga menyiksanya seakan-akan dia adalah kuman yang harus dibasmi.

Hinata kembali menunduk saat ada sepasang kaki yang berjalan menghampirinya dan menjambak rambutnya keras sehingga rambutnya seakan ingin terlepas dari kulit kepalanya. Membuat ia meringis kesakitan lalu memohon ampun pada gadis itu.

“Gomenasai, tolong lepaskan rambutku, sakit…” rintih Hinata kesakitan. Tapi seolah tuli, gadis itu menatapnya dengan sorot meremehkan dan malah semakin mengeratkan jambakannya.

“ini adalah pelajaran untukmu karena berusaha mendekati pangeran kami.” Ucapnya sambil mendongakkan wajah Hinata agar melihatnya.

“a...apa maksudmu? Aku tidak mengerti. Apa yang sudah kulakukan?” Belanya. Ia memang tak mengerti apa yang telah dilakukannya.

Plak

Sebuah tamparan mendarat di pipinya hingga membuat sudut bibirnya mengeluarkan darah. Tidak hanya satu tamparan yang dilayangkan namun banyak tamparan dengan murid-murid lain yang juga ikut menamparnya.

“sakit” lirih Hinata. Ia sudah tak kuasa melawan. Bahkan berbicara pun terasa sulit baginya. Ia hanya diam menerima semua yang dilakukan oleh mereka.

“ah... Sudahlah! Kawan-kawan!” Panggilnya.

Hinata dapat melihat beberapa murid membawa ember yang diduganya berisi air kotor.

Tidak berapa lama ia merasakan sesuatu yang basah mengenai dirinya. Lagi-lagi mereka menyiramnya dengan air kotor, bahkan lebih parah dari yang tadi pagi, karena air yang disiramkan lebih hitam dan berbau. Ia yakin air itu pasti berasal dari selokan sekolahnya.

“dasar… menjijikan, tak tahu diri!” Mereka kemudian memakinya bahkan meludahi puncak kepala Hinata. Membuat gadis itu hanya bisa menelan ludah sakit sambil menahan isak tangisnya. Membiarkan air matanya menetes deras menyusuri kedua pipi putihnya. Hinata memejamkan mata berusaha menetralisir rasa sakit di tubuhnya, rasa sakit yang lebih dominan ia rasakan di hatinya.

“kau itu hanya sampah bagi sekolah ini. Tidak pantas untuk mendekati pangeran kami.” Hina salah satu dari mereka.

Hinata hanya bisa terdiam, menunuduk, sambil menangis.

Tidak sampai di situ siksaan yang mereka berikan pasa Hinata, mereka juga dengan teganya menyeret Hinata masuk ke dalam gudang tua dan menguncinya dari luar.

“hahahaha....” Tawa mereka berbarengan. “rasakan itu. Itu akibatnya jika kau mendekati salah satu pangeran kami.” Ujar salah satu di antara mereka sebelum meninggalkan Hinata di sana. Sendirian.

“tolong buka pintunya! Tolong buka!” Ucap Hinata sambil menggedor-gedor pintu gudang itu. Tangisnya semakin pecah tatkala melihat keadaan di dalam gudang itu. Gelap tak ada cahaya sedikit pun yang menerangi tempat itu. Ia takut. Ingatan masa lalunya kembali menghantuinya, pengalamannya yang mengerikan.

“tolong!” Teriaknya frustasi. Ia menangis, meraung di dalam gelapnya gudang itu. “Naruto-kun tolong aku!” Lirihnya sebelum jatuh pingsan.

.
.
.
.
.
.
.
.
TBC
Next........... Chapter 2
Share:

Saturday, August 30, 2014

fanfict Naruto : Asam, Asin, Manis, Pahit - Awal

....................................................................
Fanict baru yang pertama di publish oleh author, moga dapat diterima...
...................................................................
Terkadang cinta datang tak mengenal waktu atau pun tempat. pertemuan tak terduga pun bisa menjadi salah satu penyebabnya. Tapi bukan berarti cinta juga bisa datang pada saat pandangan pertama.
...
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

ASAM ASIN MANIS PAHIT
Chapter1
*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*.*

Pair: SasuSaku Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort & Roman
Disclaimer :NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita se-mau-gue.
Story by
Mickey_Miki
~Happy Reading~ 
________________________________________ 

Asam, Asin, Manis, Pahit


Chapter 1

Seorang gadis cantik yang memiliki rambut sewarna dengan bunga sakura dan mata emerald tengah terbaring lemah di atas sebuah kasur dengan seorang pemuda di atasnya. Tubuhnya terhentak-hentak akibat sang pria yang terus-terusan menghentakkan tubuhnya di atas wanita itu. Matanya sembab karena terus mengeluarkan air mata, pipinya bengkak karena tamparan dari pria diatasnya.

Aroma alcohol tercium dari mulut pria itu, seiring dengan desahan yang keluar dari mulutnya. Kulit putihnya tengah mengkilat akibat dari cahaya lampu yang meneranginya, mata onixnya yang kelam dan dingin, jauh lebih dingin dan penuh nafsu akibat mabuk, menatap wanita yang dia tindih.

Desahan demi desahan meluncur dari bibir sang pria akibat kenikmatan yang didapatkannya dari wanita yang dia tindih. Sentakannya semakin cepat, hingga sang wanita dapat merasakan sesuatu yang hangat menyomprot ke bagian dalam kewanitaannya. Pria itu kemudian ambruk di atas wanita itu dan tertidur.

Hatinya hancur, harapannya, dunianya seakan telah runtuh dan berakhir, masa depannya telah tiada, impian dan cita-citanya semuanya kini tinggal angan-angan, sesuatu yang berharga yang telah dia jaga selama hampir 22 tahun, dan hanya akan diberikan kepada suaminya sekarang telah direnggut paksa oleh lelaki yang tak dikenalnya. Apakah itu adalah hadiah untuknya karena telah menolong pria itu, menyelamatkan nyawanya dan membawanya ke Apertemen pria itu.

FLASH BACK ON

Kota Konoha adalah kota yang memiliki empat musim. Salah satunya adalah musim salju. Ketika malam pada musim itu, suhu udara sangat dingin, sangat dingin. Seorang perempuan dengan rupa yang bisa dikatakan cantik, memiliki rambut yang sewarna dengan gulali, dan mata seindah emerald. Sakura itulah nama perempuan itu. Ia adalah mahasiswa jurusan kedokteran semester akhir. Ia baru pulang setelah menyelesaikan dinas malamnya di RS Konoha. Ia ingin segera pulang ke Apartemennya, karena cuaca semakin dingin. Di tengah perjalanan pulang tiba-tiba saja Sakura menghentikan laju motornya dengan paksa, karena mobil di depannya berhenti tiba-tiba dan menabrak sisi belakang mobil itu.

Sakura itu kemudian turun, niatnya untuk memarahi pengendara itu, karena telah seenaknya saja berhenti di depannya dan mengakibatkan motor bagian depannya rusak. Ketika dia telah sampai di samping mobil itu dan mengetok pintu mobil itu, dia semakin marah karena pengendara itu tidak membuka kaca jendela mobilnya. Diintipnya mobil itu dan alangkah terkejutnya ketika melihat pengendara itu pingsan dan mengeluarkan darah di pelipisnya. Diapun meminta tolong kepada orang-orang yang lewat dan dengan terpaksa menghancurkan kaca mobil orang itu.

Sakura kemudian membawa orang itu ke apartemen milik laki-laki yang ia tolong setelah membawa motornya ke bengkel terdekat. Sakura memapah orang itu dengan langkah yang terseok. Setelah sampai di kamar laki-laki itu, dia membersihkan dan merawat luka-luka pria itu. Dan semuanya terjadi, waktu berjalan cepat hingga tubuhnya sekarang tengah ditindih oleh pria itu, dengan tubuh telanjang yang dipenuhi dengan bercak-bercak merah dan sperma yang mengalir di antara kedua paha putihnya. Dia sudah melawan dengan sekuat tenaga akan tetapi tubuh pria besar itu memiliki tenaga yang jauh lebih kuat dari Sakura. Sakura memang ikut pelatihan beladiri, tapi itu semua tidak berguna kala melawan pria yang menindihnya itu.

 

Iris emeralnya beralih ke pria yang menindihnya, wajah rupawan, rambut mencuat berwarna dark blue, mata onix yang telah tertutup oleh kelopak mata. Sakura mengenal orang itu. Orang itu sering muncul di TV, dia adalah seorang pengusaha muda yang sukses, Uchiha Sasuke, umurnya baru menginjak 25 tahun. Dia juga pernah melihatnya di RS tempatnya dinas, dia adalah kenalan pemilik RS nona Tsunade.

“dulu aku sangat mengagumimu, bahkan bermimpi menikah dengan pemuda seperti kau. Kau merupakan inspirasiku, seorang pekerja keras, dan tak kenal lelah dalam berusaha.” dia mengelus pipi pemuda itu. “tapi kenapa kau lakukan ini padaku?, apa salahku padamu?”

Kini bukan lagi isakan yang terdengar, malah raungan pilu yang keluar dari bibirnya. Seiring dengan kelelahan akibat tangis dan sakit hatinya akhirnya Sakura ikut terlelap.

FLASH BACK OFF

Pagi cerah telah tiba. Cahaya bulan yang lembut telah tergantikan oleh mentari yang penuh semangat. Kicauan burung menemani seiring mentari yang terbit. Nampak orang-orang telah melakukan aktivitasnya. Seorang pria dengan tubuh atletis dan telanjang, dengan rambut yang tak lagi rapi dan mencuat ke atas perlahan membuka kedua matanya. Ia mengedarkan pandangannya dan menyerngit heran kala ia sudah berada di dalam kamarnya.

“aku, kenapa bias ada di kamarku?” tanyanya pada dirinya sendiri sambil memija-mijat kepalanya. Ia kemudian berniat turun dari ranjangnya, tetapi gerakannya terhenti ketika merasakan sesuatu di sampingnya. Alangkah terkejutnya ia, ketika ia melihat ke samping tempatnya tidur dan mendapati seorang perempuan tengah tertidur dengan penampilan yang acak-acakan. Rambut kusut dan tak berbentuk, pipi bengkak dan masih meninggalkan bekas telapak tangan, dan terdapat bekas aliran air mata di pipinya. Sasuke kemudian menepuk bahu wanita itu.

“hei, bangun!”

Sakura kemudian membuka matanya perlahan dan memperlihatkan mata emerald yang tak telihat keindahannya lagi. Ia kemudian duduk dengan menaikkan selimut dan menutupi kedua dadanya.

“Siapa kau? apa yang kau lakukan di kamarku?” tanyanya

PLAK

Sebelum menjawab Sasuke, Sakura melayangkan sebuah tamparan ke pipi Sasuke. Sasuke yang mendapat perlakuan itu tentu saja tak menerimanya, mana ada laki-laki terhormat yang diam saja ketika ditampar oleh seorang wanita dan tak merasa memiliki kesalahan. Ia kemudian memegang pipinya.

“apa ya-…” tak sempat menyelesaikan perkataannya, sakura membentaknya.

“KAU… BRENGSEK!” ucap sakura dengan menunjukkan raut penuh luka dengan aliran air mata yang telah membasahi kedau pipinya.

“seharusnya aku yang bertanya padamu…” air matanya semakin banyak yang keluar, sakura melayangkan tatapan benci kepada Sasuke.

“apa salahku padamu?, kenapa kau lakukan ini padaku?”

Masih tak mengerti apa yang terjadi, Sasuke menyerngit “apa maksudmu? Melakukan apa? Siapa kau dan kenapa kita berada di kamarku?”

PLAK

Sebuah tamparan lagi didapatkan sasuke dari tangan sakura. “hei… apa yang kau lakukan? Kau sudah menamparku dua kali. Sebetulnya apa yang sudah terjadi?” sasuke memegang pipi yang kena tamparan. Sasuke ingin membalas perlakuan sakura, tetapi ia urungkan, karena sakura adalah seorang wanita dan ia adalah seorang pria jentle men.

“BRENGSEK! JANGAN BERPURA-PURA TAK MENGINGATNYA..!” teriaknya penuh emosi

“sungguh aku tidak mengerti, apa yang terjadi.”

“KAU SUDAH MENGAMBIL APA YANG TELAH KUJAGA SELAMA INI, BRENGSEK! Kau memperkosaku.”

sasuke membulatkan matanya, “a..a..apa?”, kagetnya, “jangan buat lelucon seperti ini! aku tidak mungkin melakukan itu.” Sangkalnya. “kau pasti salah satu wanita dari wanita pelacur itu, yang menjebakku dan berpura-pura telah kuperkosa dan meminta tanggung jawabku.”

Sakura melayangkan tangannya lagi ke pipi sasuke, tapi sasuke menghentikannya, “hei… kau pikir aku senang dengan tamparanmu?”

“dasar brengsek, perempuan mana yang mau memberikan harga dirinya kepada lelaki yang baru ditemuinya, hah!?” sakura makin terisak mendengar ucapan sasuke. Ia tahu sasuke memang tidak akan percaya pada semua penuturannya. Sasuke adalah pria kaya yang banyak diincar oleh wanita-wanita. Melakukan segala cara untuk mendapatkan sasuke, termaksud menjebaknya dengan tidur satu ranjang dengan keadaan telanjang dan seakan-akan telah melakukan hubungan intim. Jadi sasuke pasti menganggap sakura adalah salah satu dari wanita itu.

Sasuke tidak percaya, “sudahlah…! Jangan berbohong lagi, rencanamu telah kuketahui karena bukan Cuma kau yang melakukan ini padaku. Aku juga pernah mendapati kebohongan dari wanita yang lain. Menuduhku talah memperkosanya dan ternyata lelaki lainlah yang melakukannya. Jadi tidak mungkin aku percaya padamu.”

“Berapa yang kau minta?” sasuke mengambil dompetnya dan mengambil beberapa uang tunai dan berniat melemparkannya kepada sakura. Sakura mendongak melihat sasuke dengan tatapan pilu dan benci, “kau pikir aku perempuan murahan yang sengaja buat kau meniduriku dan meminta pertanggung jawabanmu? Jangan samakan aku dengan wanita murahan yang pernah kau temui, yang mau memberikan harga dirinya demi uang!”

Gerakan sasuke terhenti kala melihat mata sakura. Ekspresi wajah sakura berbeda dengan wanita-wanita yang berniat menjebaknya. Mata sakura mencerminkan luka yang sangat perih bahkan sasuke dapat merasakannya hanya dengan melihat mata sakura.

Sasuke tahu perempuan itu tidak bohong, dia melihat mata sakura yang penuh dengan kebencian padanya yang tidak dibuat-buat. Sakura memang benar, tidak ada wanita di dunia ini yang mau memberikan dengan suka rela kesuciannya kepada orang yang tidak dia kenal, hanya perempuan murahanlah yang melakukan itu.

Entah mengapa Sasuke menjadi diam dan mengalihkan pandangannya dari sakura. Tapi pandangannya berhenti kala melihat noda darah dan bekas sperma di sprei kasurnya. Perasaan bersalah kemudian muncul, samar-samar dia mengingat tangis perempuan itu ketika ia memperkosanya.

Sakura makin terisak kemudian memukul-mukul Sasuke. “aku membencimu! Aku membencimu! Aku sangat membencimu!”

Sakura menghentikan tindakannya dan menatap Sasuke itu, “kau tahu, aku memang mengidolakanmu, tapi aku tak pernah berniat untuk manjebakmu apalagi memintamu untuk menihaku.”

“…”

“semalam, kau hampir membunuhku, kau menghentikan mobilmu di tengah jalan yang aku lalui juga, motorku menabrak bagian belakang mobilmu dan aku hamper mati jika tidak mengeremnya dan terlempar ke belakang mobimu.”

“…”

“kau tahu, aku bias saja melaporkanmu ke polisi, tapi aku melihatmu pingsan dan pelipismu berdarah.”

“…” sasuke memegang keningnya yang dibalut.

“aku menolongmu, membawamu ke sini, dan merawat luka-lukamu, tapi kau…” sakura tak bias melanjutkan kata-katanya, karena sasuke membawanya ke dalam pelukannya.

“maaf!” hanya kata itu yang dapat Sasuke utarakan, karena dia pun tak ingat dengan jelas apa yang telah terjadi padanya, “maaf! Aku tak ingat apa yang terjadi, tapi entah mengapa aku merasa akulah yang salah.” seingatnya ayahnya terus-terus saja menyalahkannya akan kecelakaan yang memimpa kakaknya, kemudian dia ke bar untuk menghilangkan stresnya, lalu selanjutnya dia pulang, dan tak mengingat apa-apa lagi.

Sasuke adalah pria yang bertanggung jawab, walaupun dia dingi, tapi jika melakukan kesalahan dia akan bertanggung jawab, apalagi ini menyangkut masalah harga diri seorang wanita. Dekapannya semakin erat, “maaf, aku juga menuduhmu sebagai pelacur!?”

 

“kau memang salah!” sakura terisak dalam dekapan sasuke.

“aku akan bertanggung jawab! Aku akan menikahimu!” masih merengkuhnya, diapun mengelus-elus rambut pink Sakura.

Sakura yang mendengarnya melepaskan pelukan laki-laki itu, “tidak! Aku tidak membutuhkan tanggung jawabmu”.

Sasuke heran, “apa maksudmu? Bukankah ini yang kau butuhkan?” sebetulnya apa yang diinginkan oleh wanita yang didekapnya itu

“kau salah! Aku tidak ingin menikahiku karena tanggung jawab, aku hanya akan menikah dengan orang yang aku cintai dan juga mencintaiku.”

“tapi-…”

“apa kau pikir, pernikahan itu main-main? Jika kau hanya menikahi seseorang karena tanggung jawab, bukankah setelah tanggung jawabmu selesai kau akan meninggalkannya? Dan aku tidak mau itu terjadi padaku. aku hanya akan menikah dengan pria yang kucintai dan yang mencintaiku”

Sasuke kembali mendekap sakura, “kalau begitu belajarlah mencintaiku, dan akupun akan mencintaimu” 


Sakura yang mendengarnya hanya bisa terisak dalam dekapan pria itu. Mungkin impiannya untuk menikahi pria yang seperti Sasuke tidak akan terwujud, malah Sasuke sendiri yang ia dapatkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Tbc
Share:

Thursday, August 28, 2014

fanfict Naruto : Happy For Ending (1)

Pair: SasuSaku
Rate: T
Genre: Romance, Hurt/Comfort & Roman
NARUTO © MASASHI KISHIMOTO
WARNING: AU,OOC, typo, alur GaJe cerita suka-suka mickey
Story by Mickey_miki
 ________________________________________ 


Ryuta adalah seorang anak yang tumbuh tanpa didampingi oleh sang ayah. Walaupun ia bahagia bersama dengan ibunya, namun ia masih merasa kurang. Kebahagiaan yang ia rasakan tidaklah cukup hanya bersama dengan sang ibu. Ryuta ingin merasakannya juga dengan ayahnya. Ryuta memiliki rencana untuk menyatukan kembali kedua orang tuanya dalam waktu seminggu. Ia berbohong kepada ibunya agar ia dapat menjalankan rencananya. Akankah semua rencananya berhasil?
.
.
.
.
.
.
HAPPY FOR ENDING


 ~Happy Reading~

.
.
.
.

Kebahagiaan akan terasa saat kita merasakannya bersama. Bersama dengan ayah dan ibu.
::
::
::
::
::
::

Chapter 1 : Ayah

sumber gambar : Google

“Ryuta-kun, temani oka-san yah ke mall?!” pinta sakura pada Ryuta yang tengah mencari sesuatu di gudang belakang rumahnya. Ryuta adalah anak tunggal dari Haruno Sakura sejak 15 tahun yang lalu. Dia memiliki rambut berwarna biru tua dengan mata onix kelam, hidung mancung, kulit putih, dan wajah yang rupawan. Ia adalah anak yang sangat dibanggakan Sakura, bagaimana tidak ia selalu mendapat prestasi di sekolahnya baik akademik maupun non-akademik. Ia juga merupakan idola di sekolahnya, dan walaupun umurnya baru menginjak 15 tahun, tapi saat ini ia sudah menduduki kelas XII di SMA Konoha Gakuen dan baru saja menyelesaikan UN. Ia memang mengikuti kelas axelerasi sejak SMP.

“hai oka-san.” Jawabnya malas. “memang oka-san mau beli apa sih?, bukannya kemarin sudah ke mall yah, untuk membeli keperluannya oka-san.”

“hehehe…” sakura nyengir, “oka-san lupa beli-.., ah… Ryuta antar oka-san saja!”

“baiklah. Tapi setelah aku menemukan tongkat baseballku…” Ryuta malas berdebat dengan ibunya, ia kemudian melanjutkan pencarian tongkat baseballnya. Butuh waktu setengah jam untuk ia menemukan tongkat baseballnya, karena barang-barang yang terdapat di gudang sangatlah banyak.

Ryuta kemudian segera beranjak dari tempatnya untuk menemui ibunya, agar ia tak perlu mendengar omelan ibunya karena sudah membuatnya terlalu lama menunggu. Belum beberapa langkah ia berjalan, ia berhenti karena menginjak sesuatu. Sebuah benda tepatnya adalah sebuah buku yang sudah tua dan usang. Dilandasi rasa penasaran ia kemudian mengambilnya dan membukanya.



BUKU HARIAN HARUNO SAKURA.

Senyum penuh arti terpancar di wajahnya, ‘ini buku harian oka-san. Aku mungkin bisa mengetahui siapa ayahku yang sebenarnya.’ Batinnya.

“Ryuta-kun!!!” panggil sakura. Ryuta cepat-cepat menutup bukunya dan menghampiri ibunya. “sudah kau dapatkan apa yang kau cari?” Ryuta mengangguk dan kemudian memperlihatkan tongkat baseballnya, tapi tidak dengan buku yang ia dapatkan. “kalau begitu mandilah, oka-san tunggu di depan.”

“haik.” Ryuta memasuki kamarnya, dan menyimpan buku diary itu di dalam laci meja belajarnya. Kemudian mengambil handuk dan memasuki kamar mandinya. Di dalam kamar mandi tak henti-hentinya dia tersenyum. Anak itu tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya, belum pernah ia merasakan kebahagiaan seperti ini, walau itu hanya sebuah buku, walau ia belum mengetahui isinya buku itu, namun ia merasa sangat bahagia.

15 menit, waktu yang Ryuta butuhkan untuk mandi, tak banyak memang waktu yang dia butuhkan untuk membersihkan tubuhnya, toh pada dasarnya tubuhya tidak terlalu kotor dan juga ia adalah seorang anak laki-laki dan menurutnya laki-laki tidak butuh waktu lama untuk membersihkan tubuh tidak seperti perempuan yang bisa menghabiskan waktu berjam-jam dalam kamar mandi hanya untuk membersihkan tubuh.

Ryuta memakai pakaian yang simple, hanya baju kaos dan celana jins biru tua panjang. Walaupun begitu ia masih terlihat keren. Ia pun menghampiri ibunya yang tengah menunggunya di ruang tamu.

“oka-san, aku sudah selesai. Kita bisa berangkat sekarang!” kata Ryuta menghampiri ibunya.

“baiklah.” Jawab ibunya sambil berdiri dari duduknya.

Mereka kemudian berangkat dengan menggunakan mobil sedan milik ibunya-sakura. Sakura adalah seorang dokter yang bekerja di Rumah Sakit Umum di Suna. Dia adalah salah seorang dokter yang memiliki reputasi yang cukup baik di bidangnya. Ia merupakan ahli kandungan dan juga sering membantu proses kelahiran ibu-ibu hamil.

:C:
:C:
:C:
:C:
:C:
:C:

“oka-san!”

“hn”

“boleh aku tanya sesuatu?” tanyanya ragu-ragu.

“apa itu Ryuta-kun?”

“sebetulnya siapa ayahku?” entah sadar atau tidak, kata-kata itu keluar dari mulutnya.

Sakura yang mendengar pertanyaan anaknya terkejut, pasalnya selama ini Ryuta tidak pernah bertanya tentang ayahnya. Dia bingung untuk menjawab anaknya, memilah-milah kata yang tepat untuk dia sampaikan, “hm… apa ibu belum pernah memberitahumu?”

Ryuta menggelengkan kepalanya sebagai jawaban.

“sebetulnya, ayahmu sudah meninggal sejak kau masih dalam kandunganku.”

“…”

“Waktu itu aku hamil 5 bulan dan ayahmu pergi menjadi relawan untuk Negara Ame. Ayahmu sudah menolaknya, karena khawatir meninggalkan ibu dalam keadaan hamil muda. Pada masa-masa itu, ibu masih dalam keadaan ngidam. Akan tetapi, penolakannya tidak diterima. 2 bulan setelah ayahmu pergi, ibu mendapat kabar, bahwa para relawan sudah kembali. Ibu pun langsung menuju ke tempat mereka.” Sakura tampak sedih mengingat itu semua.

“…”

“ketika ibu sampai, ibu mencari-cari ayahmu, tapi…” Sakura menghentikan sejenak ucapannya. Matanya memanas. Ia menggigit bibir bawahnya untuk meredam kesedihannya. Setelah beberapa detik. Sakura tak kuasa lagi menahan kesedihannya. Dengan derai air mata yang membasahi kedua pipinya, ia melanjutkan ceritanya. “tapi yang ibu dapat adalah ayahmu yang sudah meninggal.”

Tak tahan melihat ibunya bersedih dan menangis, Ryuta meminggirkan mobilnya dan menghadap ibunya, mengelus-eluspunggungnya berharap ibunya tidak lagi bersedih. “aku minta maaf oka-san! Aku tidak bermaksud mengingatkan oka-san dengan hal itu. aku hanya ingin tahu siapa ayahku.” Ngkapnya dengan cemas.

Ia tidak pernah mau menanyakan tentang ayahnya pada ibunya itu, karena takut hal ini akan terjadi. Dulu, ia pernah tidak sengaja melihat ibunya menangis dalam kamarnya, ia tahu apa yang membuat ibunya bersedih, karena waktu itu setelah ibunya puas menangis, ibunya jatuh tertidur dan Ryuta yang memperbaiki posisi tidur ibunya. Dalam tidur, tak henti-hentinya ibunya menyebutkan satu nama yang terdengar samar di telinganya yang ia yakini adalah nama dari ayahnya. Maka dari itu, ia menghilangkan semua niatnya untuk menanyakan siapa ayahnya pada ibunya.

Niat awalnya yang ingin tahu tentang ayahnya, harus dia tahan lagi karena ibunya. Ia tak mau ibunya kembali bersedih dan mengeluarkan air mata. Terasa sakit di dadanya melihat itu. ia akan mencari tahunya sendiri, teringat buku harian yang didapatkannya tadi. ia tidak akan membuang-buang waktu dan akan segera membacanya setelah pulang mengantar ibunya.

“iya, gak apa-apa sayang.” Sakura menghapus air matanya dan tersenyum, senyum yang masih memeancarkan kesedihan.

Ryuta melihat senyum ibunya itu merasa sangat janggal. Senyum itu layaknya senyum kesedihan yang menyembunyikan sesuatu dan banyak penyesalan. Entahlah dari mana ia bisa mengasumsikan seperti itu, atau mungkin karena wanita itu adalah jadi dia bisa berpendapat seperti itu.

“apa perjalanannya kita lanjutkan atau kita pulang saja?” Tanya Ryuta dengan khawatir. Ia merasa mereka tak perlu melanjutkan perjalanan itu, karena menurutnya ibunya tak akan sanggup bila berjalan dengan pikiran yang masih sedih.

“yah kita lanjutkan lagi, ibu sudah tidak apa-apa. Kau jangan khawatir.” Jawab Sakura dengan senyum yang berbeda dengan yang tadi, namun masih terlihat menyembunyikan sesuatu.

“baiklah!” dengan tidak rela ia pun melanjutkan perjalanan itu.

...
...
...

“ibu sebetulnya mau beli apa, kenapa lama sekali?” gerutu Ryuta yang menunggu ibunya di parkiran mall. Ryuta tidak masuk ke dalam mall bersama ibunya, dia terlalu malas untuk berjalan, apalagi harus bertemu dengan orang-orang yang berisik di sana. Ia lebih memilih menunggu di dalam mobil yang menurutnya lebih nyaman, karena tak ada suara bising yang dapat mengganggunya. “hah” desah Ryuta yang sudah sangat bosan menunggu ibunya. “15 menit lagi, kalau tidak datang, aku akan menyusulnya” uacapnya pada dirinya sendiri dengan ekspresi yang tidak bisa terbaca.

15 menit kemudian

Ryuta membuka pintu mobilnya dan masuk ke dalam mall untuk mencari ibunya. Ia mengambil handphone dan menghubungi ibunya.

“moshi-moshi… oka-san dimana?”

“aku di toko Victory”

“baiklah aku akan ke sana.”

“sebaiknya tidak usah, tunggu oka-san saja di Japanese Foods

“baikalah. Cepatlah oka-san! Aku bosan di perhatikan terus.”

“haik…haik…”

Setelah sambungan terputus Ryuta menuruti ibunya dan memasuki sebuah restoran yang menjual berbagai aneka makanan khas jepang. Anak itu kemudian duduk di salah satu bangku paling sudut, dekat dengan kaca transparan, akan tetapi tak terlihat dari luar. Ia menunggu ibunya sambil menopang dagu dan memandangi orang-orang di luar restoran dengan bosan. Minuman yang ia pesan sebelumnya hanya dibiarkan saja di atas meja.

Tiba-tiba matanya menemukan satu objek yang membuatnya tertarik. Dia memfokuskan pandangannya untuk dapat melihat jelas orang itu. walaupun orang itu dikerumuni banyak orang terutama perempuan namun Ryuta masih dapat melihat pria itu. Wajah yang tidak terlihat asing di matanya. Tentu saja, karena tiap hari ia melihatnya terus di cermin. Orang itu sangat mirip mirip dengannya. Mata onix, hidung mancung, putih, warna rambutnya yang berwarna biru tua, namun raut wajah terlihat lebih lembut. Kegiatan memandanginya terus ia lakukan, hingga tanpa sadar seseorang telah duduk di hadapannya.

“Ryuta-kun, kau sedang memperhatikan apa?” Tanya orang tersebut.

Ryuta mengalihkan pandangannya dan melihat orang itu.

“kelihatannya menarik sekali, sampai-sampai kau tak sadar ibu sudah disini.”

“ah… oka-san, aku tadi hanya memperhatikan orang itu.” Ryuta menunjukkan orang yang sejak tadi dia perhatikan.

“yang mana?” ibunya mengikuti arah pandang Ryuta.

“hah… dia sudah pergi.” jawabnya kecewa. Padahal ia ingin memperlihatkan orang itu pada ibunya karena kemiripannya dengan wajahnya.

“memangnya dia siapa?”

“aku tidak tau. Wajahnya mirip denganku.”

Sakura jadi penasaran dengan orang itu, “a…apanya yang mirip Ryuta-kun?” entah kenapa dia jadi gugup sendiri karena pertanyaannya. Ia penasaran dengan orang yang dimaksud dengan anaknya dan ingin melihatnya, namun di sisi lain, ia takut untuk melihatnya. Entah apa yang terjadi padanya.

“semuanya. Mata, hidung, juga warna rambut kami yang sama.” jelasnya. “dan anehnya aku merasa bahwa kami sudah saling mengenal” pandangan mata Ryuta masih focus untuk mencari orang itu, barangkali ia dapat menemukan dan memperlihatkannya pada ibunya.

‘aneh, kenapa aku jadi takut. Kami-sama mudah-mudahan orang yang dilihat anakku bukanlah dia! Aku tak mau lagi bertemu dengan mereka.’ Batin Sakura berdoa.

“ohya Ryuta-kun, kau sudah memesan makanan?” Sakura mencoba mengalihkan perhatian anaknya. Ia tak mau Ryuta mengingat orang yang menjadi objek perhatian anaknya itu. entahlah walaupun ia sendiri tidak melihat orang itu, namun ia merasa tidak suka. Bayangan-bayangan beberapa tahun lalu yang telah ia kubur entah kenapa menyeruak keluar. Perasaan takut mulai menghinggapi, hingga tanpa sadar matanya mulai berkaca-kaca. Untungnya Ryuta tak menyadari itu karena focus anaknya bukan pada dia tetapi di luar restoran. “belum. Aku menunggu oka-san tadi.”

“mmm…. Baiklah.” Tak ingin kesedihan dan rasa takutnya diketahui anaknya, Sakura mencoba mengalihkannya dengan memanggil pelayan restoran itu. “pelayan…!” panggil sakura dengan menaikkan tangan kanannya.

Pelayan yang dipanggil sakura datang menghampirinya, “maaf nyonya, ada yang biasa saya bantu? Nyonya mau pesan apa?” Tanya pelayan itu dengan sopan dan memberikan daftar menu yang tersedia.

“kau mau makan apa Ryuta-kun?” Tanya sakura pada anaknya.

“Ramen saja, minumannya gak usah.” Jawab Ryuta tanpa pikir. Ia masih memikirkan orang yang mirip dengannya itu.

“saya pesan sashimi dan ramen, minumannya jus jeruk saja satu.”

Pelayan itu menuliskan pesanan sakura, “baiklah, satu sashimi dan ramen dengan minumannya jus jeruk satu.” Sakura tak menjawab karena apa yang disebutkan pelayan itu sudah sesuai dengan apa yang ia pesan. “baiklah silahkan tunggu 20 menit, pesanan kalian akan segera diantar!?”

“baiklah, terima kasih.”

pelayan itu pergi meninggalkan mereka berdua untuk menyerahkan pesanan mereka ke koki.

Sakura melihat anaknya heran, dari tadi anaknya seperti mencari-cari sesuatu. “Ryuta-kun, ada apa?” ia memang mengetahui kenapa anaknya seperti itu dan ia tak suka.

“tidak ada apa-apa” jawabnya masih memandangi orang-orang di luar. Ia tahu ibunya khawatir padanya, namun ia juga masih mencari orang yang tadi ia lihat. Ia masih penasaran dengan orang itu.

“tidak bisaanya kau memikirkan sesuatu. Kalau ada masalah ceritalah pada ibu”

“tidak ada kok oka-san. Aku baik-baik saja.”

Desah Sakura. Ia pun membiarkan anaknya seperti itu hingga ia puas dan dalam hati ia berdoa agar anaknya itu tidak akan melihat orang itu. Hingga 20 menit kemudian pesanan mereka tiba, mereka masih tetap diam dan memakannya tanpa bersuara. Sakura makan sambil melihat anaknya yang makan seperti tidak berselera.

“Ryuta-kun!”

“hn”

“kau kenapa? Tidak bisaanya kau seperti ini.”

“aku baik-baik saja oka-san, jangan khawatir!”

“hm… baiklah.” Sakura melirik anaknya, “hah” desahnya. ‘bukannya tadi dia yang menenangkanku, kenapa sekarang dia terlihat risau.’ Batin Sakura.

Ryuta dan sakura kemudian beranjak dari mall itu untuk pulang ke rumah. Akan tetapi setelah tiba di parkiran sakura meninggalkan anaknya dan menyuruhnya masuk ke dalam mobil duluan.

“Ryuta-kun, kau masuklah ke dalam mobil duluan, ibu mau ke toilet dulu.”

“hn”

Sakura pergi ke toilet wanita. Untuk menunaikan keinginannya.

“ah... enaknya.” Lega Sakura setelah keluar dari toilet.

...

...

...

“Sakura!”

Sakura berhenti, “hah” Sakura bingung dengan suara yang samar-samar didengarnya. ‘siapa? Apa tadi ada yang memanggil namaku?’ pikirnya. Ia pun berjalan lagi.

“Sakura!”

DEG

Sakura memegang dadanya. Entah kenapa perasaannya jadi tidak enak. Dadanya sesak, rasanya seperti perasaan yang dulu telah lama ia tinggalkan.

“Sakura!”

Sekali lagi suara itu terdengar di gendang telinganya dan kali ini terdengar lebih keras, ‘Suara itu, kenapa sangat mirip dengan suaranya. Suara dari laki-laki itu, tidak mungkin. Aku pasti salah dengar. Lagi pula tak hanya dia yang memiliki suara seperti itu.’ Batinnya.

“Sakura! Kau sakurakan!?” panggilnya lagi.

Perlahan Sakura berbalik untuk melihat orang yang telah memnggilnya. Kedua matanya membulat sempurna kala melihat orang yang telah memanggilnya.

“ternyata memang benar kau sakura, aku senang sekali bisa melihatmu disini.” Orang itu berjalan semakin dekat dengan sakura. Tampak di raut wajahnya, ekspresi bahagia, senang, dan penuh kelegaan. Seperti telah menemukan sesuatu yang telah lama ia cari.

“…” lagi-lagi Sakura tak menggubrisnya. Ia hanya diam dan melihat orang itu berjalan ke arahnya. Tapi itu tak lama, karena semakin mendekat orang itu, maka Sakura juga akan semakin menjauhinya dengan berjalan mundur ke belakang.

“Apa kau lupa padaku? Aku Sasuke, sahabatmu dulu.” Tanya Sasuke penuh harap. Sasuke semakin mendekati sakura.

“…” Tanpa menjawab, sakura kemudian berlari menghindari laki-laki itu. berlari sejauh mungkin dari laki-laki itu. ia tak peduli dengan orang-orang yang ia tabrak atau kaki yang ia injak. Ia hanya ingin pergi jauh dari sana dan tidak ingin melihat laki-laki itu lagi.

...

...

Ryuta melihat ibunya berlari kearah mobilnya dengan ekspresi campur aduk antara sedih dan ketakutan juga terdapat raut khawatir. Ia kemudian turun dan menghampiri ibunya. Memegang bahu ibunya yang bergetar. Kemudian memeluknya berharap dengan begitu wanita itu dapat tenang.

“oka-san kenapa? Kenapa oka-san berlari? Apa ada yang mengganggu oka-san?” Tanya Ryuta dengan nada cemas. Rasanya sakit sekali melihat ibunya seperti itu.

“a..a..aku ba..baik-baik saja.” Jawabnya gugup.

“apa maksud oka-san baik-baik saja dengan tubuh gemetar kayak gini?”

Sakura tidak memberi jawaban pada Ryuta ia hanya memegang kedua lengan anaknya, dan menarik anaknya masuk ke dalam mobil, “ki…kita pulang saja Ryuta-kun!”.

Tanpa membuang waktu, Ryuta langsung membawa ibunya masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang samping kursi supir sambil menyandarkannya. Sebelum menyetir ia memeriksa keadaan ibunya. Ibunya masih tampak kacau, tak ada lagi sinar kelembutan yang terpancar dari mata ibunya hanya ada sinar kesedihan dan ketakutan. Perasaannya tak enak, ia tak suka melihat ibunya dengan keadaan-ekspresi seperti ini. Dia lebih senang melihat ibunya memarahinya atau menghukumnya bila tak menghabiskan sayuran paprika dari pada melihat ekspresi ibunya seperti ini.

“hah…” helaan nafas terdengar dari mulut Ryuta, ‘ada apa dengan oka-san?’ batin Ryuta. Ia tak ingin bertanya langsung kepada ibunya. Ia tak ingin membuat ibunya mengingat masalahnya sewaktu berada di mall dan membuatnya semakin bersedih.

Perjalanan dari mall ke rumah mereka, terasa begitu lama. tak satupun dari mereka yang memulai percakapan. Mereka sibuk dengan pikiran mereka masing-masing. Sakura terus saja melamun sambil melihat jalanan di sampingnya dan Ryuta focus dalam menyetir.

.
.
.
.
.
.
.
Setibanya mereka di rumah, Ryuta membawa ibunya langsung ke kamarnya dan menidurkannya, tetapi sebelum itu ia memberikan minuman kepada ibunya.

“oka-san, minum dulu airnya setelah itu beristirahat, dan masalah yang tadi tidak usah terlalu dipikirkan, walaupun aku sendiri tak tahu masalahnya apa!.”

Sakura tak menjawab apapun dan hanya mengambil air minum yang diberikan Ryuta padanya. Sakura kemudian membaringkan tubuhnya dan beristirahat. Ingatannya kembali ke kejadian yang tadi. Orang yang selama ini berusaha dia hindari entah kebetulan dari mana, mereka bertemu di mall. Untung saja dia bergegas lari dan tak menghiraukan panggilan pria itu dan untung juga ia tak melihatnya saat Ryuta menghampirinya. Entah apa yang akan ditanyakan kepadanya jika pria itu bertemu dengan Ryuta. Mereka sudah tak berkomunikasi selama lebih 15 tahun dan ketika bertemu tahu-tahu sakura telah memiliki seorang anak yang secara fisik memiliki bentuk wajah yang sama dengan pria itu. Dia tak mau itu terjadi. Sebisa mungkin dia akan menghindari pria itu. Semoga saja itu adalah pertemuan terakhir mereka.

Tanpa dia sadari hari inilah dimulai takdirnya dengan anaknya. Pertemuan yang ia anggap kebetulan telah ditakdirkan untuknya oleh Kami-sama. Pertemuan yang akan membawa perubahan pada mereka.

Setelah yakin bahwa ibunya sudah baik, ia turun dan mengambil barang-barang belanjaan ibunya dari bagasi mobil dan membawanya masuk ke dalam rumah. Ryuta kemudian mengambil cemilan dan minuman dingin sebelum memasuki kamarnya untuk melanjutkan membaca buku harian ibunya. Dia memasuki kamarnya dan mengambil posisi yang nyaman untuk membaca, duduk di atas ranjang sambil bersandar di sandaran ranjang dengan bantal sebagai lapisannya. Dibukanya buku harian itu dan mulai membacanya.

KONOHA 23 April

Dear diary

Dia adalah lelaki yang sering kulihat sendiri di bangkunya sambil membaca novel yang bisaa dia bawa. Dia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah yang pernah ku lihat. Memiliki wajah yang tampan dengan hidung mancung, mata onix kelamnya, rambut biru tuanya yang mencuat ke atas, kata orang sih ala emo style, tapi menurutku model itu lebih mirip dengan pantat ayam. Walaupun begitu dia tetap terlihat cool. Setiap ada gadis yang mendekatinya langsung diberikan tatapan dingin dan seolah mengatakan ‘pergi kau!’. Itulah sebabnya sampai sekarang aku tak pernah mau mendekatinya. Diary apa yang harus aku lakukan?

Ryuta terus membaca buku itu. Entah mengapa dia memiliki firasat bahwa dengan membaca buku itu, dia dapat mengetahui siapa ayahnya. Rasa penasaran semakin menjadi kala ia semakin besar. Jujur saja ketika melihat teman-temannya bersama keluarganya yang lengkap ia selalu merasa iri dan juga sedih. Ia ingin sekali ayahnya berada di rumahnya sekarang. mendengarkan semua keluh kesahnya. Walaupun ibunya juga sering mendengarkannya tapi rasanya sangat beda. Pemikiran laki-laki itu sangat berbeda dengan perempuan, dia ingin sekali mendengarkan solusi yang keluar dari mulut ayahnya.

Selama ini ia belum pernah melihat bagaimana bentuk wajah ayahnya, walaupun dalam bentuk fotonya. Ibunya tak pernah memperlihatkan foto ayahnya, karena semua yang berhubungan dengan ayahnya dibuang atau dibakar oleh ibunya, karena tidak ingin terus mengingat-ingat ayahnya, terlalu sedih untuk ibunya jika mengenang kenangannya bersama ayahnya.

Tadi dia memberanikan dirinya bertanya tentang sosok sang ayah pada ibunya, tapi bukan jawaban yang dia inginkan keluar dari bibir ibunya, melainkan kesedihan yang ia lihat. Sebetulnya dia tahu bahwa tadi ibunya sedang berbohong mengenai cerita tentang ayahnya, namun kesedihan yang tergambar di wajah ibunya adalah asli. Entahlah, kenapa ibunya tadi menunjukkan ekspresi seperti itu. mungkin ada sesatu yang tidak ingin aku ketahui tentang ayahnya.

Pernah ibunya memberitahunya tentang sifat-sifat ayahnya, juga tentang wajahnya. Akan tetapi, semua itu terjadi secara tidak sengaja (reflex). Ibunya berkata dengan lirih bahwa dia sangat mirip dengan ayahnya.

Ia mengambil beberapa keripik kemudian mengunyahnya sambil membuka lembaran pada buku itu.

KONOHA, 15 Mei

Diary, hari ini aku senang sekali… akhirnya aku bisa bicara dengan orang yang kusukai. Hahaha… terima kasih pada guru Orochiamru yang membuatku sekelompok dengannya. Dia juga tidak memberikanku tatapan dinginnya seperti gadis-gadis sebelumnya. Mungkin karena dia tahu aku bukan salah satu dari fans girlnya dan tidak pernah melihatku mendekatinya. Hahaha… apakah ini adalah tandanya. Kya… aku Pe De sekali.

Ryuta tersenyum membaca halaman itu, ternyata dulu ibunya sama seperti remaja-remaja ababil lainnya, jika sedang menyukai seseorang. Ryuta kemudian membuka halaman selanjutnya.

KONOHA, 1 Juni

Diary! Tahu tidak, aku diajak dia jalan-jalan loh. Padahal dia belum pernah mengajak seorang gadis jalan-jalan sebelumnya. Dia bilang aku yang pertama diajaknya jalan. Yah walaupun ini karena tugas, tapi aku tetap senang. Aduh… kok aku tambah Pe De yah… hehehe…. Jadi malu. Doakan aku yah diary semoga dia bisa jadi pacarku.

Senyum Ryuta semakin lebar ketika membaca diary ibunya. Ternyata sifat ibunya tidak berubah dari saat dia gadis sampai sekarang menjadi seorang ibu, dia masih penuh dengan semangat. Walaupn semangatnya yang dulu dengan sekarang beda. Dulu ibunya semangat dalam menggapai cintanya, sedang sekarang semangat dalam memarahinya dan memberinya hukuman.

“hah…” Ryuta menghela nafas, “siapa ayahku sih sebenarnya?” tanyanya pada dirinya sendiri.

KONOHA, 30 Juni

Diary gak terasa yah, aku dan dia sekarang sudah jadi sahabat. Kemarin dia memintaku untuk menjadi sahabatnya. Hm… aku pikir dia akan menembakku, pas dia ajak aku jalan-jalan, ternyata dia memintaku untuk jadi sahabatnya. Hehehe… gak apa-apalah, toh banyak orang yang sudah mengalaminya, sahabat jadi cinta.

KONOHA, 1 Maret

Diary maaf yah aku baru ngabarin lagi setelah tiga tahun yang lalu. Aku terlalu sibuk dengan kuliahku sampai-sampai aku melupakanmu. Maaf yah…!. Oh ya, Aku sekarang kuliah di Universitas Konoha, jurusan kedokteran. Dan kau tak usah khawatir, hubunganku dengan Sasuke baik-baik saja, walaupun kami beda fakultas, tapi kami sering kok sms-an dan juga ketemuan. Yah, tapi hubungan sahabat masih menjadi status kami, aku gak tahu kapan status kami akan berubah, aku masih mengharapkan perubahan itu. Sahabat jadi cinta. Doakan saja aku yah…!

“jadi ayahku bernama Sasuke, tapi marganya apa? Nama Sasuke-kan banyak.”

KONOHA, 15 April

Diary hari ini aku mengenalkan Sasuke pada sahabat kecilku. Entah kenapa aku merasa bahwa Sasuke sepertinya menyukai sahabatku, itu terbukti dari sorot matanya saat dia memandang sahaabatku itu. Aku belum pernah menerima bahkan melihat sorot mata seperti itu sebelumnya. Sorot mata itu penuh dengan kelembutan dan kekaguman. Diary perasaanku tidak enak, aku takut aku tidak bisa seperti dulu lagi dengannya.

Timbul perasaan aneh, yang entah kenapa membuatnya tak suka. Dia seakan tidak suka ketika orang yang disukai ibunya seakan-akan menyukai sahabatnya orang yang ibunya percayai. Ientah mengapa ia sepertinya merasakan bagaimana perasaan ibunya saat itu. Digenggamnya dengan erat buku harian itu, sambil terus membacanya. Ia terlalu focus membaca buku itu dan tak mendengar langkah yang menuju ke arahnya. Ketika ia akan membuka halaman berikutnya,...

Krieeeet…! 
.
.
.
.
.
.

To Be Continue
Selanjutnya : Chapter 2



Share:

TERBARU

Copyright © 2014 - SUKA SUKA MICKEY | Powered by Blogger Design by ronangelo | Blogger Theme by NewBloggerThemes.com